KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH.

(1)

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN

NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP

KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

Oleh

Muhamad Arif Ginanjar 1000525

DEPARTEMEN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015


(2)

Kajian Konseptual dan Faktual

Pendidikan Nonformal serta

Implikasinya terhadap Kelembagaan

Akademik dan Pemerintah

Oleh

Muhamad Arif Ginanjar

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan

©Muhamad Arif Ginanjar 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

MUHAMAD ARIF GINANJAR 1000525

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK

DAN PEMERINTAHAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Mustofa Kamil, M.Pd NIP. 196111091987031001

Pembimbing II

Drs. Ade Cahyana, M.Sc. NIP. 195011081978031001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Jajat S. Ardiwinata, M.Pd NIP. 195908261986031003


(4)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Muhamad Arif Ginanjar, KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP

KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Realitas lapangan yang menunjukan bahwa reorganisasi pendidikan kesetaraan menjadi pendidikan formal dan nomenklatur kelembagaan PNFI menjadi PAUDNI merupakan sebuah permasalahan yang menunjukan adanya anomali dalam pendidikan nonformal. Penelitian ini mencoba menguraikan kembali konsep pendidikan nonformal kedalam kajian ontologi, epistemologi dan aksiologi. Kajian teoritis penelitian ini membahas pendidikan nonformal dari beberapa negara di Asia dan Eropa. Untuk dapat melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif guna memaparkan data dari hasil wawancara, observasi, studi dokumentasi serta triagulasi. Sumber data penelitian ini terdiri dari ahli pendidikan nonformal yang terdiri dari praktisi dan akademisi, partisipan pendidikan nonformal dan fakta lapangan pendidikan nonformal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari sudut ontologi, objek material pendidikan nonformal adalah masyarakat dengan berbagai perwujudannya dan objek formal pendidikan nonformal adalah potensi intelektual masyarakat (pengetahuan, ilmu dan keterampilan fungsional) serta sikap dan kepribadian profesional. Dari sudut epistemologi, metode dan konten yang ada di pendidikan nonformal adalah cara dan konten yang telah membumi menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Dari sudut aksiologi, salah satu fungsi pendidikan nonformal adalah melahirkan kesalehan bermasyarakat yang dengan demikian fungsi tersebut merupakan fungsi untuk melengkapi pendidikan formal dan informal dalam rangka mendidik masyarakat menjadi pembelajar seumur hidup. Implikasi penelitian terhadap kelembagaan akademik adalah jurusan Pendidikan Luar Sekolah disarankan untuk diganti menjadi jurusan Studi Pendidikan dan Pengembangan Sosial, dan para akademisi harus lebih sering melakukan kajian atau penelitian yang bersifat multi facet guna mengatasi terbatasnya literatur pendidikan nonformal. Implikasi penelitian pada kelembagaan pemerintah adalah 1) UU/20/2003 perlu ditinjau kembali, 2) Pemerintah harus memberikan perhatian yang seimbang pada pendidikan formal, nonformal dan informal, 3) Pemerintah perlu mengevaluasi anggaran dana yang telah dikeluarkan, 4)

output pendidikan kesetaraan perlu diperbaiki dan diambil alih oleh pendidikan formal, dan

5) Penamaan kelembagaan PAUDNI harus tunduk terhadap UU/20/2003 sebagai regulasi kelembagan tertinggi.


(5)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Muhamad Arif Ginanjar, the Study of Conceptually and Factually Non-Formal Education with their Implications towards Academic Institutions and

Government

The actual reality which indicates the reorganization of Packet A, B, and C Program as the subdivision of non-formal education to be incorporated in formal education and the institutional nomenclature of PNFI to become PAUDNI constitutes an anomalous problem in non-formal education. This study reiterates the concept of non-formal education from the perspectives of ontology, epistemology, and axiology. The theoretical study examines non-formal education in Asia and Europe. By applying the qualitative research and the descriptive method, the collected data of interviews, observations, documentations, and triangulations are interpreted. The data sources of this study consist of non-formal education experts, i.e. practitioners and academics, non-formal education participants, and field facts. The study results in three point of views. From Ontological point of view, the material object of non-formal education is the assorted embodiment of society and its formal object is the intellectual potential of society (knowledge, science and functional skills) with professional attitudes and personalities. Epistemologically, the method and content of non-formal education is already been grounded as a part of social life. In Axiological point of view, the main function of non-formal education is the production of societal piety in order to educate people becoming lifetime learners. The implications towards academic institutions imply that the Department of Non-Formal Education should be changed to the Department of Educational Study and Social Development with the continual multi-facet study to overcome the limitation of non-formal education literatures. There are implications of government institution: 1. The reconsideration of the Act of the Republic of Indonesia, Number 20, Year 2003 (UU/20/2003), 2. The equitable attention of the government to formal, non-formal, and informal education, 3. The evaluation of the government budgetary funds, 4. The positioning of the Packet A, B, and C Program either in non-formal or formal education as well as the improvement of its educational the program quality, 5. The submission of nomenclature of PAUDNI to UU/20/2003 as the highest institutional regulation and most of it.

Keywords : Concept Nonformal Education, Ontology, Epistemology, Axiology, Implication


(6)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(7)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN MOTO

PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH... ii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian ... 6

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat/Signifikasi Penelitian ... 7

F. Struktur Organisasi Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 8

A. Pendidikan ... 8

B. Pendidikan Nonformal (Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi) ... 9

1. Ontologi Pendidikan Nonformal ... 12

2. Epistemologi Pendidikan Nonformal ... 22

a. Pendidikan Nonformal di Malaysia ... 32

b. Pendidikan Nonformal di Jepang ... 37

c. Pendidikan Nonformal di Belarusia ... 39

d. Pendidikan Nonformal di Belanda ... 42

e. Pendidikan Nonformal di Perancis ... 46

f. Pendidikan Nonformal di Spanyol ... 48

g. Pendidikan Nonformal di Federasi Rusia ... 50

3. Aksiologi Pendidikan Nonformal ... 65


(8)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

A. Metode Penelitian... 80

B. Desain Penelitian ... 81

C. Partisipan dan Tempat Penelitian ... 82

D. Instrumen Penelitian... 83

E. Teknik Pengumpulan Data ... 84

F. Teknik atau Metode Analisis Data ... 86

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 88

A. Gambaran Umum Lokasi/Objek Penelitian ... 88

B. Deskripsi dan Hasil Penelitian ... 95

1. Bentuk Pendidikan Nonformal ditinjau dari Sudut Pandang Ontologi ... 96

2. Struktur Keilmuan Pendidikan Nonformal ditinjau dari Sudut Pandang Epistemologi ... 124

3. Nilai Pendidikan Nonformal ditinjau dari Sudut Pandang Aksiologi ... 144

4. Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi (wawancara online) ... 161

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 170

1. Bentuk Pendidikan Nonformal ditinjau dari Sudut Pandang Ontologi ... 170

2. Struktur Keilmuan Pendidikan Nonformal ditinjau dari Sudut Pandang Epistemologi ... 203

3. Nilai Pendidikan Nonformal ditinjau dari Sudut Pandang Aksiologi ... 225

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 242

A. Simpulan ... 242

1. Bentuk Pendidikan Nonformal ditinjau dari Sudut Pandang Ontologi ... 242

2. Struktur Keilmuan Pendidikan Nonformal ditinjau dari Sudut Pandang Epistemologi ... 243

3. Nilai Pendidikan Nonformal (value) ditinjau dari Sudut Pandang Aksiologi ... 245

B. Saran ... 246

1. Bagi Kelembagaan Akademik Pendidikan Nonformal ... 246

2. Bagi Kelembagaan Pemerintah ... 247

3. Bagi Peneliti Lain ... 248

DAFTAR PUSTAKA ... 250

A. Sumber Buku, Artikel dan Jurnal ... 250

B. Sumber Peraturan Perundangan ... 251


(9)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Ringkasan Pendidikan Nonformal di Malaysia ... 36

Tabel 2. 2 Ringkasan Pendidikan Nonformal di Jepang ... 39

Tabel 2. 3 Ringkasan Pendidikan Nonformal di Belarusia ... 41

Tabel 2. 4 Tabel Perbedaan Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal ... 43

Tabel 2.5 Ringkasan Pendidikan Nonformal di Belanda ... 45

Tabel 2. 6 Ringkasan Pendidikan Nonformal di Perancis... 48

Tabel 2.7 Ringkasan Pendidikan Nonformal di Spanyol ... 49

Tabel 2. 8 Ringkasan Pendidikan Nonformal di Federasi Rusia ... 51

Tabel 2.9 Tabel Kesimpulan Pendidikan Nonformal di Beberapa Negara ... 57

Tabel 4.1 Sarana yang ada di Perguruan Silat Satia Wangi Kencana ... 119

Tabel 4.2 Perbedaan dan persamaan Pendidikan formal, nonformal dan informal ... 195

