Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Dan Ukuran Perusahaan Pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility.

(1)

PENGARUH PROFITABILITAS, LEVERAGE DAN UKURAN PERUSAHAAN PADA PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY

SKRIPSI

Oleh:

NI KADEK AYU GIRI YANTI NIM: 1415351175

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

i

PENGARUH PROFITABILITAS, LEVERAGE DAN UKURAN PERUSAHAAN PADA PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY

SKRIPSI

Oleh:

NI KADEK AYU GIRI YANTI NIM: 1415351175

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana Denpasar


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal: 27 Januari 2016

Tim Penguji: Tanda tangan

1. Ketua : I Ketut Jati, SE., M.Si., Ak ...

2. Sekretaris : Dr. I G. A. N. Budiasih, SE., M.Si ...

3. Anggota : Dr. I Gde Ary Wirajaya, SE., M.Si., Ak ...

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing

Dr.A.A.G.P.Widanaputra,SE., M.Si., Ak. Dr. I G. A. N. Budiasih, SE., M.Si NIP. 19650323 199103 1 004 NIP. 19550418 198810 1 001


(4)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 27 Januari 2016 Mahasiswa

Ni Kadek Ayu Giri Yanti NIM. 1415351175


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, serta kerja sama dan bantuan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Profitabilitas, Leverage Dan Ukuran Perusahaan Pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., MS., Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Dr. A. A. G. P. Widanaputra, SE., M.Si., Ak. dan Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si., Ak. masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Drs. I Ketut Suardhika Natha, M.Si., selaku Ketua Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

5. I Gst. Putu Wirawati,SE., M.Si., selaku Koordinator Jurusan Akuntansi dan Dosen Pembimbing Akademik.


(6)

v

6. Dr. I G. A. N. Budiasih, SE., M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah dengan sabar meluangkan waktu dan pemikirannya dalam memberikan bimbingan, masukan serta arahan selama proses penyusunan skripsi ini. 7. Dr. I Gde Ary Wirajaya, SE., M.Si., Ak dan I Ketut Jati, SE., M.Si., Ak

selaku dosen penguji skripsi atas waktu, masukannya, dan motivasinya selama penyelesaian skripsi ini.

8. Keluarga tercinta I Made Panji, Ni Made Muliani, Ni Luh Budi Restiti, Ni Komang Darma Sastra Diyanti, I Ketut Mahendra Saputra Wibawa, yang telah mendukung penulis selama ini baik dari motivasi maupun nasihat yang diberikan serta terima kasih juga atas doa yang selalu dipanjatkan.

9. Sahabat-sahabat tercinta dan teman seperjuangan Rina, Vera, Dwi Pratiwi, Mang Ayu, Mariani, dan Sila yang selama ini selalu bersedia berbagi suka duka, memotivasi, membantu dan memberi masukan/saran, serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan motivasi.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap bertanggung jawab terhadap semua isi skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 27 Januari 2016

Penulis


(7)

vi

Judul : Pengaruh Profitabilitas, Leverage Dan Ukuran Perusahaan Pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Nama : Ni Kadek Ayu Giri Yanti NIM : 1415351175

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan pada pengungkapan CSR. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sinyal (signaling theory) yang merupakan grand theory, teori stakeholder dan teori keagenan (agency theory) yang merupakan suporting theory. Sampel penelitian sebanyak 35 perusahaan pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2014 dengan metode purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah Analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) profitabilitas berpengaruh positif pada pengungkapan CSR yang menunjukkan bahwa semakin besar proftabilitas perusahaan maka perusahaan berkewajiban untuk mengungkapkan CSR, (2) leverage berpengaruh positif pada pengungkapan CSR yang menunjukkan bahwa bahwa semakin tinggi rasio leverage suatu perusahaan maka pengungkapan CSR akan semakin tinggi, (3) ukuran perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan CSR yang menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka kebijakan pengungkapan CSR akan semakin meluas.


(8)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.5 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep ... 13

2.1.1 Teori Sinyal ( Signaling theory) ... 13

2.1.2 Teori Stakeholder ... 14

2.1.3 Teori Keagenan (Agency Theory) ... 15

2.1.4 Corporate Social Responsibility ... 18

2.1.5 Pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure) ... 21

2.1.6 Profitabilitas ... 22

2.1.7 Leverage ... 23

2.1.8 Ukuran Perusahaan ... 24

2.2 Hipotesis Penelitian ... 26

2.2.1 Pengaruh Profitabilitas pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility ... 26

2.2.2 Pengaruh Leverage pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility ... 26

2.2.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 29

3.2 Lokasi atau Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ... 30

3.3 Obyek Penelitian ... 30

3.4 Identifikasi Variabel ... 30

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 31

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 33


(9)

viii

3.5.2 Sumber Data ... 34

3.7 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 34

3.6.1 Populasi ... 34

3.6.2 Sampel ... 35

3.6.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 35

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.9 Teknik Analisis Data ... 36

3.9.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 37

3.9.2 Uji Asumsi Klasik ... 37

3.9.3 Uji Hipotesis ... 40

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 43

4.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 43

4.3 Uji Asumsi Klasik ... 46

4.3.1 Uji Normalitas ... 47

4.3.2 Uji Autokorelasi ... 47

4.3.3 Uji Multikolinearitas... 48

4.3.4 Uji Heteroskedastisitas ... 49

4.4 Uji Hipotesis ... 50

4.4.1 Analisis Regresi Linier Berganda ... 50

4.4.2 Uji Signifikansi (Uji t) ... 52

4.4.3 Uji Kelayakan Model (Uji F)... 53

4.4.4 Koefisien Determinasi (R2) ... 54

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 55

4.5.1 Profitabilitas Berpengaruh Positif Pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility ... 55

4.5.2 Leverage Berpengaruh Positif Pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility ... 56

4.5.3 Ukuran Perusahaan Berpengaruh Positif Pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility ... 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 58

