PENGARUH JENIS PATI DALAM LARUTAN EDIBLE COATING TERHADAP MUTU DAN DAYA SIMPAN GELAMAI.

1

PENGARUH JENIS PATI DALAM LARUTAN EDIBLE COATING
TERHADAP MUTU DAN DAYA SIMPAN GELAMAI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Teknologi Pertanian

Oleh :
TIA MARDALENA
0811122068

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

10


PENGARUH JENIS PATI DALAM LARUTAN EDIBLE COATING
TERHADAP MUTU DAN DAYA SIMPAN GELAMAI

Oleh : Tia Mardalena
Pembimbing : Dr. Ir. Novelina, MS dan Ira Desri Rahmi, S.TP, M.Si

ABSTRAK
Penelitian “Pengaruh Jenis Pati dalam Larutan Edible Coating terhadap
Mutu dan Daya Simpan Gelamai” telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas pada bulan
Januari 2013 sampai November 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh jenis pati dalam larutan edible coating terhadap mutu dan
daya simpan gelamai. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah tingkat perbedaan jenis pati dengan konsentrasi 3,5%
terhadap A (kontrol), B (pati singkong), C (pati jagung), D (pati ubi jalar), dan E
(pati sagu). Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan uji ANOVA jika
kesimpulan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata, maka analisis dilanjutkan
dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 5%.

Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan jenis pati dalam pembuatan
edible coating memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekerasan,
kadar air, kadar gula total dan pH. Hasil uji organoleptik menunjukkan perlakuan
B (pati singkong) sebagai produk yang paling disukai dengan persentase nilai
terhadap warna (75%), aroma (80%), rasa (90%) dan tekstur (80%). Perlakuan B
(pati singkong) dapat diterima dan disukai dengan nilai rata-rata kekerasan (1,17
N/cm2), kadar air (8,60%), kadar gula total (25,55%), pH (6,67), kadar asam
lemak bebas selama penyimpanan (0,223% - 0,850%), kadar asam thiobarbiturat
selama penyimpanan (0,109 µmol/kg - 0,173 µmol/kg), angka lempeng total 21
hari penyimpanan pada suhu ruang (9,4 x 104 CFU/g) dan produk ini memiliki
masa simpan 44 hari.
Kata kunci: edible coating, pati, gelamai

1

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang


Gelamai

merupakan salah satu jenis

makanan tradisional khas

Payakumbuh, Sumatera Barat yang dapat dikelompokkan sebagai produk
unggulan lokal dan sudah dikenal secara luas dengan bahan dasar tepung beras
ketan, gula merah dan santan. Warna gelamai ini adalah cokelat mengkilat dan
terasa manis. Produk ini biasanya dihidangkan sebagai makanan penyela untuk
tamu-tamu, makanan untuk lebaran, keperluan pesta pernikahan atau pesta adat,
dan jajanan oleh-oleh bagi yang berpergian ke daerah lain atau oleh-oleh tamu
domestik yang berkunjung ke Payakumbuh.
Industri pengolahan gelamai sebenarnya memiliki potensi yang cukup baik
untuk dikembangkan, namun terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi,
antara lain produsen mengalami kesulitan untuk memproduksi gelamai dalam
jumlah besar dengan masa simpan yang cukup panjang sebab produk ini tidak
tahan lama.
Pada umumnya bahan pengemas yang banyak digunakan produsen
gelamai adalah plastik. Plastik kurang cocok digunakan untuk mengemas bahan

makanan olahan karena plastik memiliki pori-pori. Gelamai adalah produk olahan
yang tidak bisa tahan lama apabila di kemas dengan plastik. Oleh karena itu, salah
satu alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk mempertahankan masa
simpan dan mutu gelamai yaitu melapisi gelamai dengan menggunakan larutan
edible coating sebagai kemasan primer yang diharapkan mampu meminimumkan
terjadinya penurunan mutu selama penyimpanan.
Pengemas edible dinilai aman dan ramah lingkungan, sifatnya alami dan
tidak beracun serta dapat di makan bersama produknya tanpa harus mengupasnya.
Aplikasi pengemasan dengan bahan edible bisa dilakukan dengan melapisi produk
secara langsung dengan larutan edible coating yang dibuat terlebih dahulu.
Lapisan edible dapat digunakan untuk mempertahankan masa simpan dan mutu
produk

makanan

karena

mampu

menghambat


migrasi

air,

oksigen,

karbondioksida, flavor serta lemak. Edible coating adalah kemasan yang dapat
dimakan

karena terbuat dari bahan-bahan yang dapat di makan seperti pati,

protein atau lemak (Marshall dan Fishman, 1997).

