PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH, BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS DAN ADVERSITY QUOTIENT SISWA SMP DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH, KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS,

DAN ADVERSITY QUOTIENT SISWA SMP DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

SIDIQ AULIA RAHMAN 1009545

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Contoh Halaman Hak Cipta untuk Mahasiswa S2

==================================================================

Mathematic Education at Secondary

Education

Oleh

Sidiq Aulia Rahman, S.Pd., UPI Bandung, 2013

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pacaarjana Universitas

Pendidikan Indonesia

© Sidiq Aulia Rahman 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH, KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS,

DAN ADVERSITY QUOTIENT SISWA SMP DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED

Oleh

SIDIQ AULIA RAHMAN 1009545

Disetujui dan Disahkan oleh: Pembimbing I,

Prof. Dr. Didi Suryadi, M.Ed.

Pembimbing II,

Dr. Turmudi, M.Ed., M.Sc

Mengetahui:

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Berpikir Reflektif Matematis dan

Adversity Quotient Siswa SMP dengan Pendekatan Open Ended ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak penjiplakan atau pengutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Januari 2013 Yang membuat pernyataan


(5)

Reflektif Matematis dan Adversity Quotient Siswa SMP dengan Pendekatan Open Ended

Penelitian ini mengkaji secara komprehensif kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah, berpikir reflektif matematis dan perbedaan adversity quotient antara siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended dan pembelajaran biasa ditinjau dari keseluruhan dan kategori kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah). Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain penelitian Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP kota Bandung tahun pelajaran 2012-2013. Sampel penelitiannya siswa SMPN 32 kelas IX. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan uji t, t', non-parametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara pembelajaran dengan pendekatan open ended secara keseluruhan lebih baik daripada pembelajaran biasa, tetapi bila ditinjau kategori KAM, kategori rendah terdapat peningkatan yang signifikan sedangkan kategori tinggi dan sedang tidak terdapat peningkatan yang signifikan. Peningkatan kemampuan berpikir refektif matematis siswa secara keseluruhan dan ditinjau kategori KAM menunjukan pembelajaran open ended lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Adversity quotient siswa yang memperoleh pendekatan open ended lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (open ended dan biasa) dan KAM terhadap kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis sedangkan untuk adversity quotient terdapat interaksi.

Kata kunci: pendekatan open ended, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir reflektif dan adversity quotient siswa.


(6)

Daftar Isi Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Pernyataan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Halaman Motto dan Persembahan ... vi

Abstrak ... vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xvi

Daftar Lampiran BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 16

E. Definisi Operasional ... 17

F. Hipotesis Penelitian ... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 20

A. Pendekatan Open Ended ... 20

B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 27

C. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ... 35

D. Adversity Quotient Siswa ... 40

E. Teori Belajar yang Melandasi Pendekatan Open Ended ... 45

F. Hasil Penelitian Relevan ... 48


(7)

D. Instrumen Penelitian dan Pengembangan ... 55

1. Tes Kemampuan Awal Matematis ... 55

2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif ... 56

a. Penyusunan Tes ... 56

b. Analisis Tes ... 61

1) Validitas ... 61

2) Reliabilitas ... 64

3) Daya Pembeda ... 65

4) Tingkat Kesukaran ... 67

3. Tes Skala Adversity Quotient Siswa ... 68

E. Prosedur Analisis Data ... 69

1. Data Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis ... 69

2. Data Hasil Tes Skala Adversity Quotient Siswa ... 71

F. Perangkat Pembelajaran dan Bahan Ajar ... 73

G. Prosedur Penelitian ... 76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 80

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 80

1. Kemampuan Awal Matematis ... 81

2. Pemecahan Masalah Matematis ... 83

a. Perbandingan Kemampuan Awal dan Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematis ... 86

b. Perbandingan Peningkatan Pemecahan Masalah ... 89

1) Deskripsi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah berdasarkan Pembelajaran ... 90

2) Deskripsi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah berdasarkan KAM ... 90

c. Uji Perbedaan Rataan skor N-Gain Pemecahan Masalah Matematis berdasarkan Pembelajaran dan KAM ... 94


(8)

3. Berpikir Reflektif Matematis ... 100

a. Perbandingan Kemampuan Awal dan Kemampuan Akhir Berpikir Reflektif Matematis ... 104

b. Perbandingan Peningkatan Berpikir Reflektif ... 108

1) Deskripsi Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif bedasarkan Pembelajaran ... 108

2) Deskripsi Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif berdasarkan KAM ... 109

c. Uji Perbedaan Rataan skor N-Gain Berpikir Reflektif Matematis berdasarkan Pembelajaran dan KAM ... 113

d. Uji Interaksi Berpikir Reflektif antara Pembelajaran dan KAM ... 114

4. Adversity Quotient Siswa ... 118

a. Analisis Skor Adversity Quotient ... 121

b. Uji Perbedaan Skor Adversity Quotient ... 123

c. Uji Interaksi Adversity Quotient antara Pembelajaran dengan KAM ... 125

5. Gambaran Situasi dan Pembelajaran Open Ended ... 130

B. Pembahasan ... 136

1. Kemampuan Pemecahan Masalah berdasarkan Pembelajaran dan KAM ... 137

2. Kemampuan Berpikir Reflektif berdasarkan Pembelajaran dan KAM ... 140

3. Adversity Quotient berdasarkan Pembelajaran dan KAM 142 4. Kelayakan Penerapan Pembelajaran Open Ended ... 143

BAB V PENUTUP ... 146

A. Kesimpulan ... 146

B. Implikasi ... 148

C. Rekomendasi ... 149

DAFTAR PUSTAKA ... 152


(9)

Halaman

Tabel 3.1 Keterkaitan Kemampuan Awal siswa dalam Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis dan Adversity

Quotient Siswa di Kelas Eksperimen dan Kontrol……….. 53

Tabel 3.2 Deskripsi Banyaknya Siswa berdasarkan Kategori KAM.. 56

Tabel 3.3 Deskripsi Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah dan

Berpikir Reflektif Matematis………... 57

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ………. 58

Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Reflektif

Matematis ……… 59

Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisian Validitas……… 62

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Butir Soal Tes Pemecahan Masalah

dan Berpikir Reflektif Matematis ………... 63

Tabel 3.8 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ………... 64

Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas Kemampuan Pemecahan Masalah

dan Berpikir Reflektif Matematis ………... 65

Tabel 3.10 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda ………. 66

Tabel 3.11 Hasil Uji Daya Pemeda Soal Tes Pemecahan Masalah dan


(10)

Tabel 3.13 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Pemecahan

Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis ………. 68

Tabel 3.14 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ………. 70

Tabel 3.15 Keterkaitan Aktivitas kelas pada Pembelajaran

Open-Ended ……….. 75

Tabel 4.1 Sebaran Sampel Penelitian ……….. 81

Tabel 4.2 Deskripsi Data Kemampuan Awal Matematis Siswa ……. 81 Tabel 4.3 Analisis Skor Kemampuan Awal Matematis Siswa ……... 83

Tabel 4.4 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis………. 83

Tabel 4.5 Uji Normalitas Kemampuan Awal dan Akhir Pemecahan

Masalah Matematis berdasarkan Pembelajaran ………….. 86

Tabel 4.6 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Awal dan

Akhir Pemecahan Masalah Matematis ………... 87

Tabel 4.7 Uji Kesamaan Rataan Skor Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematis ……….. 88

Tabel 4.8 Uji Kesamaan Rataan Skor Kemampuan Akhir

Pemecahan Masalah Matematis ………

89 Tabel 4.9 Rataan dan Klasifikasi N-gain Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ………. 90


(11)

Tabel 4.11 Uji Normalitas Skor N-gain Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis berdasarkan Pembelajaran dan KAM . 93

Tabel 4.12 Uji Homogenitas Varians Skor N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis berdasarkan KAM………

94 Tabel 4.13 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Kategori

Kemampuan Awal Matematis ………

96 Tabel 4.14 Uji Tamhane Ratan Skor N-Gain Pemecahan Masalah

Matematis Berdasarkan Kategori KAM……….. 97

Tabel 4.15 Uji Anova N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Menurut Pendekatan Pembelajaran dan