Tabel 4. 3 Kategorisasi kurikulum pendidikan formal, nonformal dan informal ... 210


(10)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Enam Aspek PKBM ... 21 Gambar 2. 2 Komponen Kurikulum ... 25 Gambar 2. 3 Kategorisasi Kurikulum Pendidikan Formal, Nonformal dan


(11)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-kisi Penelitian

Lampiran 2 Pedoman wawancara untuk akademisi dan praktisi pendidikan nonformal

Lampiran 3 Pedoman wawancara untuk partisipan pendidikan nonformal

Lampiran 4 Pedoman observasi di PKBM Jayagiri, PT Brodo Ganesha Indonesia, dan Desa Margaluyu Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat

Lampiran 5 Frekuensi Bimbingan Skripsi Lampiran 6 SK Pembimbing

Lampiran 7 Surat telah melakukan observasi dan penelitian di PKBM Jayagiri Lampiran 8 Surat telah melakukan observasi dan penelitian di Desa Margaluyu Lampiran 9 Surat telah melakukan observasi dan penelitian di PT Brodo Ganesha

Indonesia

Lampiran 10 Surat Permohonan Observasi di PKBM Jayagiri Lampiran 11 Surat Permohonan Observasi di Desa Margaluyu

Lampiran 12 Surat Permohonan Observasi di PT Brodo Ganesha Indonesia Lampiran 13 Hasil wawancara dengan informan Abdulhak (ontologi) Lampiran 14 Hasil wawancara dengan informan Suryadi (ontologi) Lampiran 15 Hasil wawancara dengan informan Sofyan (ontologi) Lampiran 16 Hasil wawancara dengan informan Hirawan (ontologi) Lampiran 17 Hasil wawancara dengan informan Abdulhak (epistemologi)


(12)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Lampiran 18 Hasil wawancara dengan informan Suryadi (epistemologi) Lampiran 19 Hasil wawancara dengan informan Sofyan (epistemologi) Lampiran 20 Hasil wawancara dengan informan Hirawan (epistemologi) Lampiran 21 Hasil wawancara dengan informan Abdulhak (aksiologi) Lampiran 22 Hasil wawancara dengan informan Suryadi (aksiologi) Lampiran 23 Hasil wawancara dengan informan Sofyan (aksiologi) Lampiran 24 Hasil wawancara dengan informan Hirawan (aksiologi) Lampiran 25 Hasil wawancara dengan partisipan pendidikan nonformal Lampiran 26 Dokumentasi kurikulum pendidikan kesetaraan Paket B

Lampiran 27 Dokumentasi materi pembelajaran pada pelatihan untuk costumer service PT Brodo Ganesha Indonesia.

Lampiran 28 Dokumentasi Foto Lampiran 29 Daftar Riwayat Hidup


(13)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU/20/2003SISDIKNAS) adalah undang-undang yang mengatur pendidikan di Indonesia. Dalam UU/20/2003 tersebut, dikenal dengan tiga jalur pendidikan yaitu pendidikan informal, nonformal dan formal. Masing-masing dari jalur pendidikan tersebut memiliki satuan-satuan pendidikan. Satuan dari pendidikan formal menurut UU/20/2003 SISDIKNAS terdiri dari Taman Kanak-kanak, Raudatul Athfal, Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Jurusan, Madrasah Aliyah Kejuruan, dan Perguruan Tinggi (Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas).

Berbeda dengan pendidikan formal, pendidikan nonformal memiliki identitas yang menurut UU/20/2003 SISDIKNAS adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Selain dari pada hal tersebut amanat UU/20/2003 SISDIKNAS pasal 26 point (3);

“Pendidikan Nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.“

Berdasarkan pasal tersebut, maka pendidikan nonformal dalam UU/20/2003dapat dipandang sebagai rumpun (genus), sedangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai bagian (species).

Namun demikian, beberapa permasalahan berkembang sehubungan dengan amanat Pasal 26 UU/20/2003 tersebut. Pertama, sejak tahun 2011, terjadi perubahan nomenklatur Direktorat Jenderal PNFI (Pendidikan


(14)

2

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Nonformal dan Informal) menjadi Direktorat Jenderal PAUDNI (Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal). Perubahan nomenklatur ini seperti menyamakan PAUD setaraf jalur (genus) dengan pendidikan nonformal, Informal, dan bahkan dengan Pendidikan Formal, yang dengan demikian tidak sejalan dengan amanat UU No.20/2003.Hardy (2014) memberikan analogi bahwa mungkin saja dikemudian hari akan didirikan Ditjen Pendidikan Kecakapan Hidup Nonformal dan Informal (PKHNI) dan species lainnya dari pendidikan nonformal karena tidak jelasnya penafsiran UU/20/2003 SISDIKNAS dalam implikasi kelembagaan.

Kendatipun demikian, perubahan nomenklatur PNFI menjadi PAUDNI menurut situs resmi PAUDNI dan ITJEN KEMENDIKNAS didasarkan kepada pengaruhnya yang besar terhadap cakupan garapan, termasuk di dalamnya TK (taman kanak-kanak) dalam satu payung yang menjadikan tidak ada lagi dikotomi antara PAUD formal dan PAUD nonformal. Namun pada kenyataannya walaupun TK dan PAUD sekarang berada dibawah naungan yang sama, Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDNI) pada Februari 2014 telah mendesak pemerintah untuk meniadakan dikotomi PAUD nonformal dan PAUD formal yang mengindikasikan bahwa dikotomi antara PAUD nonformal dan PAUD formal masih terjadi,Rio Sandiputra (2014).

Selain permasalahan tersebut, ada permasalahan lain yang berkaitan dengan pendidikan nonformal yakni mengenai reorganisasi pendidikan kesetaraan. Menurut UU/20/2003 SISDIKNAS, pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan nonformal, yang secara kelembagaan ada pada Ditjen PNFI (yang telah menjadi Ditjen PAUDNI) yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program paket A, paket B, dan paket C. Namun demikian pada tahun 2011 pemerintah telah mereorganisasi. Paket A dan B menjadi bagian dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar (Dikdas) dan Paket C menjadi bagian dari Ditjen Pendidikan Menengah (Dikmen). Adanya reorganisasi kelembagaan ini patut dipertanyakan, karena pendidikan kesetaraan merupakan bagian dari


(15)

3

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendidikan nonformal sedangkan sebagaimana kita ketahui Direktorat Jenderal Dikdas dan Direktorat Jenderal Dikmen merupakan bagian daripendidikan formal.

Dampak dari perubahan ini sangat terasa pada lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pendidikan. Misalnya saja Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan kesetaraan. Sebagaimana kita ketahui bahwa PKBM merupakan bagian dari pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan kesetaraan, sedangkan pendidikan kesetaraan sekarang sudah tidak digarap lagi oleh pendidikan nonformal. Disisi lain, jika melihat usia peserta didik yang mengikuti pendidikan kesetaraan ketika digarap oleh pendidikan nonformal tidak terbatasoleh usia sekolah (school age), sedangkan ketika sudah digarap oleh pendidikan formal, usia peserta didiknyaadalah peserta didik pada usia sekolah tertentu. Patut dipertanyakan tentang bagaimana nasib peserta didik usia dewasa (yang berminat untuk belajar) yang tidak digarap oleh pendidikan formal.

Masalah pendidikan nonformal tidak berhenti pada permasalahan tersebut. Konsep Revolusi Mental yang digagas oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menjabarkan undang-undang SISDIKNAS melalui dua Kementerian, dan yang terakhir akan diusulkan Ditjen Kesiswaan, Ditjen Guru, Ditjen Sekolah, Dtjen Dikmas, Ditjen Kebudayaan, Setjen, Bltbg, Itjen. Sehingga ada lingkup kelembagaan baru untuk Kementerian Pendidikan yakni menjadi Kementerian yang menggarap Pendidikan dasar dan menengah dan kementerian yang menggarap pendidikan tinggi, riset dan teknologi. Nomenklatur tersebut diumumkan pada tanggal 26 Oktober 2014 atau beberapa hari setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan menteri-menteri yang ada dalam kabinetnya dihalaman Istana Merdeka. Nama baru untuk Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi jelas sekali merupakan perpanjangan tangan dari pendidikan formal. Isu yang peneliti ketahui berkembang adalah Dirjen PAUDNI sekarang ada dibawah naungan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.


