UJI RELIABILITAS INSTRUMEN INTERNET ADDICTION TEST DAN PREVALENS KECANDUAN INTERNET PADA PELAJAR SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KOTA DENPASAR.

(1)

i

TESIS

UJI RELIABILITAS INSTRUMEN

INTERNET

ADDICTION TEST

DAN PREVALENS KECANDUAN

INTERNET PADA PELAJAR SEKOLAH MENENGAH

PERTAMA KOTA DENPASAR

NI NYOMAN DANIA MEIRIANITHA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

TESIS

UJI RELIABILITAS INSTRUMEN

INTERNET

ADDICTION TEST

DAN PREVALENS KECANDUAN

INTERNET PADA PELAJAR SEKOLAH MENENGAH

PERTAMA KOTA DENPASAR

NI NYOMAN DANIA MEIRIANITHA NIM 1014018103

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

UJI RELIABILITAS INSTRUMEN

INTERNET

ADDICTION TEST

DAN PREVALENS KECANDUAN

INTERNET PADA PELAJAR SEKOLAH MENENGAH

PERTAMA KOTA DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI NYOMAN DANIA MEIRIANITHA NIM 1014018103

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

iv

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 26 JANUARI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. dr. Soetjiningsih, Sp.A(K) Prof.Dr.dr.I Gede Raka Widiana,Sp.PD-KGH NIP. 19450124 197106 2001 NIP. 195607071982111 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc, Sp.GK Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K)


(5)

v

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 26 Januari 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Dengan Nomor: 1585/UN14.4/HK/2016

Tertanggal 2016

Ketua : Prof.dr.Soetjiningsih, Sp.A(K)

Sekretaris : Prof. Dr.dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH Anggota : 1. dr. Made Kardana, Sp.A(K)

2. Prof. Dr. dr. Nyoman Adiputra, M.OH 3. dr. Ida Bagus Subanada, SpA(K)


(6)

vi

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : dr. Ni Nyoman Dania Meirianitha

NIM : 1014018103

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Combine – Degree)

Judul : Uji Reliabilitas Instrumen Internet Addiction Test (IAT) dan

Prevalens Kecanduan Internet pada Pelajar Sekolah Menengah Pertama kota Denpasar.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 26 Januari 2016 Yang membuat pernyataan,

(dr. Ni Nyoman Dania Meirianitha)

Datas2suratpernyataan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS UDAYANA

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK

Alamat : Sekretariat Pascasarjana Universitas Udayana – Jl. Panglima Sudirman Denpasar, Bali Tel. 0361-7475076, 7425201. Fax. 0361-246656, 223797. Email. csaam_fkunud@yahoo.com

Materai Rp. 6.000


(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya maka tesis yang berjudul ” uji reliabilitas instrumen internet addiction test (IAT) dan prevalens kecanduan internet pada pelajar sekolah menengah pertama kota Denpasar” dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, pengarahan, sumbangan pikiran, dorongan semangat, dan bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua pihak, tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD dan Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I) di Universitas Udayana.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pasca Sarjana, Program Studi Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree). Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Ketua Program Pascasarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree), Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana, Program Studi Kekhususan


(8)

viii

Kedokteran Klinik (combined degree). Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. A.A.A Saraswati, M.Kes, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak dan melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Kepala Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, dr. Bagus Ngurah Putu Arhana, Sp.A(K), yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti PPDS I dan telah memberikan dukungan, semangat, serta bimbingan selama pendidikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I (KPS PPDS-I) Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, dr. Ketut Suarta, Sp.A(K), yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan dukungan sejak awal sampai akhir pendidikan penulis. Terima kasih karena telah menjadi orang tua selama penulis menjalani pendidikan PPDS I IKA. Ucapan terimakasih ini juga diberikan kepada Pembimbing akademik, dr. Ida Bagus Subanada, Sp.A(K), yang senantiasa memberikan bimbingan, dukungan, dan arahan selama penulis mengikuti PPDS I di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah. Tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof dr. Soetjiningsih, Sp.A(K) sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan serta meluangkan waktu dan pemikiran dalam penyusunan tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr. dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH sebagai


(9)

ix

pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dorongan, serta telah meluangkan waktu dan pemikiran selama penyusunan tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Demikian pula penulis sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Made Kardana, SpAK, dr. Ida Bagus Subanada, Sp.AK, serta Prof. Dr. dr. Nyoman Adiputra, M.OH sebagai penguji yang telah memberikan banyak bimbingan dan asupan dalam penyusunan dan penulisan tesis ini. Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Seluruh supervisor Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan, dukungan, dan bantuan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan. Ucapan terimakasih ini juga penulis sampaikan kepada Seluruh staf Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan dan bantuan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan selain itu juga penulis ucapkan terimakasih kepada Rekan sejawat PPDS I Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, atas pengertian, bantuan, dan kerjasama yang baik selama masa pendidikan dan pembuatan tesis penulis. Penulis juga mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Kimberly Young sebagai pencipta instrumen internet addiction test (IAT) yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menerjemahkan instrumen IAT ke dalam bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai alat ukur ketergantungan internet pada penelitian ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya pula penulis ucapkan kepada Kepala sekolah dan murid-murid SMPN I Denpasar, SMPN 3 Denpasar, SMP Santo Yoseph Denpasar dan SMP Cipta Dharma Denpasar atas


(10)

x

pengertian, bantuan, dan kerjasama yang baik selama pengambilan data. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada dr Dian Esterina dan dr Yudo Affandi atas bantuan dan kerjasama yang baik dalam pengumpulan data di empat sekolah menengah pertama, dr. Ivola Lala dan dr Riska atas bantuan dan kerjasamanya dalam proses penerjemahan instrumen

internet addiction test (IAT) ke dalam bahasa Indonesia dan menerjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris. Demikian pula penulis sampaikan ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada kedua orangtua (bapak Nyoman Yesaya Subratha dan ibu Warnatha) yang dengan penuh kasih sayang membesarkan, mendidik, dan memberikan dukungan kepada penulis. Tak lupa pula penulis sampaikan terimakasih kepada Dr. Andreas Martadinata Ginting dan Kezia Tiur Holofa Ginting, suami dan anak penulis yang selalu memberikan dukungan dengan penuh cinta kasih kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Juga penulis sampaikan terimakasih kepada Putu Doni Daniel Wirawan dan dr. Ni Ketut Dian Esterina Aprilia Efritha yang turut memberikan dukungan kepada penulis. Kepada semua pihak, sahabat, rekan paramedis, dan non paramedis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu di sini, atas seluruh dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan PPDS I IKA.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan tesis ini. Sekiranya, penulis tetap mohon petunjuk untuk perbaikan supaya hasil yang tertuang dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.