Kemampuan Awal Matematis ……… 98

Tabel 4.16 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis. 100

Tabel 4.17 Deskripsi Rataan Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir

Reflektif Matematis Berdasarkan Aspek ……… 103

Tabel 4.18 Uji Normalisas Kemampuan Awal dan Akhir Berpikir

Reflektif Matematis berdasarkan Pembelajaran …………. 105

Tabel 4.19 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Awal dan

Akhir Berpikir Reflektif Matematis ……… 105

Tabel 4.20 Uji Kesamaan Rataan Skor Kemampuan Awal Berpikir

Reflektif Matematis ……… 107


(12)

Reflektif Matematis ……… 109

Tabel 4.23 Deskripsi Data Peningkatan Kemampuan Berpikir reflektif Matematis berdasarkan Kemampuan Awal

Matematis Siswa (KAM) ……… 110

Tabel 4.24 Uji Normalitas Skor N-gain Kemampuan Berpikir

Reflektif Matematis berdasarkan Pembelajaran dan KAM. 111

Tabel 4.25 Uji Homogenitas Varians Skor N-gain Kemampuan

Berpikir Reflektif Matematis berdasarkan KAM ………... 112

Tabel 4.26 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ditinjau dari Kemampuan Awal

Matematis Siswa ……….

114 Tabel 4.27 Uji Tamhane Ratan Skor N-Gain Berpikir Reflektif

Matematis berdasarkan Kategori KAM ………. 116

Tabel 4.28 Uji Anova N-Gain Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis menurut Pendekatan Pembelajaran dan

Kemampuan Awal Matematis ……… 117

Tabel 4.29 Deskripsi Skor Adversity Quotient Matematis………. 119

Tabel 4.30 Deskripsi Rataan Skor Skala Adversity Quotient

berdasarkan Aspek ………. 120

Tabel 4.31 Uji Normalitas Skor Adversity Quotient Matematis …….. 121

Tabel 4.32 Uji Homogenitas Varians Skor Adversity Quotient


(13)

Tabel 4.34 Uji Tamhane Ratan Skor N Skala Adversity Quotient berdasarkan Kategori KAM ………...

123 Tabel 4.35 Uji Anova Skala Adversity Quotient Siswa Menurut

Pendekatan Pembelajaran dan Kemampuan Awal

Matematis ……… 126

Tabel 4.36 Rangkuman Pengujian Hipotesis pada Taraf Signifikansi


(14)

Halaman

Gambar 4.1 Rerata Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis menurut Kelompok Pembelajaran.. 84

Gambar 4.2 Rerata Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis menurut Kelompok Pembelajaran,

Kemampuan Awal Matematis dan Data Gabungan …... 85

Gambar 4.3 Interaksi antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis Siswa terdahap Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Matematis ……… 100

Gambar 4.4 Rerata Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Reflektif

Matematis menurut Kelompok Pembelajaran. 102

Gambar 4.5 Rerata Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis menurut Kelompok Pembelajaran,

Kemampuan Awal Matematis dan Data Gabungan…… 103

Gambar 4.6 Interaksi antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan

Berpikir Reflektif Matematis ………. 118

Gambar 4.7 Rataan Skor Adversity Qoutient Matematis

Siswa……... 120 Gambar 4.8 Interaksi antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu merupakan pengetahuan yang sangat penting bagi kehidupan dan banyak memberi sumbangsih dalam pengembangan pengetahuan. Begitu pentingnya matematika maka perlu dipahami dan dikuasai oleh semua lapisan masyarakat, terutama siswa sekolah formal. Dalam disiplin ilmu matematika, guru memiliki peranan penting dalam mempersiapkan anak didik untuk menggunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam penerapannya pada ilmu pengetahuan.

Dalam menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang diperlukan tujuan pembelajaran matematika yang tepat dan relevan di setiap jenjang pendidikan khususnya pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk mempersiapkan siswa untuk latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif. Selain itu, pentingnya mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada penataan nalar, komunikasi dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika. Siswa diharapkan dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) pada tahun 2000, memaparkan standar matematika sekolah meliputi standar isi atau materi (mathematical content) dan standar proses (mathematical processes). Standar


(16)

proses meliputi pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), koneksi (connection), komunikasi (communication), dan representasi (representation). NCTM menyatakan juga bahwa baik standar materi maupun standar proses secara bersama-sama merupakan keterampilan dan pemahaman dasar yang sangat dibutuhkan para siswa pada abad ke-21 ini (Together, the standards describe the basic skills and understandings that students will need to function effectively in the twenty-first century). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Soedjadi (dalam Hulu, 2009) bahwa pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi (1) tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan pribadi anak dan (2) tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika.

Salah satu keterampilan matematika yang perlu dikuasai siswa adalah kemampuan pemecahan masalah matematis. Standar pemecahan masalah NCTM, menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk:

1. Membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah; 2. Memecahkan masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam

konteks-konteks yang lain;

3. Menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah;

4. Memonitor dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematis, (NCTM, 2000: 52)


(17)

Dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, meyelesaikan model dan manafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dilihat dari kedua tujuan tersebut tentunya pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting dalam proses pembelajaran matematika. Melalui kegiatan pemecahan masalah aspek-aspek kemampuan metematika yang penting seperti penerapan aturan pada masalah


(18)

tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematis dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik (Suherman, 2003)

Pentingnya pemecahan masalah juga ditegaskan dalam NCTM (2000) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh lepas dari pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (2006) yang mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah amatlah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, kemampuan pemecahan masalah sangatlah diperlukan untuk melatih siswa agar terbiasa menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupannya yang semakin rumit dan kompleks, bukan hanya pada masalah dalam matematika itu sendiri tetapi juga masalah-masalah dalam bidang studi lain dan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah matematis perlu terus dilatih sehingga seseorang itu mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Namun, kenyataan di lapangan belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran matematika masih cenderung berpusat pada guru dan guru pun berorientasi pada buku teks dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran yang monoton seperti: guru menyajikan materi pembelajaran, kemudian memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa mengerjakan


(19)

soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam mengajar setelah itu membahasnya bersama siswa. Pembelajaran seperti ini tentunya kurang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Siswa hanya dapat mengerjakan soal-soal matematika berdasarkan apa yang dicontohkan guru, jika diberikan soal yang berbeda mereka akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikanya.

Fakta yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah, baik di tingkat pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian Atun (2006), Noer (2007), dan Dwijanto (2007) bahwa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah matematis belum mencapai taraf minimal yang dianggap memuaskan atau kriteria ketuntasan belajar minimal yang telah ditentukan. Pada umumnya taraf minimal yang dianggap memuaskan atau kriteria ketuntasan belajar minimal lebih dari 60% dari skor ideal.

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sangat berhubungan dengan penguasaan konsep siswa. Hal ini terkait karena konsep matematika yang saling terkait satu sama lain dan memiliki banyak cabang ilmu menuntut siswa dalam penguasaan konsep. Sesuai pendapat Hudojo (1998) mengungkapkan, “kemampuan yang harus dimiliki siswa agar dapat mempelajari matematika dengan baik adalah penguasaan konsep matematika yang memiliki hubungan hirarkis dan fungsional”. Dari pemaparan pendapat tadi memberi gambaran bahwa penguasaan konsep ini tidak cukup sampai siswa memahami materi saja,


(20)

siswa sebaiknya dapat menggunakan konsep tersebut secara tepat dalam memecahkan berbagai persoalan matematika.

Dalam memecahkan berbagai persoalan matematika dituntut melibatkan kemampuan berpikir siswa tingkat tinggi. Kemampuan berpikir reflektif merupakan salah saru kemampuan berpikir tingkat tinggi yang bagus untuk dikembangkan, khususnya dalam pembelajaran matematika. Seperti diungkapkan Shermis (1999) bahwa berpikir reflektif dapat dikatakan juga dengan berpikir ke tingkat yang lebih tinggi. Lalu Ennis (Fisher, 2001) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah berpikir reflektif secara logis yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini atau dilakukan. Lebih jauh lagi, Subandar (2009) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan cakupan dari kemampuan berpikir reflektif.

