PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS SISWA SMP.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh Annisa Rohyani
1002402
DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
Oleh Annisa Rohyani
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pedidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam
© Annisa Rohyani 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
(3)
(4)
ABSTRAK
Annisa Rohyani (1002402). Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP.
Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya kemampuan berpikir reflektif matematis siswa SMP. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan scientific; 2) mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa sesudah diberi pembelajaran dengan pendekatan scientific; 3) mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan scientific. Metode yang digunakan adalah Pre-Experimental Design dengan desain One Group Pretest-Posttest Design. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung. Berdasarkan hasil analisis penelitian diperoleh: 1) terdapat peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan scientific; 2) kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa sesudah diberi pembelajaran dengan pendekatan scientific termasuk dalam kategori sedang; 3) hampir seluruh siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan scientific.
Kata Kunci: Pendekatan Scientific, Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis
(5)
ABSTRACT
Annisa Rohyani (1002402). The Effect of Scientific-Approach Learning towards The Enhancement of Junior High School Students’ Mathematical Reflective Thinking Ability.
The background of this research is due to the students’ low ability in mathematical
reflective thinking. This research is aimed to: 1) determine whether exist the enhancement mathematical reflective thinking ability of students who obtained teaching learning with scientific approach; 2) determine quality of enhancement mathematical reflective thinking ability of students who obtained scientific approach teaching; 3) determine how students attitudes towards learning with scientific approach. The method in this research was pre-experimental design by using one group pretest-posttest design. The population used in this research was students in grade VII in one of Junior High School in Bandung. Based on the results of analysis can be conclude that: 1) there is significant enhancement towards mathematical reflective thinking ability of students who was given scientific approach; 2) The quality enhancement mathematical reflective thinking ability of students who was given scientific approach is middle category; 3) The
students’ attitude towards a scientific approach learning is almost positive.
Keywords: Scientific-Approach learning, Mathematical Reflective Thinking Ability
(6)
Annisa Rohyani, 2014
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN ……… i
KATA PENGANTAR ……….. ii
UCAPAN TERIMA KASIH ……… iii
ABSTRAK ………. iv
DAFTAR ISI ………. vi
DAFTAR TABEL ………... viii
DAFTAR GAMBAR ……… ix
DAFTAR LAMPIRAN ……… x
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Rumusan Masalah ………... 7
C. Batasan Masalah ……….. 7
D. Tujuan Penelitian ………. 7
E. Manfaat Penelitian ………... 8
F. Definisi Operasional ……… 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……….... 10
A. Pendekatan Scientific………... 10
B. Berpikir Reflektif Matematis ………... 12
C. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika ………... 15
D. Teori Belajar yang Mendukung ……….. 17
E. Penelitian yang Relevan ……….. 17
F. Hipotesis Penelitian ………. 18
(7)
Annisa Rohyani, 2014
Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP.
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
A. Metode dan Desain Penelitian ……… 19
B. Variabel Penelitian ……….. 20
C. Populasi dan Sampel Penelitian ………. 20
D. Instrumen Penelitian ……….. 20
E. Prosedur Penelitian ……… 29
F. Teknik Pengolahan Data ……… 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………….. 37
A. Hasil Penelitian ……….. 37
B. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 47
BAB V PENUTUP ………... 52
A. Kesimpulan ………. 52
B. Saran ……… 52
DAFTAR PUSTAKA ………... 53
(8)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi dari setiap individu, karena dengan pendidikan potensi-potensi individu tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Melalui pendidikan sebuah peradaban dapat dibangun dan dikembangkan. Pendidikan merupakan salah satu sektor andalan pembangunan nasional dalam upaya meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pendidikan awal sesungguhnya dimulai dari pendidikan keluarga, namun untuk menjamin berkembangnya potensi-potensi yang dimiliki individu diperlukan sebuah sistem yang dapat mengarahkan potensi tersebut agar berkembang secara optimal.
Lembaga pendidikan formal merupakan salah satu solusi dimana proses pendidikan dapat terlaksana secara intensif dan sistematis. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan lingkungan kedua bagi anak setelah keluarga yang mampu menjadi harapan masyarakat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut Ihsan (2010: 97), dalam menjalankan tugasnya sekolah perlu memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
(1) menyesuaikan Kurikulum sekolah dengan kebutuhan masyarakat, (2) pendekatan yang digunakan harus mampu merangsang siswa untuk lebih mengenal kehidupan riil dalam masyarakat, (3) menumbuhkan sikap pada siswa untuk belajar dan bekerja dari kehidupan sekitarnya. Dengan demikian maka akan terdapat hubungan fungsional antara sekolah dengan masyarakat, (4) sekolah harus selalu berintegrasi dengan kehidupan masyarakat, sehingga kebutuhan kedua belah pihak akan terpenuhi, dan (5) sekolah seharusnya dapat mengembangkan masyarakat dengan cara mengadakan pembaruan tata kehidupan masyarakat.