5.2 Keterbatasan dan Saran Penelitian ... 58 DAFTAR RUJUKAN


(10)

ix

DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman

4.1 Ringkasan Perolehan Sampel Penelitian ... 43

4.2 Hasil Statistik Deskriptif ... 44

4.3 Hasil Uji Normalitas ... 47

4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 48

4.5 Hasil Uji Multikolinearitas ... 49

4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 49

4.7 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 50

4.8 Hasil Pengujian Hipotesis ... 53


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halaman


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Halaman

1 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdasarkan

Indikator Global Reporting Initiative Generation 3.1 (GRI G3.1) ... 66 2 Daftar Sampel Penelitian ... 69 3 Tabulasi Data Sampel Perusahaan ... 71 4 Jumlah item pengungkapan CSR perusahaan pertambangan

Tahun 2012-2014 ... 73 5 Hasil SPSS ... 76


(13)

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sektor pertambangan memiliki kontribusi besar terhadap berbagai aspek, mulai dari penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam negeri (PMDN), kegiatan ekspor, penerimaan devisa, pendapatan negara, dan produk domestik bruto (Mulyono, 2013). Sektor pertambangan juga mampu membuka lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja yang nantinya akan mengurangi pengangguran. Namun, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai perusahaan pertambangan paling berkontribusi besar terkait dengan kerusakan alam yang terjadi di kawasan Indonesia (Metrosiantar.com, 20 Januari 2014).

Berikut ini merupakan kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan di Indonesia dan menjadi pemicu berkembangnya praktik CSR (Utama, 2007), yaitu: peristiwa yang terjadi pada PT Adaro Energy Tbk sekitar bulan Oktober 2009, dimana dalam peristiwa ini ikan-ikan yang dibudidayakan oleh masyarakat di Kabupaten Balangan mati akibat tercemarnya sungai Balangan sehingga mengakibatkan kerugian materi yang ditaksir hingga miliaran rupiah. PT Freeport Indonesia yang mengakibatkan salju di puncak tertinggi pegunungan Jaya Wijaya sudah mencair akibat pencemaran limbah buangan pertambangan Freeport (Dhyatmika, 2006). PT Meares Soputan Mining atau Tambang Tondano Nusajaya diminta menghentikan aktivitas pertambangan di Minahasa, Sulawesi Utara, karena dinilai mencemari lingkungan (Saifullah,


(15)

2

2012). Eksploitasi batu bara di Samarinda yang mencemari air, menimbulkan banjir dan kurang membuat rakyat sejahtera dari segi ekonomi (Suryawan, 2013). Adapun kasus pencemaran lingkungan lain yaitu kasus lumpur Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jawa Timur (Marni, 2014).

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya yang tidak dapat terbaharui maupun yang dapat terbaharui. Sumber daya alam yang tidak dapat terbaharui di Indonesia salah satunya dikelola oleh sektor pertambangan. Produksi pertambangan di Indonesia secara mayoritas terdiri dari batu bara, timah, tembaga, emas dan amonia. Pertumbuhan untuk periode 2013-2016 diprediksi menjadi 8,27 persen (Werner, 2013). Indonesia menjadi negara pengekspor batu bara ke-empat di dunia pada World Coal Statitics (IAE) 2012 dan berhasil mengekspor sebanyak 443 juta ton batu bara. Prestasi Indonesia yang dalam Top Ten Coal Producers 2012 berada pada posisi keempat tentu sangat membanggakan.

Menurut Darwin (2007) pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi korporat kepada investor dan stakeholders lainnya. Pelaporan tersebut bertujuan untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan stakeholders lainnya tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan corporate social responsibilty (CSR) dalam setiap aspek kegiatan operasinya.


(16)

3

Tanggung jawab sosial perusahaan dewasa ini dianggap sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan modern. Pelaksanaan CSR adalah tanggung jawab perusahaan sebagai lisence to operate dalam menjalankan fungsi good corporate citizenship bagi suatu perusahaan yang memposisikan reputasi dan citra perusahaan sebagai intangible assets bernilai strategis dalam meningkatkan daya saing menuju terciptanya keberlanjutan perusahaan.

Mempertahankan keberlangsungan usaha di dunia bisnis seperti sekarang ini, suatu kewajiban perusahaan harus lebih memperhatikan lingkungan soasialnya. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung mendapatkan sumber-sumber ekonomi berupa barang dan jasa dari lingkungan dan masyarakat. Tuntutan masyarakat pada perusahaan untuk lebih peduli terhadap lingkungan sosial sudah semakin besar. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan, sehingga masyarakat dapat mengetahui kontribusi yang diberikan perusahaan pada masyarakat. Dengan perubahan masyarakat yang semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial sehingga memunculkan kesadaran baru tentang pentingnya melakukan CSR atau yang dikenal dengan tanggungjawab sosial perusahaan (Luciana dkk, 2011). CSR sering dianggap inti dari etika bisnis, yang berarti bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap pemegang saham atau shareholder, tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berekepentingan atau stakeholder (Poddi dan Vergalli 2009).


(17)

4

Berbagai tekanan yang muncul di masyarakat membuat perusahaan kini bukan hanya bertanggungjawab semata-mata kepada pemegang saham dan kreditur saja, namun telah diharuskan bertanggungjawab kepada masyarakat luas. Hal tersebut menggeser pemikiran terhadap tanggungjawab pengelolaan perusahaan yang semula hanya kepada shareholders (pemilik/pemegang saham) kini menjadi kepada stakeholders (pemilik, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas). Pengelolaan bisnis yang dulunya shareholders-focused ke stakeholders-focused menyebabkan banyak perusahaan mengadopsi konsep triple bottom line.