(11)

xi ABSTRAK

UJI RELIABILITAS INSTRUMEN INTERNET ADDICTION TEST (IAT) DAN PREVALENS KECANDUAN INTERNET PADA PELAJAR

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA DENPASAR

Internet merupakan sumber informasi penting. Indonesia termasuk dalam 10 negara pengguna internet terbanyak di dunia, namun belum ada instrumen yang digunakan untuk deteksi adanya kecanduan internet. Instrumen internet addiction test (IAT) diciptakan oleh Dr Kimberly S. Young merupakan instrumen yang murah dan mudah dilakukan, berdasar pada hal tersebut maka instrumen tersebut akan dicoba untuk dilakukan di Denpasar dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan reliabilitas instrumen internet addiction test (IAT) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan menentukan angka prevalens kecanduan internet pada pelajar sekolah menengah pertama di kota Denpasar.

Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Sebanyak 263 pelajar sekolah menengah pertama dari empat sekolah menengah pertama di kota Denpasar yang menggunakan internet dalam 12 bulan terakhir diambil sebagai subjek penelitian. Seluruh subyek dilakukan pencatatan data awal, kemudian pengisian kuesioner untuk menentukan tingkatan ketergantungan terhadap internet. Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah menghitung reliabilitas instrumen IAT. Tahap kedua adalah mencari angka prevalens kecanduan internet.

Berdasarkan analisis Chronbach’s alpha, didapatkan nilai koefisien alpha sebesar 0,933. Dari 263 subjek penelitian didapatkan sebanyak 0,8% sampel mengalami kecanduan internet, 22 (8,4%) ketergantungan tingkat menengah, 110 (41,8%) ketergantungan ringan dan 129 (49%) sampel normal. Hasil penelitian diharapkan instrumen ini dapat digunakan sebagai deteksi dini kecanduan internet. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa instrumen internet addiction test (IAT) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ini reliabel dan dapat digunakan sebagai alat skrining untuk mengukur tingkat ketergantungan internet dengan cepat dan mudah.


(12)

xii ABSTRACT

Reliability of Internet Addiction Test (IAT) Instrument and Internet Addiction Prevalence in Junior High School Students in Denpasar

Internet has become as one of important information sources. Indonesia is among one of the ten countries with the most internet user, however there is no available instrument that can be used to detect the presence of internet addiction. Internet addiction test (IAT), created by Kimberly S. Young, is an inexpensive instrument and easy to perform. Base on the advantages of this instrument, therefore this test will be utilized in Denpasar by translating it into Indonesian language.

This study is conducted to determine the reliability of internet addiction test (IAT) which have been translated to Indonesian language and prevalence of internet addiction among junior high school students in Denpasar.

This study uses a cross sectional design. As many as 263 students from 4 junior high schools that have been using the internet in the last 12 months are selected as the study subject. Preliminary data was recorded from all subjects, followed by filling the questionnaire to determine the level of internet addiction. Data analysis was conducted in several step. The first step is calculating the IAT reliability, and the second step is to determine the prevalence of internet addiction. The alpha coefficient value based on Chronbach alpha analysis is 0.993 which is adequate so that the next analysis can be proceeded. From these 263 subjects revealed that there was 0.8% of the subjects that have internet addiction, 22 (8.4%) with moderate addiction, 110 (41.8%) with mild addiction and 129 (49%) with no addiction. The result from this study shows that the IAT instrument can be utilized as a tool to detect early internet addiction.

From this study it can be concluded that IAT instrument has been translated into Indonesian language is a reliable tool and can be utilized as a screening device to measure the internet addiction severity.


(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ……….. i

PRASYARAT GELAR... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

ABSTRAK... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ……… xiii

DAFTAR TABEL………. xvi

DAFTAR GAMBAR ……… xvii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN………. xix

BAB I PENDAHULUAN………...………. 1

1.1 Latar Belakang Penelitian………..……….. 1

1.2 Rumusan Masalah……… 3

1.3 Tujuan Penelitian………..………... 4

1.3.1 Tujuan umum ………...………. 4

1.3.2 Tujuan khusus………. 4 1.4

1.5

Keaslian Penelitian………...………

Manfaat Penelitian………...………

4 6


(14)

xiv

1.5.1 Manfaat bidang akademik ………... 6

1.5.2 Manfaat praktis………... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA………...…. 7

2.1 Pendahuluan……….. 7

2.2 Pengertian Kecanduan Internet………. 7

2.3 Patofisiologi Kecanduan Internet………. 9

2.4 2.5 Neurofisiologi Kecanduan Internet……….. Tipe Kecanduan Internet……….. 10 12 2.6 Gejala Kecanduan Internet………... 14

2.7 Menegakkan Diagnosis Kecanduan Internet……… 15

2.8 Instrumen Internet Addiction Test (IAT)……….. 16

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN………….. 19

3.1 Kerangka Teori……….……… 19

3.2 Konsep Penelitian………. 22

BAB IV METODE PENELITIAN………. 23

4.1 Rancangan Penelitian………... 23

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 23

4.3 Penentuan Sumber Data ………... 24

4.3.1 4.3.2 Populasi target……… Populasi terjangkau………. 24 24 4.3.3 Sampel penelitian……… 24

4.3.4 Teknik pemilihan sampel……… 25


(15)

xv 4.3.6

4.3.7

Kriteria eksklusi………..

Besar sampel………

26 26

4.4 Alur Penelitian………... 28

4.5 Prosedur Penelitian……… 4.5.1 Uji reliabilitas………... 4.5.2 Prevalens kecanduan internet……….. 29 29 30 4.6 Instrumen Pengumpul Data………... 33

4.7 Definisi Operasional……….. 33

4.8 Etika Penelitian……….. 39

4.9 Pengolahan Data……… 39

BAB V HASIL PENELITIAN ... 40

5.1 Uji Reliabilitas ……….. 40

5.2 Karakteristik Subjek Penelitian ... 41

5.3 Prevalens Tingkat Ketergantungan Internet………. 39

BAB VI PEMBAHASAN ... 45

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 51

7.1 Simpulan ... 51

7.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman 1.1 Karakteristik penelitian prevalens kecanduan internet di berbagai

negara………... 5 2.1 Gejala Kecanduan Internet... 14 5.1 Nilai tengah dan nilai Chronbach’s alpha dariInternet Addiction

Test………... 40

5.2

5.3

Nilai tengah dan nilai Chronbach’s alpha dari Internet Addiction

Test………...