(9)
Berdasarkan penjelasan yang telah diutarakan dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar yang terangkum dalam Kurikulum sekolah harus memperhatikan kebutuhan masyarakat. Penyempurnaan Kurikulum pembelajaranpun terus dilakukan agar semakin sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemberlakuan Kurikulum 2013 merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang bertujuan agar menghasilkan insan Indonesia yang semakin baik, yaitu produktif, kreatif, dan inovatif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Dalam Kurikulum 2013, terdapat amanat mengenai konsep pengelolaan pembelajaran yang tercantum dengan jelas, diantaranya Kurikulum 2013 mencantumkan tentang pendekatan dan strategi pembelajaran yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaannya.
Pendekatan scientific adalah pendekatan yang tercantum dalam pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Pendekatan scientific berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. Pendekatan scientific ini adalah pendekatan yang diterapkan untuk semua mata pelajaran di sekolah, termasuk matematika.
Matematika adalah ilmu yang memiliki peran penting dalam kehidupan. Kehadiran matematika selalu mengiringi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengingat peran serta pentingnya matematika dalam kehidupan, maka mata pelajaran matematika diberikan di semua jenjang pendidikan. Hal ini bertujuan untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, sistematis, kritis dan kreatif. Namun dalam kenyataannya, banyak siswa yang beranggapan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan maka akan semakin sulit untuk memahami konsep matematika. Kesulitan memahami konsep matematika ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah rendahnya kemampuan berpikir siswa di sekolah. Hal ini
sejalan dengan yang dikatakan Sabandar (2007) bahwa “dalam mempelajari matematika orang harus berpikir agar ia mampu memahami konsep-konsep
(10)
matematika yang dipelajari serta mampu menggunakan konsep-konsep tersebut secara tepat ketika ia harus mencari jawaban bagi berbagai soal matematika”.
Berdasarkan hasil survey internasional yang dilakukan PISA (Programme for International Assessment) tahun 2012 pada siswa usia sekitar 15 tahun, siswa Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi. Peringkat ini dilihat melalui rata-rata skor yang diperoleh dari berbagai kategori penilaian dengan tingkat level yang telah ditentukan. Berikut persentase siswa pada salah satu kategori yang dinilai.
Tabel 1.1
Persentase Siswa Indonesia Pada Setiap Level Kategori Proses Matematika Mathematical Processes Category Below level 1 Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5 Level 6
Formulating 46,8 % 27,5% 15,9% 6,9% 2,3% 0,5% 0,0%
Employing 45,2% 31,2% 16,5% 5,3% 1,5% 0,0% 0,0%
Interpreting 39,3% 34,0% 19,2% 6,0% 1,3% 0,0% 0,0% (NCES , 2013)
Formulating adalah proses merumuskan situasi matematika dari masalah kontekstual. Kegiatan yang termasuk dalam formulating ini antara lain mengidentifikasi masalah matematika dari situasi nyata, mengenali struktur matematika dalam masalah seperti keteraturan, hubungan dan pola, merepresentasikan situasi matematika menggunakan variabel, simbol atau diagram, dan sebagainya. Employing adalah proses menerapkan konsep matematika, strategi, dan pertimbangan solusi untuk mendapatkan kesimpulan dari masalah matematika. Sedangkan, interpreting adalah proses merefleksikan solusi, hasil atau kesimpulan dan menginterpretasikannya
(11)
kedalam masalah kontekstual. Kegiatan yang termasuk kedalam interpreting
antara lain mengevaluasi hasil atau kesimpulan sebuah masalah, memahami tingkatan dan batasan konsep matematika dan solusi matematika, mengkritisi dan mengidentifikasi batas dari penggunaan model untuk memecahkan masalah, dan sebagainya. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa siswa Indonesia memiliki kemampuan yang rendah baik dalam formulating,
employing, maupun interpreting. Sedangkan, ketiga komponen proses matematika tersebut sangat berkaitan erat dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Terutama bila dilihat berdasarkan hasil persentase
interpreting yang erat hubungannya dengan kemampuan berpikir reflektif matematis, terlihat bahwa siswa Indonesia memiliki kemampuan berpikir reflektif matematis yang masih rendah. Sebagian kecil siswa Indonesia hanya dapat menyelesaikan masalah matematika pada level dibawah 5, bahkan siswa Indonesia memperoleh persentase terbesar pada level di bawah 1 dari keseluruhan level yang ada dan memeperoleh 0,0% pada level 5 dan level 6. Berdasarkan hasil survey tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis siswa Indonesia tergolong rendah. Sedangkan, kemampuan berpikir reflektif matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam matematika.