Dewes (Kurnia, 2006) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir reflektif terdiri atas lima komponen yaitu: 1) recognize or fealt difficulty/ problem; merasakan atau mengidentifikasi masalah. 2) location and definition of the problem; membatasi dan merumuskan masalah, 3) suggestion of possible solution; mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah, 4) rational elaboration of an idea; mengemukakan ide untuk memecahkan masalah, 5) test and formation of conclusion; melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan.

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sangat berhubungan dengan kemampuan berpikir reflektif siswa. Kemampuan berpikir reflektif siswa


(21)

baik akan memudahkan siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Suatu masalah yang rumit akan menjadi lebih sederhana jika siswa berpikir reflektif. Keterkaitan yang erat antara kemampuan berpikir reflektif matematis dan pemecahan masalah matematis juga telah dibuktikan dalam beberapa hasil penelitian yang menjelaskan kemampuan berpikir reflektif merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa kerena kemampuan ini membuat siswa dapat memecahkan masalah dan memutuskan sesuatu dengan berbagai pertimbangan.

Namun melihat dari studi pendahuluan yang dilakukan Noer (2010) untuk melihat kemampuan kritis, kreatif dan reflektif (K2R) matematis siswa SMP khususnya di kota Bandar Lampung menunjukkan bahwa umumnya kemampuan berpikir K2R matematis siswa masih rendah. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: (1) kemampuan berpikir kritis rata-rata sebesar 42 dengan nilai minimum 16 dan nilai maksimum 63, (2) kemampuan berpikir kreatif rata-rata sebesar 33,13 dengan nilai minimum 11 dan nilai maksimum 63, (3) kemampuan berpikir reflektif rata-rata sebesar 31,43 dengan nilai minimum 16 dan nilai maksimum 52. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan K2R matematis siswa umumnya masih dibawah 70 persen dari skor ideal.

Kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir reflektif matematis merupakan suatu kemampuan yang perlu dikembangkan pada setiap siswa. Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat akan menunjang pengembangan kedua kemampuan tersebut. Ruseffendi (2006: 240) menyatakan bahwa pendekatan merupakan satu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh


(22)

guru atau siswa dalam mencapai tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pelajaran itu dikelola. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis dan pemecahan masalah matematis siswa adalah pendekatan open ended.

Pendekatan open ended dikembangkan di Jepang sejak tahun 1970an. Pendekatan open ended merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah terbuka yang dapat dijawab dengan banyak cara/ metode penyelesaian atau jawaban benar yang beragam. Dengan keberagaman cara penyelesaian dan jawaban tersebut, maka memberikan keleluasaan kepada siswa dalam menyelesaikan masalah. Siswa dapat menggali pengetahuan ataupun sumber-sumber yang dibutuhkan untuk menarik suatu kesimpulan, membuat rencana dan memilih cara atau metode dalam menyelesaikan masalah, serta menerapkan kamampuan matematis mereka sehingga diaharapkan siswa dapat memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, menemukan suatu yang baru dalam suatu proses penyelesaian masalah.

Pembelajaran dengan menggunakan masalah atau soal open ended dapat memberikan siswa banyak pengalaman dalam menafsirkan masalah dan mungkin pula membangkitkan gagasan-gagasan yang berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah (Silver, 1997: 77). Hal ini tentunya akan merangsang kemampuan berpikir reflektif siswa untuk mencari solusi dari masalah yang dihadapinya, dan dapat membantu siswa melakukan pemecahan masalah secara kreatif. Melalui


(23)

pembelajaran dengan pendekatan open ended diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis siswa.

Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan open ended bukan merupakan hal yang mudah bagi guru, karena guru tidak memberikan langsung konsep kepada siswa tetapi dengan menyelesaikan suatu masalah guru menggiring siswa untuk menemukan konsep sendiri. Guru harus mampu memilih dan membuat situasi yang menyenangkan dalam memecahkan masalah sehingga siswa tertarik untuk menyelesaikannya dengan penuh kesabaran meskipun hasil yang didapat tidak sesuai yang diharapkan. Guru memancing dan mengarahkan secara tidak langsung kepada siswa yang mengalami hambatan dan kebuntuan dalam memecahkan masalah. Guru harus benar-benar menguasai konsep matematika dan keterkaitannya, serta memeperisapkan kemungkinan cara untuk mencapai solusi sebagai antisipasi dalam membentuk dan mengarahkan siswa dalam proses pemecahan masalah.

Keberagaman cara penyelesaian dan jawaban dalam pembelajaran dengan pendekatan open ended akan mendorong respon yang luas dari suatu masalah dan memungkinkan siswa menjelaskan ide-ide matematis dengan cara yang berbeda. Tak jarang bahkan sering sekali dalam menyelesaikan penyelesaian masalah yang menuntut untuk berpikir reflektif, siswa menghadapi dan merasakan kesulitan bahkan sampai mengalami kegagalan. Ada suatu pepatah orang barat yang menyatakan bahwa orang sukses lebih cerdas daripada orang gagal dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Namun untuk menjadi sukses dalam menghadapi kesulitan dan menghindari dari kegagalan tentunya memerlukan


(24)

suatu kecerdasan khusus agar kesulitan yang ia hadapi menjadi jalan untuk bisa meningkatkan kualitas hidup.

Paul G Stolt dalam dua bukunya berjudul; "Adversity Quotient" dan "Adversity Quotient a Work" secara komprehensif menjelaskan apa yang dimaksud kecerdasan menghadapi kesulitan dan bagaimana meningkatkan kecerdasan baru tersebut. Kecerdasan baru dimaksud berawal dari hasil penelitian yang dilakukan para ilmuwan kelas atas selama 19 tahun, mengkaji lebih dari 500 referensi dari tiga cabang ilmu pengetahuan, yakni psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi, dan menerapkan hasil penelitian dan pengkajiannya selama 10 tahun di seluruh dunia dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa terdapat satu kecerdasan baru yang selama ini tidak terungkap dibutuhkan dan menentukan kesuksesan seseorang, yakni kecerdasan menghadapi kesulitan (Adversity Quotient).

Penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Thomas J Stanley pada tahun 2003 yang kemudian ditulisnya dalam sebuah buku berjudul; "The Millionaire Mind" menjelaskan hal yang sama, bahwa mereka yang berhasil menjadi millioner di dunia ini adalah mereka dengan prestasi akademik biasa-biasa saja (rata-rata S1), namun mereka adalah pekerja keras, ulet, penuh dedikasi, dan bertanggung jawab, termasuk tanggung jawab yang sangat besar terhadap keluarganya. Adversity quotient itu sendiri mempunyai tiga bentuk, yakni; (1) suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan; (2) suatu ukuran untuk mengetahui respons terhadap kesulitan; dan


(25)

(3) serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respons terhadap kesulitan.

John Gray (dalam Aswandi, 2008) mengatakan "semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh". Adapun dimensi yang terkait dengan kecerdasan menghadapi kesulitan adalah: (1) control atau kendali mempertanyakan berapa banyak kendali yang dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan; (2) origin dan ownership mempertanyakan dua hal, yakni: siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan, dan sampai sejauhmanakah seseorang mengakui akibat kesulitan itu; (3) reach atau jangkauan mempertanyakan sejauhmana kesulitan akan menjangkau atau merembes ke bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang; (4) endurance atau daya tahan mempertanyakan dua hal, yakni; berapa lamakah kesulitan berlangsung dan lamanya penyebab kesulitan tersebut akan bertahan.

Suatu hasil penelitian yang dilakukan oleh Wismayana (2007) pada SMAN 4 Singaraja menjelaskan bahwa pada siswa yang memiliki adversity quotient rendah, terdapat perbedaan prestasi belajar matematika dan konsep diri antara siswa yang mengikuti model belajar berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh model pengajaran langsung. Kemudian dalam modul BK yang disusun oleh tim musyawarah guru pembimbing provinsi DKI Jakarta pada tahun 2006 (dalam Zaenudin, 2011) mengungkapkan bahwa “perkembangan sikap yang cukup rawan pada siswa adalah “comformity” yaitu kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat”. Sikap ini akan berdampak kurang baik bagi prestasi belajar siswa tersebut.


