NILAI-NILAI TATA LINGKUNGAN TERHADAP KELESTARIAN LINGKUNGAN DI KAMPUNG CIKONDANG KABUPATEN BANDUNG DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI.

(1)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Pembimbing ... i

Pernyataan Penulis ... ii

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Kata Pengantar ... v

Ucapan Terimakasih ... vi

Daftar Isi ... . viii

Daftar Gambar ... xii

Daftar Tabel ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Defenisi Operasional ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 11

1. Tujuan Umum . ... ... 11

2. Tujuan Khusus ... ... 12

E. Manfaat Penelitian ... 12

F. Sietematika Penulisan ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

A. Konsep Lingkungan ..…... . 14


(2)

C. Kebudayaan ... 28

D. Tata Lingkungan Dalam Mewujudkan Kelestarian Lingkungan ... 36

1. Penataan Rumah ... 42

2. Penataan Pemukiman ... 46

3. Penataan Hutan, Sumber Air, Ladang dan Sawah ... 50

E. Nilai Budaya Sunda dalam Tata Lingkungan dan Pelestarian Lingkungan 52 F. Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar dalam Pembelajaran Geografi 63 1. Pembelajaran Geografi ... 63

2. Pendidikan Lingkungan dalam Pembelajaran Geografi ... 68

3. Manfaat Lingkungan dalam Pembelajaran Geografi ... 73

BAB III METODE PENELITIAN ……… 77

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ……….……. 77

B. Partisipasi Observasi ……….…... 78

C. Objek, Informan, dan waktu penelitian ... 79

D. Tahapan dan Teknik Pengumpulan Data ... 81

E. Prosedur Analisis Data Penelitian ……….... 85

F. Pengujian Tingkat Validitas Data ………..……. 86

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 88

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian …….……….... 88

1. Lokasi Penelitian …….………...……… 88

2. Kondisi Sosial ... 92

B. Temuan Hasil Penelitian ... 94


(3)

2. Tata Lingkungan ... 98

a. Fisis ... 98

b. Nonfisis ... 111

1) Kondisi Sosial Ekonomi masyarakat Cikondang ... 111

2) Lembaga Adat ... 113

3) Sistem Nilai ... 115

C. Nilai Kearifan Lokal Bentuk Upacara-upacara Adat dan Maknanya ... 120

1. Wuku Taun ... 120

2. Hajat Buruan/Hajat Lembur ... 122

3. Hajat Solokan ... 123

4. Hajat cai Beresih... 125

5. Sebelum Menanam dan Panen... 125

6. Ngadeugkeun ... 126

D. Analisis Geografi terhadap Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Pelestarian Lingkungan ... 127

1. Rumah Adat ... .... 127

2. Pola Pemukiman ... 135

3. Sanitasi Air ... 136

4. Ladang dan Sawah ... 139

5. Hutan ... 143

6. Lingkungan Sosial ... 151

E. Hubungan Tata Lingkungan dan Tata Nilai Adat dalam Pelestarian Lingkungan ... 153


(4)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 174 A. Kesimpulan ... 174 B. Rekomendasi ………. 175

Daftar Pustaka

Lampiran-lampiran Foto-foto di lapangan


(5)

DAFTAR GAMBAR

1. Hubungan berlogika di antara 14 Dasar dalam Ilmu Lingkungan ... 19

2. Interaksi sebagai respon stimulus ... 22

3. Interaksi antara Organisme Hidup dengan Lingkungan ... ... ... 23

4. Interaksi Manusia dengan Lingkungan Alam ………... 23

5. Struktur Lingkungan Geografi ……….. 27

6. Komponen Kebudayaan dan Sistem Sosial ... 31

7. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan yang perlu dikelola antara Kualitas manusia dan kualitas lingkungan……… 39

8. Proses Penciptaan Teknis dalam Eko-desain... 40

9. Dampak Rumah Terhadap Ekosistem …..……… 43

10.Perencanaan Ekologis dan Faktor-faktor yang Menguntungkan dan Merugikan Manusia dan Lingkungannya ……….. 44

11.Bentuk-bentuk Rumah Masyarakat Sunda ………. 45

12.Pola Pemukiman Desa ………. 47

13.Pola Pemukiman Desa /kampung ………. 48

14.Pola Pemukiman Desa /perkampungan ………... 49

15.Tritangtu Sunda dalam Pengaturan Kampung dan Negara ... ... 59

16.Komponen proses pembelajaran ... 63

17.Hasil Penelitian dan Implikasinya terhadap Pengajaran Geografi ... 75

18.Teknik Pengumpulan Data ... 84

19.Model Langkah Analisis lnduktif ………... 90

20.Peta Administratif Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan ……… 91

21.Peta Lokasi Penelitian Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan ………….. 83


(6)

23.Rumah/Bumi Adat Cikondang ………. 99

24.Bagian-Bagian Bentuk Rumah Adat ………. 101

25.Leuit Bumi Adat Yang Masih Difungsikan ... 104

26.Ilustrasi Pola Kampung Cikondang ... 105

27.Ilustrasi Penyaluran Air Dari Mata Air Ke Rumah-Rumah Dengan Bambu, Pipa Atau Selang ………. 107

28.Ilustrasi Penyaluran Air Teknik Ngahuntu Kala ………... 109

29.Gotong Royong Hakiki, Nilai Sosial Yang Terpelihara ……… 119

30.Simbol Tritangtu dalam Upacara Adat Wuku Tahun ……… 121

31.Kegiatan Pada Acara Hajat Wuku Taun ………. 122

32.Kesenian Khas Kecapi-Biola pada kegiatan Hajatan di Ladang ……… 126

33.Padi Rangeuyan dan Suasana Dapur ... 133

34.Kesekretariatan Lembaga Pemerintah dan Kondisi Rumah Penduduk ... 136

35.Alur Pembuangan Limbah (sanitasi) ………..………… 138

36.Skema Aliran Air (ngahuntu kala) pada Petak Sawah ………..…… 140

37.Pintu Masuk Ke Hutan dan Pepohonan yang ada di Hutan ……… 144

38.Mata Air dan Kondisi Sungai dimusim Kemarau ... 146

39.Hubungan Kelestarian Hutan dan Potensi Sumberdaya Air ……….. 148

40.Analisis Terhadap Upaya Pelestrarian Hutan ………. 150

41.Peta Konsep pada Awal Pembelajaran ……….. 172


(7)

DAFTAR TABEL

1. Informan Pokok Dan Informan Pangkal ... 80

2. Jumlah Penduduk Desa Lamajang ………. 92

3. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Lamajang ……… 93

4. Analisa Geografi Terhadap Rumah Adat ... 134

5. Analisis Kriteria Kampung Adat ... 152

6. Matrik Hubungan Tata Lingkungan-Tata Adat dalam Pelestarian Lingkungan ... 154

7. Analisis Nilai Dalam Pengelolaan, Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan ……….. 160

8. Nilai-nilai Tata Lingkungan dan Pengembangan SK & KD dalam PBM 166 9. Contoh Lembar Observasi ……… 171


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia, negara kaya akan keanekaragaman budaya, etnis, suku dan ras dengan lebih dari 389 suku bangsa yang memiliki adat istiadat, bahasa, tata nilai dan budaya yang berbeda-beda, salah satunya yang menjadi bagian keanekaragaman dari kebudayaan Indonesia adalah budaya Sunda yang telah ada sejak masa lampau. Rosidi, (2010:26) menyatakan bahwa: menurut penelitian arkeologis, masyarakat Sunda sudah terbentuk sejak masa pra-sejarah, seperti tampak pada situs-situs purbakala di Ciampea (Bogor), Kelapadua (Jakarta), Cibuaya (Karawang), Cipari (Kuningan), dataran tinggi Bandung dan Cangkuang (Garut).

Secara sosial sejak lama sebelum Tarikh Masehi, Jawa Barat telah ditakdirkan menjadi tempat hidupnya Masyarakat Sunda. Wilayah tersebut telah ditempati oleh kelompok masyarakat yang memiliki sistem kepercayaan, organisasi sosial, sistem mata pencaharian, pola pemukiman, dan lain sebagainya sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat manusia betapapun sederhananya (sadaya-daya).

Di kala kita telah banyak meninggalkan tradisi dan adat istiadat Sunda sebagai salah satu dari keanekaragaman budaya daerah tetapi masyarakat luar sangat tertarik dengan budaya kita, hal ini sangat ironi. Tentunya masyarakat dari luar daerah dan mancanegara tertarik dengan nilai-nilai budaya Sunda yang dianggapnya luhur, sedangkan kita malah tertarik dengan budaya luar yang belum tentu cocok dan baik untuk kita.


(9)

Masyarakat Sunda memahami kondisi geografis tempat tinggalnya, sehingga masyarakat Sunda terbentuk sebagai masyarakat agraris, artinya yang menjadikan pengolahan sumber daya lahan sebagai penyokong dalam kehidupannya. Dasar inilah yang selanjutnya merubah pada prilaku, adat-istidat dan membentuk kebudayaan (sunda) itu sendiri. Filosofis inilah yang disebut pemahaman masyarakat Sunda terhadap ruang dan lingkungan sebagai tempat tinggalnya.