2

Edible coating dapat dibentuk dari polisakarida seperti pati. Pati
merupakan homopolimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi
terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin

mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat
total (Winarno, 2004).
Pati mempunyai peranan penting dalam larutan edible coating sebagai
pengental dan pengikat dimana amilosa memberikan sifat keras dan amilopektin
menyebabkan sifat lengket. Dibandingkan amilopektin, amilosa lebih berperan
dalam pembentukan edible coating. Amilosa diperlukan untuk pembentukan film
dan pembentukan gel yang kuat (Nisperros-Carriedo, 1994)
Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat pada singkong, jagung,
ubi jalar dan sagu. Pemanfaatan pati biasanya digunakan sebagai bahan baku
dikalangan industri pangan, pati sangat penting untuk pembuatan edible coating.
Pati singkong mempunyai amilopektin yang tinggi yaitu 83% dan amilosa sebesar
17%, tidak mudah menggumpal, daya lekatnya tinggi, tidak mudah pecah atau
rusak dan mempunyai suhu gelatinisasi relatif rendah. Pati singkong relatif mudah
didapat dan harganya yang murah. Pati sagu mengandung amilosa sebesar 26%
dan amilopektin 74%. Adapun salah satu sifat pati sagu yang tidak dimiliki oleh
pati lainnya adalah daya tahannya yang lebih lama. Jagung sebagai sumber
karbohidrat mempunyai kandungan pati dengan amilopektin 76% dan amilosa
24%. Kadar pati yang terkandung pada ubi jalar sekitar 20%, terdiri dari
kandungan amilosa 20% dan amilopektin 80% (Syamsir, 2008).
Selain pati, bahan yang digunakan dalam pembuatan edible coating adalah

gliserol dan CMC. Penambahan gliserol pada larutan edible coating untuk
mengatasi sifat rapuh coating yang disebabkan oleh kekuatan intermolekul
ekstensif, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan edible coating terutama di
simpan pada suhu rendah. CMC memiliki kemampuan untuk membentuk film
yang kuat dan tahan terhadap minyak. Sifatnya yang dapat mengikat air, non
toksik dan dapat meningkatkan viskositas larutan menyebabkan CMC sering
digunakan sebagai penstabil bahan, pembentuk tekstur halus dan pengental.

3

Penelitian edible coating dari tepung tapioka telah dilakukan oleh
Listyarani (2008). Edible coating digunakan sebagai pelapis gula merah cetak,
perlakuannya adalah melalui 5 tahap yaitu dengan konsentrasi tepung tapioka 2%,
2,5%, 3%, 3,5% dan 4%. Perlakuan terbaik pada penelitian tersebut adalah
menggunakan edible coating dengan konsentrasi tapioka 3,5%. Diketahui banyak
jenis pati dari sumber lain seperti pati singkong, pati jagung, pati ubi jalar dan pati
sagu. Dengan demikian penulis tertarik melakukan penelitian membuat edible
coating dari jenis-jenis pati tersebut pada konsentrasi 3,5%.
Judul penelitian yang telah dilakukan adalah “Pengaruh Jenis Pati dalam
Larutan Edible Coating terhadap Mutu dan Daya Simpan Gelamai”.

1.2 Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh jenis pati dalam
larutan edible coating terhadap mutu dan daya simpan gelamai.
1.3 Manfaat
Untuk mengetahui jenis pati terbaik sebagai bahan edible coating yang
dapat dijadikan salah satu alternatif kemasan primer yang diharapkan mampu
mempertahankan mutu dan daya simpan gelamai.
1.4 Hipotesa
Adapun hipotesa dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
H0 : Pemberian berbagai jenis pati pada pembuatan edible coating diduga
tidak berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan gelamai secara fisik
dan kimia.
H1 : Pemberian berbagai jenis pati pada pembuatan edible coating diduga
berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan gelamai secara fisik dan
kimia.