(26)

Kecerdasan menghadapi kesulitan tersebut dapat ditingkatkan atau dapat diperbaiki dengan melakukan hal-hal sebagai berikut; (1) listen atau dengarkanlah respons terhadap kesulitan ; (2) explore atau jajaki asal usul dan pengakuan atas akibatnya; (3) analysis bukti-buktinya; dan (4) do atau lakukan sesuatu. Magnesen (dalam Aswandi, 2008) mengatakan bahwa; "90% pemahaman belajar diperoleh dari melakukan sesuatu. Konfusius lebih dari 2400 tahun silam menyatakan, bahwa; "yang saya dengar saya lupa, yang saya lihat sangat ingat, dan yang saya kerjakan saya paham”. Namun sayangnya praktek pendidikan dan pembelajaran baik yang dilakukan oleh orang tua, guru dan masyarakat belum sampai pada proses pembelajaran yang mengajarkan kepada anak dan siswanya bagaimana menghadapi kesulitan (adversity quotient). Dengan demikian jika seorang guru bermaksud menerapkan pendekatan open ended dalam pembelajaran matematika maka guru perlu memikirkan Adversity quotient siswa. Artinya guru perlu memikirkan bagaimana menghadapi kesulitan (adversity quotient) sehingga siswa berhasil dalam belajar dan menghadapi hidup.

Untuk menunjang penerapan pembelajaran dengan pendekatan open ended, perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa. Diantaranya adalah kemampuan awal matematika siswa. Faktor-faktor ini diprediksi akan memberi pengaruh terhadap hasil penerapan pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis siswa.

Dalam suatu kelompok siswa yang dipilih secara acak mungkin saja akan dijumpai siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah.


(27)

Kemampuan siswa yang heterogen itu bukanlah bawaan sejak lahir tetapi dapat dipengaruhi oleh lingkungan khususnya lingkungan belajar di kelas. Oleh karena itu pembelajaran di kelas perlu dikondisikan dengan baik sehingga setiap siswa memperoleh kesempatan untuk berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya. Pada umumnya siswa dengan kemampuan yang lebih tinggi akan memperoleh hasil dengan kualifikasi tinggi sedangkan siswa yang memiliki kemampuan lebih rendah akan memperoleh hasil dengan kualifikasi lebih rendah.

Kualifikasi kemampuan awal matematis siswa yang berbeda bagaimanapun, dapat diprediksi bahwa pencapaian siswapun akan berbeda juga. Peneliti memandang penting akan kemampuan awal matematis siswa dalam melakukan penelitian. Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengkaji peningkatan kemampuan pemecahan masalah, berpikir reflektif matematis, dan adversity quotient siswa yang memperoleh pembelajaran matematik dengan pendekatan open ended dan yang memperoleh pembelajaran biasa dengan ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah). Demikian pula analisis keterkaitan antara pembelajaran serta latar belakang mereka dalam hal ini kemampuan awal matematis siswa dengan kemampuan pemecahan masalah, berpikir reflektif matematis dan adversity quotient siswa.

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini hal utama yang menjadi pokok kajian adalah kemampuan pemecahan masalah, berpikir reflektif matematis dan adversity


(28)

quotient siswa serta penggunaan pembelajaran dengan pendekatan open ended dan pembelajaran biasa. Di samping itu terdapat juga faktor lain yang akan dikaitkan dengan hal pokok kajian tersebut yaitu kemampuan awal matematis siswa. Secara terperinci rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa dan (b) kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah)?

2. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan

biasa) dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?

3. Apakah peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa dan (b) kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah)?

4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan

biasa) dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa?


(29)

5. Apakah adversity quotient siswa dalam matematik yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa?

6. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan

biasa) dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) terhadap adversity quotient siswa dalam matematika?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa dan (b) kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).

2. Mengkaji ada tidaknya interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan biasa) dengan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 3. Mengkaji peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa dan (b) kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).


(30)

4. Mengkaji ada tidaknya interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan biasa) dengan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

5. Mengkaji adversity quotient siswa dalam matematik yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

6. Mengkaji ada tidaknya interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan biasa) dengan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) terhadap adversity quotient siswa dalam matematika.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir reflektif matematis siswa

2. Bagi guru, diharapkan dapat tersusunnya deskripsi yang rinci dari proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open ended, sehingga menjadi acuan bagi guru ketika hendak menerapkan pendekatan open ended dalam pembelajarannya dan dapat dijadikan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, berpikir reflektif matematis dan adversity quotient siswa

3. Bagi peneliti, menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan dapat dijadikan sebagai acuan/ referensi untuk penelitian lain (penelitian yang relevan) dan pada penelitian yang sejenis.


(31)

F. Definisi Operasional

Untuk menghindarkan kesalahan penafsiran terhadap apa yang akan diteliti, maka berikut ini dituliskan definisi operasional variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan untuk mengamati, merencanakan, mengembangkan dan menyelesaikan masalah yang muncul dalam matematika dan dalam bidang lain dengan menerapkan dan menyesuaikan berbagai macam strategi yang cocok serta membangun pengetahuan matematis baru.

2. Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah kemampuan berpikir untuk aksi (reaching), berpikir untuk evaluasi (comparing) dan berpikir untuk inkuiri kritis (contemplating).

3. Adversity quotient siswa adalah kecerdasan menghadapi kesulitan dengan mempertanyakan berapa banyak kendali yang dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan (control / kendali); siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan, dan sampai sejauhmanakah seseorang mengakui akibat kesulitan itu (origin dan ownership); mempertanyakan sejauhmana kesulitan akan menjangkau atau mempengaruhi ke bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang (reach/ jangkauan) dan; mempertanyakan berapa lamakah kesulitan berlangsung dan lamanya penyebab kesulitan tersebut akan bertahan (endurance/ daya tahan).

4. Pembelajaran dengan pendekatan open ended adalah salah satu pembelajaran yang diawali dengan memberikan masalah yang memiliki metode/ cara atau


(32)

penyelesaian yang benar lebih dari satu. Kemudian siswa bekerja secara individu dan berkelompok untuk menyelesaikan masalah, selanjutnya hasil pekerjaan siswa, baik secara individu maupun kelompok disimpulkan dalam diskusi kelas.

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa dan (b) kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).

2. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan biasa) dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

3. Peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa dan (b) kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).

4. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan biasa) dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.


(33)

5. Skala adversity quotient siswa dalam matematik yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa.

6. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan biasa) dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) terhadap adversity quotient siswa dalam matematika.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan quasi eksperimen atau eksperimen semu dengan bentuk dua kelompok penelitian yaitu kelas eksperimen (kelas perlakuan) dan kelas kontrol (kelas pembanding). Pertimbangan penggunaan desain penelitian ini adalah bahwa kelas yang ada sudah terbentuk sebelumnya, dan pembentukan kelas baru akan menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran serta mengganggu efektivitas pembelajaran di sekolah. Sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan secara acak.

Dengan demikian untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir reflektif matematis siswa terhadap pembelajaran matematika dilakukan penelitian dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen (Ruseffendi, 2005) berikut:

Kelas Eksperimen O X O

Kelas Kontrol O O

Keterangan:

O : Pre-test atau Post-test kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis

X : Pembelajaran dengan pendekatan open ended : Subjek tidak dikelompokkan secara acak

Dalam suatu sekolah (populasi) dipilih dua kelas, satu kelas untuk eksperiman dan satu kelas lagi untuk kontrol. Pada kelas eksperimen diberi


(35)

perlakuan (X) yaitu pembelajaran dengan pendekatan open ended. Sedangkan pada kelas kontrol tidak diberi perlakuan khusus. Sebelum perlakuan siswa diberi pretes (O) dan setelah diberi perlakuan diberi postes (O).

Untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pendekatan tersebut terhadap kemampuan pemecahan masalah , berpikir reflektif matematis dan adversity quotient siswa dalam matematika maka dalam penelitian ini dilibatkan faktor kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Dengan menggunakan model Weiner, disain penelitian ini dapat disajikan seperti pada tabel berikut

Tabel 3.1

Keterkaitan Kemampuan Awal siswa dalam Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis dan Adversity Quotient Siswa di Kelas

Eksperimen dan Kontrol

Kemampuan Matematis

Siswa

Pembelajaran Open Ended (PO) Pembelajaran Biasa (PB)

Kemampuan Awal Matematis (K) Kemampuan Awal Matematis (K)

Tinggi (T)

Sedang (S)

Rendah

(R) Total

Tinggi (T)

Sedang (S)

Rendah

(R) Total

Pemecahan Masalah (PM) PO- PM- KT PO- PM- KS PO- PM- KR PO PM PB-PM- KT PB- PM- KS PB- PM- KR PB PM Berpikir Reflektif (BR) PO- PR- KT PO- PR- KS PO- PR- KR PO PR PB- PR- KT PB- PR- KS PB- PR- KR PB PR Adversity Quotient (AQ) PO- AQ- KT PO- AQ- KS PO- AQ- KR PO AQ PB-AQ- KT PB- AQ- KS PB- AQ- KR PB AQ

Total PO-KT PO-KS PO-KR PO PB-KT PB-KS PB-KR PB

B. Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu SMP Negeri Kota Bandung tahun ajaran 2012/2013 dan sampel penelitiannya adalah siswa kelas IX SMP Negeri 32 Bandung yaitu sebanyak 69 siswa. Dengan


(36)

menggunakan acak kelas dari 7 kelas IX diperoleh kelas IX-C sebagai kelas Eksperimen dengan jumlah siswa 35 orang dan kelas IX-F sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 34 orang. Dipilihnya siswa kelas IX SMP dengan pertimbangan bahwa siswa di kelas ini sudah lebih homogen dalam kemampuan dasarnya. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling. Tujuan dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian serta prosedur perijinan. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penentuan sampel penelitian didasarkan pada kriteria; (1) letaknya berdekatan dan mudah dijangkau, (2) memiliki prosedur administratif yang relatif mudah, (3) memiliki ketersediaan sarana dan prasarana yang relatif lengkap, (4) rata-rata kemampuan siswa berada pada klaster II, level sekolah sedang berdasarkan data dari kantor dinas setempat.

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang penerapan pembelajaran matematika di kelas IX SMP, yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended untuk melihat pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis, berpikir reflektif matematis, dan adversity quotient siswa dalam matematika. Penelitian ini juga akan membandingkan perlakuan antara pembelajaran dengan pendekatan open ended dan pembelajaran biasa. Variabel lain yang juga akan menjadi perhatian dalam penelitian ini kemampuan awal matematis siswa yakni kategori tinggi, sedang dan rendah


(37)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan open-ended dan pembelajaran biasa, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah, berpikir reflektif dan adversity quotient siswa. Variabel kontrolnya adalah kemampuan awal matematis siswa ditinjau dari kategori (tinggi, sedang dan rendah)

D. Instrumen Penelitian dan Pengambangannya

Penelitian ini menggunakan empat buah instrumen, yaitu tes kemampuan awal matematis, tes berpikir reflektif matematis, tes pemecahan masalah matematis, dan skala adversity quotient siswa dalam matematika. Langkah awal yang dilakukan adalah membuat kisi-kisi instrumen dan merancang instrumen penelitian untuk selanjutnya dilakukan penilaian ahli. Maksud dari penilai ahli adalah para penimbang atau validator yang berkompeten untuk menilai instrumen penelitian dan memberikan masukan atau saran, guna penyempurnaan instrumen yang telah disusun. Setelah instrumen direvisi berdasarkan masukan para ahli, instrumen tersebut diujicobakan di sekolah yang berbeda dengan tempat pelaksanaan penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan:

1. Tes Kemampuan Awal Matematis

Tes kemampuan awal matematis (KAM) dibuat untuk mengetahui kriteria kesetaraan, siswa diberi tes KAM yang diambil dari soal UAN SMP tahun 2010-2012 sebanyak 20 soal untuk materi yang sudah dipelajari siswa di kelas VII dan VIII. Pemilihan item soal-soal UAN adalah berdasarkan pertimbangan bahwa soal


(38)

itu telah memenuhi standar nasional sebagai alat ukur yang baik. Soal tersebut berupa pilihan berganda dengan empat pilihan jawaban. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Berdasarkan skor kemampuan awal matematis yang diperoleh, siswa dikelompokkan menurut kemampuannya, yaitu siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang hasil skornya pada tes kemampuan awal matematis lebih dari 70 adalah siswa berkemampuan tinggi. Siswa yang skornya berada pada rentang 60 – 70 adalah siswa berkemampuan sedang, dan siswa yang skornya di bawah 60 adalah siswa berkemampuan rendah. Kisi-kisi dan perangkat soal kemampuan awal matematis selengkapnya disajikan pada lampiran.

Berikut ini disajikan kemampuan awal matematis siswa berdasarkan kategori pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

Tabel 3.2

Deskripsi Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori KAM

KELAS KEMAMPUAN AWAL MATEMATIS (KAM)

TINGGI SEDANG RENDAH TOTAL

EKSPERIMEN 3 14 18 35

KONTROL 5 13 16 34

TOTAL 8 27 34 69

2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif a. Penyusunan Tes

Tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis siswa disusun dalam bentuk uraian. Alasan penyusunan tes dalam bentuk uraian karena disesuaikan dengan maksud penelitian ini yang lebih mengutamakan proses daripada hasil. Tes dalam bentuk uraian dapat mendorong siswa untuk berani


(39)

mengungkapkan pendapat dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri. Dengan demikian peneliti dapat mengungkapkan lebih banyak variasi jawaban yang dikemukakan oleh siswa.

Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika kelas IX SMP dengan mengacu pada KTSP, yaitu pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung. Pengembangan instrumen ini dimulai dengan membuat kisi-kisi soal, dilanjutkan dengan menyusun soal yang sesuai serta kunci jawaban dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Soal tes yang disusun terdiri dari 6 butir soal berbentuk uraian, 3 soal untuk menguji kemampuan pemecahan masalah dan 3 soal untuk menguji kemampuan berpikir reflektif matematis siswa. Dalam penyusunan soal tes memperhatikan aspek kesesuaian kisi-kisi dengan butir soal, aspek kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis.

Adapun indikator kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis yang akan diukur adalah sebagai berikut

Tabel 3.3

Deskripsi Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis

Variabel Indikator Kemampuan

Matematika Aspek Pembelajaran

PEMECAHAN MASALAH

siswa mengamati dan mengembangkan proses pemecahan masalah matematis; menerapkan dan menyesuaikan berbagai macam strategi yang cocok untuk memecahkan

masalah, membangun

Menggunakan konsep luas selimut tabung, siswa

mengidentifikasi kecukupan data (unsur-unsur tabung) dan

membuat model matematis dari suatu situasi atau masalah sehari-hari untuk menyelesaikan masalah


(40)

Untuk memperoleh data kemampuan pemecahan masalah dilakukan pensekoran dengan pedoman pensekoran hasil modifikasi Noer (2007) yang disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Skor Memahami

Masalah Membuat Rancangan Pemecahan Melakukan Perhitungan Memeriksa Kembali Hasil

0 Salah

menginterprest asi atau salah sama sekali

Tidak ada rencana, membuat rencana yang tidak relevan

Tidak melakukan Perhitungan

Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada Keterampilan lain

baru melalui pemecahan masalah, dan

menyelesaikan masalah yang muncul dalam matematika dan dalam bidang lain.

kurucut, siswa menjelaskan/ menginterpretasikan hasil dengan membandingkan dua volume kerucut yang jari-jarinya berbeda tetapi tingginya sama Menggunakan rumus volume untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan tabung dan bola

BERPIKIR REFLEKTIF

Reaching, berpikir reflektif untuk aksi. Menuliskan sifat-sifat yang dimiliki oleh situasi kemudian menjawab permasalahan

Menggunakan luas selimut dan volume bola, siswa dapat membandingkan bola jika jari-jari bola diduakalikan.

Comparing, berpikir reflektif untuk evaluasi. Membandingkan suatu reaksi dengan prinsip umum atau teori dengan memberi alasan kenapa memilih tindakan tersebut

Menggunakan rumus tabung, kerucut dan bola, siswa dapat membandingkan ketiga bangun tersebut.