Sebagian besar Masyarakat Sunda hidup di bagian barat pulau Jawa. Apabila kita melihat kondisi Jawa Barat dan Banten secara geografis wilayahnya berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Jawa Tengah di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Banten dan DKI Jakarta di sebelah barat, dengan luas + 3,7 juta hektar. Kawasan Pantai Utara Jawa Barat merupakan dataran rendah, bagian tengah merupakan pegunungan, yakni bagian dari rangkaian pegunungan yang membujur dari barat hingga timur Pulau Jawa. Hampir 60% daerah Jawa Barat merupakan daerah bergunung dengan ketinggian antara 500–3.079 m dpl., sedangkan 40% merupakan daerah dataran yang memiliki variasi tinggi antara 0–500 m dpl. Iklim di Jawa Barat hampir selalu basah kecuali untuk daerah pesisir yang berubah menjadi kering pada musim kemarau, dengan curah hujan berkisar antara 1.000-6.000 mm. Selain itu, Jawa Barat merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi lanjutan patahan kerak bumi dari pulau Sumatera, yang berada di lepas Pantai Selatan pulau Jawa. Misalnya dalam beberapa kejadian bencana alam yang melanda Jawa Barat contohnya dalam bencana gempa akhir-akhir ini, seperti yang diberitakan Pikiran Rakyat, (7/9/2009) :

Rumah adat di Cikondang yang terletak di RT 003 RW 03 Kp.Cikondang, desa Lamajang, Kec. Pangalengan, kabupaten Bandung, masih berdiri kokoh, kendati daerah tsb terkena dampak gempa berkekuatan 7,3 SR yang terjadi Rabu


(10)

(2/9/2009). Kearifan lokal mencuat dari bangunan berwarna coklat sederhana itu, seakan menjawab tantangan, tak goyah diterjang gempa.

Kebanyakan rumah yang terbuat dari bahan alami tersebut terdapat di kampung-kampung adat, seperti di Kampung Naga Tasikmalaya, Kampung Dukuh Garut, Kampung Baduy Banten. Percaya atau tidak, sebagian besar rumah yang ada di kampung adat tidak mengalami kerusakan berarti, padahal, gempa yang melanda wilayah Jabar sangatlah besar.

Dilatarbelakangi dari perkembangan dan perencanaan terhadap lingkungannya. potensi yang sangat besar selama ini belum dimanfaatkan dari gambaran yang diberikan oleh kampung adat seperti: terpeliharanya kelestarian alam dan penataan lingkungan yang baik, serta terjaganya struktur ruang yang dinamis, menjadikan sebagai lingkungan tempat tinggal yang layak dan memanfaatkan sumber daya yang ada dilingkungannya (sadaya-daya/saaya-aya). Kesederhanaan yang ada pada kehidupan masyarakat Sunda itu bukanlah tidak beralasan, mereka menyadari dan memahami kondisi geografisnya.

Masyarakat Sunda meyesuaikan diri dengan lingkungannya, mulai dari bentuk rumah, pola perkampungan, pola pertanian, pakaian, adat istiadat dan bahkan kesenianpun berkembang sesuai dengan kondisi geografisnya. Bangunan rumah di Kampung adat termasuk di Cikondang, umumnya berupa rumah panggung dengan konstruksi dari bambu dan kayu serta berdinding gèdek (bilik bambu). Bagian atapnya terbuat dari injuk atau pelepah daun nira atau rumbia.

Kampung-kampung yang masih memelihara adat dan nilai-nilai tradisi Sunda yang kita sebut sebagai kearifan lokal (local wisdom) masih eksis di tengah-tengah arus kemajuan jaman yang menghendaki serba cepat dan serba instan. Hal tersebut bukan berarti kuno atau terbelakang tetapi sangat beralasan. Kearifan lokal yang


(11)

tersirat dalam segala bentuk kehidupan adalah hasil dari proses perjalan yang panjang kebudayaan Sunda.

Kampung-kampung adat yang mampu bertahan adalah suatu komunitas yang memegang adat istiadatnya tetapi sebenarnya mereka tidak menutup diri terhadap pengaruh dari luar, hanya saja adat yang diyakininya lebih kuat pengaruhnya dari pada perubahan yang ada di luar sana, salah-satunya adat kampung Cikondang Desa Lamajang Kabupaten Bandung.

Masih dipeliharanya adat istiadat Sunda di kampung Cikondang disebabkan pranata sosial yang ada masih berfungsi di masyarakat sesuai dengan kepercayaannya dan sangat penting untuk diteruskan kepada generasi muda dan anak-anak agar terpeliharanya kelestarian lingkungannya.. Hal ini untuk memberi pedoman kepada anggota masyarakat cara bertingkah-laku/bersikap dalam menghadapi masalah di dalam masyarakat, menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan dan memberi pegangan dalam pengendalian sosial dan pelestarian lingkungan.

Kampung Adat Cikondang secara administratif terletak di desa Lamajang kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Kampung Cikondang ini berbatasan dengan Desa Cikalong dan Desa Cipinang (Kecamatan Cimaung) di sebelah Utara, dengan Desa Pulosari di sebelah Selatan, dengan Desa Tribakti Mulya di sebelah Timur, serta di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukamaju., dengan jarak dari pusat Kecamatan Pangalengan sekitar 11 Kilometer, Jarak dari Kota Bandung sekitar 38 Kilometer, terletak di sebelah utara kaki Gunung Tilu. Rumah adat Cikondang merupakan peninggalan leluhur bernama Ma Empuh yang hidup di abad ke-16. Keberadaan kampung Cikondang secara hukum dilindungi oleh :


(12)

1. Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Situs dan Benda Cagar Budaya.

2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1993 Tentang Pelaksanan UU Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya.

3. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 087/P/1993 Tentang Pendaftaran Benda Cagar Budaya.

4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1995 Tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum.

5. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 062/U/1995 Tentang Pemilikan, Penguasaan, Pengalihan, dan Penghapusan Benda Cagar Budaya. 6. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 063/U/1995 Tentang

Perlindungan dan Pemeliharaan Benda Cagar Budaya.

7. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 064/U/1995 Tentang Penelitian dan Penetapan Benda Cagar Budaya.

8. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

9. Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata.

10.Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Bangunan Gedung 11.Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

12.Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

13.Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional


(13)

14.Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.49/UM.001/ MKP/2009 Tentang Pedoman Pelestarian Benda Cagar Budaya dan Situs.

15.Peraturan Bersama Menteri Budpar dan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2009 dan Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan 16.Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

17.Perda Kabupaten Bandung No. 6 Tahun 2006 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Bandung Tahun 2006-2016.

18.Surat Keputusan Bupati Bandung No. 556.42/Kop.71-DISPOPAR/2010 tentang Desa Wisata di Wilayah Kabupaten Bandung.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya mulai tanggal 24 November 2010, membawa konsekuensi hukum dalam penanganan dan pelaksanaan pekerjaan pelestarian terhadap cagar budaya. Keberadaan Kampung Cikondang secara hukum sudah jelas diakui dan dilindungi baik oleh Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah Daerah sebagai cagar budaya yang memiliki situs rumah adat termasuk dalam hak pengelolaannya. Sejauh ini kampung Cikondang tidak begitu terkenal seperti kampung Baduy atau kampung Naga, tetapi pengakuan Pemerintah Daerah Jawa Barat mencantumkan kampung Cikondang pada urutan nomor satu dalam buku Kampung Adat dan Rumah Adat di Jawa Barat tahun 2002, dan dalam dokumen Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat dalam Angka tahun 2011 yang dikeluarkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Begitu pula dengan Pemerintah Kabupaten Bandung sudah pada tatanan pengelolaan di bawah Dinas Pendidilkan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung.


(14)

Pada awalnya bangunan di kampung Cikondang ini merupakan pemukiman dengan pola arsitektur tradisional seperti yang digunakan pada bangunan Bumi Adat. Konon tahun 1940-an terdapat kurang lebih enam puluh rumah. Sekitar tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan semua rumah kecuali Bumi Adat.

Adat yang ada di Kampung Adat Cikondang berdasarkan pada Budaya Sunda dengan pengaruh agama Islam. Sebelum terjadi kebakaran, keberadaan Kampung Adat membawa perubahan pada lingkungan dan masyarakat dalam Kampung Adat itu sendiri dan berpengaruh pada masyarakat di sekitarnya. Namun setelah terjadi bencana kebakaran, sedikit-demi sedikit terjadilah perubahan terutama pada bentuk rumah-rumah penduduk sehingga merubah persepsi para tokoh masyarakat bahwa mereka bukan lagi masyarakat kampung adat, tetapi masyarakat yang masih bertahan dengan adat istiadatnya di tengah-tengah arus perubahan dan pembangunan.