(16)

4

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Permasalahan yang terjadi adalah mengenai posisi pendidikan nonformal yang menjadi berada dibawah pendidikan formal. Sedangkan menurut UU/20/2003 SISDIKNAS telah jelas dijelaskan bahwasanya Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Permasalahan lain yang muncul karena nomenklatur tersebut adalah mengenai cakupan dari pendidikan nonformal. Jika benar pendidikan nonformal sekarang berada dibawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, maka cakupan pendidikan nonformal menjadi terbatas karena ada kata dasar dan menengah, sedangkan didalam pendidikan nonformal yang saya pahami tidak ada batasan peserta didik, artinya peserta didik dalam pendidikan nonformal adalah semua usia dari bayi hingga manula. Dengan adanya pembatasan cakupan tersebut, artinya pendidikan nonformal kegunaannya tidak akan maksimal. Jika kita memahami pendidikan merupakan sebuah sistem yang mana sistem memiliki komponen-komponen yang apabila salah satu komponennya ada kesalahan maka akan berpengaruh pada komponen lainnya, maka carut marutlah pendidikan karena ada kesalahan dalam komponennya yakni penempatan dan pembatasan usia pendidikan nonformal.

Arlen Wayne (1990, dalam Kamil, 2009) menjelaskan bahwa pendidikan nonformal menggunakan pendekatan bottom-up dan pendidikan nonformal menggunakan materi pembelajaran yang bersumber pada sumber daya lokal. Pendekatan dan konten materi yang disampaikan oleh Arlen Wayne tersebut merupakan hasil penelitianya yang kemudian dijadikan sebagai pembeda dengan disiplin ilmu lain guna menyikapi objek yang ditelaahnya. Namun demikian berdasarkan realitas di lapangan, ternyata banyak satuan dan program pendidikan nonformal yang sering kali tumpang tindih menggunakan pendekatan dan konten pendidikan formal. Satuan dan program pendidikan nonformal tersebut diantaranya adalah pelatihan, kursus dan satuan program lainnya.

Sebagaimana kita ketahui pelatihan banyak sekali terlaksana di lembaga-lembaga pemerintahan, seperti di Balai Besar Pelatihan Kesehatan Ciloto yang menyelenggarakan pelatihan kesehatan. Karena merupakan lembaga


(17)

5

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pemerintah, maka tentu menggunakan pendekatan top-down, yang dengan demikian bertentangan dengan konsep pendidikan nonformal menurut Arlen Wayne. Dari segi konten, konten yang diberikan pada peserta didik dalam pelatihanya tentu konten yang berkaitan dengan kesehatan dan hal ini menunjukan bahwa konten yang diberikan pada peserta didik tidak selalu berkaitan dengan sumber daya lokal, yang dengan demikian bertentangan dengan konsep pendidikan nonformal yang disampaikan oleh Arlen Wayne.

Kursus sebagai lembaga yang dibangun strukturnya oleh masyarakat, maka sudah jelas menggunakan pendekatan bottom-up, namun demikian dalam hal konten yang diberikan pada peserta didik sering kali tidak sesuai dengan konsep pendidikan nonformal yang dijelaskan oleh Arlen Wayne. Sebagai contoh, kita tidak dapat menutup mata bahwa pada saat ini banyak sekali kursus bimbingan belajar yang memberikan materi pembelajaran sama persis dengan pendidikan di Sekolah yang dengan demikian menunjukan bahwa konten yang disampaikanya tidak bersumber pada sumber daya lokal.

Namun demikian penjelasan mengenai permasalahan yang ada di pelatihan dan kursus dari segi konsep tersebut merupakan sebuah contoh saja karena mungkin juga masih banyak pelatihan dan kursus yang menggunakan konsep yang digunakan dalam pendidikan nonformal. Selain dari itu, contoh permasalahan dari segi konsep tersebut juga sangat mungkin terjadi pada satuan dan program lain pendidikan nonformal.

Permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan peneliti diatas terjadi kemungkinan karena adanya pemahaman dalam pelaksanaan UU/20/2003 SISDIKNAS atau interpretasi tentang pendidikan nonformal baik dari sisi keilmuan maupun dari implikasi kelembagaan dan kajian pendidikan nonformal dari sudut pandang disiplin ilmu serta kajian konten akademik pada lingkup perguruan tinggi berbeda-beda, sehingga ada perlakuan yang berbeda pada pendidikan nonformal.

Untuk mengatasi kerancuan penafsiran yang ada pada pendidikan nonformal, menurut peneliti perlu dilakukan kajian keilmuan dalam pendidikan nonformal, makna penafsiran akan dapat mengklarifikasi permasalahan


(18)

6

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendidikan nonformal dan juga implikasinya terhadap kelembagaan di Perguruan Tinggi serta nomenklatur kelembagaan pada institusi pemerintah.

B.Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan kepada latar belakang penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti dapat mengidentifikasi beberapa point permasalahan dalam penelitian ini yakni:

1. Perubahan nomenklatur PNFI menjadi PAUDNI dan reorganisasi pendidikan kesetaraan menjadi berada dibawah kelembagaan pendidikan formal, menunjukan adanya kerancuan pemahaman dikalangan pemerintahan terhadap pendidikan nonformal.

2. Adanya kemungkinan penafsiran UU/20/2003 SISDIKNAS mengenai pendidikan nonformal yang berbeda dikalangan pemerintahan sehingga ada perubahan nomenklatur PNFI menjadi PAUDI dan reorganisasi pendidikan kesetaraan.

3. Para pemangku kepentingan kurang bersifat aktif dalam menyikapi perubahan nomenklatur PNFI menjadi PAUDNI dan reorganisasi pendidikan kesetaraan menjadi berada dibawah jalur pendidikan formal, meski banyak peserta didik pendidikan kesetaraandi luar usia sekolah yang menjadi tidak tergarap karena perubahan tersebut.

4. Ada ketidakjelasan di pendidikan nonformal, baik dari sisi keilmuan, kelembagaan, maupun ketika dipraktikan. Hal tersebut menyebabkan adanya anomali pada pendidikan nonformal.

C.Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi masalah penelitian yang telah peneliti jelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa point permasalahan dalam bentuk pertanyaan yakni sebagai berikut:


(19)

7

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Bagaimana wujud atau bentuk pendidikan nonformal ditinjau dari sudut pandang ontologi?

2. Bagaimanakahstruktur keilmuan pendidikan nonformal ditinjau dari sudut pandang epistemologi?

3. Bagaimananilai (value)pendidikan nonformalditinjau dari sudut pandang aksiologi sehingga berimplikasi kepada kelembagaan akademik dan pemerintahan?

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang: 1. Wujud atau bentuk pendidikan nonformal ditinjau dari sudut pandang

ontologi.

2. Struktur keilmuan pendidikan nonformal ditinjau dari sudut pandang epistemologi.

3. Nilai (value) dari pendidikan nonformal dari sudut pandang aksiologi, dan implikasinya terhadap kelembagaan akademik dan pemerintahan dapat diketahui.

E.Manfaat/Signifikasi Penelitian

Manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk:

1. Memberikan pemahaman mengenai pendidikan nonformal yang seutuhnya guna mengklarifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi berkaitan dengan pendidikan nonformal.

2. Memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis mengenai pendidikan nonformal kepada pihak jurusan Pendidikan Luar Sekolah dalam rangka pengembangan keilmuan jurusan Pendidikan Luar Sekolah.

3. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai penyempurna atau pengganti konsep maupun implementasi praktik rujukan bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan nonformal.

4. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi bagi para dosen jurusan Pendidikan Luar Sekolah sekaligus masukan dalam meningkatkan kualitas alumni jurusan Pendidikan Luar Sekolah.


(20)

8

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. Temuan-temuan di dalam penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk pengembangan pendidikan dikalangan para ilmuwan pendidikan.

F. Struktur Organisasi Skripsi BAB I : PENDAHULUAN

Didalam bab ini secara singkat pembaca akan diperkenalkan kepada masalah penelitian, ruang lingkup, pentingnya penelitian baik ditinjau secaara teoritis maupun praktis. Selain itu dalam bab ini juga peneliti akan menerangkan cara yang dilakukan untuk menjawab masalah penelitian.

BAB II : KAJIAN TEORI

Dalam bab ini peneliti akan menyampaikan rujukan teoritis mengenai penelitian ini yang ditinjau dari beberapa negara yang menyelenggarakan pendidikan nonformal.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini peneliti akan menyampaikan desain penelitian yang digunakan. Hal tersebut setidaknya berkaitan dengan pendekatan, metode, teknis analisis dan sumber data penelitian.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini peneliti akan menyampaikan temuan di lapangan yang kemudian dianalisis menggunakan kaidah penelitian kualitatif untuk kemudian dibandingkan dengan kajian teori yang disampaikan pada bab sebelumnya.


(21)

9

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bab ini berisi kesimpulan dilapangan yang telah dianalisa oleh peneliti sekaligus dengan saran dari peneliti atas temuan yang didapatkan. Secara umum bab ini berisi penemuan- penemuan penelitian, penjelasan serta interpretasidari penemuan- penemuan, pembuatan generalisasi dari penemuan, penarikan kesimpulan dan saran secara teoritis.