Konsep triple bottom line merupakan konsep pengukuran kinerja perusahaan dengan memasukkan tak hanya ukuran kinerja ekonomis berupa perolehan profit, tapi juga ukuran kepedulian sosial dan pelestarian lingkungan. Konsep ini memasukkan tiga ukuran kinerja sekaligus yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Konsep triple bottom line mengimplikasikan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan stakeholders dari pada kepentingan shareholders (Pebriana dan Sukartha 2012).

Tanggung jawab sosial di Indonesia diatur dalam Pasal 74 ayat 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Selain wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan juga harus melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial atau yang sering disebut Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD). Hal ini juga telah diatur dalam Pasal 66 ayat 2 huruf (c) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 bahwa


(18)

5

perusahaan harus memuat laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial juga diatur dalam Pasal 15 huruf (b) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab sosial menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Aturan diatas telah menegaskan akan pentingnya pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan oleh perusahaan di Indonesia. Walaupun demikian, terdapat perbedaan pengungkapan tanggung jawab sosial di tiap perusahaan. Hal ini karena dampak sosial yang ditimbulkan oleh masing-masing perusahaan tidak selalu sama, mengingat banyak faktor yang membedakan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya sekalipun mereka berada dalam satu jenis usaha yang sama (Veronica, 2009).

Profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan. Secara garis besar, laba yang dihasilkan perusahaan berasal dari penjualan dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Kokubu et al. (2001) dalam Sembiring (2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi dengan premis bahwa perolehan laba yang semakin besar akan membuat perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang


(19)

6

lebih luas. Sembiring (2003) menyatakan bahwa suatu perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi seharusnya melaksanakan pengungkapan CSR secara transparan. Perusahaan yang mempunyai profit lebih besar harus lebih aktif dalam melaksanakan CSR. Hal ini menunjukkan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh terhadap luas pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Profitabilitas dan pengungkapan CSR memiliki keterkaitan satu sama lain. Profitabilitas yang tinggi memicu para stakeholder yang ingin mendapatkan informasi lebih terkait kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas yang dihasilkan perusahaan maka pengungkapan CSR akan cenderung semakin besar.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya hubungan yang positif antara pengungkapan CSR perusahaan dengan profitabilitas (Theodoran dan Agus 2010, Sri dan Sawitri 2011 dan Achmad 2007). Hubungan profitabilitas terhadap pengungkapan CSR menurut Bowman dan Haire (1976) dalam Heckston dan Milne (1996) bahwa kepekaan sosial membutuhkan gaya managerial yang sama sebagaimana yang diperlukan untuk dapat membuat perusahaan menguntungkan (profitable). Penelitian yang dilakukan oleh Bowman dan Haire (1976) serta Preston (1978) dalam Hackston dan Milne (1996) mendukung hubungan profitabilitas dengan pengungkapan CSR. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Sembiring (2003) menghasilkan temuan bahwa profitabilitas tidak terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Anggraini (2006) dalam penelitiannya menunjukkan hasil variabel profitabilitas dan size perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR .


(20)

7

Leverage merupakan pengukur besarnya aktiva yang dibiayai dengan hutang. Hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva berasal dari kreditor, bukan dari pemegang saham ataupun investor. Anggriani (2006) menyatakan perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur (Marwata, 2001). Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan ungkapan yang lebih luas dari pada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fahrizqi (2010), Nur dan Priantinah (2012), dan Oktariani dan Mimba (2014) menemukan bahwa hutang berpengaruh signifikan pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan penelitian Sembiring (2003), Nurkhin (2009), Widyatmoko (2011), dan Febrina dan Suaryana (2011) menemukan hasil bahwa hutang tidak berpengaruh signifikan pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Hubungan ukuran perusahaan dengan CSR menurut Cowen et al. (1987) dalam Sembiring (2005:388) yang menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar akan melakukan lebih banyak aktivitas, memberikan dampak yang lebih besar terhadap masyarakat, mempunyai lebih banyak pemegang saham yang boleh jadi terkait dengan program sosial perusahaan, dan laporan tahunan akan menjadi alat yang efisien untuk menyebarkan informasi ini. Menurut Suwardjono (2005) dalam Yunita (2008:52) asumsi dasar yang menghubungkan faktor ukuran


(21)

8

perusahaan dan pengungkapan informasi adalah pengungkapan memerlukan cost, sehingga perusahaan besar seharusnya lebih mampu menyediakan pengungkapan informasi yang lebih baik. Penelitian yang berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini antara lain Belkaoui dan Karpik (1989), Adam et al. (1995, 1998), Hackston dan Milne (1996), Kokubu et al. (2001), Hasibuan (2001), Sembiring (2005), Anggraeni (2006), dan Eddy (2005). Sedangkan Anggraini (2006) dalam penelitiannya menunjukkan hasil variabel profitabilitas dan size perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.

Berdasarkan uraian tersebut, dinyatakan bahwa terjadi research gap dari penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR. Oleh sebab itu, penulis melakukan penelitian kembali terhadap faktor profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan untuk melihat pengaruhnya pada pengungkapan CSR pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2014. Pemilihan periode penelitian tahun 2012-2014 bertujuan untuk memperoleh data laporan keuangan perusahaan yang terbaru dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dan dapat memberikan informasi terkini mengenai kinerja keuangan dari suatu perusahaan sehingga menjadi lebih akurat. Pengungkapan CSR diukur dengan proksi CSRDI (Corporate Social Responsibility Disclosure Index) berdasarkan indicator GRI G3.1 (Global Reporting Initiatives Generation). Pemilihan indikator ini karena GRI G3.1 dengan jumlah pengungkapan sebanyak 84 item merupakan indikator data paling terupdate, yang dimana sebelumnya indikator ini hanya berjumlah 79 item .