Gambaran karakteristik subyek.. ... 41 43


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 3.1

3.2

Kerangka Teori………..

Konsep Penelitian... 21 22 4.1 Skema prosedur penelitian ... 28 5.1 Tingkat ketergantungan internet... 44


(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN

IAT : Internet Addiction Test

IRABI : Internet Related Addictive Behavior Inventory

YDQ : Young Diagnostic Questionnaire

APJII : Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

IAD : Internet Addictive Disorder

DSM : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

PSP : Persetujuan Setelah Penjelasan

LAMBANG > : lebih dari

≥ : lebih dari sama dengan < : kurang dari


(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Surat Keterangan Kelaikan Etik ... 61 Lampiran 2 Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik ... 63 Lampiran 3

Lampiran 4

Rekomendasi Penelitian dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Denpasar... Persetujuan Setelah Penjelasan...

65 67 Lampiran 5 Lembar Pengumpul Data... 69 Lampiran 6 Internet Addiction Test yang telah diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia... 78 Lampiran 7 Internet Addiction Test….………... 91 Lampiran 8 Hasil Analisis Data ... 99


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Internet telah menjadi salah satu sumber informasi yang sangat penting (Aboujaoude, 2010). Kemajuan teknologi saat ini menyebabkan masyarakat dapat dengan mudah mengakses internet dari rumah, sekolah, universitas, perpustakaan dan warung internet (warnet) (Johnson, 2010). Penelitian awal dari National Center of Education Statistics menyebutkan bahwa sebagian besar anak dan remaja di Amerika (5-17 tahun) telah mempunyai akses ke internet dan mulai terpapar dengan internet pada usia yang sangat dini (Mythily dkk., 2008).

Jumlah pengguna internet di berbagai belahan dunia terus berlipat ganda dengan angka yang menakjubkan (Sasmaz dkk., 2013). Penelitian oleh Pew Research Center

(2003) melaporkan bahwa penggunaan internet di Amerika Serikat telah meningkat dengan sangat pesat dimana pada tahun 2000 tercatat hanya kurang dari setengah jumlah penduduk, menjadi sekitar 59% pada akhir tahun 2002, dan dinyatakan bahwa hampir 6% dari jumlah sampel tersebut menderita kecanduan internet (Griffiths, 2005).

Kecanduan internet memiliki efek buruk terhadap kemampuan akademis pelajar, mengganggu hubungan dengan keluarga, dan memengaruhi kondisi emosional pelajar


(21)

(Bushman dan Huesmann, 2006). Penelitian Ko dkk. (2009) melaporkan bahwa penggunaan internet yang berlebihan selama lebih dari enam bulan berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya depresi pada remaja. Penelitian Young melaporkan bahwa pada kelompok kecanduan internet, 58% sampel mengalami gangguan pada kemampuan akademis, 53% pada hubungan dengan keluarga dan kerabat, 52% pada kondisi keuangannya serta 51% pada pekerjaannya (Young, 1996).

Chou dan Hsiao telah melakukan penelitian menggunakan IRABI ( Internet-Related Addictive Behavior Inventory) dan Young Diagnostic Questionnaire (YDQ) terhadap 910 pelajar Taiwan, dan mereka menemukan bahwa 5,9% dari sampel merupakan pecandu internet (Chou dan Hsiao, 2000). Pada penelitian yang dilakukan oleh Xuanhui dan Gonggu, sebesar 9,6% pelajar di China diidentifikasi sebagai ketergantungan terhadap internet (Xuanhui dan Gonggu, 2001). Pada saat yang bersamaan, Wang di Australia melakukan penelitian serupa dan mendapatkan bahwa 9,6% pelajar di Australia menderita gangguan kecanduan internet (Wang, 2001). Morahan-Martin dan Schumacher menemukan bahwa sebesar 8,1% dari 283 orang pelajar di Amerika Serikat memiliki empat atau lebih gejala kecanduan internet (Morahan-Martin dan Schumacher, 2000). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Johansson dan Gotestam dengan menggunakan Young Diagnostic Questionnaire


(22)

menemukan bahwa sekitar 10,66% dari responden memiliki gangguan kecanduan terhadap internet (Johansson dan Gotestam, 2004).

Di Indonesia, perkiraan jumlah pengguna internet oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 1998 adalah 512 ribu orang, 25 juta orang pada tahun 2007 dan terus bertambah hingga kira-kira 82 juta orang pada tahun 2014 (Pangerapan, 2015). Dengan jumlah sebanyak ini, Indonesia sudah termasuk ke dalam 10 negara pengguna internet terbanyak di dunia (kemenkominfo, 2014) namun instrumen yang digunakan untuk deteksi adanya kecanduan internet belum ada. Amerika Serikat pada tahun 1996 telah menggunakan internet addiction test (IAT) yang diciptakan oleh Dr Kimberly S. Young untuk mendeteksi kecanduan internet dan didapatkan sebesar 4% pelajar sekolah menengah atas menderita kecanduan internet, berdasar pada hal tersebut maka instrumen tersebut akan dicoba untuk dilakukan di Denpasar dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

Berdasar masih sedikitnya penelitian yang berhubungan dengan hal tersebut terutama di Indonesia khususnya di Denpasar, maka timbul suatu pemikiran untuk memberikan suatu tambahan data tentang prevalens kecanduan internet pada pelajar sekolah menengah pertama yang menggunakan internet di Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah

Uraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas, memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:


(23)

1. Bagaimana reliabilitas instrumen internet addiction test (IAT) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia?

2. Berapa prevalens kecanduan internet pada pelajar sekolah menengah pertama pengguna internet di Denpasar?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan atas latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka dirumuskanlah tujuan penelitian sebagai berikut

1.3.1 Tujuan umum

Melakukan uji reliabilitas terhadap instrumen internet addiction test (IAT) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan mengetahui prevalens kecanduan internet pada pelajar sekolah menengah pertama pengguna internet di Denpasar. 1.3.2 Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui reliabilitas instrumen internet addiction test (IAT) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada pelajar sekolah menengah pertama pengguna internet di Denpasar.

b. Untuk mengetahui prevalens kecanduan internet pada pelajar sekolah menengah pertama pengguna internet di Denpasar.