(22)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Secara umum kita mengenal dua macam metode yakni metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2013, hlm.35) metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Sedangkan metode penelitian kualitatif, menurut Sugiyono (2013, hlm. 37) sebagaimana berikut;

Metode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme/enterpretif, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna pada generalisasi.

Dalam keperluan penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian dengan pendekatan kualitatif. Peneliti memilih pendekatan ini karena penelitian ini akan ditujukan untuk memotret kondisi sosial yang disebut dengan pendidikan nonformal.

Dari pendekatan kualitatif tersebut peneliti menggunakan metode deskriptif guna pencandraan yang dilakukan peneliti. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang menyarankan bahwa penelitian yang harus dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomen yang secara empiris hidup pada penutur-penuturannya, sehingga yang dihasilkan atau dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret: paparan seperti adanya (Sudaryanto, 1992).

Adapun definisi yang diberikan oleh Suryabrata (2012, Hlm. 76), menurutnya secara harfiah penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi


(23)

81

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

atau kejadian-kejadian. Dalam arti ini penelitian deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, mentest hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi, walaupun penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup juga penelitian deskriptif. Ada juga tujuan dari penelitian ini, masih mengutip pendapat Suryabrata (2012, Hlm. 75) yaitu untuk membuat pencandraan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu.

B.Desain Penelitian

Di dalam penelitian ini, ada beberapa tahap yang akan digunakan guna menyelesaikan penelitian ini. Berikut adalah tahapan-tahapannya:

1. Tahap pra-lapangan

Dalam penelitian ini, setidaknya ada beberapa bagian tahapan sebelum peneliti ke lapangan yakni, peneliti terlebih dahulu menyusun rancangan penelitian, setelah itu peneliti mencari sumber yang dianggap dapat mengklarifikasi permasalahan-permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian ini, membuat proposal penelitian, mengurus perijinan dan menyiapkan perlengkapan penelitian.

2. Tahap pekerjaan lapangan dan analisis data

Tahap pekerjaan lapangan dapat juga disebut dengan tahap ketika mengumpulkan data pada informan-informan dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang digunakan peneliti yakni wawancara, dan observasi.

Tahap pertama dalam pengumpulan data adalah wawancara intensif, kemudian wawancara online dan terakhir observasi lapangan. Tahap analisis dilakukan semenjak tahap pengumpulan data. Analisis selanjutnya dilakukan setelah data wawancara intensif dan wawancara online selesai terkumpul. Khusus data wawancara intensif, peneliti akan merumuskan lokasi guna keperluan pengumpulan data selanjutnya yakni observasi. Tahap selanjutnya kembali pada pengumpulan data, yakni pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengobservasi praktik pendidikan nonformal dan setelah selesai


(24)

82

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengobservasi, peneliti kembali melakukan analisis. Seluruh data yang telah terkumpul kemudian dijadikan satu dan diklasifikasi berdasarkan jenisnya. Tahapan analisis yang dilakukan peneliti dalam hal ini akan menggunakan kaidah-kaidah analisis penelitian kualitatif.

3. Tahap laporan penelitian

Tahap ini merupakan tahap penuangan hasil penelitian yang telah selesai dianalisis hingga membentuk suatu kesimpulan. Isi dari tahapan ini adalah hasil pengumpulan data dan analisis data yang telah diuji kredibilitasnya oleh peneliti. Tahap ini juga merupakan tahapan terakhir dalam tahapan penyusunan penelitian ini. Laporan penelitian ini akan disajikan dalam bentuk outline sesuai dengan kaidah yang berlaku di Universitas Pendidikan Indonesia.

C.Partisipan dan Tempat Penelitian

1. Lokasi Penelitian

a. Situasional, mengikuti lokasi dari sumber data ketika diwawancarai, namun peneliti dapat pastikan lokasinya masih ada disekitar Kota Bandung.

b. Karena pengumpulan datanya dilakukan dengan cara online, maka dari itu lokasi penelitian sifatnya random, namun peneliti akan mencoba mengarahkan pada forum-forum pendidikan yang ada di Indonesia. c. Lokasi yang diisaratkan berdasarkan pada pengumpulan data melalui

wawancara intensif.

2. Partisipan/Sumber Data Penelitian

Subjek atau sumber data penelitian dalam penelitian ini terbagi atas tiga bagian yakni (1) praktisi dan akademisi pendidikan nonformal, (2) Forum Ikatan Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah, dan (3) data di lapangan. Berikut masing-masing penjelasan sumber data tersebut:

a. Praktisi dan akademisi pendidikan nonformal

Peneliti sadar betul bahwa peneliti tidak akan dapat menampung seluruh pandangan praktisi dan akademisi pendidikan nonformal, berikut merupakan


(25)

83

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

daftar praktisi dan akademisi yang peneliti anggap akan mewakili pandangan para praktisi dan akademisi pendidikan nonformal yang ada :

1) Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak, M.Pd. (Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia)

2) Prof. Ace Suryadi, M.Sc., Ph.D (Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia)

3) Drs. Roni Badra Hirawan (Praktisi Pendidikan Nonformal) 4) Agus Sofyan, M.Pd. (Praktisi Pendidikan Nonformal) b. Forum Ikatan Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah

Forum Ikatan Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah (IMADIKLUS) merupakan forum resmi yang secara khusus menaungi mahasiswa jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang berada di Indonesia, namun demikian walaupun dikhususkan bagi mahasiswa sebagian alumni, praktisi dan akademisi juga beberapa sering terlibat aktif dalam forum ini. Begitupun untuk sumber data dalam penelitian ini, walaupun peneliti memberikan undangan kepada forum, namun tidak menutup kemungkinan bahwa yang bersedia menjadi sumber data adalah praktisi, akademisi, mahasiswa ataupun kalangan umum.

c. Data di Lapangan

Maksud dari data di lapangan adalah praktik-praktik yang merupakan aktivitas pendidikan nonformal. Data di lapangan akan ditentukan lokasinya berlandaskan pada data yang di dapat dari praktisi dan akademisi pendidikan nonformal melalui wawancara intensif.

D.Instrumen Penelitian

Instrument penelitian atau alat penelitian digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Menurut Sugiyono (2013, hlm. 148), instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati secara spesifik, semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Instrumen penelitian disusun berdasarkan pada pokok permasalahan yang terdapat dalam kegiatan penelitian, selanjutnya dikembangkan dalam bentuk pernyataan.Dalam hal ini, instrument penelitian akan sangat


(26)

84

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mempengaruhi kualitas penelitian.Hal tersebut dikarenakan akan berkaitan dengan hal relibilitas dan validilitas. Peneliti di dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara, dan pedoman observasi.

Pedoman wawancara digunakan dalam penelitian ini karena peneliti akan melakukan wawancara terhadap beberapa pihak. Pedoman wawancara terbagi atas dua bagian yakni pedoman wawancara yang digunakan untuk keperluan wawancara intensif dan pedoman wawancara yang digunakan untuk keperluan wawancara online. Pedoman wawancara dalam penelitian ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun berlandaskan kepada kisi-kisi yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya. Dua bentuk pedoman wawancara tersebut dapat dilihat pada bagian lampiran penelitian ini.

Pedoman penelitian selanjutnya yakni pedoman observasi. Pedoman observasi merupakan pedoman yang digunakan oleh peneliti guna pencatatan ketika mengobservasi praktik pendidikan nonformal. Namun demikian walaupun pedoman observasi telah disusun pada praktiknya peneliti akan lebih mengutamakan kondisi lapangan. Artinya adalah pedoman observasi ini sifatnya tidak mutlak digunakan, namun situasional tergantung pada yang terjadi dilapangan.

E.Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Menurut Esterberg (2002, dalam Sugiyono, 2013, hlm. 384) wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara sendiri terbagi atas tiga jenis yakni wawancara terstruktur, wawancara semiterstruktur dan wawancara tak bersruktur. Dalam kepentingan penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semiterstruktur dan terstruktur. Peneliti menggunakan jenis wawancara semiterstruktur sebab beberapa pertanyaan akan dirumuskan berdasarkan kajian teori pendidikan nonformal yang telah disampaikan dalam pembahasan sebelumnya dan sebagian pertanyaan lainya akan dirumuskan situasional


(27)

85

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengikuti konstruk jawaban yang diberikan oleh nara sumber. Wawancara semiterstruktur akan digunakan dalam wawancara pada ahli pendidikan nonformal yang terdiri dari dua orang akademisi dan dua orang praktisi pendidikan nonformal.

Selain wawancara semiterstruktur, peneliti juga akan menggunakan wawancara terstruktur untuk mewawancarai partisipan pendidikan nonformal. Pada wawancara pada partisipan pendidikan nonformal dibuat menjadi terstruktur sebab wawancara akan dibuat secara online sehingga akan sedikit ada jarak antara peneliti dan nara sumber.