Setelah peneliti meninjau lokasi penelitian, ada beberapa hal yang menjadi perhatian peneliti dalam konsep ruang yang diterapkan oleh masyarakat diantaranya a) terdapat satu rumah adat, hutan, sawah dan landang keramat yang letaknya dibelakang kampung, b) orientasi bangunan rumah pada umumnya menghadap ke jalan desa atau gang dan di depan rumahnya rata-rata memiliki pancuran dan tampian/kolam di depan rumah yang airnya disalurkan dari mata air di kaki gunung Malabar, c) di tengah perkampungan terdapat dua buah mesjid, sekolah, kantor pemerintahan yang merupakan bangunan masa kini, d) sarana produksi berupa sawah dan ladang terdapat di sekeliling permukiman penduduk, e) terdapat MCK umum atau masyarakat menyebutnya pacilingan dan tempat pembuangan sampah di kedua sisi kampung serta dua aliran sungai yang menjadi batas kampung f) sarana jalan berupa jalan desa,


(15)

melintasi kampung di bagian utara, adapun jalan-jalan setapak atau gang banyak dijumpai di sudut-sudut kampung.

Enam hal di atas merupakan fenomena yang diterapkan atas dasar kearifan lokal dan hal tersebut secara geografis merupakan penerapan konsep tata lingkungan. Semuanya itu merupakan aturan yang sudah baku walau tidak tertulis namun masyarakat masih mempercayainya apabila dilanggar akan mengakibatkan kerusakan/menimbulkan bencana. Pemuka Adat dan masyarakat tidak memberikan alasan yang pasti dan jelas, sehingga penulis terdorong untuk menjabarkannya dalam sebuah penelitian, atas dasar ingin mengetahui kearifan lokal yang ada pada komunitas masyakat kampung Cikondang, khususnya yang berkaitan dengan penataan lingkungan sebagai upaya pelestarian lingkungan.

Kondisi lingkungan yang terjaga dengan adat istiadat yang masih kuat, menjadikan kampung Cikondang Desa Lamajang menjadi desa wisata Kab. Bandung pada bulan Februari 2011 Bupati Kabupaten Bandung, H. Dadang Nasser, S.Ip. meresmikan sepuluh desa wisata dan salah satunya adalah Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan, dengan mengangkat seni budaya, arung jeram, homestay, kuliner, pertanian dan peternakan, seperti yang diberitakan Pikiran Rakyat (15/2/2011). Ini dapat menjadi sebuah media pembelajaran bahwa desa tersebut bukan sekedar desa wisata semata untuk dinikmati oleh wisatawan, namun lebih dari itu bahwa ada nilai-nilai lokal yang seharusnya menjadi sebuah pelajaran bagi kita semua.

Tulisan ini adalah mengangkat nilai-nilai lokal dalam tata lingkungan sebagai upaya pelestarian lingkungan yang dapat diambil dan dijadikan model untuk pembelajaran Geografi di sekolah. Sejalan dengan karakteristik Geografi sebagai ilmu yang mempelajari fenomena baik fenomena fisis maupun sosial, kenyataannya harus


(16)

terus digali dan dikembangkan, sehingga Geografi kaya akan keilmuannya dan dapat bernilai guna. Begitu pula dalam pendidikan dan pembelajaran Geografi di sekolah, Sumaatmadja (1997:13) :

Dari hakikat dan ruang lingkup pengajaran geografi yang telah dituangkan di atas, menjadi jelas di mana materi geografi itu harus dicari, kehidupan manusia di masyarakat, alam lingkungan dengan segala sumber dayanya, region-region di permukaan bumi, menjadi sumber pengajaran geografi.

Melalui pembelajaran Geografi yang dikaitkan dengan materi lingkungan hidup, maka diharapkan siswa memiliki pengetahuan tentang lingkungan dan memiliki kesadaran dalam menjaga lingkungan serta kepekaan sosial, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang sebagai suatu wujud rasa tanggungjawab sensitif untuk terlibat dalam memecahkan masalah-masalah sosial. Pewarisan kearifan lingkungan, terutama dalam tata lingkungan akan efektif dalam menumbuhkan pemahaman peserta didik tentang arti penting lingkungan bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Diharapkan masyarakat tangguh dalam persaingan global dengan tidak melupakan jati dirinya, tidak merusak lingkungan dan tetap selaras dalam kehidupannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang dikemukakan pada latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

a. Nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang berkaitan dengan tata lingkungan sebagai bentuk upaya dalam menjaga kelestarian lingkungan di kampung Adat Cikondang? b. Bagaimanakah implikasi nilai-nilai tata lingkungan dalam pembelajaran materi


(17)

C. Defenisi Operasional

Kajian tesis ini berjudul nilai-nilai tata lingkungan terhadap kelestarian lingkungan di Kampung Cikondang Kabupaten Bandung dan implikasinya dalam pembelajaran Geografi. Untuk menghindari kesalahpahaman, penulis akan memberikan penjelasan mengenai operasionalisasi dari penelitian yang akan dilakukan.

1. Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Istilah ini dalam bahasa Inggris dikonsepsikan sebagai local wisdom (kebijakan setempat) atau local knowledge (pengetahuan setempat) atau local genious (kecerdasan setempat).

2. Lingkungan, dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi lingkungan semata, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfer tertentu dengan varaibel lingkungan yang ada. Kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1) fenomena yang didalamnya meliputi fenomena lingkungan fisikal dan lingkungan non-fisikal. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan. Pendekatan ekologi ini lebih dijabarkan pada struktur lingkungan geografis beserta aspek-aspeknya.

3. Pelestarian lingkungan hidup yang dilakukan di Indonesia mengacu pada UU No.23 1997. UU ini berisi tentang rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap terhadap tekanan perubahan dan dampak negatif yang


(18)

ditimbulkan suatu kegiatan. Upaya ini dilakukan agar kekayaan sumberdaya alam yang ada dapat berlanjut selama ada kehidupan.

4. Keberadaan Kampung Cikondang dilindungi Undang-undang nomor 5 tahun 1992 tentang Situs dan Benda Cagar Budaya. Pemerintah melihat dari sisi budaya, adat dan artefak. Khusus untuk artrefak itu sendiri, di Kampung Cikondang ternyata masih ada satu bangunan rumah tradisional peninggalan leluhur Kampung Cikondang. Rumah itu disebut dengan Rumah Adat atau Bumi Adat. Cikondang juga ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu Kampung Adat, yang merupakan suatu komunitas tradisional dengan fokus fungsi dalam bidang adat dan tradisi, dan merupakan satu kesatuan wilayah yang anggota masyarakatnya secara bersama-sama melaksanakan kegiatan sosial dan tradisi yang ditata oleh suatu sistem budaya yang berlaku di Cikondang.

5. Implikasi hasil penelitian dapat dijadikan suplemen materi dan menjadi model untuk pembelajaran Geografi di sekolah, khususnya di tingkat SMA/sederajat. D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data aktual tentang nilai-nilai tata lingkungan yang diterapkan oleh masyarakat di Kampung Cikondang Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung dalam upaya pelestarian lingkungan. Dengan tercapainya tujuan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya teori dan konsep, khususnya dalam nilai-nilai tata lingkungan yang dapat memberikan kontribusi dalam keilmuan Geografi serta dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran Geografi di SMA/sederajat.


(19)

2. Tujuan Khusus

a. menganalisa nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang berkaitan dengan konsep tata lingkungan;

b. menjabarkan bentuk tata lingkungan yang diimplementasikan dalam pembelajaran Geografi.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan yang penulis dapatkan di lapangan, penelitian ini dapat berguna untuk memberikan masukan yang berharga bagi pendidikan geografi, khususnya dalam materi tata lingkungan. Kegunaan penelitian ini secara rinci sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoritis

a. hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data informasi yang akurat hasil kajian lapangan dalam pendidikan geografi, khususnya tentang nilai-nilai kearifan lokal dalam penataan lingkungan,

b. mengembangkan teori dan konsep tata lingkungan dalam upaya pelestarian lingkungan,

c. sebagai masukan pemikiran yang dapat mendukung hasil penelitian tentang penataan lingkungan dalam konteks Geografi.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian diharapkan bagi :

a. para tokoh dan masyarakat Kampung Cikondang, para aparat pemerintah serta seluruh pihak terkait dalam penentuan langkah kebijakan khususnya dalam program pelestarian lingkungan.


(20)

b. sebagai masukan khsususnya bagi seluruh masyarakat yang berkaitan dengan penataan lingkungan yang dapat disampaikan dalam pembelajaran geografi sebagai upaya kita dalam pelestarian lingkungan.

F. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, definisi operasional, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II : Kajian Pustaka, yang terdiri dari konsep lingkungan dan tata lingkungan, pandangan manusia dan hubungannya dengan lingkungan alam, nilai dan kebudayaan, nilai budaya lokal dalam tata lingkungan dan pelestarian lingkungan serta konsep tata lingkungan dan pelestarian lingkungan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran geografi di SMA/sederajat.

Bab III : Metodelogi Penelitian, yang berisikan metode penelitian, teknik pengumpulan data, subjek penelitian, tahapan kegiatan, pengolahan data.