Contemplating, berpikir reflektif untuk inkuiri kritis. Menginformasikan jawaban berdasarkan situasi masalah, mempertentangkan jawaban dengan jawaban lain

kemudian merekonstruksi situasi-situasi.

Menggunakan rumus volume, siswa dapat menysaikan masalah yang berkatian volume tabung.


(41)

Skor Memahami Masalah Membuat Rancangan Pemecahan Melakukan Perhitungan Memeriksa Kembali Hasil

1 Salah

menginterprett asi sebagian soal, mengabaikan kondisi soal Membuat rencana

pemecahan yang tidak dapat dilaksanakan Melaksanakan prosedur yang benar dan mungkin Menghasilkan jawaban benar tetapi salah Perhitungan

Ada

pemeriksaan tetapi tidak tuntas

2 Memahami masalah soal selengkapnya

Membuat rencana yang benar tetapi salah dalam hasil / tidak ada hasil

Melakukan proses yang benar dan mendapatkan hasil yang benar

Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat kebenaran proses

3 Membuat

rencana yang benar, tetapi belum lengkap

4 Membuat

rencana sesuai dengan prosedur dan mengarah pada solusi yang benar

Skor Maksimal 2

Skor Maksimal 4 Skor Maksimal 2 Skor Maksimal 2

Untuk memperoleh data kemampuan berpikir reflektif matematis dilakukan pensekoran dengan pedoman pensekoran modifikasi Noer (2010) yang disajikan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis

Indikator Reaksi terhadap soal / masalah Skor

Reaching  Tidak menjawab

 Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi masalah dengan cara langsung menjawab, tetapi jawaban salah

 Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi masalah dengan cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh situasi, kemudian menjawab permasalahan,

0 2


(42)

 Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi masalah cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh situasi, kemudian menjawab permasalahan tetapi jawaban salah

 Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi masalah dengan cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh situasi, kemudian menjawab permasalahan dan jawaban benar

7

10

Comparing  Tidak menjawab

 Tidak melakukan evaluasi terhadap tindakan dan apa yang diyakini

 Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum atau teori tetapi tidak memberi alasan mengapa memilih tindakan tersebut

 Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum atau teori, memberi alasan mengapa memilih tindakan tersebut tetapi jawaban salah  Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini

dengan cara membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum atau teori, memberi alasan mengapa memilih tindakan tersebut dan jawaban benar.

0 2 5

7

10

Contemplating  Tidak menjawab

 Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan situasi masalah yang dihadapi tetapi jawaban salah

 Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan situasi masalah yang dihadapi dan jawaban benar

 Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan situasi masalah yang dihadapi,

mempertentangkan jawaban dengan jawaban lainnya  Menguraikan, menginformasikan jawaban

berdasarkan situasi masalah yang dihadapi, mempertentangkan jawaban dengan jawaban lainnya, kemudian merekonstruksi situasi-situasi

0 2

5 7


(43)

b. Analisis Tes 1) Validitas

Menurut Arikunto (2006: 168), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkatan kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Validitas instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan. dari hasil tersebut akan diperoleh validitas teoritik dan validitas empirik.

a) Validitas Teoritik

Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes kemampuan berpikir logis yang berkenaan dengan validitas isi dan validitas muka diberikan oleh ahli.

Tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis, sebelum digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh lima orang penimbang yang berlatar belakang mahasiswa pascasarjana pendidikan matematika yang dianggap ahli dalam pendidkan matematika. Para penimbang diminta untuk menilai atau mempertimbangkan dan memberikan saran atau masukan mengenai validitas isi dan validitas muka dari tes tersebut. Pertimbangan validitas isi didasarkan pada kesesuaian butir soal dengan materi pokok yang diberikan, indikator pencapaian hasil belajar, aspek kemampuan matematis yang akan diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa SMP kelas IX.

Pertimbangan validitas muka didasarkan pada kejelasan soal dari segi bahasa atau redaksional. Setelah mendapat masukan tentang validitas teoritik tes, pada beberapa soal dilakukan revisi seperlunya. Selanjutnya tes diujicobakan


(44)

dan dianalisis validitas empiriknya, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukarannya. Tes diujicobakan pada siswa siswa kelas X SMAN 6 Bandung yang dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2012. Setelah dilakukan pemeriksaan dan pemberian skor terhadap jawaban siswa

b) Validitas Empirik

Validitas empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi produk momen dengan menggunakan angka kasar (Arikunto, 2003: 72) yaitu:

∑ ∑ ∑

√ ∑ (∑ } ∑ ∑ Keterangan :

rxy = Koefisian Validitas

X = Skor tiap butir soal Y = Skor total

N = Jumlah subyek

Menurut (Suherman, 2001: 136) klasifikasi koefisien validitas sebagai berikut:

Tabel 3.6

Klasifikasi Koefisian Validitas Koefisien Validitas Interpretasi

0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi 0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup 0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah

rxy≤ 0,00 Sangat rendah


(45)

valid apabila pada taraf signifikasi didapat . Untuk pengujian signifikansi koefisien korelasi pada penelitian ini digunakan uji t sesuai pendapat Sudjana (2005) dengan rumus sebagai berikut:

t = Keterangan:

: koefisien korelasi product moment pearson n : banyaknya siswa

Setelah instrumen dinyatakan memenuhi validitas isi dan validitas muka, kemudian soal tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis tersebut dujicobakan secara empiris kepada 37 orang siswa kelas X-A SMA Negeri 6 Bandung. Tujuan uji coba empiris ini adalah untuk mengetahui tingkat reliabilitas dan validitas butir soal tes. Perhitungan validitas butir soal menggunakan software Anates V.4 For Windows. Untuk validitas butir soal digunakan korelasi product moment dari Karl Pearson, yaitu korelasi setiap butir soal dengan skor total. Hasil validitas butir soal kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis disajikan pada Tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7

Hasil Uji Validitas Butir Soal

Tes Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis Kemampuan

Matematika No Soal Koefisien (rxy) Kategori Kriteria

Pemecahan Masalah

1 0,81 Sangat tinggi Valid

2 0,86 Sangat tinggi Valid

3 0,91 Sangat tinggi Valid

Berpikir Reflektif

4 0,97 Sangat tinggi Valid

5 0,96 Sangat tinggi Valid

6 0,89 Sangat tinggi Valid


(46)

2) Reliabilitas

Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama (Arikunto, 2003: 90). Suatu alat evaluasi (tes dan nontes) disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes ini adalah rumus Alpha (Arikunto, 2003: 109)

[ ] ∑ Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen

∑σi2 = jumlah varians skor tiap–tiap item

σt2 = varians total

n = banyaknya soal

Menurut Suherman (2001: 156) ketentuan klasifikasi koefisien reliabilitas sebagai berikut:

Tabel 3.8

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Besarnya nilai r11 Interpretasi

0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi

0,40 < r11≤ 0,60 Cukup

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

r11≤ 0,20 Sangat rendah

Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak maka dilakukan pengujian reliabilitas dengan rumus alpha-croncbach dengan bantuan program Anates V.4 for Windows. Pengambilan keputusan yang dilakukan adalah dengan membandingkan rhitung dan rtabel. Jika rhitung > rtabel maka soal reliabel, sedangkan jika rhitung≤ rtabel maka soal tidak reliabel. Maka untuk α = 5% dengan


(47)

derajat kebebasan dk = 37 diperoleh harga rtabel 0,325. Hasil perhitungan reliabilitas dari uji coba instrumen pemecahan masalah diperoleh rhitung = 0,86 dan uji coba instrument berpikir reflektif diperoleh rhitung = 0,94 . Artinya soal tersebut reliable karena 0,86 > 0,325 dan 0,94 > 0,325 dan termasuk kedalam kategori sangat tinggi. Hasil perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran. Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil perhitungan reliabilitas

Tabel 3.9

Hasil Uji Reliabilitas Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis Kemampuan

Matematis rhitung rtabel Kriteria Kategori

Pemecahan Masalah

0,86 0,325 Reliabel Sangat Tinggi Berpikir

Reflektif

0,94 0,325 Reliabel Sangat Tinggi

Hasil analisis menunjukkan bahwa soal kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam penelitian.