(22)

9

Penerapan tanggung jawab sosial (Corporate Sosial Responsibility) juga berlaku bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dimana, peneliti menggunakan sektor perusahaan pertambangan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sektor ini didasarkan pada adanya kenyataan bahwa perusahaan pertambangan menuai keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan yang memilikinya dan memiliki kontribusi yang cukup besar dalam masalah-masalah polusi, limbah, keamanan produk dan tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut adalah perusahaan yang paling banyak berinteraksi dengan masyarakat. Dalam proses produksinya perusahaan tersebut mau tidak mau akan menghasilkan limbah produksi dan hal ini berhubungan erat dengan masalah pencemaran lingkungan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai Pengaruh Profitabilitas, Leverage dan Ukuran Perusahaan pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility, dengan mengambil sampel penelitian pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah profitabilitas berpengaruh pada pengungkapan CSR perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2014?


(23)

10

2) Apakah leverage berpengaruh pada pengungkapan CSR perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2014?

3) Apakah ukuran perusahaan berpengaruh pada pengungkapan CSR perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui apakah profitabilitas berpengaruh pada pengungkapan CSR perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2014.

2) Untuk mengetahui apakah leverage berpengaruh pada pengungkapan CSR perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2014.

3) Untuk mengetahui apakah ukuran perusahaan berpengaruh pada pengungkapan CSR perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2014.

1.4 Kegunaan Penelitian


(24)

11 1) Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis dan diharapkan mampu memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengaruh Profitabilitas, Leverage dan Ukuran Perusahaan pada Pengungkapan CSR dalam pengembangan ilmu pengetahuan untuk kemajuan dunia pendidikan.

2) Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan bahan refrensi bagi pihak yang berkepentingan didalam maupun diluar perusahaan tentang pentingnya CSR yang diungkapkan di dalam laporan yang disebut sustainability reporting dan sebagai pertimbangan pembuatan kebijakan perusahaan untuk lebih meningkatkan kepeduliannya pada lingkungan sosial.

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan yang lain dan disusun secara terperinci serta sistematis untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari masing-masing bab skripsi ini, dapat dilihat dalam sistematika penulisan berikut:

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.


(25)

12

BAB II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian

Pada bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang relevan sebagai acuan dan landasan memecahkan permasalahan penelitian serta rumusan hipotesis penelitian.

BAB III : Metode Penelitian

Pada bab ini diuraikan mengenai desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, objek penelitian, identifikasi dan definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan.

BAB IV : Data dan Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum tentang sejarah singkat lokasi penelitian, pengujian statistik dan analisis terhadap hasil penelitian. Bab ini juga menguraikan interpretasi dari hasil penelitian yang memberikan jawaban atas permasalahan dari penelitian ini.

BAB V : Simpulan dan Saran

Pada bab ini menyajikan simpulan dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dan disertakan pula beberapa saran yang diharapkan mampu memberikan wawasan kepada pembaca dan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.


(26)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Sinyal ( Signaling theory)

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan selalu berdampak pada para stakeholders. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi perhatian dan minat dari para stakeholders, terutama para investor dan calon investor sebagai pemilik dan penanam modal perusahaan. Oleh karenanya, perusahaan berkewajiban untuk memberikan laporan sebagai informasi kepada para stakeholders ( Danu,2011).

Laporan – laporan yang dipublikasikan oleh perusahaan pada umumnya yaitu satu set laporan keuangan. Belakangan laporan keuangan mulai dilengkapi dengan laporan tambahan, yaitu laporan yang lebih dari laporan keuangan seperti misalnya laporan tahunan yang berisikan laporan perusahaan mengenai aktivitas CSR. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya asimetri informasi yang terjadi antara perusahaan dan stakeholders.

Dengan disertakannya laporan tambahan seperti laporan aktivitas CSR perusahaan maka diharapkan hal tersebut akan berdampak positif bagi perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan memberikan tanda (signal) kepada stakholders mengenai kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan demikian diharapkan investor dapat melihat sinyal yang diberikan perusahaan bahwa perusahaan tidak mengejar keuntungan semata namun, tetap memperhatikan lingkungan sekitarnya.


(27)

14

Menurut Drever dkk (2007) dalam Danu (2011) signaling theory menekankan bahwa perusahaan pelapor dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pelaporannya. Jika perusahaan gagal dalam menyajikan informasi yang lebih, maka para stakeholders hanya akan menilai perusahaan sebagai perusahaan rata-rata samadengan perusahaan-perusahaan yang tidak mengungkapkan laporan tambahan.

Hal ini memberikan motivasi bagi perusahaan-perusahaan untuk mengungkapkan laporan tambahan. sehingga, signaling theory menekankan bahwa perusahaan akan cenderung menyajikan informasi yang lebih lengkap untuk memperoleh reputasi yang lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan yang tidak mengungkapkan, yang pada akhirnya akan menarik investor serta meningkatkan nilai perusahaan itu sendiri.

2.1.2 Teori Stakeholder

Stakeholder dapat diartikan sebagai pemangku kepentingan dalam hal ini orang atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai keputusan. Menurut Daud dan Abrar (2008), kelompok inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi suatu perusahaan untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan suatu informasi dalam laporan keuangan.