Bab IV : Pembahasan Hasil Penelitian, terdiri dari gambaran umum kondisi fisis dan kondisi sosial lokasi penelitian, temuan hasil penelitian mengenai nilai-nilai kearifan lokal dalam tata lingkungan serta upaya pelestarian lingkungan di kampung adat Cikondang, dan implikasinya dalam pembelajaran geografi di SMA/sederajat.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Pendekatan kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan seperti berikut: (1) menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah, apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; (2) metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; (3) metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman, pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan and Biklen (1982) dalam Sugiyono (2005:9) adalah sebagai berikut:

a. Qualiative research has the natural setting as the direct source of data and researcher is the key instrument.

b. Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form of words of picture rather than number.

c. Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or products.

d. Qualitative research tend to analyze their data inductively. e. “Meaning” is of essential to the qualitative approach.

Pendekatan metode kualitatif dapat pula ditemukan dalam ethnometodologi, yang memusatkan perhatian pada mendokumentasikan proses-proses yang bertalian dengan produksi dan pengelolaan karakter terorganisir dari realitas sehari-hari. Tradisi ini kontras dengan interaksionisme simbolik yang menerima bulat-bulat bahwa makna adalah out there serta dapat ditemukan dalam sirkumstansi asli para subjek. Ethnometodologi membongkar “asumsi” tersebut melalui


(22)

pendokumentasian proses-proses by which meaning are assigned to experince to produce a sense of reality or social order. Aspek kualitatif dari pendekatan ini adalah mensfesifikasi metode para subjek untuk mengartikulasikan dan memahami realitas dalam domain pengalaman tertentu.

B. Partisipasi Observasi

Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif akan menempuh beberapa langkah, dijelaskan Sugiyono (2005:10) bahwa :

Penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama dilapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisa reflektif terhadap dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail.. Proses penelitian kualitatif ini melalui beberapa tahap yaitu: pertama, tahap orientasi atau deskripsi yaitu tahap pengenalan terhadap objek (mengamati semua objek), mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan ditanyakan. Kedua, tahap reduksi/fokus yaitu peneliti mereduksi segala informasi yang telah diperoleh pada tahap pertama atau menyortir data dengan cara memilih data yang paling penting. Ketiga, tahap seleksi yaitu tahap mengurai fokus menjadi komponen yang lebih rinci.

Dalam pendekatan penelitian kualitatif setting yang dipilih dibiarkan alamiah (naturalistic), dalam arti peneliti tidak melakukan perlakuan (treatment) atau experiment apapun terhadap jalannya maupun hasil program yang dicapai. Kehadiran peneliti dalam melakukan pengamatan berperan-serta (partisipasi observasi) bertujuan untuk menelaah sebanyak mungkin proses sosial dan prilaku dalam budaya tersebut, yakni dengan menguraikan settingnya dan menghasilkan gagasan-gagasan teoritis yang akan menjelaskan apa yang dilihat dan didengar peneliti (Mulyana, 2008:166).

Penelitian ini berupaya untuk menampilkan pendapat, dukungan, masukan dari informan yang dianggap mampu memberikan informasi. Dengan triangulasi,


(23)

diharapkan mampu memberikan makna yang diharapkan pada setiap instrument penelitian yang berkembang di lapangan.

C. Objek, Informan dan Waktu Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah keberadaan Masyarakat Adat Kampung Cikondang Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, di mana dalam penelitian ini diharapkan dari objek dapat mendeskripsikan kearifan lokal yang berkenaan dengan kelestarian lingkungan. Yang dimaksudkan objek dalam penelitian ini adalah social situation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) (Sugiyono,2 005 :49).

Subjek Penelitian yang dimaksud dan dijadikan subjek penelitian hanyalah sumber data yang dapat memberikan informasi atau yang dapat membantu perluasan teori yang dikembangkan. Mengenai subjek penelitian, Nasution (1988:32) mengatakan bahwa:

Subjek penelitian dapat berupa hal, peristiwa, manusia dan situasi yang diobservasi atau responden yang dapat diwawancara. Sumber penelitian ini merupakan sumber informasi atau data yang ditarik dan dikembangkan secara purposif, bergulir hingga mencapai titik jenuh dimana informasi telah dikumpul secara tuntas.

Berkenaan dengan subjek penelitian, Sudjana (2001:202) berpendapat bahwa Peneliti dituntut untuk memahai bagaimana para subjek berpikir, berpendapat, berprilaku sesuai dengan apa yang lakukan sehari-hari dalam hidupnya. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumennya adalah manusia, hal ini dikarenakan manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Dalam pengumpulan


(24)

data, instrumen adalah sesuatu yang dianggap penting, agar hal-hal yang diteliti tidak menyimpang dari kajian penelitian.

Informan ditentukan atas penelitian subjektif dari peneliti (purposif), dengan anggapan bahwa informan yang dipilih tersebut dinilai representatif mewakili masyarakat yang bersifat homogen. Informan sebagai narasumber penelitian diantaranya informan pokok dan informan pangkal. Yang dijadikan informan pangkal diantaranya kuncen, para pemuka adat, para tokoh dan sesepuh adat, sedangkan yang dijadikan informan pangkal adalah aparat pemerintah setempat (RW dan aparat Desa Lamajang), dinas terkait di pemerintahan Kabupaten Bandung, warga serta Guru mata pelajaran Geografi SMA/sederajat yang diharapkan dapat memberikan gambaran dalam pembelajaran Geografi di SMA/sederajat.

Tabel 1

Informan Pokok Dan Informan Pangkal

Informan Pokok Informan Pangkal

Kuncen Bumi Adat Cikondang RW Setempat Dan Aparat Desa Ketua Adat Cikondang Informan

Pokok Dan Informan Pangkal

Dinas Pendidikan & Kebudayaan Kab. Bandung (Kasub. Kebudayaan)

Sesepuh Adat Cikondang Bagian

Humas Guru Mata Pelajaran Geografi

Kegiatan penelitian dilaksanakan di lokasi penelitian yaitu di Kampung Cikondang Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung dilaksanakan mulai bulan Oktober-Desember 2011 yang diawali survey awal, penyusunan proposal dan kajian mandiri, dilanjutkan dengan pengumpulan data dan pengolahan data dilaksanakan dari bulan Januari-Oktober 2012.


(25)

D. Tahapan dan Teknik Pengumpulan Data 1. Tahapan Pengumpulan Data

Setelah persiapan penelitian dilakukan dengan menentukan informan dan pelaksanaan pengumpulan, dalam prosedur pengumpulan data pada penelitian kualitatif, maka keefektifannya akan ditentukan oleh peranan peneliti sebagai human instrument. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam pendekatan kualitatif meliputi:

a. Data diambil langsung dari setting alami (nature setting).

b. Penentuan sumber data dilakukan secara purposive, dimana jumlah sumber data sangat tergantung pada pertimbangan kelengkapan informasi atau data yang dibutuhkan atau untuk memperoleh informasi tertentu, sumber data dapat diteruskan sampai tercapainya taraf reduksi, ketuntasan atau kejenuhan; maksudnya dengan menggunakan responden berikutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang berarti (Nasution, 1988:32-33). c. Peneliti sebagai instrumen inti pokok: pengambilan data langsung dilakukan

oleh peneliti sehingga "instrumen diharapkan mempunyai adaptabilitas yang tinggi; bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang cenderung berubah-rubah, dapat memperluas pertanyaan yang berguna untuk tujuan penelitian" (Nasution, 1988:54-55).

d. Penelitian lebih menekankan pada proses dari pada produk atau hasilnya (bersifat deskriptif analitis).

e. Analisis data secara induktif atau interpretasi bersifat idiografik, artinya penelitian ini lebih mementingkan makna dan pemahaman mendalam (deep meaning) dalam konteks ruang dan waktu dibalik data yang dikumpulkan.


(26)

Teknik pengumpulan data yang digunakan, misalnya observasi partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi, hal ini dijelaskan Bungin (2007:107) bahwa: metode pengumpulan data dan teknik analisis data adalah metode wawancara mendalam, observasi partisipasi, bahan dokumenter, serta metode-metode baru seperti metode-metode bahan visual dan metode-metode penelusuran bahan internet. Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh data langsung dari sumbernya baik mengenai pandangan atau pendapat maupun fenomena yang dilihat dirasakan dan dialami oleh informan, sehingga data yang diperoleh memiliki keabsahan dan dapat dipercaya. Melalui wawancara mendalam (in-depth intervrew) dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama bersama informan di lokasi penelitian (Bungin, 2007:108).

Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka (open interview) untuk memberikan keleluasaan kepada informan menjawab dan memberikan pandangannya secara bebas, terbuka dan mendalam. Dalam penjelasan Sugiyono 2009:320) bahwa wawancara semitersetruktur termasuk kategori in-depth interview, yang bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Berkenaan dengan obeservasi partisipasi, Tika (2005 : 45 -46) menjelaskan bahwa:

Observasi cara partisipasi adalah suatu cara pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan ikut mengambil bagian dalam orang atau objek yang diobservasi. Dengan cara demikian, peneliti dapat memperoleh data objektif dari orang atau objek yang diobservasi. Untuk penelitian Geografi sosial seperti tingkah laku manusia sangat tepat jika menggunakan observasi cara partisipasi karena segala hal yang bersifat rahasia dari orang yang diobservasi dapat terungkap.