1.4 Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian tentang prevalens kecanduan internet pernah dilakukan sebelumnya di beberapa negara namun kebanyakan penelitian dilakukan terhadap mahasiswa atau orang dewasa. Penelitian seperti ini belum pernah dilakukan di


(24)

Indonesia. Dengan keadaan sosiodemografi yang berbeda dengan negara-negara tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian ini di Indonesia. Tabel 1.1 memperlihatkan karateristik penelitian-penelitian tersebut.

Tabel 1.1 Karakteristik Penelitian Prevalens Kecanduan Internet di Berbagai Negara

Peneliti dan tahun

Tempat Subyek Jumlah sampel Prevalens kecanduan internet Instrumen Penelitian Scherer (1997) Amerika Selatan

Mahasiswa 531 13,0 Internet dependence Chou dan Hsiao

(2000)

Taiwan Mahasiswa 910 5,9 IAS

Morahan-Martin dan Schumacher

(2000)

US Mahasiswa 283 8,1 PIU scale Anderson

(2001)

US Mahasiswa 1.300 9,8 Internet dependence Wang

(2001)

Australia Mahasiswa 293 9,6 IAD

Mingyi (2002)

China Mahasiswa 500 6,4 IAD

Lin dan Tsai (2002)

Taiwan SMU 753 11,7 Chinese IAS Johansson dan

Gotestam (2004)

Norwegia 12 – 18 th 3.237 10,7 IAS 40

Sato (2004)

Jepang Mahasiswa 242 9,1 IAS 40

Niemz dkk. (2005)

UK Mahasiswa 371 18,3 PIU

Kim dkk. (2006)

Korea SMU 1.573 39,6 IAS 40

(IAS: Internet Addiction Scale; PIU: Pathological Internet Use; IAD: Internet Addiction Disorder)

sumber: Dimodifikasi dari dari Sato, 2006 1.5 Manfaat


(25)

1.5.1 Manfaat Bidang Akademik

Adanya instrumen untuk deteksi kecanduan internet yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi ilmiah dalam bidang Tumbuh Kembang Anak.

1.5.2. Manfaat Praktis

Dengan adanya instrumen internet addiction test (IAT) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ini, dapat dipakai sebagai alat deteksi dini kecanduan internet pada remaja dengan harapan dapat dicapai tumbuh kembang yang optimal nantinya saat terbentuk individu dewasa. Selain itu juga hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi ilmiah dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak serta menjadi data dasar untuk pengembangan penelitian selanjutnya di masa yang akan datang..


(26)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Ledakan pertumbuhan dari penggunaan internet di seluruh dunia diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan manfaat positif yang ditawarkan oleh internet dalam pendidikan, pekerjaan, bahkan dalam kehidupan sehari-hari (Mythily dkk., 2008), namun di sisi lain akan diikuti meningkatnya kewaspadaan terhadap efek negatif internet bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak (Ybarra dkk., 2006).

Penelitian tahun 1999 mengungkapkan bahwa anak-anak usia dua sampai dengan 17 tahun biasa menghabiskan rata-rata 1 jam 37 menit tiap harinya di depan komputer dan/atau bermain video game (Suler, 1999), lebih lama 24 menit dibandingkan pada tahun 1998 (Stanger, 1998).

2.2 Pengertian Kecanduan Internet

Widyanto dan Griffiths (2006) menyajikan definisi paling umum yaitu suatu kecanduan teknologi, yang didefinisikan sebagai kecanduan non-kimia atau perilaku yang melibatkan suatu interaksi antara manusia dan mesin. Kecanduan ini dapat menjadi suatu hubungan yang pasif, seperti menonton televisi, atau hubungan aktif, seperti bermain permainan dalam komputer (Kim dan Kim, 2002; Ko dkk., 2008).


(27)

Internet Addiction Disorder (IAD) atau gangguan perilaku kecanduan internet adalah pola penggunaan internet yang maladaptif, yang menghasilkan perusakan secara klinis yang terwujudkan dalam tiga bulan atau lebih kriteria Internet addiction disorder, yang terjadi kapan pun selama 12 bulan yang sama (Goldberg, 1996). Orzack mendefinisikan gangguan perilaku kecanduan internet sebagai kelainan yang muncul pada orang-orang yang merasa bahwa dunia maya (virtual reality) pada layar komputernya lebih menarik daripada dunia kenyataan hidupnya sehari-hari (Orzack dan Orzack, 1999).

David Greenfield menjelaskan mengapa internet memiliki daya menghipnotis. Internet sangatlah menarik karena memuat warna, gerakan, suara, ketidakterbatasan informasi, dan kesegaraan respon. Sifat interaktif internet juga menambah daya tarik internet (Greenfield, 1999).

Dibanding televisi yang juga memiliki efek mencandu, internet memiliki kelebihan karena sifat tidak terbatasnya waktu akses, interaktif, menantang, dan sangat variatif (Connor dkk., 2000). Lebih jauh, Michael Connor juga menyebutkan dua hal yang membuat internet menarik dan sekaligus bermasalah, yakni membuat orang merasa nyaman dan tidak menyadari adanya masalah. Orang dapat bepergian ke mana saja, melihat apa saja, menemukan apa saja, berbuat apa saja, dan menjadi siapa pun yang ia kehendaki (Connor dkk., 2000). Dalam masyarakat virtual, orang kehilangan akuntabilitas, pengawasan, dan konsekuensi sosial (Koc, 2011).