Freeman dan McVea (2001) menyatakan bahwa pendekatan stakeholder dilatarbelakangi adanya keinginan untuk membangun suatu kerangka kerja yang responsif terhadap masalah yang dihadapi para manajer saat itu yaitu perubahan lingkungan. Tujuan dari manajemen stakeholder adalah merancang metode untuk


(28)

15

mengelola berbagai kelompok dan hubungan yang dihasilkan dengan cara yang strategis (Freeman dan McVea, 2001).

Dalam teori stakeholder dikatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder-nya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut. Pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan yaitu meliputi karyawan, konsumen, pemasok, masyarakat, pemerintah selaku regulator, pemegang saham, kreditur dan pesaing (Purwanto, 2011).

Keberlangsungan perjalanan perusahaan sangat erat kaitannya dengan keberadaan stakeholder, seperti halnya pemegang saham yang mempunyai hak terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, stakeholder juga mempunyai hak terhadap perusahaan (Waryanti, 2009). Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan sarana yang sukses bagi hubungan suatu perusahaan dengan stakeholdernya.

2.1.3 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan membahas tentang adanya hubungan keagenan antara principal dengan agen. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak dimana satu atau lebih principal menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka yaitu mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Yang disebut dengan principal adalah pihak yang


(29)

16

memberi mandat kepada agen, dalam hal ini yaitu pemegang saham. Sedangkan yang disebut dengan agen adalah pihak yang mengerjakan mandat dari principal, yaitu manajemen yang mengelola perusahaan. Tujuan utama dari teori keagenan adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi ketidakpastian (diakses melalui http: digilib.petra.ac.id)

Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989 dalam Emirzon, 2007). Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas dan adanya asimetri informasi antara principal dan agent. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan.

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia dijelaskan bahwa masing-masingin individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Pihak pemilik (principal) termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterahkan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan manajer (agent) termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan ekonomi dan psikologinya, antara


(30)

17

lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ningsaptiti, 2010).

Permasalahan yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen disebut dengan agency problems. Salah satu penyebab agency problems adalah adanya asimetri informasi. Asimetri informasi adalah ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen, ketika prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen sebaliknya, agen memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan (Widyaningdyah, 2001)

Teori keagenan menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). (Arfan dkk, 2005) Teori agensi mendasarkan pemikiran atas adanya perbedaan informasi antara atasan dengan bawahan, antara kantor pusat dan kantor cabang, atau adanya asimetri informasi yang memengaruhi penggunaan sistem akuntansi. Dari sudut pandang teori agensi, prinsipal (pemilik dan manajemen puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih rendah) untuk melaksanakan kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkungan. Agen dan prinsipal diasumsikan termotivasi kepentingannya sendiri, dan sering kali


(31)

18

kepentingan antara keduanya berbenturan. Menurut pandangan prinsipal, kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut didasarkan pada hasil, sementara menurut pandangan agen, dia lebih suka jika sistem kompensasi tersebut tidak semata-mata melihat hasil tapi juga tingkat usahanya.

Sebagai pengelola perusahaan, agen akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dibandingkan prinsipal (pemilik atau pemegang saham). Agen berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada prinsipal sebagai wujud dari pertanggungjawaban atas pengelolaan perusahaan.

2.1.4 Corporate Social Responsibility

CSR saat ini sudah menjadi isu global dimana perusahaan baik nasional maupun internasional kini kerap mengungkapkan CSR dalam laporan keuangannya. Hal ini dikarenakan adanya dampak yang positif terhadap pengungkapan CSR bagi perusahaan dan lingkungan selain itu juga karena perusahaan dituntut untuk lebih transparan dan adanya tututan publik terhadap akuntabilitas perusahaan.

Sebagai sebuah konsep yang makin populer, CSR ternyata belum memiliki definisi yang tunggal;

a. The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan lebih dari 120 multinasional company yang beranggotakan lebih dari 30 negara itu, dalam publikasinya Making Good Business Sense


(32)

19

mendefinisikan CSR, sebagai komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Pada pengertian ini lebih menfokuskan pada tujuan yang hendak dicapai dari suatu entitas dunia usaha dimana tujuan tersebut mencakup semua lingkup baik itu perekonomian, karyawan maupun masyarakat secara lebih luas. Perusahaan atau entitas bisnis tetap bisa melaksanakan kegiatannya dengan legal serta tetap memberi kontribusi yang baik kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

b. Magnan dan Ferrel (2004) yang mendefinisikan CSR sebagai memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung jawab. Pengertian yang diaparkan oleh Magna dan Ferrel (2004) ini lebih fokus kepada stakeholders yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan para stakeholders berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.

c. The Jakarta Consulting Group tanggung jawab sosial ini diarahkan baik ke dalam (internal) maupun ke luar (eksternal) perusahaan. Ke dalam, tanggung jawab ini diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas serta kepada karyawan dalam bentuk


(33)

20

kompensasi-kompensasi yang adil. Ke luar, tanggung jawab sosial ini berkaitan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan tempat mereka beroperasi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat dalam jangka panjang, baik untuk generasi saat ini maupun bagi generasi penerus. Pada pengertian ini lebih jelas terlihat pembagian kepentingan atas tujuan yang diharapkan oleh entitas bisnis daripada pengertian sebelumnya. Pengertian ini juga menguraikan secara lebih jelas hal-hal yang berkaitan langsung dengan perusahaan ataupun pihak luar perusahaan. Konsep CSR sudah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir ini. CSR adalah sebuah konsep yang telah menarik perhatian dunia dan mendapat perhatian dalam ekonomi global. Namun demikian, konsep CSR masih belum seragam dengan pandangan yang masih beragam tentang kegunaan dan aplikabilitas potensialnya (Jamali dan Mirshak, 2006).