Berpikir tingkat tinggi sangatlah diperlukan, karena dengan memiliki kemampuan berpikir tersebut siswa akan mampu mencapai tujuan pembelajaran matematika seperti yang telah dikemukakan oleh NCTM dalam
Principles and Standards for School Mathematics (2000: 29), bahwa terdapat lima standar kemampuan yang mendeskripsikan keterkaitan antara pemahaman matematika dengan kompetensi matematika, yaitu pemecahan masalah (problem solving), komunikasi (communication), penalaran
(reasoning), koneksi (connection), dan representasi (representation).
Kemampuan yang menjadi target pembelajaran matematika akan tercapai ketika siswa memiliki berbagai kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang salah satunya adalah kemampuan berpikir reflektif matematis. Hal ini
(12)
terjadi karena berpikir reflektif matematis dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam mempertimbangkan keberhasilan dan kegagalan pribadi tentang proses belajarnya, menanyakan apa yang sudah dikerjakan, apa yang tidak, dan apa yang membutuhkan perbaikan, apa yang tidak. Berpikir reflektif erat kaitannya dengan kemampuan siswa menafsirkan masalah, menganalisis, menilai, dan membuat kesimpulan, sehingga kemampuan berpikir reflektif matematis akan sangat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Dewey (Nurdin, 2012), kemampuan berfikir reflektif terdiri atas lima komponen yaitu:
recognize or felt difficulty/problem, merasakan atau mengidentifikasikan masalah; location and definition of the problem,
membatasi dan merumuskan masalah; suggestion of possible solution,
mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah; rational elaboration of an idea, mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan; test and formation of conclusion, melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan.
Dari komponen yang telah diuraikan di atas dapat dilihat bahwa kepekaan terhadap suatu masalah yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan mengidentifikasi masalah sebagai suatu reaksi untuk memahami konteks dari permasalahan yang ada merupakan fase awal yang dilalui tahapan berpikir reflektif matematis. Kemudian pada tahapan selanjutnya, siswa akan melakukan pembatasan masalah agar fokus terhadap data yang akan membantunya memecahkan suatu masalah. Kemudian kemampuan siswa mengembangkan strategi sendiri dengan mengajukan beberapa kemungkinan solusi pemecahan masalah akan membantu siswa menemukan solusi dari masalah yang dihadapi. Pemilihan strategi yang akan digunakan untuk mencari solusi agar berhasil memecahkan masalahpun harus dilakukan dengan tepat. Ketika terjadi kesalahan pemilihan strategi maka siswa dituntut untuk mengulangi kegiatan identifikasi, melakukan pembatasan masalah dan
(13)
memperkirakan beberapa kemungkinan alternatif solusi dari masalah yang dihadapinya kembali hingga dapat mengambil kesimpulan. Oleh karena itu, berpikir reflektif dapat menumbuhkan kegigihan siswa dalam memecahkan suatu masalah.
Berpikir reflektif sangat diperlukan dalam membantu siswa menguasai kemampuan matematika, karena berpikir reflektif matematis merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi dan kemampuan berpikir reflektif akan mempengaruhi perkembangan berpikir kritis dan kreatif yang akan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebagai salah satu tujuan pembelajaran matematika. Rendahnya kemampuan berpikir reflektif ini haruslah segera diatasi, mengingat pentingnya kemampuan berpikir reflektif matematis dalam mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang bermanfaat untuk kesuksesan dalam belajar.