(28)

2.3 Patofisiologi Kecanduan Internet

Ketertarikan seseorang terhadap internet banyak bergantung kepada kepentingan, minat, dan kepribadian setiap individu (Chakrabourty dkk., 2010). Orang dapat memperoleh informasi mengenai apa saja sesuai dengan bidang minat dan perhatiannya (Ko dkk., 2009). Meskipun demikian, ada tiga hal utama yang menjadi pintu masuk keterlibatan seseorang dalam kecanduan internet, yakni pornografi, permainan daring, dan jejaring sosial (Christakis, 2010).

a.) Pornografi

Data memperlihatkan bahwa lebih dari 60% penderita yang mencari terapi untuk masalah kecanduan internet menyatakan dirinya terlibat pada pornografi atau membicaraan seksual di media daring yang eksplisit (Brenner, 1997). Laurie Hall menyebutkan bahwa dalam pandangan pecandu, pornografi tidak berdampak pada tubuh, kepribadian, maupun hidup pernikahan seseorang (Widyanto dkk., 2010; Akin dan Iskender, 2011). Pecandu pornografi internet yakin bahwa pornografi tidak merugikan diri maupun orang lain, keyakinan yang salah ini membuat pecandu tidak rela melepaskan diri dari objek kesenangan mereka.

b.) Permainan daring (Game online)

Permainan daring telah menjerat banyak orang, khususnya anak-anak muda (Bushman dan Huesmann, 2006). Daya tarik permainan daring adalah bahwa ada permainan jenis tertentu yang bila dimainkan, masih akan terus berlangsung, bahkan ketika seorang pemain sedang luring (offline) (Ng dan Wiemer-Hastings, 2005).


(29)

Pemain tidak hanya berusaha untuk naik ke jenjang permainan yang lebih tinggi, ia pun harus mengatasi lawan yang bisa berasal dari berbagai belahan dunia. Pemain permainan daring umumnya sulit meninggalkan komputer karena harus selalu bertahan dan menang, misalnya pada permainan Mafia Wars, Vampire Wars, Dragon Wars yang terdapat di Facebook. Permainan daring yang populer di Indonesia antara lain Ragnarok, GetampedR, Seal Online, RF Online, dan DotA yang bertambah populer dengan adanya perlombaan-perlombaan (Brian dkk., 2005).

c.) Jejaring Sosial Internet

Program internet yang bersifat netral namun sering menjerat adalah jejaring sosial di internet (Fu dkk., 2010), sekitar 62,5 % pengguna aktif internet di seluruh dunia yang berusia 16 hingga 54 tahun memiliki profil diri mereka di jejaring sosial internet (Griffiths, 1996).

Facebook menduduki peringkat kedua situs yang paling banyak diakses di seluruh dunia setelah Google, namun di Indonesia, Facebook menduduki peringkat pertama mengalahkan Google.co.id. Facebook yang diperkenalkan oleh Mark Zuckerberg pada tahun 2004 terus bertambah penggunanya hingga sekitar lima juta orang per minggu (Cau dan Su, 2006; Chou dkk., 2005).

2.4 Neurofisiologi Kecanduan Internet

Kontrol kognitif menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengontrol kehendak dirinya, kebiasaan, perilaku bahkan pola pikirnya (Cools dan D’Esposito, 2011). Penurunan kontrol kognitif seringkali dianggap sebagai komponen utama


(30)

terjadinya impulsivitas, namun dalam penelitian neurofisiologi dilaporkan bahwa mekanisme kontrol menyebabkan terjadinya fungsi eksekutif. Fungsi eksekutif adalah suatu sistem kontrol yang memungkinkan kita untuk mengatur perilaku yang direncanakan, bertujuan, fleksibel dan efektif (Shallice dan Burges, 1996; Jurado dan Roselli, 2007; Anderson dkk., 2008). Fungsi-fungsi ini sangat berhubungan dengan bagian korteks prefrontal otak, khususnya di bagian dorsolateral korteks prefrontal (Alvarez dan Emory, 2006; Bari dan Robbins, 2013; Yuan dan Raz, 2014).

Korteks prefrontal berhubungan dengan ganglia basalis (Hoshi, 2013) melalui lengkung fronto-striatal. Lengkung fronto-striatal mencakup lengkung yang lebih bersifat kognitif, terutama menghubungkan nukleus kaudatus dan putamen dengan bagian dorsolateral dari korteks prefrontal (melalui thalamus) dan lengkung limbik yang menghubungkan struktur limbik seperti amigdala dan struktur yang terkait dengan aspek motivasi perilaku seperti nukleus accumbens dengan orbitofrontal dan bagian ventromedial daerah otak prefrontal (Alexander dan Crutcher, 1990). Bagian-bagian otak tersebut selain secara krusial terlibat dalam fungsi eksekutif dan kognitif, juga berkorelasi dengan perilaku adiktif.

Penelitian tentang permainan dadu pada perilaku judi patologis berhubungan dengan integritas prefrontal (Labudda dkk., 2008) dan fungsi eksekutif (Brand dkk., 2006), serupa dengan hasil penelitian tersebut, maka pasien-pasien yang mengalami kecanduan internet akan mengalami penurunan kontrol prefrontal dan fungsi eksekutif lainnya.


(31)

2.5 Tipe Kecanduan Internet

Sebuah jurnal berjudul “Exploring Internet Addiction: demographic characteristics and stereotypes of heavy internet users”, Soule menyebutkan lima tipe dari kecanduan internet (Soule dkk., 2003):

1. Cybersexual addiction yaitu kecanduan terhadap chat room atau ruang mengobrol khusus untuk dewasa atau cyberporn (situs porno). Individu yang mengalami kecanduan cybersex atau pornografi melalui internet ditandai dengan ketergantungan melihat, mengunduh dan`berlangganan pornografi secara daring atau individu dewasa yang terlibat dalam chat-rooms dengan fantasi seks dewasa. 2. Cyberrelationship addiction yaitu kecanduan terhadap suatu hubungan pertemanan yang ditawarkan di chat-rooms ataupun di jaringan pertemanan (Young, 1996). Individu yang mengalami kecanduan terhadap chat rooms, atau situs hubungan pertemanan yang menimbulkan ketergantungan yang berlebihan terhadap hubungan secara daring. Teman daring menjadi lebih penting bagi individu dalam kehidupannya nyatanya termasuk keluarga dan teman-teman lain (Li dan Chung, 2006), hal ini akan menimbulkan ketidakharmonisan rumah tangga dan gangguan dalam perkawinan (Yellowless dan Marks, 2007).

3. Net compulsion yaitu kecanduan terhadap perjudian, transaksi perdagangan atau jualbeli yang ditawarkan. Kecanduan pada permainan daring, perjudian daring, dan berbelanja secara daring yang berlangsung dengan cepat dapat menimbulkan masalah mental baru pada jaman internet (Young, 1996). Melalui akses cepat ke


(32)

casino virtual, permainan interaktif, dan eBay (situs jual beli daring) para pecandu kehilangan sejumlah uang dan terkadang menyebabkan gangguan pada pekerjaannya atau hubungan dengan orang terdekat (Young, 1999).