(27)

Suatu kegiatan pengamatan baru dikatagorikan sebagai kegiatan pengumpulan data penelitian menurut Bungin (2007:119) apabila memiliki kriketreia sebagai berikut:

1. Pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara serius.

2. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

3. Pengamatan dicatat secara sistematis dan dihubungkan dengan proporsisi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu yang menarik perhatian.

4. Pengamatan dapat dicek dan dapat dikontrol mengenai keabsahannya. Terdapat dua dimensi rekaman data: fidelitas dan struktur. Fidelitas mengandung arti sejauh mana bukti nyata dari lapangan disajikan (rekaman audio-visual memiliki fidelitas tinggi, sedangkan catatan lapangan memiliki fidelitas kurang). Dimensi struktur menjelaskan sejauhmana wawancara dan observasi dilakukan secara sistematis dan terstruktur.

Hal-hal yang menyangkut jenis rekaman, format ringkasan rekaman data dan prosedur perekaman diuraikan pada bagian ini. Selain itu dikemukakan cara-cara untuk memastikan keabsahan data dengan triangulasi dan waktu yang diperlukan dalam pengumpulan data. Bila dilihat dafi sumber datanya, maka menggunakan sumber primer yaita sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber sekunder yaitu sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara maka dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan teknik triangulasi, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang


(28)

berbeda-beda beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama (triangulasi sumber data). Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Triangulasi dilaukan untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama untuk lebih jelasnya, penulis mengilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 18

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan sebagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Menurut Alwasilah (2002:150) :

Untuk mendapatkan data yang lengkap, para peneliti naturalistik menggunakan teknik triangulation (triangulasi). Istilah ini berasal dari dunia navigasi dan strategi militer, yakni kombinasi metodelogi untuk memahami suatu fenomena. Dalam penelitian kualitatif, triangulasi ini merujuk pada pengumpulan informasi (data) sebanyak mungkin dari berbagai sumber (manusia latar dan kejadian) melalui berbagai metode. Triangulasi ini menguntungkan peneliti dalam dua hal, yaitu (1) mengurangi resiko terbatasnya kesimpulan pada metode dan sumber data tertentu, dan (2) meningkatkan validitas kesimpulan sehingga lebih merambah pada ranah yang lebih luas.

Wawancara mendalam

A B C Observasi partisipatif

Dokumentasi

Sumber Data sama


(29)

Alat bantu yang dipergunakan peneliti dalam mempermudah pengumpulan data yaitu:

1. Lembar catatan penelitian : berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data.

2. Kamera digital yang digunakan untuk mengambil gambar dalam pendokumenan

3. Alat perekam audio: untuk mendokumentasikan data ketika wawancara. Sumber data yang diharapkan sebagai berikut:

1. Informasi diperoleh baik secara langsung atau tidak langsung melalui wawancara dan observasi.

2. Dokumen berupa kajian pustaka berita media masa, gambar-gambar kegiatan dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3. Situasi yang berhubungan dengan kegiatan subjek penelitian dan masalah penelitian seperti dalam proses upacara adat, fenomena sosial dan sebagainya.

E. Prosedur Analisis Data Penelitian

Pada bagian analisis data diuraikan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip-transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis ini melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola, pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data, dalam hal ini menggunakan analisis data induktif yang merujuk pada prosedur Bungin (2007:145):


(30)

Model tahapan analisis induktif adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pengamatan terhadap fenomena sosial, melakukan identifikasi, revisi-revisi, dan pengecekan ulang terhadap data yang ada;

2. Melakukan kategorisasi terhadap datayang diperoleh; 3. Menelusuri dan menjelaskan katagorisasi;

4. Menjelaskan hubungan-hubungan katagorisasi; 5. Menarik kesimpulan-kesimpulan umum; 6. Membangun atau menjelaskan teori

Gambar 19

Model Langkah Analisis lnduktif

F. Pengujian Tingkat Validitas Data

Uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya ditekankan pada uji validitas data kredibilitas data. Kredibilitas hasil penelitian akan menunjukkan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya. Dalam meneliti kredibilitasnya mengunakan teknik-teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi yang diperdalam, triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, teori), pembahasan sejawat analisis kasus negatif; pelacakan kesesuaian hasil, dan pengecekan anggota. Selanjutnya perlu dilakukan pengecekan

I

Melakukan pengamatan, identifikasi dan

re-check terhadap data

II

Melakukan kategorisasi terhadap data yang

diperoleh VI Membangun atau menjelaskan teori V Menarik kesimpulan-kesimpulan umum IV Menjelaskan hubungan-hubungan katagorisasi III Menelusuri dan menjelaskan katagorisasi


(31)

dapat atau tidaknya ditransfer ke latar lain (transfenability), ketergantungan pada konteksnya (dependability), dan dapat-tidaknya dikonfirmasikan kepada sumbernya (confirmability). Dalam usaha menajamkan pengecekan keabsahan data hasil penelitian, peneliti berusaha meningkatkan ketelitian dari data yang sudah didapat (member check), melakukan penelitian kembali (reduksi) untuk pengecekan data dengan metode triangulasi, diskusi dengan teman dan jika diperlukan menggunakan bahan referensi.

Tingkat transferabililitas suatu penelitian berkaitan dengan pertanyaan sampai sejauh mana hasil penelitian ini dapat diaplikasikan atau dimanfaatkan dalam situasi lain. Bahwa hasil penelitian yang didapatkan dapat diaplikasikan oleh pemakai penelitian, penelitian ini memperoleh tingkat yang tinggi bila para pembaca laporan memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus Penelitian.

Nilai dependabititas penelitian berkaitan dengan seberapa jauh hasil penelitian tergantung pada kehandalan serta obyektivitasnya untuk dibuktikan kebenarannya, artinya dependabilitas meninjau hasil penelitian dari konsistenitas dalam pengumpulan data, pembentukan dan penggunaan konsep-konsep dalam memaknai data sampai pada pengambilan kesimpulan. Kofirmabilitas artinya dapat-tidaknya dikonfirmasikan kepada sumbernya sehingga informasi dan data menjadi yakin atas data penelitian yang diperoleh.


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Nilai-nilai tata lingkungan yang ada di kampung Cikondang tertuang dalam nilai-nilai adat (material dan non material), antara lain tercermin dalam tata wilayah (rumah, pemukiman, pengairan, sawah dan ladang serta hutan), tata wayah yang ditunjukan berdasarkan fenomena alam dan tata lampah yang diwujudkan dalam aturan-aturan berkenaan dengan lingkungan (etika lingkungan) serta upacara adat yang masih dilaksanakan oleh Masyarakat Cikondang.

Nilai-nilai tata lingkungan yang ada diantaranya nilai adaftif terhadap lingkungan, nilai prefentif terhadap bencana, nilai keseimbangan dan keselarasan ekologis, nilai kesinambungan, nilai kepercayaan, nilai kemasyarakatan (sosial dan budaya). Nilai-nilai tersebut merupakan kearifan lokal yang takberwujud (intangible) yaitu nilai-nilai yang masih turun temurun (oral/verbal) masih dilaksanakan sebagai tatanan menjadi pandangan hidup, diantaranya terkandung berupa petuah dan larangan (pamali), kesenian, serta dalam bentuk upacara-upacara adat. Nilai-nilai adat menjadi tuntunan sebagai pelajaran yang penting bagi generasi yang akan datang dan juga untuk mengenang (tontonan) kehidupan masa lalu karena sekarang Cikondang banyak dikunjungi untuk mempelajarinya.

Masyarakat Cikondang kenyataannya tidak tertutup terhadap masuknya nilai dari luar dan mengikuti perubahan jaman. Faktor-faktor yang mendorong


(33)

terjadinya perubahan dari kampung adat antara lain terjadi setelah bencana kebakaran besar yang melanda kampung Cikondang, selain itu perubahan disebabkan telah terjadi kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan formal yang telah maju, berorientasi ke masa depan, sikap menghargai dan toleransi yang tinggi terhadap keinginan untuk maju serta penduduk yang heterogen. Karena telah terjadi perubahan-perubahan pada bentuk rumah-rumah penduduk, pola kampung, pakaian serta kehidupan sosialnya, maka perubahan tersebut menjadikan Cikondang bukan lagi sebagai kampung adat melainkan kampung seperti pada umumnya yang masyarakatnya masih kuat memegang dan menjalankan adat-istiadatnya.

Hasil penelitian dapat kita terapkan dalam pembelajaran Geografi, diantaranya pada materi Lingkungan Hidup dan Pembangunan berwawasan Lingkungan pada kelas XI semester II. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada rencana pembelajaran, pembelajaran dengan alternatif penggunaan model pembelajaran group-investigation di lapangan melalui pendekatan kontruktivistik yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan strategi yang diterapkan adalah exposition-discovery learning. Implikasinya terhadap pembelajaran Geografi, diharapkan peserta didik memperoleh pengalaman, informasi dan pemahaman langsung dari lapangan mengenai etika dan tata lingkungan yang berlaku di masyarakat, mengenai pentingnya keselarasan hubungan manusia dengan lingkungan, pemanfaatan sumber daya alam yang terkendali dan meminimalisir tingkat kerusakannya, upaya cagar alam serta tergambar bagaimana pembangunan berwawasan lingkungan.