2. Observasi

Nasution (1988, dalam Sugiyono, 2013, hlm. 377) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Observasi merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam penelitian ini untuk menambah data dan menguji kevalidan data yang ditemukan dengan cara wawancara. Observasi sendiri terbagi atas dua jenis, yakni partisipatif dan non partisipatif. Partisipatif maksudnya peneliti ikut terlibat dalam kegiatan yang dilaknasakan, sedangkan non partisipatif berarti tidak ikut terlibat dalam kegiatannya. Dalam penelitian ini, jenis observasi yang digunakan situasional. Artinya dalam satu waktu peneliti dapat melalukan observasi partisipatif, namun jika diperlukan peneliti juga akan melakukan observasi non-partisipatif.

Dalam konteks ini peneliti belum dapat menentukan sikap untuk menggunakan observasi partisipatif atau non-partisipatif sebab lokasi objek yang akan diobservasi akan didasarkan pada rekomendasi yang diberikan oleh ahli pendidikan nonformal.

3. Studi dokumentasi

Dokumen merupakan potret peristiwa yang sudah terjadi pada waktu sebelumnya. Menurut Sugiyono (2013, hlm. 396) Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumentar dari seseorang. Dalam kepentingan penelitian ini studi dokumentasi digunakan untuk memperkuat kredibelitas pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen yang berkaitan


(28)

86

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan pendidikan nonformal, baik itu berkaitan dengan program, kegiatan pembelajaran ataupun hal lainnya.

4. Triangulasi

Untuk menguji data yang telah terkumpul, peneliti menggunakan cara triangulasi. Triangulasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Sugiono, 2008, Hlm. 241). Triagulasi dalam penelitian kualitatif digunakan sebagai salah satu metoda untuk memvalidasi agar data yang terkumpul benar benar teruji kredebilitasnya. Menurut Sugiono (2008, hlm. 241) nilai yang dihasilkan dengan memvalidasi data menggunakan teknik trianggulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (terpusat atau fokus), konsisten atau tidak kontradiksi. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan triangulasi metode. Disebut dengan triangulasi data karena penelitian mendasarkan pengambilan data dari beberapa sumber data yakni teori pendidikan nonformal, dua orang akademisi pendidikan nonformal, dua orang praktisi pendidikan nonformal, partisipan pendidikan nonformal yang jumlahnya belum dapat diprediksi, dan fakta lapangan yang terdiri dari beberapa lokasi observasi. Selain itu dikatakan menggunakan triangulasi metode karena penelitian ini menggunakan beberapa metode yang digunakan yakni observasi, wawancara online, wawancara offline, dan studi dokumentasi.

F. Teknik atau Metode Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif, menurut Sugiyono (2013, hlm.400) sebenarnya belum ada pola yang jelas. Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data. Namun Sugiyono (2013, hlm. 401) juga menjelaskan bahwa teknik analisis data yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang


(29)

87

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceriterakan kepada orang lain.

Dalam praktiknya, proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan semenjak peneliti memasuki lapangan. Namun analisis data sebelum penelitian ini, sifatnya masih sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan. Analisis selanjutnya adalah analisis ketika data sudah terkumpul. Analisis ini merupakan yang paling utama, karena merupakan yang akan menjadi kesimpulan dari penelitian ini. Dengan cara mereduksi data atau merangkum hal-hal yang pokok atau melakukan klasifikasi data, maka peneliti akan lebih fokus terhadap data yang benar-benar penting. Proses reduksi melalui klasifikasi ini akan bermanfaat untuk melihat data yang bertentangan, data yang saling mendukung, dan lain sebagainya.

Dari data yang telah terkumpul, tereduksi dan terklasifikasi tersebut, maka peneliti akan melihat data yang konsisten, yang tidak bertentangan sub dengan sub lainnya, untuk kemudian disajikan melalui naratif atau bagan (situasional), yang kemudian akan disimpulkan sekaligus menjadi hasil penelitian.


(30)

345

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan judul “Kajian Konseptual dan Faktual Pendidikan Nonformal serta Implikasinya

terhadap Kelembagaan Akademik dan Pemerintahan” yang telah disampaikan

sebelumnya, maka peneliti mendapatkan beberapa kesimpulan yakni:

1. Bentuk Pendidikan Nonformal ditinjau dari Sudut Pandang Ontologi

Keberadaan pendidikan nonformal tidak dapat dipisahkan dengan peranan penting anggota masyarakat yang memiliki kesadaran untuk memberikan pengetahuan, ilmu dan keterampilan fungsional (pendidik) pada tiap-tiap anggota masyarakat (peserta didik). Kesadaran masyarakat dalam mendidik anggota masyarakatnya terjadi karena kebiasaan yang telah membumi (grounded) menjadi bagian dari sistem yang berlaku dimasyarakat. Pendidikan nonformal merupakan perluasan pendidikan di keluarga yang dengan demikian tiap-tiap anggotanya kemudian terbentuk karena kesamaan darah (gemeinschaft by blood) dan atau karena kesamaan tempat tinggal (gemeinschaft by place). Selain hal tersebut, pendidikan nonformal juga pada awalnya dipahami sebagai sebuah sistem yang berlaku dimasyarakat untuk berbagi pengetahuan, ilmu dan keterampilan fungsional jauh sebelum pemerintahan lahir. Fenomena tersebut kemudian merujuk pada sebuah kesimpulan bahwa pendidikan nonformal merupakan jenis pendidikan yang sistemnya dibangun dari bawah (bottom-up).

Setelah pemerintahan lahir untuk kemudian berinisiatif mengayomi pendidikan, pendidikan nonformal kemudian kebanyakan diperlakukan top-down. Menggunakan pendekatan top-down dalam pendidikan nonformal kemudian menjadi hal yang umum terjadi dimayoritas negara. Namun demikian seorang ahli meramalkan bahwa pelaksanaan pendidikan nonformal menggunakan pendekatantop-down akan menyebabkan permasalahan. Permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini karena pelaksanaan


(31)

243

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendidikan nonformal dengan pendekatan top-down adalah masyarakat menjadi lebih pasif untuk menginisiatori pendidikan nonformal karena masyarakat merasa inisiator dalam pendidikan nonformal adalah pemerintah.

Bentuk pendidikan nonformal yang lahir setelah era pemerintahan (top-down) diantaranya adalah pendidikan kesetaraan. Rasionalitas pendidikan kesetaraan disebut disebut dengan pendidikan nonformal karena pendidikan kesetaraan meliputi kebebasan waktu, peserta didik dan lingkungan. Namun demikian hal tersebut bukan suatu prinsip melainkan hanya sebuah kasus saja. Oleh sebab itu pendidikan kesetaraan perlu direorganisasi menjadi pendidikan formal.

UU/20/2003 sebagai regulasi tertinggi yang mengatur pendidikan akan membentuk pemahaman mengenai pendidikan dari berbagai kalangan secara nasional. Hal-hal yang membentuk pemahaman tersebut dimulai dari hal-hal kecil seperti peristilahan. Namun demikian ada beberapa peristilahan dalam UU/20/2003 yang kurang tepat. Istilah yang kurang tepat tersebut adalah istilah jalur dan istilah program untuk pendidikan nonformal. Istilah jalur disarankan diganti dengan istilah subsistem, sedangkan istilah program untuk pendidikan nonformal disarankan diganti dengan istilah aktivitas.

Ciri pendidikan nonformal adalah perjenjangan yang tersirat, nilai kredensial dalam pendidikan nonformal diberikan oleh masyarakat dan bukan oleh lembaga formal, aturan dalam pendidikan nonformal adalah norma, terlaksana secara ikhlas atau sukarela, penggunanya adalahmasyarakat, menggunakan pendekatan bottom-up, dan peserta didik dalam pendidikan nonformal memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi.

2. Struktur Keilmuan Pendidikan Nonformal ditinjau dari Sudut Pandang Epistemologi

Saat ini definisi pendidikan nonformal kekurangan definisi yang secara spesifik dapat menggambarkan potret kegiatan pendidikan nonformal. Namun demikian walaupun dalam tataran definisi masih terdapat permasalahan, penelitian ini belum dapat membuktikan posisi ketidakjelasan konsep


(32)

244

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendidikan nonformal. Ketidakjelasan pendidikan nonformal yang penelitian ini ungkapkan yakni berkaitan dengan tataran implementasi.

Dalam tataran implementasi, pendidikan nonformal terbiasa menggunakan cara-cara yang telah membumi menjadi bagian kehidupan masyarakat (grounded). Oleh sebab itulah pendidikan nonformal tidak terbiasa untuk menggunakan perjenjangan seperti disekolah (pendidikan formal), yang perjenjanganya dapat terlihat karena tersirat. Pendidikan nonformal menggunakan perjenjangan yang sifatnya tersirat dan perjenjangan tersebut dapat dibedakan melalui tingkatan kemampuan peserta didik.