4. Information overload yaitu jenis kecanduan terhadap suatu situs untuk memperoleh informasi. Data yang tersedia pada World Wide Web dapat menimbulkan perilaku kompulsif yang menuju pada ketergantungan melakukan

web surfing dan pencarian sejumlah data (Young, 1999). Individu menghabiskan sejumlah waktu untuk mencari dan mengumpulkan data dari situs dan mengatur informasi tersebut. Kecenderungan obsessive compulsive dan penurunan produktivitas kerja umumnya dihubungkan dengan perilaku ini (Ray dan Jat, 2010).

5. Computer addiction yaitu jenis kecanduan terhadap berbagai permainan di internet juga kecanduan untuk memrogram computer (Young, 2004). Pada tahun 1980-an, permainan di komputer seperti Solitaire dan Minesweeper diprogram untuk setiap komputer dan penelitian menunjukkan bahwa bermain permainan komputer yang terus menerus menimbulkan masalah dalam lingkungan organisasi karena pekerja menghabiskan sebagian hari kerjanya untuk bermain dibandingkan bekerja. Permainan ini tidak melibatkan interaksi dan permainan tidak dilakukan secara daring(Subrahmanyam dkk., 2000).


(33)

2.6 Gejala Kecanduan Internet

Penelitian terdahulu (Beard dan Wolf, 2001; Goldberg, 1995; Neumann, 1998; Soule dkk., 2003; Stanton, 2002; Young, 1998) telah mengidentifikasi gejala-gejala kecanduan internet dan mengelompokkannya dalam 3 kelompok yaitu tingkah laku, fisik dan mental, serta efek sosial. Gejala-gejala dari kecanduan internet ditampilkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Gejala Kecanduan Internet

Kelompok Gejala

Perilaku - Toleran: kebutuhan untuk makin meningkatkan jumlah waktu untuk

daring.

- Waktu yang dihabiskan untuk mengakses internet menjadi lebih lama daripada waktu yang sesungguhnya diperlukan.

- Merasakan bahwa hal yang paling mengasikkan adalah menghabiskan waktu dengan mengakses internet atau segala hal yang berhubungan dengan internet.

- Berbohong tentang level dan lamanya menggunakan internet. - Memakai internet sebagai pelarian dari masalah.

Fisik dan mental - Withdrawal syndrome: pengurangan aktivitas dengan internet akan menyebabkan kecemasan, bermimpi tentang internet bahkan selalu berpikir tentang menggunakan internet.

- Adanya suatu keinginan dan hasrat yang besar untuk menghentikan dan mengontrol penggunaan internet.

- Peningkatan tekanan darah, stress kardiovaskuler, gangguan daya ingat, kurang konsentrasi, sakit kepala, gangguan saluran cerna, nyeri pada otot, dan gangguan penglihatan.

- Letargi, kurang tidur, panik, mudah marah, tidak mampu mengontrol emosi.

Sosial - Hubungan sosial, waktu rekreasi sangat berkurang bahkan nyaris tidak ada

disebabkan banyak waktu dihabiskan di depan komputer intik mengakses internet.

- Meningkatnya tekanan dan persaingan di tempat kerja, namun produktivitas menurun.

- Meningkatnya waktu kerja dan berkurangnya waktu menikmati hidup. sumber: dimodifikasi dari Li dan Chung, 2006

Golberg (1996) menyatakan bahwa kriteria diagnostik untuk individu yang mengalami gangguan perilaku kecanduan internet adalah sebagai berikut: 1). Toleransi, didefinisikan oleh salah satu dari hal-hal berikut: a). Demi mencapai kepuasan, jumlah waktu penggunaan internet meningkat secara mencolok. b).


(34)

Kepuasan yang diperoleh dari penggunaan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti yang sebelumnya, maka pemakai secara berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi. 2). Penarikan diri (withdrawal) yang khas. 3). Internet sering digunakan lebih lama atau lebih sering dari yang direncanakan. 4). Terdapat keinginan yang tidak mau hilang atau usaha yang gagal dalam mengendalikan penggunaan internet. 5). Menggunakan banyak waktu dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan internet. 6). Kegiatan-kegiatan yang penting dari bidang sosial, pekerjaan atau rekresional dihentikan karena pengunaan internet. 7). Penggunaan internet tetap dilakukan walaupun mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan, atau psikologis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan internet.

2.7 Menegakkan Diagnosis Kecanduan Internet

Terdapat banyak alat ukur yang berbeda-beda untuk mendiagnosis masalah kecanduan internet, namun hanya beberapa alat ukur yang sesuai standard (Beard, 2005; Patriarca dkk., 2009).

Goldberg adalah peneliti pertama yang fokus pada tingkat kecanduan dan potensi ketergantungan terhadap penggunaan internet (Goldberg, 1995). Goldberg menciptakan suatu rating scale, IAD (Internet Addictive Disorder) dengan 7 kriteria diagnostik, yang sebagian besar diadaptasi dari DSM IV tahun 1994. Brenner


(35)

membuat suatu skala ketergantungan internet IRABI (Internet Related Addictive Behavior Inventory) dengan menggunakan 32 pertanyaan “benar-salah” tentang penggunaan internet dengan tujuan untuk melakukan survey terhadap pengguna internet diberbagai belahan dunia (Brenner, 1997). Morahan-Martin dan Schumacher memperkenalkan skala PIU (Pathological Internet Use) berisi 13 pertanyaan yang secara garis besar serupa dengan kriteria DSM IV (Morahan-Martin dan Schumacher, 2000). Kimberly Young memperkenalkan suatu alat ukur (Young Diagnostic Questionnaire) untuk pengguna internet berisi 8 item (Young, 1998) kemudian disempurnakan menjadi Internet Addiction Test (IAT) yang berisi 20 item. (Young, 1998).

2.8 Instrumen Internet Addiction Test (IAT)

Instrumen Internet addiction test (IAT) merupakan tes yang terdiri dari 20 item yang bertujuan untuk mengukur tingkatan berat ringannya penggunaan internet yang kompulsif (Ngai, 2007). Kuesioner tersebut akan mengukur ciri-ciri dan perilaku yang berhubungan dengan pemakaian internet yang kompulsif yang mencakup derajat kompulsifnya, perilaku pelarian diri, dan ketergantungan (Young, 2009).