3) Daya Pembeda

Daya pembeda sebuah butir soal tes menurut Suherman (2001: 175) adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang rendah. Daya pembeda item dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda menurut Surapranata (2009: 31) adalah:


(48)

∑ ∑ Keterangan:

DP = Daya pembeda

∑ = Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas ∑ = Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah n = Jumlah peserta tes

Menurut Suherman (2001: 161) klasifikasi interpretasi daya pembeda soal sebagai berikut:

Tabel 3.10

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda

Kriteria Daya Pembeda Interpretasi

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Untuk hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Adapun hasil rangkuman yang diperoleh dari uji coba instrumen untuk daya pembeda dengan menggunakan software Anates V.4 For Windows dapat dilihat pada Tabel 3.11 berikut.

Tabel 3.11

Hasil Uji Daya Pemeda Soal

Tes Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis Kemampuan

Matematika No Soal

Daya Pembeda

(DP) Interpretasi

Pemecahan Masalah

1 0,27 Cukup

2 0,26 Cukup

3 0,42 Baik

Berpikir Reflektif

4 0,40 Cukup

5 0,43 Baik


(49)

4) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal tes (Arikunto, 2006: 207). Menurut Surapranata (2009: 12), tingkat kesukaran untuk soal uraian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Dimana :

TK = Tingkat Kesukaran

∑ = Banyaknya peserta tes yang menjawab benar pada soal tersebut = Skor maksimum yang ada pada pedoman penskoran

N = Jumlah peserta tes

Menurut Suherman (2001: 170) klasifikasi tingkat kesukaran soal sebagai berikut:

Tabel 3.12

Klasifikasi Koefisien Tingkat Kesukaran Kriteria Tingkat Kesukaran Klasifikasi

TK = 0,00 Soal Sangat Sukar

0,00  TK  0,3 Soal Sukar

0,3  TK ≤ 0,7 Soal Sedang

0,7  TK ≤ 1,00 Soal Mudah

TK = 1,00 Soal Sangat Mudah

Untuk hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Adapun hasil rangkuman yang diperoleh dari uji coba instrumen untuk tingkat kesukaran dengan menggunakan software Anates V.4 For Windows dapat dilihat pada Tabel 3.13 berikut.


(50)

Tabel 3.13

Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal

Tes Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis Kemampuan

Matematika No Soal

Tingkat

Kesukaran (TK) Klasifikasi

Pemecahan Masalah

1 0,7 Sedang

2 0,3 Sukar

3 0,6 Sedang

Berpikir Reflektif

4 0,5 Sedang

5 0,4 Sedang

6 0,3 Sukar

3. Tes Skala Adversity Quotient

Skala adversity quotient siswa dalam matematika digunakan untuk mengetahui tingkatan adversity quotient siswa dalam matematika. Skala adversity quotient dalam matematika terdiri dari 30 item pernyataan yang dilengkapi dengan empat pilihan jawaban yaitu Sering Sekali (SS), Sering (S), Jarang (J), Jarang Sekali (JS).

Sebelum skala ini digunakan dalam penelitian, dilakukan uji validitas kepada pembimbing dan pakar yang sedang menempuh studi S-3. Selain itu instrument diujicoba terbatas, sehingga akan diperoleh gambaran apakah pernyataan-pernyataan yang terdapat pada skala adversity quotient siswa dalam matematika dapat dipahami siswa dengan baik. Setelah dilakukan perbaikan berdasarkan hasil ujicoba terbatas tersebut, selanjutnya skala adversity quotient siswa dalam matematika diujicobakan ke sekolah. Ujicoba ini bertujuan untuk mengetahui validitas setiap item pernyataan dan untuk menghitung skor setiap pilihan (SS, S, J, JS) dari masing-masing pernyataan pada skala adversity quotient .


(51)

Pemberian skor setiap pilihan dari masing-masing pernyataan skala adversity quotient ditentukan berdasarkan distribusi jawaban responden pada ujicoba atau dengan kata lain menentukan nilai/skor skala. Dengan demikian, pemberian skor setiap pilihan dari pernyataan skala adversity quotient matematis siswa ditentukan secara aposteriori yaitu berdasarkan distribusi jawaban responden dengan metode MSI (Method of Succesive Interval). Dengan menggunakan cara ini, skor SS, S, J, JS dari masing-masing pernyataan dapat berbeda, tergantung pada sebaran respon siswa terhadap masing-masing pernyataan.

E. Prosedur Analisis Data

Analisis data kuantitatif digunakan untuk mengkaji tentang perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir reflektif matematis siswa serta adversity quotient siswa dalam matematika antara yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan pembelajaran biasa ditinjau kemampuan awal matematis siswa.

1. Data Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis

Analisis kuantitatif tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis dilakukan dengan menggunakan tahapan berikut ini.

1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.


(52)

2) Membuat tabel skor pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3) Menentukan skor peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis dengan rumus N-gain ternormalisasi Hake (1999) yaitu:

Hasil perhitungan N-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.14

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya N-gain (g) Klasifikasi

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

4) Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pre-test, post-test dan N-gain kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov.

Adapun rumusan hipotesisnya adalah: H0: Data berdistribusi normal

Ha: Data tidak berdistribusi normal Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima.

Tetapi jika data tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji non-parametrik dengan tidak melihat homogenitas.


(1)

Sidiq Aulia Rahman, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Berpikir Reflektif Matematis dan Adversity Quotient Siswa SMP dengan Pendekatan Open Ended

strategi yang sesuai/cocok untuk siswa berkemampuan tinggi, sedang, maupun rendah. Tingkat kesulitan masalah juga harus cocok dengan kemampuan siswa. Jika masalah terbuka itu relatif mudah itu mungkin memberikan semangat kepada siswa yang kategori rendah untuk menjawab sedangkan untuk kategori siswa yang tinggi mungkin akan merasa kurang tertantang. Tetapi jika soal terbuka itu terlalu sukar mungkin akan memberi semangat tantangan yang tinggi bagi siswa dalam kategori tinggi tetapi berdampak kurang semangat bahkan putus asa kepada siswa yang kategori rendah atau sedang.

3. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran dengan pendekatan open-ended membutuhkan pengaturan waktu yang efektif. Hal ini karena dalam proses pembelajarannya siswa dituntut untuk selalu menyelesaikan masalah tanpa terlebih dahulu diberikan konsepnya. Bagi siswa yang terbiasa dengan pembelajaran biasa hal ini akan membutuhkan penyesuaian yang membutuhkan waktu dan kadang membutuhkan usaha ekstra guru dalam mendorong siswa agar terlibat aktif.

4. Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan open-ended, sebaiknya dibangun suasana diskusi dan tanya jawab dalam kelas. Suasana kelas yang demikian dapat membantu membiasakan siswa untuk ikut terlibat aktif dalam kelas serta dapat menumbuhkan keberanian siswa untuk memberikan pendapatnya. Dengan demikian selain dapat melibatkan siswa dalam proses berpikir, pembelajaran ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa.


(2)

151

5. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan open ended secara baik, guru perlu memikirkan prediksi respons siswa atas situasi masalah terbuka serta antisipasinya. Berbagai prediksi dan antisipasi yang telah dipersiapkan dalam skenario pembelajaran secara baik, akan mempermudah guru melalukan tindakan yang tepat ketika siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah terbuka, sehingga akan memperlancar jalannya proses pembelajaran dengan pendekatan open ended. 6. Untuk peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dilanjutkan dengan

meneliti pengaruh pembelajaran dengan pendekatan open ended terhadap kemampuan daya matematis lainnya, seperti kemampuan koneksi matematis, komunikasi matematis, dan penalaran matematis. Penelitian ini juga dapat dilanjutkan dengan meneliti pada masing-masing indikator dari kemampuan pemecahan masalah maupun berpikir reflektif, agar diperoleh hasil yang lebih akurat tentang indikator-indikator apa saja yang dapat ditingkatkan melalui pembelajaran dengan pendekatan open ended.


(3)

Sidiq Aulia Rahman, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Berpikir Reflektif Matematis dan Adversity Quotient Siswa SMP dengan Pendekatan Open Ended

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aswandi. (2008). Adversity Quotient mengubah hambatan menjadi peluang. [onliine]. http://id.shvoong.com/books/1855052-adversity-quotient-mengubah-hambatan-menjadi/#ixzz1c6Ompo1n [10 Desember 2011]

Atun, I. (2006). Pembelajaran matematika dengan strategi kooperatif tipe student teams achievement divisions untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah dan komunikasi siswa SMA. Tesis pada PPS UPI. Bandung:

Tidak diterbitkan.