Pendidikan nonformal menggunakan kurikulum yang telah membumi menjadi kebiasaan masyarakat, oleh sebab itu peneliti menggunakan istilah grounded curriculum untuk kurikulum yang digunakan dalam pendidikan nonformal. Isi atau konten yang termuat dalam kurikulum tersebut adalah sumber daya fisik dan atau non-fisik yang ada di masyarakat. Sumber daya tersebut kemudian diadopsi dan diadaptasi menjadi pengetahuan, ilmu dan keterampilan fungsional. Oleh sebab itulah materi dalam pendidikan nonformal tidak selalu dapat digunakan dengan segera.

Ada dua standar yang digunakan dalam pendidikan nonformal yakni primer dan sekunder. Standar primer adalah standar yang sifatnya mengikat dan harus digunakan, isi standar tersebut adalah tiap-tiap aktivitas pendidikan nonformal harus sesuai dengan nilai budaya yang ada di masyarakat. Standar ini berguna untuk menyaring masuknya norma-norma asing yang tidak sesuai dengan nilai budaya masyarakat. Standar sekunder sifatnya tidak mengikat seperti standar primer, dan berisi aturan-aturan yang berlaku secara nasional atau internasional. Standar ini berguna bagi peserta didik yang berminat untuk meningkatkan pengetahuan, ilmu dan keterampilan fungsional yang dimilikinya agar dapat sesuai dengan norma negara atau norma masyarakat internasional.

Dalam kegiatan pendidikan, baik formal, nonformal maupun informal tidak ada keharusan untuk menggunakan metode pembelajaran yang bersifat andragogis atau pedagogis. Metode pembelajaran dirumuskan berdasarkan


(33)

245

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kebutuhan peserta didik. Namun demikian pendidikan nonformal memiliki kecenderungan untuk menggunakan metode pembelajaran yang bersifat andragogis dari pada pedagogis sebab metode andragogis sifatnya lebih membumi.

3. Nilai Pendidikan Nonformal (value) ditinjau dari Sudut PandangAksiologi

Fungsi pendidikan nonformal yang paling utama adalah untuk melahirkan kesalehan bermasyarakat. Kesalehan bermasyarakat adalah sebuah ketaatan yang dimiliki masyarakat untuk melesatarikan sumber daya yang ada di masyarakat menggunakan pengetahuan, ilmu dan keterampilan fungsional yang dimilikinya. Namun demikian sebenarnya masih sangat dimungkinkan pendidikan nonformal memiliki fungsi lain yang belum ditemukan dalam penelitian ini. Dalam rangka mendidik masyarakat menjadi pembelajar seumur hidup, fungsi melahirkan kesalehan bermasyarakat yang dimiliki oleh pendidikan nonformal kemudian bersinergi dengan fungsi yang dimiliki oleh pendidikan formal dan informal, yang dengan demikian pendidikan nonformal juga memiliki fungsi sebagai pelengkap pendidikan formal dan informal.

Nilai kredensial dalam pendidikan nonformal yang ditemukan oleh peneliti adalah berupa gelar. Namun demikian ada perbedaan mendasar mengenai nilai kredensial dalam pendidikan nonformal dan formal. Nilai kredensial pendidikan nonformal dikeluarkan oleh masyarakat setelah seseorang memenuhi muatan merit, sedangkan nilai kredensial pendidikan formal dikeluarkan oleh lembaga formal. Contoh dari nilai kredensial dalam pendidikan nonformal adalah gelar pesilat, kyai, dan ustaz.

Jurusan pendidikan luar sekolah, merupakan jurusan yang lahir karena kepentingan polik. Oleh sebab itu, penelitian ini merekomendasikan nama jurusan tersebut dirubah. Nama jurusan yang disarankan berdasakan hasil penelitian yang dilaksanakan adalah Studi Pendidikan dan Pengembangan Sosial (SPPS). Namun demikian nama jurusan yang disarankan oleh peneliti ini tidak mutlak untuk diimplemtasikan, melainkan hanya saran saja. Oleh sebab itulah kemudian peneliti juga menyarankan pihak jurusan untuk


(34)

246

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

melakukan pengkajian guna mencari nama yang tepat untuk menggantikan nama jurusan Pendidikan Luar Sekolah.

Nomenklatur kelembagaan PNFI menjadi PAUDNI didasarkan pada visi lembaga yang dilaksanakannya pada saat itu, namun demikian seharusnya penamaan kelembagaan pemerintah harus didasarkan kepada regulasi tertinggi yang berlaku di Indonesia yakni undang-undang. Selain hal tersebut, karena praktik pendidikan nonformal dengan cara top-down akan melahirkan permasalahan seperti apa yang disampaikan dalam bagian ontologi, maka Kementerian atau Dirjen yang menaungi pendidikan nonformal harus meminimalisir intervensinya terhadap pendidikan nonformal.

B.Saran

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah disampaikan maka didapati beberapa hal yang dapat menjadi sebuah pertimbangan masukan kepada beberapa pihak terkait dengan pendidikan nonformal, antara lain:

1. Bagi Kelembagaan Akademik Pendidikan Nonformal

Miniminya riset dan pengkajian pendidikan nonformal secara mendalam yang dilakukan oleh kelembagaan akademik menyebabkan pendidikan nonformal miskin inovasi dan literatur. Oleh sebab itu pihak akademik harus lebih sering melakukan penelitian dan pengkajian pendidikan nonformal yang bersifat multifacet, dari kajian lokal sampai persoalan global yang terkait dengan fenomena kekinian.

Selain hal tersebut, kelembagaan akademik pendidikan nonformal yakni jurusan Pendidikan Luar Sekolah juga disarankan diganti namanya menggunakan nama yang sesuai dengan keilmuan yang digunakan. Pertimbangan untuk nama yang akan digunakan nantinya salah satunya adalah harus memperhatikan real job yang akan diisi oleh lulusannya. Hasil penelitian ini menyarankan nama jurusan Pendidikan Luar Sekolah diganti menjadi jurusan Studi Pendidikan dan Pengembangan Sosial (SPPS). Namun demikian pihak jurusan juga peneliti sarankan untuk melakukan penelitian dan pengkajian untuk mencari nama pengganti jurusan Pendidikan Luar Sekolah


(35)

247

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

agar kemudian nama jurusan yang digunakan dikemudian hari dapat sesuai dengan harapan semua pihak.

2. Bagi Kelembagaan Pemerintah

Undang-undang SISDIKNAS sebagai regulasi formal tertinggi disarankan untuk ditinjau ulang sebab beberapa istilah dan penjelasan yang ada, dipandang kurang tepat. Selain hal tersebut penjelasan yang ada di undang-undang dipandang terlalu sempit untuk menjelaskan pendidikan nonformal yang begitu luas. Solusi untuk hal tersebut, pemerintah harus mengembalikan aturan pendidikan nonformal pada masyarakat sebagai inisiator pendidikan nonformal.

Selain hal tersebut jika pemerintah ingin tetap konsisten untuk mengayomi pendidikan nonformal, maka pemerintah harus mulai memberikan perhatian yang seimbang antara pendidikan formal, nonformal dan informal sebab fakta lapangan menunjukan bahwa perhatian pemerintah saat ini terhadap pendidikan nonformal merupakan sisa-sisa perhatian terhadap pendidikan formal. Perhatian yang seimbang terhadap pendidikan formal, nonformal dan informal adalah perhatian yang memposisikan pendidikan sesuai dengan porsi yang harus didapatkanya.

Anggaran dana yang dikeluarkan oleh pemerintah banyak yang tidak tepat sasaran sehingga dalam tataran aplikasi para praktisi kesulitan untuk merealisasikanya. Oleh sebab itu pemerintah saat ini harus mengevaluasi anggaran dana yang dikeluarkannya untuk pendidikan, terutama pendidikan nonformal agar kemudian anggaran yang dikeluarkan tidak menjadi sia-sia.

Pendidikan kesetaraan sebagai salah satu program pendidikan nonformal seperti yang diamanatkan oleh UU/20/2003 dipandang memiliki banyak permasalahan, terutama karena output yang dihasilkannya tidak sesuai harapan pemerintah yang menginginkan output-nya dapat memiliki kemampuan yang setara dengan pendidikan formal. Selain hal tersebut, fakta lapangan menunjukan bahwa pendidikan kesetaraan lebih tepat untuk digarap oleh pendidikan formal dari pada pendidikan nonformal. Hal tersebut disebabkan


(36)

248

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

karena pendidikan kesetaraan menggunakan pendekatan yang bersifat top-down sehingga para praktisi pendidikan kesetaraan menggunakan cara-cara yang lebih relevan disebut pendidikan formal dari pada pendidikan nonformal.