Dari 20 pertanyaan tersebut, terdapat beberapa aspek yang dinilai, yaitu 1. Pertanyaan nomer 10, 12, 13, 15 dan 19.

Skor yang tinggi pada pertanyaan tersebut mengindikasikan bahwa responden cenderung menikmati waktu yang digunakan untuk internet, menyembunyikan perilakunya tersebut dari orang lain, dan dapat menunjukkan adanya kehilangan


(36)

minat terhadap hal-hal lain dan/atau kehilangan minat untuk berhubungan sosial dan lebih memilih menyendiri. Skor yang tinggi juga menunjukkan bahwa responden menggunakan internet sebagai bentuk pelarian mental untuk menyampaikan pikirannya dan dapat merasa bahwa hidup tanpa internet akan terasa bosan, kosong dan tidak menyenangkan.

2. Pertanyaan nomer 1,2,14, 18 dan 20.

Skor yang tinggi mengindikasikan adanya perilaku berinternet yang berlebihan dan kompulsif, dan secara intermiten tidak dapat mengendalikan waktu berinternet yang ia sembunyikan dari orang lain. Selain itu juga mengindikasikan bahwa responden sangat cenderung mengalami depresi, panik atau marah apabila dipaksa untuk tidak berinternet selama periode waktu yang agak lama.

3. Pertanyaan nomer 6, 8 ,dan 9

Berhubungan dengan pengabaian pekerjaan sehari-hari, mengindikasikan bahwa responden melihat internet sebagai alat yang penting yang mirip seperti televisi,

microwave, atau telepon. Kinerja dan produktifitas di kantor atau sekolah cenderung mengalami penurunan akibat dari banyaknya waktu yang dihabiskan untuk berinternet dan responden mungin menjadi bersifat defensif atau sembunyi-sembunyi mengenai waktu yang ia habiskan untuk berinternet.

4. Pertanyaan nomer 7 dan 11

Skor yang tinggi pada pertanyaan ini mengindikasikan bahwa responden cenderung berpikir untuk berinternet apabila ia sedang tidak di depan computer


(37)

dan merasa terdorong/berkeinginan untuk menggunakan internet apabila ia sedang luring (offline).

5. Pertanyaan nomer 5, 16 dan 17.

Skor yang tinggi berhubungan dengan kurangnya pengendalian diri mengindikasikan bahwa responden mempunyai kesulitan dalam mengatur waktunya dalam berinternet, seringkali berinternet lebih lama dari yang ia rencanakan sebelumnya, dan orang lain mungkin mengeluhkan mengenai perilakunya yang menghabiskan banyak waktu untuk internet.

6. Pertanyaan nomer 3 dan 4.

Mengindikasikan bahwa responden menggunakan hubungan saat berinternet (online relationships) untuk mengatasi masalah-masalah situasional dan/atau untuk menurunkan tekanan mental dan stress. Skor yang tinggi juga mengindikasikan bahwa responden seringkali membangun hubungan baru dengan sesama pengguna internet, dan menggunakan untuk menghasilkan sebuah hubungan sosial yang mungkin tidak ia alami dalam kehidupannya.


(1)

casino virtual, permainan interaktif, dan eBay (situs jual beli daring) para pecandu kehilangan sejumlah uang dan terkadang menyebabkan gangguan pada pekerjaannya atau hubungan dengan orang terdekat (Young, 1999).

4. Information overload yaitu jenis kecanduan terhadap suatu situs untuk memperoleh informasi. Data yang tersedia pada World Wide Web dapat menimbulkan perilaku kompulsif yang menuju pada ketergantungan melakukan

web surfing dan pencarian sejumlah data (Young, 1999). Individu menghabiskan sejumlah waktu untuk mencari dan mengumpulkan data dari situs dan mengatur informasi tersebut. Kecenderungan obsessive compulsive dan penurunan produktivitas kerja umumnya dihubungkan dengan perilaku ini (Ray dan Jat, 2010).

5. Computer addiction yaitu jenis kecanduan terhadap berbagai permainan di internet juga kecanduan untuk memrogram computer (Young, 2004). Pada tahun 1980-an, permainan di komputer seperti Solitaire dan Minesweeper diprogram untuk setiap komputer dan penelitian menunjukkan bahwa bermain permainan komputer yang terus menerus menimbulkan masalah dalam lingkungan organisasi karena pekerja menghabiskan sebagian hari kerjanya untuk bermain dibandingkan bekerja. Permainan ini tidak melibatkan interaksi dan permainan tidak dilakukan secara daring(Subrahmanyam dkk., 2000).


(2)

2.6 Gejala Kecanduan Internet

Penelitian terdahulu (Beard dan Wolf, 2001; Goldberg, 1995; Neumann, 1998; Soule dkk., 2003; Stanton, 2002; Young, 1998) telah mengidentifikasi gejala-gejala kecanduan internet dan mengelompokkannya dalam 3 kelompok yaitu tingkah laku, fisik dan mental, serta efek sosial. Gejala-gejala dari kecanduan internet ditampilkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Gejala Kecanduan Internet

Kelompok Gejala

Perilaku - Toleran: kebutuhan untuk makin meningkatkan jumlah waktu untuk daring.

- Waktu yang dihabiskan untuk mengakses internet menjadi lebih lama daripada waktu yang sesungguhnya diperlukan.

- Merasakan bahwa hal yang paling mengasikkan adalah menghabiskan waktu dengan mengakses internet atau segala hal yang berhubungan dengan internet.

- Berbohong tentang level dan lamanya menggunakan internet. - Memakai internet sebagai pelarian dari masalah.

Fisik dan mental - Withdrawal syndrome: pengurangan aktivitas dengan internet akan menyebabkan kecemasan, bermimpi tentang internet bahkan selalu berpikir tentang menggunakan internet.

- Adanya suatu keinginan dan hasrat yang besar untuk menghentikan dan mengontrol penggunaan internet.

- Peningkatan tekanan darah, stress kardiovaskuler, gangguan daya ingat, kurang konsentrasi, sakit kepala, gangguan saluran cerna, nyeri pada otot, dan gangguan penglihatan.

- Letargi, kurang tidur, panik, mudah marah, tidak mampu mengontrol emosi.

Sosial - Hubungan sosial, waktu rekreasi sangat berkurang bahkan nyaris tidak ada disebabkan banyak waktu dihabiskan di depan komputer intik mengakses internet.