Salah satu perkembangan besar tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dikemukakan oleh John Eklington (1997) yang terkenal dengan “The Triple Bottom Line” yang dimuat dalam buku “Cannibals with Gorks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa jika perusahaan ingin sustain maka perlu memperhatikan 3P, yaitu bukan hanya profit, namun juga harus dapat memberikan kontribusi terhadap masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).


(34)

21

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CSR adalah suatu tindakan yang dilakukan secara legal oleh suatu etitas bisnis dengan tujuan berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi dengan memperhatikan kepentingan stakeholders serta kualitas hidup karyawan, lingkungan luar perusahaan, masyarakat secara luas yang diaplikasikan dengan perilaku sosial yang bertanggungjawab.

2.1.5 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure)

CSR yang dilakukan oleh perusahaan perlu diungkapkan kepada stakeholder. CSR disclosure oleh Gray et al. (2001) didefinisikan sebagai suatu proses penyediaan informasi yang dirancang untuk mengemukakan masalah seputar social accountability, yang mana secara khas tindakan ini dapat dipertanggungjawabkan dalam media-media seperti laporan tahunan maupun dalam bentuk iklan-iklan yang berorientasi (dalam Rakhiemah dan Agustia, 2009). Laporan tahunan atau laporan keberlanjutan digunakan sebagai media pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan tujuannya agar stakeholder dapat dengan mudah mengetahui bagaimana kinerja perusahaan tidak hanya dari aspek financial namun juga aspek sosial dan lingkungan.

Pengungkapan CSR perusahaan menggunakan standar dari Global Reporting Initiative. Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia


(35)

22

(www.globalreporting.org). survei KPMG diseluruh dunia tahun 2005

memperlihatkan bahwa praktek pelaporan yang berkesinambungan mengirimkan pesan pada GRI yaitu peningkatan signifikan penggunaan GRI guidline sejak tahun 2002 sebagai kerangka pelaporan satu-satunya secara global (Ardhi, 2012). CSR Disclosure dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis (Guthrie dan Parker, 1990 dalam Ardhi, 2012).

Indikator GRI sudah digunakan oleh beberapa peneliti seperti penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2003), Gamerschlag, et al., (2011), Nurkhin (2009), Sari (2012), Sufian dan Zahan (2013), serta Putrid an Yulius (2014) yang menggunakan indikator GRI untuk mengukur CSR Disclosure. Kamil dan Herusetya (2012) serta Kinantika (2013) menggunakan indikator GRI untuk mengukur pengungkapan CSR perusahaan. Adapun indikator- indikator pada pengungkapan CSR dikategorikan dalam 7 tema, yang terdiri dari 84 item pengungkapan sosial untuk perusahaan manufaktur.

2.1.6 Profitabilitas

Profitabilitas menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba atau ukuran efektivitas manajemen perusahaan (Wiagustini, 2010:76). Rasio profitabilitas merupakan salah satu aspek penting perusahaan karena selain sebagai daya tarik untuk investor rasio ini juga digunakan untuk mengukur efiisiensi dan efektivitas perusahaan dalam mengelola sumber daya


(36)

23

yang ada dalam operasi perusahaan.Profitabilitas dapat diukur dengan Profit Margin,Return on Assets (ROA), dan Return on Equity (ROE).

Menurut Rimba (2011), keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah bunga dan pajak (Earning After Taxes). Semakin besar keuntungan yang diperoleh semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividennya (Rimba, 2011). Semakin tinggi profitabilitas perusahaan, maka cenderung semakin luas pengungkapan tanggung jawab sosialnya. Hubungan kinerja keuangan dengan tanggung jawab sosial perusahaan menurut Belkaoui dan Karpik (1989 dalam Sari, 2012:129) paling baik diekspresikan dengan profitabilitas, hal itu disebabkan karena pandangan bahwa tanggapan sosial yang diminta dari manajemen sama dengan kemampuan yang diminta untuk membuat suatu perusahaan.

2.1.7 Laverage

Financial leverage atau rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh modal pinjaman (Wiagustini, 2010:79).Selain itu, rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu leverage.

Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total leveragenya lebih besar dibandingkan total asetnya. Perusahaan yang memiliki rasio leverage yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut sangat tergantung pada


(37)

24

pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Sari (2012:130) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat rasio leverage semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Apabila leverage dihubungkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial maka tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur (Schipper,1981 dan Meek et. al., 1995 dalam Anggraini, 2006). Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah (Widyatmoko, 2011).

2.1.8 Ukuran Perusahaan

Ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan mereka. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil (Marwata, 2001). Oleh karena itu perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.

Perusahaan besar juga akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk melakukan


(38)

25

pertanggungjawaban sosial. Pengungkapan sosial yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis bagi perusahaan (Hasibuan, 2001). Dengan mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui laporan keuangan, maka perusahaan dalam jangka waktu panjang bisa terhindar dari biaya yang sangat besar akibat dari tuntutan masyarakat.

Penjelasan lain yang juga sering diajukan adalah perusahaan besar memiliki sumber daya yang besar, sehingga perusahaan perlu dan mampu untuk membiayai penyediaan informasi untuk keperluan internal. Informasi tersebut sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal, sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap.

Sebaliknya, perusahaan dengan sumber daya yang relatif kecil mungkin tidak memiliki informasi siap saji sebagaimana perusahaan besar, sehingga perlu ada tambahan biaya yang relatif besar untuk dapat melakukan pengungkapan selengkap yang dilakukan perusahaan besar. Perusahaan kecil umumnya berada pada situasi persaingan yang ketat dengan perusahaan yang lain. Mengungkapkan terlalu banyak tentang jati dirinya kepada pihak eksternal dapat membahayakan posisinya dalam persaingan sehingga perusahaan kecil cenderung tidak melakukan pengungkapan selengkap perusahaan besar (Singhvi dan Desai,1971; Buzby,1975) dalam Marwata (2001).