Nomenklatur kelembagaan PNFI menjadi PAUDNI merupakan sebuah tindakan yang kurang tepat sebab regulasi formal tertinggi yang mengatur kelembagaan adalah undang-undang bukan visi lembaga tersebut atau fokus program yang sedang digarap. Oleh sebab itu peneliti merekomendasikan nama Dirjen tersebut harus disesuaikan sebagaimana amanat undang-undang. Jauh lebih penting dari hal tersebut, adanya Dirjen yang mengurusi pendidikan nonformal merupakan salah satu indikasi bahwa pendidikan nonformal dipraktikan menggunakan pendekatan yang bersifat top-down, yang kemudian hal tersebut menyebabkan inisiator dalam pendidikan nonformal dibuat seolah-olah adalah pemerintah bukanya masyarakat. Untuk menjalankan aktivitas pendidikan nonformal, masyarakat kemudian menjadi bertindak kurang aktif apabila pemerintah tidak menginisiatorinya. Oleh sebab itu dalam hal praktik di lapangan, intervensi Dirjen atau Kementerian kepada pendidikan nonformal harus diminimalisir sekecil mungkin agar kemudian masyarakat secara mandiri berinisiatif untuk mendidik anggota masyarakatnya.

3. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan kajian terhadap pendidikan nonformal, baik secara konseptual maupun faktual, mengingat salah satu kritikan terhadap pendidikan nonformal yang ada saat ini adalah berjalan dengan program yang statis maka peneliti menyarankan pada peneliti lain untuk melakukan kajian yang sifatnya dapat melahirkan inovasi dalam pendidikan nonformal. Penelitian tersebut mungkin dapat dikaitkan dengan penggunaan teknologi informasi di era global yang dengan demikian pendidikan nonformal memungkinkan untuk tetap eksis melahirkan masyarakat yang memiliki daya saing dalam rangka pendidikan sepanjang hayat.

Mengingat penelitian ini hanya mengkaji salah satu program pendidikan nonformal yakni pendidikan kesetaraan yang kemudian direkomendasikan menjadi berada di bawah pendidikan formal karena sejatinya pendidikan


(37)

249

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

nonformal menggunakan pendekatan bottom-up, sedangkan di Indonesia ada beberapa program lainnya yang ada di bawah Dirjen PAUDNI (indikasi top-down), maka kemudian peneliti merekomendasikan peneliti lainnya untuk mengkaji program-program tersebut agar kemudian secara keilmuan dapat tepat untuk dikategorikan sebagai pendidikan nonformal atau sebagai pendidikan formal.

Lembaga pelatihan sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal ternyata dinilai kurang tepat, sebab menurut data yang peneliti miliki lembaga pelatihan juga ada yang mencerminkan pendidikan formal dari pada pendidikan nonformal. Data yang peneliti miliki tersebut kemudian menyarankan agar pelatihan dibagi menjadi dua, yakni pelatihan yang merupakan pendidikan formal dan pelatihan yang merupakan pendidikan nonformal. Namun demikian data yang peneliti miliki tersebut masih kurang kuat, sehingga peneliti menyarankan kepada peneliti lain untuk melakukan pembuktian terhadap hipotesa tersebut. Selain hal tersebut, karena pelatihan merupakan salah satu satuan pendidikan nonformal, maka akan lebih baik apabila pembuktian juga diikuti dengan penelitian terhadap satuan pendidikan nonformal lainnya.

Selain hal tersebut, karena salah satu fungsi pendidikan nonformal yang ditemukan peneliti adalah untuk melahirkan kesalehan bermasyarakat.sementara masih ada kemungkinan untuk fungsi lain pendidikan nonformal, maka kemudian peneliti menyarankan peneliti lain untuk melakukan penelitian terhadap keilmuan pendidikan nonformal yang difokuskan pada sudut pandang aksiologi. Hal tersebut akan berguna bagi masyarakat keilmuan untuk menguatkan pendidikan nonformal secara konseptual.

Mengingat konsep pendidikan nonformal yang dilahirkan oleh penelitian ini, mungkin memiliki persamaan dan perbedaan dengan konsep pendidikan nonformal menurut peneliti lain, maka penelitian ini merekomendasikan peneliti selanjutnya untuk membandingkan tingkat rasionalitas dari masing-masing konsepnya. Penelitian tersebut akan berguna bagi banyak pihak,


(38)

250

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terutama lembaga bagi lembaga akademisi karena penelitian tersebut akan menjelaskan kelemahan dan kelebihan masing-masing konsep. Untuk dapat melakukan penelitian tersebut, peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode analisis konten, studi kepustakaan, semantik, dan teknik ilmiah lainnya.


(39)

351

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku, Artikel dan Jurnal

Bakhtiar, A. (2010) Filsafat Ilmu: Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Chamami, R. (2012) Studi Islam Kontemporer. Semarang: Pustaka Rizki Putra. Clarijs, R. (2005) Non-formal and Informal Education in Europe. Prague: EAICY. Etllng, A. What is Nonformal Education. The Pennsylvania State University. Faisal, S dan Hanafi, A. Pendidikan Nonformal: Pengalaman Kolombia, Kuba,

Kenya dan Indonesia dalam Pembagunan Masyarakat Desa. Surabaya: Usaha Nasional.

Fuad Ihsan, H. A. (2010) Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamid, A & Othman dkk. (2003) Pendidikan Bukan Formal (PBF) di Malaysia: Cabaran dan Hala Tuju Wawasan 2020. Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia.

Indratno, I & Subagja dkk, (2011) Kajian Literatur Demokrasi Partisipatif. Bandung: Universitas Islam Bandung

International Institute for Educational Planning. (2006) Non-formal Education. (Edisi 12). London: UNESCO.

Kamil, M. (2009) Pendidikan Nonformal: Pengembangan melalui Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di Indonesia (sebuah pembelajaran dari Kominkan Jepang). Bandung: Alfabeta.

Kamil, M. (2010) Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta.

Koentjaraningrat. (2003) Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta. Poerwadarminta. (1989) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Sudarminta. (2002) Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Sudjana, D. (2001) Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, sejarah perkembangan, falsafah, teori pendukung, asas. Bandung: Falah Production.

Suptijanto, H. (2008) Pendidikan Orang Dewasa: Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.


(40)

352

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suryadi, A. (2014) Model Pengelolaan Belajar Sepanjang Hayat dalam Pemberdayaan Masyarakat. Buku pegangan Seminar dan Temu Akademisi Nasional.

Susilana, R. (2012) Komponen- Komponen Kurikulum. File Materi Pembelajaran Mahasiswa Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Soekanto, S. (2006) Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soyomukti, N. (2010) Teori- Teori Pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-

Sosialis, Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Zainudin M. (2006) Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Lintas Pustaka.

Zakarija A. Pendidikan dan Pelatihan, untuk Apa?. 2015

B. Sumber Peraturan Perundangan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2013 tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah.

Rancangan Malaysia Ke Enam (RM6) 1991-1995.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS).

C. Sumber online

Bernadette Blakey. (2015) Nonformal Education (NFE). Diakses dari http://etec.ctlt.ubc.ca/510wiki/Nonformal_Education.

Ditjen PAUDNI. Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUDNI. Diakses dari http://paudni.kemdikbud.go.id/segment/49.html

FK-PKBM Indonesia. Konsep PKBM. Diakses dari http://pkbm-indonesia.org/pkbm/konsep-pkbm/.

Hardy. (2011) Pendidikan Masyarakat di Luar Sekolah, Apa Kabar?. Diakses dari http://www.kompasiana.com/e.hardiyanto/pendidikan-masyarakat-di-luar-sek olah-apa-ka bar_55100c508133118b38bc6181.


(41)

353

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pendidikan Luar Sekolah. (2014) Sejarah BEM KEMA PLS. Diakses dari http://pls.upi.edu/?p=338

Rio Sandiputra. (2014) Pemerintah Diminta Hapus Dikotomi Lembaga PAUD. Diakses dari http://beritajakarta.com/read/779/Pemerintah_Diminta_Hapus_ Dikotomi_Lembaga_PAUD.

Sesditjen PAUDNI. Tidak Ada Lagi Dikotomi PAUD Formal dan Nonformal. Diakses dari http://itjen.kemdiknas.go.id/berita-98-sesditjen-paudni-tak-ada-lagi-dikotomi-paud-formal-dan-nonformal.html.

Smith, M. K. (2001) What is Non-formal Education?. Diakses dari http://infed.org/mobi/what-is-non-formal-education/.

Sutioso. (2013) Pendidikan Dasar Vs Pendidikan Tinggi. Diakses dari http://www.bincangedukasi.com/pendidikan-dasar-vs-tinggi/.


(1)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

karena pendidikan kesetaraan menggunakan pendekatan yang bersifat top-down sehingga para praktisi pendidikan kesetaraan menggunakan cara-cara yang lebih relevan disebut pendidikan formal dari pada pendidikan nonformal.