(34)

B. Rekomendasi

Berdasarkan temuan penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka berikut ini ada beberapa rekomendasi yang penulis kemukakan sebagai berikut:

Pertama, nilai-nilai adat yang dimiliki budaya Sunda harus terus digali dan dipelajari, untuk selanjutnya bisa dijadikan pelajaran dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat, bukan sekedar untuk dilestarikan. Bagi Peneliti selanjutnya yang tertarik pada kajian tersebut, sebaiknya menggali pembahasan lain yang sifatnya lebih spesifik agar lebih variatif dan lebih mendalam, diantaranya menggali nilai-nilai tata ruang, tentang perlakuan masyarakat dalam menjaga sumberdaya air, sumber daya hutan dan sebagainya, baik pada wilayah dan objek kajian yang sama atau kajian wilayah lainnya yang masih memegang adat istidat Sunda. Semakin banyak hasil penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai bahan ajar yang tidak selalu text book yang berisi teori-teori dari para ilmuan luar negeri saja.

Kedua, nilai-nilai tata lingkungan yang diimplikasikan dalam pelajaran Geografi di SMA/sederajat dapat menggunakan metode pembelajaran yang lain agar lebih variatif dengan pengembangan SK dan KD serta indikator pembelajaran yang lebih baik lagi disesuaikan dengan materi dan pembahasan. Mengajak siswa pada fenomena yang ada di lingkungan sekitar, salah-satunya Kampung Cikondang dapat dijadikan alternatif sumber belajar.

Ketiga, bagi masyarakat dan sesepuh adat Kampung Cikondang agar tetap menjaga, menjalankan serta melestarikan nilai-nilai adat yang penulis nilai memang baik dalam menjaga kelestarian lingkungan, bagi pemerintah setempat


(35)

Desa Lamajang Kec. Pangalengan agar tetap menjaga dan mengembangkan sebagai Desa Wisata agar lebih dikenal dan dijadikan sumber belajar bagi siswa, terutama bagi pemerintah Kab. Bandung terutama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Bandung dalam memperkenalkannya lebih insentif melalui berbagai cara dan media.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

A-160. (2011). “Pemerintah harus Lindungi Masyarakat Adat”. Pikiran

Rakyat. (21 September 2011)

Abdurachmat, I. dan Maryani, E. (2006). Geografi Ekonomi. Bandung: IKIP Bandung.

Adimihardja, K. (1992). Kasepuhan Yang Tumbuh Di Atas Yang Luruh Pengelolaan Lingkungan Secara Tradisional di Kawasan Gunung Halimun Jawa Barat. Bandung: Tarsito.

Alisjahbana, S. Takdir (1985). Seni Dan sastra Di Tengah-tengah Pergolakan Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Dian Rakyat.

Alwasilah, A. Chaedar. (2003). Pokoknya Kualitatif, Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Anggoro, Toha. (2009). Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka. Aning. (2011). Pedoman Ejaan yang Disempurnakan Terbaru. Yogyakarta:

Planet Ilmu.

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Bintarto. (1977). Geografi Sosial. Jogjakarta: Spings UGM.

Bintarto dan Hadisumarno S. (1991). Metode Analisis Geografi. Jakarta: LP3ES.

Brigss. Ken. (1986). Human Geografhy, Concepts and Applications. Great Britain.

Bungin, Burhan (2009). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Predana Media Grup.

Carter. G.F. (1968). Man and The Land a Cultural Geography. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Chambers, C. (1996). Participatory Rural Appraisal, Memahami Desa secara partisipatif. Yogyakarta: Kanisius.

Danasasmita, S. (2003). Nyukcruk Sajarah Pakuan Pajajaran Jeung Prabu Siliwangi. Giri Mukti, Bandung.

Daldjoeni, N. (1992). Geografi Baru Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek, Alumni, Bandung


(37)

___________. (1998). Geografi Desa dan Kota, Alumni, Bandung Danya, M.A. Ii. (2008). Budya Sunda, Bandung: FKIP UNIBBA.

Dasyah, I. (2006). Situs Cagar Budaya Rumah Adat Kisunda Kampung Cikondang. Bandung.

___________. (2006). Situs Undak Usuk Piwuruk Sesepuh Adat Wuku Taun. Bandung.

___________. (2012). Tutungkusan Gawe barisan Olot Wewengkon Bumi Adat Suku Gunung Tilu Cikondang. Bandung: Karamat.

Deshmukh, I. (1992). Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Dewobroto, K.S. (1995). Kamus Konservasi Sumber Daya Alam. Rineka Cipta. Jakarta

Dya. (2009). “Konservasi lingkungan Dalam Pandangan Islam” Republika. (21

Agustus 2009)

Effendy dan Uchjana, O. (1999). Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Ekadjati, E.S. (1984). Sejarah Sunda dan Kebudayaannya. Jakarta: Giri Mukti Pasaka.

_____________ (1905). Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Jakarta: Pustaka Jaya.

Engkoswara. (2002). Lembaga Pendidikan sebagai Pusat Pembudayaan, Bandung: Yayasan Amal Keluarga.

Ernawi, I.S. (2010). Harmonisasi Kearifan Lokal Dalam Regulasi Penataan Ruang, Makalah Seminar “Urban Culture, Urban Future : Harmonisasi Penataan Ruang dan Budaya Untuk Mengoptimalkan

Potensi Kota”

Frick, Heinz. dan Bambang S. (1998). Dasar-dasar Eko-arsitektur. Yogyakarta: Kanisius.

Garna, Y.K. (2008). Budaya Sunda Melintasi Waktu Menentang Masa Depan. Bandung: Lembaga Penelitian UNPAD dan The Judistira Garna Poundation.

Hakim, Rustam. (1987). Unsur Perencanaan dalam Arsitektur Lansekap. Jakarta: Bina aksara.


(38)

Haricahyono, C. (1997). Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha Nasional. Hartono. (2007). Geografi 2 Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Jakarta: Pusat

Perbukuan Depdiknas.

_______ (2010). Implikasi Desa-Kota terhadap Perkembangan Rumah Tradisonal Masyarakat Sunda. Bandung: Jurnal Gea. Vol 10 No.2, Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI.

Hayati, S. (2009). ”Pendidikan Lingkungan Hidup”, dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.

Iskandar, J. (2001). Manusia Budaya dan Lingkungannya. Bandung: Humaniora Utama Press.

__________. (1994). Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarakat. Bandung: STKS Bandung

Irwan, Djamal Zoer’aini, (2010). Prinsip-Prinsip Ekologi, Jakarta: Bumi Aksara

Ismail, Muh. Ilyas. (2008). Ilmu Pendidikan Teoritis. Jakarta: Ganeca Exact. Jayadinata, J.T. (1986). Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan,

Perkotaan dan Wilayah. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Kandaga, S. (1956) Buku Bacaan Basa Sunda jilid II, Ganaco N.V Bandung-Jakarta-Amsterdam.

Kaplan, D. dan Robert A. Manners (2002), Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan, Mentalist dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

_____________(1983). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan.

_____________(1986). Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru. Kurnia, G. (2011). “Masyarakat Sunda Jeung Alamna” Majalah Cahara Bumi

Siliwangi. 8. (14-16).

Marbun, MA. (1984). Kamus Geografi. Balai Aksara. Jakarta.

Marsudi. (2010). Pengaruh Mobilitas Penduduk terhadap Budaya Pop dan Remitan Masyarakat Desa. Jurnal Gea. Vol 10 No.2, Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI, Bandung.

Maryani, E. (2009). Pendidikan Geografi”, dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.


(39)

Maris, Masri (1980). Batas-batas Pertumbuhan. Jakarta: Gramedia.

Meirawan, D. (2010). Kepemimpinan dan manajemen Pendidikan Masa Depan. Bogor, IPB Press.

Moleong. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Muchtar, S.A ( ). Strategi Pembelajaran IPS. Bandung: UPI

Muhadir, N. (1990). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Mulyana, Deddy. (2008). Metodelogi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Rosdakarya. Mulyana, W., Endang H. dan Damin H. (1992). Geografi Sosial Jawa Barat.

Bandung: Candimas Metropole.

Mulyanto, H.R. (2007). Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Mustofa, B. dan Sektiyawan, I. (2010). Kamus Lengkap Geografi. Jogjakarta: Panji Pustaka.

Mutakin. A. (2000). Konsep Dasar dan Strategi Pembelajaran Geografi. Bandung: FPIPS UPI.

___________. (2004). Pendidikan Ilmu Sosial. Bandung: FPIPS UPI.

___________. (2006). Bunga Rampai, Ihwal Manusia Dengan Lingkungannya. Bandung: FPIPS UPI.

___________. (2008). Profil Kehidupan Masyarakat Kampung Naga di Tengah-tengah Arus Modernisasi. Bandung: FPIPS UPI.

___________. (2008). Nilai-nilai Kearifan Adat dan Tradisi di Balik Simbol (Totem) Kuda Kuningan. Bandung: FPIPS UPI.

___________. (2011). Masyarakat Industri dan Kecenderungan Pendidikan. Bandung: FPIPS UPI.

Mutakin. Awan. (2004). Dinamika Masyarakat Indonesia. Bandung: Anggita Pustaka Mandiri.