- Meningkatnya tekanan dan persaingan di tempat kerja, namun produktivitas menurun.

- Meningkatnya waktu kerja dan berkurangnya waktu menikmati hidup.

sumber: dimodifikasi dari Li dan Chung, 2006

Golberg (1996) menyatakan bahwa kriteria diagnostik untuk individu yang mengalami gangguan perilaku kecanduan internet adalah sebagai berikut: 1). Toleransi, didefinisikan oleh salah satu dari hal-hal berikut: a). Demi mencapai kepuasan, jumlah waktu penggunaan internet meningkat secara mencolok. b).


(3)

Kepuasan yang diperoleh dari penggunaan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti yang sebelumnya, maka pemakai secara berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi. 2). Penarikan diri (withdrawal) yang khas. 3). Internet sering digunakan lebih lama atau lebih sering dari yang direncanakan. 4). Terdapat keinginan yang tidak mau hilang atau usaha yang gagal dalam mengendalikan penggunaan internet. 5). Menggunakan banyak waktu dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan internet. 6). Kegiatan-kegiatan yang penting dari bidang sosial, pekerjaan atau rekresional dihentikan karena pengunaan internet. 7). Penggunaan internet tetap dilakukan walaupun mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan, atau psikologis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan internet.

2.7 Menegakkan Diagnosis Kecanduan Internet

Terdapat banyak alat ukur yang berbeda-beda untuk mendiagnosis masalah kecanduan internet, namun hanya beberapa alat ukur yang sesuai standard (Beard, 2005; Patriarca dkk., 2009).

Goldberg adalah peneliti pertama yang fokus pada tingkat kecanduan dan potensi ketergantungan terhadap penggunaan internet (Goldberg, 1995). Goldberg menciptakan suatu rating scale, IAD (Internet Addictive Disorder) dengan 7 kriteria diagnostik, yang sebagian besar diadaptasi dari DSM IV tahun 1994. Brenner


(4)

membuat suatu skala ketergantungan internet IRABI (Internet Related Addictive Behavior Inventory) dengan menggunakan 32 pertanyaan “benar-salah” tentang penggunaan internet dengan tujuan untuk melakukan survey terhadap pengguna internet diberbagai belahan dunia (Brenner, 1997). Morahan-Martin dan Schumacher memperkenalkan skala PIU (Pathological Internet Use) berisi 13 pertanyaan yang secara garis besar serupa dengan kriteria DSM IV (Morahan-Martin dan Schumacher, 2000). Kimberly Young memperkenalkan suatu alat ukur (Young Diagnostic Questionnaire) untuk pengguna internet berisi 8 item (Young, 1998) kemudian disempurnakan menjadi Internet Addiction Test (IAT) yang berisi 20 item. (Young, 1998).

2.8 Instrumen Internet Addiction Test (IAT)

Instrumen Internet addiction test (IAT) merupakan tes yang terdiri dari 20 item yang bertujuan untuk mengukur tingkatan berat ringannya penggunaan internet yang kompulsif (Ngai, 2007). Kuesioner tersebut akan mengukur ciri-ciri dan perilaku yang berhubungan dengan pemakaian internet yang kompulsif yang mencakup derajat kompulsifnya, perilaku pelarian diri, dan ketergantungan (Young, 2009).

Dari 20 pertanyaan tersebut, terdapat beberapa aspek yang dinilai, yaitu 1. Pertanyaan nomer 10, 12, 13, 15 dan 19.

Skor yang tinggi pada pertanyaan tersebut mengindikasikan bahwa responden cenderung menikmati waktu yang digunakan untuk internet, menyembunyikan perilakunya tersebut dari orang lain, dan dapat menunjukkan adanya kehilangan


(5)

minat terhadap hal-hal lain dan/atau kehilangan minat untuk berhubungan sosial dan lebih memilih menyendiri. Skor yang tinggi juga menunjukkan bahwa responden menggunakan internet sebagai bentuk pelarian mental untuk menyampaikan pikirannya dan dapat merasa bahwa hidup tanpa internet akan terasa bosan, kosong dan tidak menyenangkan.

2. Pertanyaan nomer 1,2,14, 18 dan 20.

Skor yang tinggi mengindikasikan adanya perilaku berinternet yang berlebihan dan kompulsif, dan secara intermiten tidak dapat mengendalikan waktu berinternet yang ia sembunyikan dari orang lain. Selain itu juga mengindikasikan bahwa responden sangat cenderung mengalami depresi, panik atau marah apabila dipaksa untuk tidak berinternet selama periode waktu yang agak lama.

3. Pertanyaan nomer 6, 8 ,dan 9

Berhubungan dengan pengabaian pekerjaan sehari-hari, mengindikasikan bahwa responden melihat internet sebagai alat yang penting yang mirip seperti televisi,

microwave, atau telepon. Kinerja dan produktifitas di kantor atau sekolah cenderung mengalami penurunan akibat dari banyaknya waktu yang dihabiskan untuk berinternet dan responden mungin menjadi bersifat defensif atau sembunyi-sembunyi mengenai waktu yang ia habiskan untuk berinternet.

4. Pertanyaan nomer 7 dan 11

Skor yang tinggi pada pertanyaan ini mengindikasikan bahwa responden cenderung berpikir untuk berinternet apabila ia sedang tidak di depan computer


(6)

dan merasa terdorong/berkeinginan untuk menggunakan internet apabila ia sedang luring (offline).

5. Pertanyaan nomer 5, 16 dan 17.

Skor yang tinggi berhubungan dengan kurangnya pengendalian diri mengindikasikan bahwa responden mempunyai kesulitan dalam mengatur waktunya dalam berinternet, seringkali berinternet lebih lama dari yang ia rencanakan sebelumnya, dan orang lain mungkin mengeluhkan mengenai perilakunya yang menghabiskan banyak waktu untuk internet.

6. Pertanyaan nomer 3 dan 4.

Mengindikasikan bahwa responden menggunakan hubungan saat berinternet (online relationships) untuk mengatasi masalah-masalah situasional dan/atau untuk menurunkan tekanan mental dan stress. Skor yang tinggi juga mengindikasikan bahwa responden seringkali membangun hubungan baru dengan sesama pengguna internet, dan menggunakan untuk menghasilkan sebuah hubungan sosial yang mungkin tidak ia alami dalam kehidupannya.