Nomenklatur kelembagaan PNFI menjadi PAUDNI merupakan sebuah tindakan yang kurang tepat sebab regulasi formal tertinggi yang mengatur kelembagaan adalah undang-undang bukan visi lembaga tersebut atau fokus program yang sedang digarap. Oleh sebab itu peneliti merekomendasikan nama Dirjen tersebut harus disesuaikan sebagaimana amanat undang-undang. Jauh lebih penting dari hal tersebut, adanya Dirjen yang mengurusi pendidikan nonformal merupakan salah satu indikasi bahwa pendidikan nonformal dipraktikan menggunakan pendekatan yang bersifat top-down, yang kemudian hal tersebut menyebabkan inisiator dalam pendidikan nonformal dibuat seolah-olah adalah pemerintah bukanya masyarakat. Untuk menjalankan aktivitas pendidikan nonformal, masyarakat kemudian menjadi bertindak kurang aktif apabila pemerintah tidak menginisiatorinya. Oleh sebab itu dalam hal praktik di lapangan, intervensi Dirjen atau Kementerian kepada pendidikan nonformal harus diminimalisir sekecil mungkin agar kemudian masyarakat secara mandiri berinisiatif untuk mendidik anggota masyarakatnya.

3. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan kajian terhadap pendidikan nonformal, baik secara konseptual maupun faktual, mengingat salah satu kritikan terhadap pendidikan nonformal yang ada saat ini adalah berjalan dengan program yang statis maka peneliti menyarankan pada peneliti lain untuk melakukan kajian yang sifatnya dapat melahirkan inovasi dalam pendidikan nonformal. Penelitian tersebut mungkin dapat dikaitkan dengan penggunaan teknologi informasi di era global yang dengan demikian pendidikan nonformal memungkinkan untuk tetap eksis melahirkan masyarakat yang memiliki daya saing dalam rangka pendidikan sepanjang hayat.

Mengingat penelitian ini hanya mengkaji salah satu program pendidikan nonformal yakni pendidikan kesetaraan yang kemudian direkomendasikan menjadi berada di bawah pendidikan formal karena sejatinya pendidikan


(2)

249

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

nonformal menggunakan pendekatan bottom-up, sedangkan di Indonesia ada beberapa program lainnya yang ada di bawah Dirjen PAUDNI (indikasi top-down), maka kemudian peneliti merekomendasikan peneliti lainnya untuk mengkaji program-program tersebut agar kemudian secara keilmuan dapat tepat untuk dikategorikan sebagai pendidikan nonformal atau sebagai pendidikan formal.

Lembaga pelatihan sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal ternyata dinilai kurang tepat, sebab menurut data yang peneliti miliki lembaga pelatihan juga ada yang mencerminkan pendidikan formal dari pada pendidikan nonformal. Data yang peneliti miliki tersebut kemudian menyarankan agar pelatihan dibagi menjadi dua, yakni pelatihan yang merupakan pendidikan formal dan pelatihan yang merupakan pendidikan nonformal. Namun demikian data yang peneliti miliki tersebut masih kurang kuat, sehingga peneliti menyarankan kepada peneliti lain untuk melakukan pembuktian terhadap hipotesa tersebut. Selain hal tersebut, karena pelatihan merupakan salah satu satuan pendidikan nonformal, maka akan lebih baik apabila pembuktian juga diikuti dengan penelitian terhadap satuan pendidikan nonformal lainnya.

Selain hal tersebut, karena salah satu fungsi pendidikan nonformal yang ditemukan peneliti adalah untuk melahirkan kesalehan bermasyarakat.sementara masih ada kemungkinan untuk fungsi lain pendidikan nonformal, maka kemudian peneliti menyarankan peneliti lain untuk melakukan penelitian terhadap keilmuan pendidikan nonformal yang difokuskan pada sudut pandang aksiologi. Hal tersebut akan berguna bagi masyarakat keilmuan untuk menguatkan pendidikan nonformal secara konseptual.

Mengingat konsep pendidikan nonformal yang dilahirkan oleh penelitian ini, mungkin memiliki persamaan dan perbedaan dengan konsep pendidikan nonformal menurut peneliti lain, maka penelitian ini merekomendasikan peneliti selanjutnya untuk membandingkan tingkat rasionalitas dari masing-masing konsepnya. Penelitian tersebut akan berguna bagi banyak pihak,


(3)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terutama lembaga bagi lembaga akademisi karena penelitian tersebut akan menjelaskan kelemahan dan kelebihan masing-masing konsep. Untuk dapat melakukan penelitian tersebut, peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode analisis konten, studi kepustakaan, semantik, dan teknik ilmiah lainnya.


(4)

351

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku, Artikel dan Jurnal

Bakhtiar, A. (2010) Filsafat Ilmu: Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Chamami, R. (2012) Studi Islam Kontemporer. Semarang: Pustaka Rizki Putra. Clarijs, R. (2005) Non-formal and Informal Education in Europe. Prague: EAICY. Etllng, A. What is Nonformal Education. The Pennsylvania State University. Faisal, S dan Hanafi, A. Pendidikan Nonformal: Pengalaman Kolombia, Kuba,

Kenya dan Indonesia dalam Pembagunan Masyarakat Desa. Surabaya: Usaha Nasional.

Fuad Ihsan, H. A. (2010) Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamid, A & Othman dkk. (2003) Pendidikan Bukan Formal (PBF) di Malaysia: Cabaran dan Hala Tuju Wawasan 2020. Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia.

Indratno, I & Subagja dkk, (2011) Kajian Literatur Demokrasi Partisipatif. Bandung: Universitas Islam Bandung

International Institute for Educational Planning. (2006) Non-formal Education. (Edisi 12). London: UNESCO.

Kamil, M. (2009) Pendidikan Nonformal: Pengembangan melalui Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di Indonesia (sebuah pembelajaran dari Kominkan Jepang). Bandung: Alfabeta.

Kamil, M. (2010) Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta.

Koentjaraningrat. (2003) Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta. Poerwadarminta. (1989) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Sudarminta. (2002) Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Sudjana, D. (2001) Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, sejarah perkembangan, falsafah, teori pendukung, asas. Bandung: Falah Production.

Suptijanto, H. (2008) Pendidikan Orang Dewasa: Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.


(5)

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suryadi, A. (2014) Model Pengelolaan Belajar Sepanjang Hayat dalam Pemberdayaan Masyarakat. Buku pegangan Seminar dan Temu Akademisi Nasional.

Susilana, R. (2012) Komponen- Komponen Kurikulum. File Materi Pembelajaran Mahasiswa Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Soekanto, S. (2006) Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soyomukti, N. (2010) Teori- Teori Pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-

Sosialis, Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Zainudin M. (2006) Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Lintas Pustaka.

Zakarija A. Pendidikan dan Pelatihan, untuk Apa?. 2015

B. Sumber Peraturan Perundangan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2013 tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah.

Rancangan Malaysia Ke Enam (RM6) 1991-1995.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS).

C. Sumber online

Bernadette Blakey. (2015) Nonformal Education (NFE). Diakses dari http://etec.ctlt.ubc.ca/510wiki/Nonformal_Education.

Ditjen PAUDNI. Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUDNI. Diakses dari http://paudni.kemdikbud.go.id/segment/49.html

FK-PKBM Indonesia. Konsep PKBM. Diakses dari http://pkbm-indonesia.org/pkbm/konsep-pkbm/.

Hardy. (2011) Pendidikan Masyarakat di Luar Sekolah, Apa Kabar?. Diakses dari http://www.kompasiana.com/e.hardiyanto/pendidikan-masyarakat-di-luar-sek olah-apa-ka bar_55100c508133118b38bc6181.


(6)

353

Muhamad Arif Ginanjar, 2015

KAJIAN KONSEPTUAL DAN FAKTUAL PENDIDIKAN NONFORMAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN AKADEMIK DAN PEMERINTAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pendidikan Luar Sekolah. (2014) Sejarah BEM KEMA PLS. Diakses dari http://pls.upi.edu/?p=338

Rio Sandiputra. (2014) Pemerintah Diminta Hapus Dikotomi Lembaga PAUD. Diakses dari http://beritajakarta.com/read/779/Pemerintah_Diminta_Hapus_ Dikotomi_Lembaga_PAUD.

Sesditjen PAUDNI. Tidak Ada Lagi Dikotomi PAUD Formal dan Nonformal. Diakses dari http://itjen.kemdiknas.go.id/berita-98-sesditjen-paudni-tak-ada-lagi-dikotomi-paud-formal-dan-nonformal.html.

Smith, M. K. (2001) What is Non-formal Education?. Diakses dari http://infed.org/mobi/what-is-non-formal-education/.

Sutioso. (2013) Pendidikan Dasar Vs Pendidikan Tinggi. Diakses dari http://www.bincangedukasi.com/pendidikan-dasar-vs-tinggi/.