(39)

26 2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Profitabilitas pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Hubungan antara profitabilitas dan pengungkapan CSR menurut Kamil dan Ahmad (2012) adalah positif, dimana jumlah pengungkapan CSR akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya profitabilitas. Penelitian Fahrizqi (2010), Febrina dan Suaryana (2011), dan Oktariani dan Mimba (2014) menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap pengunkapan CSR. Karena ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi perusahaan akan memiliki dana untuk mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas, dengan demikian terdapat pengaruh positif antara profitabilitas terhadap pengungkapan CSR. Dengan profitabilitas yang tinggi, manajemen perusahaan wajib untuk mengungkapkannya secara terbuka sehingga menimbulkan sinyal positif mengenai posisi perusahaan saat itu. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1: Profitabilitas berpengaruh positif pada pengungkapan CSR

2.2.2 Pengaruh Leverage pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Yintayani, 2011). Menurut Schipper (1981) dan Meek et. al., (1995) dalam Anggraini (2006) menyebutkan bahwa tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap


(40)

27

dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur. Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah.

Roberts (1992) dalam Sembiring (2003) menggunakan debt to equity ratio (DER) sebagai proksi untuk menghitung rasio leverage, dan memperoleh hasil semakin tinggi rasio leverage suatu perusahaan maka pengungkapan tanggung jawab sosial akan semakin tinggi. Pendapat lain yang serupa juga diungkapkan oleh Naser, et al., (2006) dalam Febrina dan Suaryana (2011) yang menduga bahwa leverage ratio berhubungan positif dengan pengungkapan, karena perusahaan yang berisiko tinggi berusaha untuk meyakinkan investor dan kreditor dengan pengungkapan yang lebih detail.

Penelitian sebelumnya mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial yang menggunakan variabel leverage yaitu,hasil penelitian Fahrizqi (2010), Nur dan Priantinah (2012), dan Oktariani dan Mimba (2014) menemukan bahwa leverage berpengaruh signifikan pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan analisis dan kajian di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

H2: Leverage berpengaruh positif pada pengungkapan CSR

2.2.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Ukuran perusahaan dapat dilihat melalui total nilai aktiva, total penjualan, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin tinggi jumlah item-item tersebut maka akan semakin besar perusahaan tersebut. Pada umumnya semakin besar ukuran perusahaan, maka pengungkapan CSR akan semakin besar dan semakin


(41)

28

luas. Hal ini berhubungan terhadap teori stakeholder dimana, besarnya ukuran perusahaan tidak terlepas dari peran lingkungan serta masyarakat. Sehingga perusahaan bertanggungjawab untuk lebih transparan atau terbuka pada masyarakat dan lingkungan sekitar terutama lingkungan yang sangat dekat dengan perusahaan tersebut.

Ukuran perusahaan juga berhubungan dengan teori agensi dimana teori agensi dilakukan dengan tujuan menghindari terjadinya konflik yang terjadi antara agen dan principal. Ukuran perusahaan akan mempengaruhi seluruh item perusahaan, antara lain jumlah pegawai atau karyawan, jumlah produksi, pendapatan perusahaan dan sebagainya. Dari hal tersebut sangat diharapkan para stakeholder mendapatkan informasi yang lengkap dan untuk mendapatkan informasi yang lengkap itu maka tidak terlepas dengan hubungan teori keagenan, yang dimana teori keagenan tersebut berisikan perjanjian antara agen kepada principal untuk selalu memberikan semua informasi mengenai keadaan perusahaan tanpa adanya permainan dari manager. Hubungan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan sosial perusahaan telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian empiris dalam Achmad 2007. Berdasarkan analisis dan kajian di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :


(1)

yang ada dalam operasi perusahaan.Profitabilitas dapat diukur dengan Profit Margin,Return on Assets (ROA), dan Return on Equity (ROE).

Menurut Rimba (2011), keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah bunga dan pajak (Earning After Taxes). Semakin besar keuntungan yang diperoleh semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividennya (Rimba, 2011). Semakin tinggi profitabilitas perusahaan, maka cenderung semakin luas pengungkapan tanggung jawab sosialnya. Hubungan kinerja keuangan dengan tanggung jawab sosial perusahaan menurut Belkaoui dan Karpik (1989 dalam Sari, 2012:129) paling baik diekspresikan dengan profitabilitas, hal itu disebabkan karena pandangan bahwa tanggapan sosial yang diminta dari manajemen sama dengan kemampuan yang diminta untuk membuat suatu perusahaan.

2.1.7 Laverage

Financial leverage atau rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh modal pinjaman (Wiagustini, 2010:79).Selain itu, rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu leverage.

Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total leveragenya lebih besar dibandingkan total asetnya. Perusahaan yang memiliki rasio leverage yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut sangat tergantung pada


(2)

pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Sari (2012:130) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat rasio leverage semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Apabila leverage dihubungkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial maka tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur (Schipper,1981 dan Meek et. al., 1995 dalam Anggraini, 2006). Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah (Widyatmoko, 2011).

2.1.8 Ukuran Perusahaan

Ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan mereka. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil (Marwata, 2001). Oleh karena itu perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.

Perusahaan besar juga akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk melakukan


(3)

pertanggungjawaban sosial. Pengungkapan sosial yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis bagi perusahaan (Hasibuan, 2001). Dengan mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui laporan keuangan, maka perusahaan dalam jangka waktu panjang bisa terhindar dari biaya yang sangat besar akibat dari tuntutan masyarakat.