Azhar, A. (2008). John Dewey & Berpikir Reflektif. [Online]. Tersedia: http://www.candilaras.co.cc/2008/05/john-dewey-berpikir-reflektif.html. [21 Maret 2010]

Baba, S. (2006). Berfikir Cara Reflektif. [Online]. Tersedia: http://rakan.jkr.gov.my/ckub/a_main/q_rampaisaridtl.asp?fid=97 [24 Maret 2011]

Choy, N.K. (2001). Pemikiran Reflektif oleh Dewey. [Online]. Tersedia:http://www.teachersrock.net/Dewey%20Pemikiran%20Refleksi.ht m [10 Juni 2012]

Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-ended, Studi Eksperimen pada Siswa SLTP Negeri di

Kota Bandung. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung: Tidak

diterbitkan

Depdiknas, (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

---(2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah

(SMP). Jakarta: Depdiknas.

Dindyal, J. (2005). Emphasis on Problem Solving in Mathematics Textbooks from Two Different Reform Movements. Johor Baru Malaysia: The Mathematics Education into the 21st Century Project Universiti Teknologi Malaysia, Reform, Revolution and Paradigm Shifts in Mathematics

Education, Johor Baru, Malaysia, Nov 25th – Dec 1st 2005.

Dwijanto (2007). Pengaruh pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer terhadap pencapaian kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif

matematik mahasiswa. Disertasi pada SPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Fisher, A. (2001). Critical Thinking: An Introduction. [Online]. Tersedia: http://catdir.loc.gov/catdir/samples/cam031/2002265188.pdf (10 Juni 2012] Hadad. (2010). Peningkatan Kemampuan Representasi Multipel Matematis,


(4)

153

Dalam Matematika Antara Siswa Yang Memperoleh Pembelajaran

Dengan Pendekatan Open Ended .Disertasi pada PPS UPI. Bandung: tidak

dipublikasikan

Hake, R. (1999). Analizing Change/Gain Scores. [on-line]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/-sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.

[7Februari 2011]

Hudojo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan

Konstruktivistik. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Upaya-upaya

Meningkatkan Peran Pendidikan dalam Era Globalisasi PPS IKIP MALANG. Malang, 4 April.

--- (2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Jurnal

Matematika atau Pembelajarannya. ISSN: 085-7792. Tahun VIII, edisi

khusus.

Hulu, P. (2009). Menigkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Berbasis

Masalah. Tesis UPI: Tidak diterbitkan

Kurnia, I. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Reflektif Mahasiswa 1-PGSD pada Matakuliah Penelitian

Tindakan Kelas. Disertasi UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kusumah, Y.S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Computer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order

Mathematical Thinking. Pidato Pengukuhan Guru Besar [22 oktober

2008] Bandung: UPI.

Meier, D. (2002). The Accelerated Learning Hand Book Panduan Kreatif dan

Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatian. Bandung: Kaifa

Meltzer, D.E. (2002). Addendum to : “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A

Possible“Hidden Variable” in Diagnostics Pretest Score”. [on-line].

Tersedia: http://www.physics. iastate.edu/per/docs/Addendum on_normalized_gain. [7 Februari 2011]

Mina, E. (2006). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Open-Ended terhadap Kemampuan Kreatif Matematika Siswa SMA Bandung.

Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan

Montague, M. (2007). Math Problem Solving for Middle School Students with

Disabilities. [on-line]. Avaliable: http://www.k8accesscenter.org/training_

resources/MathProblemSolving.asp. [26 Mei 2011].

Mustapha, G. (2000). UNIT 1 Definisi dan Konsep Kemahiran Berpikir. Dalam

Kemahiran Berpikir [Online]: Fakulti Pengajian Pendidikan, Universiti

Putra Malaysia. Tersedia: http://www.educ.upm.edu.my/~gm /berfikir.htm [24Maret 2011]


(5)

Sidiq Aulia Rahman, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Berpikir Reflektif Matematis dan Adversity Quotient Siswa SMP dengan Pendekatan Open Ended

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Nohda, N. (1999). A Study Of "Open-Approach" Method In School Mathematics

Teaching - Focusing On Mathematical Problem Solving Activities.

[on-line]. Avaliable: http://www.nku.edu/~sheffield/nohda.html. [31 Maret 2008].

--- (2000). Teaching by open-approach method in Japanes mathematics classroooms, in T. Nakahara & M. Koyama (Eds). Proceedings of the 24th conference of the international group for the

psycholofy of mathematics education vol.1 (pp. 39-53). Hirosima:

Hirosima University.

Noer, H. S. (2007). Pembelajaran open-ended untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematik dan kemampuan berpikir kreatif. Tesis

pada PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

--- (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif dan Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis

Masalah. Disertasi pada PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Phan, H.P. (2008). Achievement Goals, The Classroom Environment, And Reflective Thinking: A Conceptual Framework.Dalam Electronic Journal

Of Research in Educational Psychology No 16 [Online], Vol 6 (3), 32

Hal. Tersedia: http://www.investigacion-psicopedagogica.org/revista /articulos/16 /english/Art_16_269.pdf [21 Maret 2011]

--- (2006). Examination Of Student Learning Approaches, Reflective Thinking, And Epitomological Belief : A Latent Variables Approach.Dalam Electronic Journal Of Research in Educational

Psychology No 10 [Online], Vol 4 (3), 34 Hal. Tersedia:

http://www.investigacionpsicopedagogica.org/revista/articulos/10/english/A rt_10_141.pdf [21 Maret 2011]

PISA. (2006). First Result. [on-line]. Tersedia: http://www.mine.edu/export/ default/OPM?Koulutus/artikelit/pisa-tutkimus/ PISA 2006/liitect/PISA 2006 en.pdf. [22 Oktober 2011]

Polya, G. (1985). How to solve it. Princeton: Princeton University Press

Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: Depdikbud Dikjen Dikti.

--- (1991). Pengantarkepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

--- (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan Dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

_______________. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang


(6)

155

--- (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Edisi ke 3 revisi. Bandung: Tarsito.

Sabandar, J. (2009). Berpikir Reflektif. [Online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2009/11/Berpikir-eflektif.pdf [7 Maret 2010]

Shermis, S. S. (1999). Reflective Thought, Critical Thinking. [Online]. Tersedia: http://www.indiana.edu/~eric_rec/ieo/digests/d143.html

Shimada, S. (1997). The Significance of an Open-ended Approach. Dalam Jerry Backer dan Shigeru Shimada. The open-ended Approach: A New Proposal

for Teaching Mathematics. Virginia: NCTM.

Silver, E. A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in

Mathematical Problem Solving and Problem Posing. [on-line].

Tersedia:http://www. fizkarlsruhe.de/fiz/publications/zdm/2dm97343.pdf. [19 Mei2011]

Sudjana. (1995). Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Suherman, E & Winataputra, U. (1993). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Suherman, E. (2001). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

---(2003). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: UPI Bandung. Surapranata, S. (2009). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes

Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Surbeck, E., Park Han, E. & Moyer, J. (1991). Assessing Reflective Responses in

Journals. Educational Leadership, March, 25-27.

Sumarmo, U. (2000). Kecendrungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21. Makalah pada Seminar di UNSWAGATI Tanggal 10 September 2000. Cirebon.

Syukur, M. (2005). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMU

melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended.

Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan

Weast, D. (1996). Alternative teaching strategies: The case for critical thinking.

Teaching Sociology,24, 189-194.

Wismayana,N.P. (2007). Pengaruh Model Belajar Berbasis Masalah dan Adversity Quotient siswa terhadap Prestasi Belajar Matematika dan Konsep Diri Siswa SMAN 4 Singaraja.Jurnal Ganesha Volume 2 Tahun 2009 PPs. Universitas Pendidikan Ganesha, Bali

Zaenudin. (2011). Pentingnya Adversity Quotient dalam Meraih Prestasi Belajar. Jurnal Pendidikan IKIP Untan Pontianak Vol 26. No.2.