Mutakin. Gurniwan KP. (2006). Geografi Budaya. Bandung: Buana Nusantara.

Mutakin, A. dan Darsiharjo. (2004). Metode Penelitian Geografi. Bandung: FPIPS UPI.


(40)

_______________ (2004). Kearifan dan Peran Serta masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan. Bandung: FPIPS UPI. Mutakin. A. dan Eridiana W. (2008). Geografi Perilaku,Keragaman Perilaku

Kelingkungan. Bandung: FPIPS UPI.

Nanang. (2000). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasution, S. (1982). Methode Research. Bandung : Jammars.

Ningrum. E. (2002). “Budaya Papagon Hirup dan Pamali Manifestasi Kehidupan Masyarakat Terhadap Kelesrarian Lingkungan Hidup”. Jurnal Geografi Gea. 2, (3), 27-33.

Pasaribu, S. (1984). Teori Kepribadiam. Tarsito, Bandung.

Pasya, Gurniwan K. (2002). Geografi: Pemahaman Konsep dan Metodelogi, Bandung: Buana Nusantara.

_________________ (2002). “Pertumbuhan Penduduk dalam Krisis Pangan

dan Lingkungan”. Jurnal Geografi Gea. 2, (3), 20-26.

Poerwanto, Hari. (2000). Kebudayaan dan Lingkungan dalam Prespektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

POLIGG/Policy and Law Institute for Good Government. (2011). Pedoman Tata Cara Inventarisasi Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat, Kearifan Lokal dan Hak Masyarakat Hukum Adat yang Terkait Dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta : Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan Dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup

Rachmawati, Rini. Tim. (2008). Filsafat Sains Geografi. Jogjakarta: UGM Press.

Resosoedarmoe, R.S., Kartawinata, K. dan Soegiarto A. (1989). Pengantar Ekologi. Bandung: Remadja Karya.

Rif’ati, Heni Fajria. et.al. (2002). Kampung Adat dan Rumah Adat di Jawa

Barat. Bandung: Disbudpar Prop. Jawa Barat.

Rohmat, Dede. (2010). Strategi Konservasi Sumber Daya Air Untuk Kesinambungan Ketersediaan Air Masa Kini dan Yang Akan Datang. Makalah pada Pengukuhan Sebagai Guru Besar UPI, Bandung.


(41)

_____________. (2011). Menjaga dan Meningkatkan Fungsi Sumber daya Lahan Melalui Implementasi Konservasi Sumber Daya Air Secara Terintegrasi. Mkalah pada Seminar di UNIBBA,. Bandung.

Rosidi, Ajip. (2010). Masa Depan Budaya Daerah. Jakarta: Pustaka Jaya. __________. (2010). Mencari Sosok Manusia Sunda. Jakarta: Pustaka Jaya. Sajogyo. (Eds) (1982). Ekologi Pedesaa, sebuah bunga rampai. Jakarta:

Rajawali.

Sanusi, Ahmad. (1998). Pendidikan Alternatif Menyentuh Arus Dasar Persoalan Pendidikan Kemasyarakatan. Bandung: Grafika Media Pratama.

Santosa, Eka. (2011). Perjuangan Perda pelindungan Masyarakat Adat. Jakarta: Majalah Legislatif (Tahun VII ed. XI).

Santyasa, I Wayan. (2007) Model-Model Pembelajaran Inovatif, Universitas pendidikan Ganesha.

Saputra, E. (____). Teori Keruangan Bagian I & II, UGM. [email protected].

Sedyawati, Edi. (2008). Keindonesiaan dalam Budaya, Dialog Budaya: Nasional dan Etnik Peranan Industri Budaya dan Media masa Warisan Budaya dan Pelestarian Dinamis. Wedatama Widya Sastra. Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum.

Simandjuntak. (1981). Perubahan dan Perencanaan Sosial. Bandung: Tarsito. ___________ (1992). Perubahan Sosio Kultural. Bandung: Tarsito.

Simandjuntak, Pasaribu (1986). Pendidikan dan Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: Tarsito.

Singarimbun, M. dan Effendi, S. (1995). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Soekanto. S. dan Soleman, B.T. (1987). Hukum Adat, Suatu pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang, Bandung: Eresco.

Soemarwoto, O. (2009). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

____________ (2004). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.


(42)

Soerjani, 1987, Lingkungan Sumber Daya Alam Dan Kependudukan Dalam Pembangunan, Jakarta: UI

Stoddard R.H. et.al. (1986). Human Geografhy People, Places an Cultures. New Jersey. Prentice-Hall.

Sugiyono, (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sukardi. (2003). Metodelogi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Praktiknya.

Jakarta: Bumi Aksara.

Sulendraningrat, P.S. (1984). Babad Tanah Sunda, Babad Cirebon. Cirebon:_____.

Sulthon, Tantan (2011). ”Pemprov Harus Buat Perda Kampung Adat” Seputar

Indonesia. (11 September 2011)

Sumaatmadja, Nursid. (1981). Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisis Keruangan. Bandung: Alumni.

_________________. (1997). Metodelogi Pengajaran Geografi. Bumi Aksara, Jakarta.

_________________. (1998). Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta.

Sumardjo, Jakob. (2009). Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda. Bandung: Kelir.

______________. (2010). Estetika Paradoks. Bandung: Sunan Ambu Press. ______________. (2011). Sunda, Pola Rasioalitas Budaya. Bandung: Kelir. Suryani, Elis. (2010). Badingkrut,calakan aksara, basa, katut budaya sunda.

Bandung: Danan Jaya.

Sunaryo, Trie M, Dkk. (2007). Pengelolaan Sumber Daya Air, Konsep dan Penerapannya. Malang: Bayumedia Publishing.

Suryalaga, Hidayat. (1997). Rineka Budaya Sunda. Bandung: Geger Sunten. ________________. (Suprapti, Mc. (1981). Pola Pemukiman Penduduk

Pedesaan Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud.

Supriyoko, Ki. Tim (2005). Pendidikan Multikultural dan Revitalisasi Hukum Adat. Jakarta: Karya Agung. Dep. Kebudayaan dan Pariwisata.


(43)

Sutisna, D.A. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Kantor Konsultan DAS Bandung.

Suyono, Aisjah dan Anni Yuniarti. (2011). Sumber Daya tanah Dalam Rangka Menunjang Sisitem Pertanian Yang Berkelanjutan di Jawa Barat. (makalah) Bandung: _____.

Taneko. Soleman B. (1987). Hukum Adat suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang. Bandung: Eresco.

Tika, Moch. Pabundu. (2005). Metode Penelitian Geografi. Jakarta.Bumi Aksara. Walmsley, DJ. GJ Lewis (1984). Human Geography, Behavioural Approach.

New York: Longman Inc.

Weisman, A. (2009) The World Whitout Us Dunia Tanpa Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Williams, Evelyn. (2005). Mengajar Dengan Empati, Bandung: Nuansa-IKAPPI. Zen, M.T. (Eds) (1982). Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta:

Gramedia.

Pemerintah RI. (1992). Undang-Undang RI No 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya

__________. (1992). Undang-Undang RI No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

__________. (1992). Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

__________. (1993). Peraturan Pemerintah RI No. 10 Tahun 1993 tentang Penataan Ruang tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya

__________. (2005). Peraturan Pemerintah RI No. 72 Tahun 2005 tentang Desa __________. (2008). Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,. Fokusmedia. Jakarta.

__________. (2009). Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup .

Pemda Kabupaten Bandung. (2008). Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung

Bapeda Jabar. (2010). Kebijakan Bidang Sosial Budaya Masyarakat Jawa Barat, Presentasi Bapeda Prov. Jabar, Bandung.


(44)

Pemerintah Desa Lamajang. (2012). Sejarah dan Profil Desa Lamajang Kec. Pangalengan. Bandung

__________ (7/9/2009). Rumah Adat Cikondang Versus Gempa Jawa? Tak Sedikitpun Rusak. Bandung: Pikiran Rakyat.

__________ (15/2/2011), Bupati Bandung Meresmikan Sepuluh Desa Wisata. Bandung: Pikiran Rakyat.


(1)

Maris, Masri (1980). Batas-batas Pertumbuhan. Jakarta: Gramedia.

Meirawan, D. (2010). Kepemimpinan dan manajemen Pendidikan Masa Depan. Bogor, IPB Press.

Moleong. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Muchtar, S.A ( ). Strategi Pembelajaran IPS. Bandung: UPI

Muhadir, N. (1990). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Mulyana, Deddy. (2008). Metodelogi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Rosdakarya. Mulyana, W., Endang H. dan Damin H. (1992). Geografi Sosial Jawa Barat.

Bandung: Candimas Metropole.