Penjelasan lain yang juga sering diajukan adalah perusahaan besar memiliki sumber daya yang besar, sehingga perusahaan perlu dan mampu untuk membiayai penyediaan informasi untuk keperluan internal. Informasi tersebut sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal, sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap.

Sebaliknya, perusahaan dengan sumber daya yang relatif kecil mungkin tidak memiliki informasi siap saji sebagaimana perusahaan besar, sehingga perlu ada tambahan biaya yang relatif besar untuk dapat melakukan pengungkapan selengkap yang dilakukan perusahaan besar. Perusahaan kecil umumnya berada pada situasi persaingan yang ketat dengan perusahaan yang lain. Mengungkapkan terlalu banyak tentang jati dirinya kepada pihak eksternal dapat membahayakan posisinya dalam persaingan sehingga perusahaan kecil cenderung tidak melakukan pengungkapan selengkap perusahaan besar (Singhvi dan Desai,1971; Buzby,1975) dalam Marwata (2001).


(4)

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Profitabilitas pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Hubungan antara profitabilitas dan pengungkapan CSR menurut Kamil dan Ahmad (2012) adalah positif, dimana jumlah pengungkapan CSR akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya profitabilitas. Penelitian Fahrizqi (2010), Febrina dan Suaryana (2011), dan Oktariani dan Mimba (2014) menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap pengunkapan CSR. Karena ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi perusahaan akan memiliki dana untuk mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas, dengan demikian terdapat pengaruh positif antara profitabilitas terhadap pengungkapan CSR. Dengan profitabilitas yang tinggi, manajemen perusahaan wajib untuk mengungkapkannya secara terbuka sehingga menimbulkan sinyal positif mengenai posisi perusahaan saat itu. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1: Profitabilitas berpengaruh positif pada pengungkapan CSR

2.2.2 Pengaruh Leverage pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Yintayani, 2011). Menurut Schipper (1981) dan Meek et. al., (1995) dalam Anggraini (2006) menyebutkan bahwa tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap


(5)

dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur. Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah.

Roberts (1992) dalam Sembiring (2003) menggunakan debt to equity ratio (DER) sebagai proksi untuk menghitung rasio leverage, dan memperoleh hasil semakin tinggi rasio leverage suatu perusahaan maka pengungkapan tanggung jawab sosial akan semakin tinggi. Pendapat lain yang serupa juga diungkapkan oleh Naser, et al., (2006) dalam Febrina dan Suaryana (2011) yang menduga bahwa leverage ratio berhubungan positif dengan pengungkapan, karena perusahaan yang berisiko tinggi berusaha untuk meyakinkan investor dan kreditor dengan pengungkapan yang lebih detail.

Penelitian sebelumnya mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial yang menggunakan variabel leverage yaitu,hasil penelitian Fahrizqi (2010), Nur dan Priantinah (2012), dan Oktariani dan Mimba (2014) menemukan bahwa leverage berpengaruh signifikan pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan analisis dan kajian di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

H2: Leverage berpengaruh positif pada pengungkapan CSR

2.2.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Ukuran perusahaan dapat dilihat melalui total nilai aktiva, total penjualan, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin tinggi jumlah item-item tersebut maka akan semakin besar perusahaan tersebut. Pada umumnya semakin besar ukuran perusahaan, maka pengungkapan CSR akan semakin besar dan semakin


(6)

luas. Hal ini berhubungan terhadap teori stakeholder dimana, besarnya ukuran perusahaan tidak terlepas dari peran lingkungan serta masyarakat. Sehingga perusahaan bertanggungjawab untuk lebih transparan atau terbuka pada masyarakat dan lingkungan sekitar terutama lingkungan yang sangat dekat dengan perusahaan tersebut.

Ukuran perusahaan juga berhubungan dengan teori agensi dimana teori agensi dilakukan dengan tujuan menghindari terjadinya konflik yang terjadi antara agen dan principal. Ukuran perusahaan akan mempengaruhi seluruh item perusahaan, antara lain jumlah pegawai atau karyawan, jumlah produksi, pendapatan perusahaan dan sebagainya. Dari hal tersebut sangat diharapkan para stakeholder mendapatkan informasi yang lengkap dan untuk mendapatkan informasi yang lengkap itu maka tidak terlepas dengan hubungan teori keagenan, yang dimana teori keagenan tersebut berisikan perjanjian antara agen kepada principal untuk selalu memberikan semua informasi mengenai keadaan perusahaan tanpa adanya permainan dari manager. Hubungan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan sosial perusahaan telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian empiris dalam Achmad 2007. Berdasarkan analisis dan kajian di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :


Dokumen yang terkait

Corporate Social Responsibility Dan Citra Perusahaan (Studi Korelasional Pengaruh Implementasi Program Corporate Social Responsibility terhadap Citra Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari,Tbk pada Masyarakat di Kecamatan Parmaksian Toba Samosir)

2 65 145

Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi Empiris pada Perusahaan Go Public yang terdaftar di Jakarta Islamic Index Periode 2008-2012)

1 15 123

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, LIKUIDITAS, DAN MEDIA EXPOSURE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

2 16 135

Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Kebijakan Dividen, Cash Holding, Ukuran Perusahaan dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Perusahaan LQ – 45 Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009 - 2013

2 11 124

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, LEVERAGE DAN PROFILE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

0 4 75

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN.

0 0 16

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL R

0 0 2

PENGARUH PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, UMUR PERUSAHAAN, DAN DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN DALAM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

2 6 14

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN, UKURAN PERUSAHAAN, DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

0 0 12

PENGARUH KEPEMILIKAN SAHAM PUBLIK,LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN, DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA

0 1 14