Mulyanto, H.R. (2007). Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Mustofa, B. dan Sektiyawan, I. (2010). Kamus Lengkap Geografi. Jogjakarta: Panji Pustaka.

Mutakin. A. (2000). Konsep Dasar dan Strategi Pembelajaran Geografi. Bandung: FPIPS UPI.

___________. (2004). Pendidikan Ilmu Sosial. Bandung: FPIPS UPI.

___________. (2006). Bunga Rampai, Ihwal Manusia Dengan Lingkungannya. Bandung: FPIPS UPI.

___________. (2008). Profil Kehidupan Masyarakat Kampung Naga di Tengah-tengah Arus Modernisasi. Bandung: FPIPS UPI.

___________. (2008). Nilai-nilai Kearifan Adat dan Tradisi di Balik Simbol (Totem) Kuda Kuningan. Bandung: FPIPS UPI.

___________. (2011). Masyarakat Industri dan Kecenderungan Pendidikan. Bandung: FPIPS UPI.

Mutakin. Awan. (2004). Dinamika Masyarakat Indonesia. Bandung: Anggita Pustaka Mandiri.

Mutakin. Gurniwan KP. (2006). Geografi Budaya. Bandung: Buana Nusantara.

Mutakin, A. dan Darsiharjo. (2004). Metode Penelitian Geografi. Bandung: FPIPS UPI.


(2)

_______________ (2004). Kearifan dan Peran Serta masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan. Bandung: FPIPS UPI. Mutakin. A. dan Eridiana W. (2008). Geografi Perilaku,Keragaman Perilaku

Kelingkungan. Bandung: FPIPS UPI.

Nanang. (2000). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasution, S. (1982). Methode Research. Bandung : Jammars.

Ningrum. E. (2002). “Budaya Papagon Hirup dan Pamali Manifestasi Kehidupan Masyarakat Terhadap Kelesrarian Lingkungan Hidup”. Jurnal Geografi Gea. 2, (3), 27-33.

Pasaribu, S. (1984). Teori Kepribadiam. Tarsito, Bandung.

Pasya, Gurniwan K. (2002). Geografi: Pemahaman Konsep dan Metodelogi, Bandung: Buana Nusantara.

_________________ (2002). “Pertumbuhan Penduduk dalam Krisis Pangan

dan Lingkungan”. Jurnal Geografi Gea. 2, (3), 20-26.

Poerwanto, Hari. (2000). Kebudayaan dan Lingkungan dalam Prespektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

POLIGG/Policy and Law Institute for Good Government. (2011). Pedoman Tata Cara Inventarisasi Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat, Kearifan Lokal dan Hak Masyarakat Hukum Adat yang Terkait Dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta : Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan Dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup

Rachmawati, Rini. Tim. (2008). Filsafat Sains Geografi. Jogjakarta: UGM Press.

Resosoedarmoe, R.S., Kartawinata, K. dan Soegiarto A. (1989). Pengantar Ekologi. Bandung: Remadja Karya.

Rif’ati, Heni Fajria. et.al. (2002). Kampung Adat dan Rumah Adat di Jawa

Barat. Bandung: Disbudpar Prop. Jawa Barat.

Rohmat, Dede. (2010). Strategi Konservasi Sumber Daya Air Untuk Kesinambungan Ketersediaan Air Masa Kini dan Yang Akan Datang. Makalah pada Pengukuhan Sebagai Guru Besar UPI, Bandung.


(3)

_____________. (2011). Menjaga dan Meningkatkan Fungsi Sumber daya Lahan Melalui Implementasi Konservasi Sumber Daya Air Secara Terintegrasi. Mkalah pada Seminar di UNIBBA,. Bandung.

Rosidi, Ajip. (2010). Masa Depan Budaya Daerah. Jakarta: Pustaka Jaya. __________. (2010). Mencari Sosok Manusia Sunda. Jakarta: Pustaka Jaya. Sajogyo. (Eds) (1982). Ekologi Pedesaa, sebuah bunga rampai. Jakarta:

Rajawali.

Sanusi, Ahmad. (1998). Pendidikan Alternatif Menyentuh Arus Dasar Persoalan Pendidikan Kemasyarakatan. Bandung: Grafika Media Pratama.

Santosa, Eka. (2011). Perjuangan Perda pelindungan Masyarakat Adat. Jakarta: Majalah Legislatif (Tahun VII ed. XI).

Santyasa, I Wayan. (2007) Model-Model Pembelajaran Inovatif, Universitas pendidikan Ganesha.

Saputra, E. (____). Teori Keruangan Bagian I & II, UGM. [email protected].

Sedyawati, Edi. (2008). Keindonesiaan dalam Budaya, Dialog Budaya: Nasional dan Etnik Peranan Industri Budaya dan Media masa Warisan Budaya dan Pelestarian Dinamis. Wedatama Widya Sastra. Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum.

Simandjuntak. (1981). Perubahan dan Perencanaan Sosial. Bandung: Tarsito. ___________ (1992). Perubahan Sosio Kultural. Bandung: Tarsito.

Simandjuntak, Pasaribu (1986). Pendidikan dan Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: Tarsito.

Singarimbun, M. dan Effendi, S. (1995). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Soekanto. S. dan Soleman, B.T. (1987). Hukum Adat, Suatu pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang, Bandung: Eresco.

Soemarwoto, O. (2009). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

____________ (2004). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.


(4)

Soerjani, 1987, Lingkungan Sumber Daya Alam Dan Kependudukan Dalam Pembangunan, Jakarta: UI

Stoddard R.H. et.al. (1986). Human Geografhy People, Places an Cultures. New Jersey. Prentice-Hall.

Sugiyono, (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sukardi. (2003). Metodelogi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Praktiknya.

Jakarta: Bumi Aksara.

Sulendraningrat, P.S. (1984). Babad Tanah Sunda, Babad Cirebon. Cirebon:_____.

Sulthon, Tantan (2011). ”Pemprov Harus Buat Perda Kampung Adat” Seputar

Indonesia. (11 September 2011)

Sumaatmadja, Nursid. (1981). Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisis Keruangan. Bandung: Alumni.

_________________. (1997). Metodelogi Pengajaran Geografi. Bumi Aksara, Jakarta.

_________________. (1998). Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta.

Sumardjo, Jakob. (2009). Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda. Bandung: Kelir.

______________. (2010). Estetika Paradoks. Bandung: Sunan Ambu Press. ______________. (2011). Sunda, Pola Rasioalitas Budaya. Bandung: Kelir. Suryani, Elis. (2010). Badingkrut,calakan aksara, basa, katut budaya sunda.

Bandung: Danan Jaya.

Sunaryo, Trie M, Dkk. (2007). Pengelolaan Sumber Daya Air, Konsep dan Penerapannya. Malang: Bayumedia Publishing.

Suryalaga, Hidayat. (1997). Rineka Budaya Sunda. Bandung: Geger Sunten. ________________. (Suprapti, Mc. (1981). Pola Pemukiman Penduduk

Pedesaan Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud.

Supriyoko, Ki. Tim (2005). Pendidikan Multikultural dan Revitalisasi Hukum Adat. Jakarta: Karya Agung. Dep. Kebudayaan dan Pariwisata.


(5)

Sutisna, D.A. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Kantor Konsultan DAS Bandung.

Suyono, Aisjah dan Anni Yuniarti. (2011). Sumber Daya tanah Dalam Rangka Menunjang Sisitem Pertanian Yang Berkelanjutan di Jawa Barat. (makalah) Bandung: _____.

Taneko. Soleman B. (1987). Hukum Adat suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang. Bandung: Eresco.

Tika, Moch. Pabundu. (2005). Metode Penelitian Geografi. Jakarta.Bumi Aksara. Walmsley, DJ. GJ Lewis (1984). Human Geography, Behavioural Approach.

New York: Longman Inc.

Weisman, A. (2009) The World Whitout Us Dunia Tanpa Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Williams, Evelyn. (2005). Mengajar Dengan Empati, Bandung: Nuansa-IKAPPI. Zen, M.T. (Eds) (1982). Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta:

Gramedia.

Pemerintah RI. (1992). Undang-Undang RI No 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya

__________. (1992). Undang-Undang RI No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

__________. (1992). Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

__________. (1993). Peraturan Pemerintah RI No. 10 Tahun 1993 tentang Penataan Ruang tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya

__________. (2005). Peraturan Pemerintah RI No. 72 Tahun 2005 tentang Desa __________. (2008). Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,. Fokusmedia. Jakarta.

__________. (2009). Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup .

Pemda Kabupaten Bandung. (2008). Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung

Bapeda Jabar. (2010). Kebijakan Bidang Sosial Budaya Masyarakat Jawa Barat, Presentasi Bapeda Prov. Jabar, Bandung.


(6)

Pemerintah Desa Lamajang. (2012). Sejarah dan Profil Desa Lamajang Kec. Pangalengan. Bandung

__________ (7/9/2009). Rumah Adat Cikondang Versus Gempa Jawa? Tak Sedikitpun Rusak. Bandung: Pikiran Rakyat.

__________ (15/2/2011), Bupati Bandung Meresmikan Sepuluh Desa Wisata. Bandung: Pikiran Rakyat.