Upaya secara sengaja perlu dilakukan oleh guru agar terwujud dan tercipta suasana pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat mengalami proses berpikir dalam belajar matematika di kelas (Sabandar, 2008). Salah satu upaya yang dilakukan dapat berupa penggunaan pendekatan, model, metode, maupun strategi pembelajaran. Pendekatan scientific dalam Kurikulum 2013 merupakan salah satu pendekatan yang dapat diupayakan oleh guru di kelas. Dalam pendekatan scientific terdapat lima tahapan yang akan dilalui oleh siswa, yaitu mengamati fakta (matematika), menanya, mencoba, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Dalam tahapan mengasosiasi, guru dapat merancang tahap tersebut melalui rekayasa kegiatan tertentu sehingga siswa melakukan aktivitas menganalisis data, mengelompokkan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/ mengestimasi dengan memanfaatkan lembar kerja yang disediakan. Dalam melakukan aktivitas tersebut siswa dituntut memiliki kemampuan berpikir matematis. Misalnya, dalam aktivitas menganalisis siswa harus mampu melakukan interpretasi, mengemukakan argumentasi ataupun bernalar secara logis dan menemukan pola umum dari suatu masalah yang sedang dihadapi.
(14)
Dengan demikian, terdapat kemungkinan penerapan pembelajaran menggunakan pendekatan scientific mampu menjadi salah satu upaya meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa. Selain itu, upaya peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan belajar ditentukan oleh sikap siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Sikap positif yang diberikan siswa terhadap pembelajaran, akan berpengaruh positif pula terhadap keberhasilan belajar siswa itu sendiri. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Baharuddin & Wahyuni (2008: 24) bahwa, dalam proses belajar sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya.
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijelaskan di atas, akan dilakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan
Scientific Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan scientific?
2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa sesudah diberi pembelajaran dengan pendekatan scientific?
3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan
scientific?
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam pengkajian materi, maka pengambilan materi akan dibatasi yaitu pada materi Himpunan kelas
(15)
VII dengan bahan ajar yang berbentuk Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang dikembangkan berdasarkan Silabus dan RPP Kurikulum 2013.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan terhadap siswa SMP pada salah satu sekolah yang ada di Bandung ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan
scientific.
2. Untuk mengetahui bagaimana kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa sesudah diberi pembelajaran dengan pendekatan scientific.
3. Untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan scientific.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari pengkajian masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran dengan pendekatan scientific sebagai sarana agar siswa mampu peka terhadap fakta/ fenomena atau masalah yang ada di sekitar untuk selanjutnya dipahami dan mampu menyelesaikannya secara optimal.
2. Bagi guru
a. Hasil pengkajian ini diharapkan dapat menambah ilmu, khususnya mengenai kemampuan berpikir reflektif matematis dan pendekatan
scientific.
b. Meningkatkan pemahaman tentang pendekatan scientific dalam Kurikulum 2013 agar dapat menerapkan pendekatan scientific sesuai dengan harapan.
(16)
c. Dapat dijadikan alternatif pendekatan pembelajaran yang dilakukan di kelas.
3. Bagi sekolah
Diharapkan penelitian dengan menggunakan pendekatan scientific
dalam Kurikulum 2013 dapat membantu pengembangan penerapan kurikulum pembelajaran di sekolah.
F. Definisi Operasional
Berikut ini dijelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Pembelajaran dengan pendekatan scientific adalah pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas dengan menggunakan lima tahapan pendekatan yaitu kegiatan mengamati fakta/ fenomena yang ada disekitar lingkungan kelas atau sekolah, kegiatan menanya yang dilakukan siswa berdasarkan fakta/ fenomena yang diamati, kegiatan mencoba dan mengasosiasi (menalar) masalah yang diberikan, serta kegiatan mengkomunikasikan hasil kegiatan mencoba dan menalar.
2. Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah kemampuan pemahaman diri tentang apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari suatu masalah yang dihadapi, apa strategi yang dilakukan untuk memperoleh alternatif solusi pemecahan masalah yang dihadapi, dan kemampuan pembuatan kesimpulan yang tepat terhadap masalah yang dihadapi. Indikator berpikir reflektif matematis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (1) merasakan atau mengidentifikasi masalah; (2) membatasi dan merumuskan masalah; (3) mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah; (4) mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan; (5) melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan.
(17)
Annisa Rohyani, 2014
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Pre-Experimental Design dengan pendekatan kuantitatif dengan rancangan
One Group Pretest-Postest Design. Pada penelitian hanya ada satu sampel, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan scientific. Kelompok eksperimen ini diberikan pretes dan postes dengan menggunakan instrumen yang sama. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Group Pretest-Postest. Secara sederhana dapat dilihat pada desain di bawah ini (Sugiyono, 2013: 111).
Desain Penelitian One Group Pretest-Postest
O1 X O2
Keterangan:
O1 :Nilai pretes
X :Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
scientific
O2 :Nilai postes
Desain sederhana tersebut menjelaskan bahwa kelas dikenakan pretes (O1) untuk mengukur kemampuan awal berpikir reflektif matematis,
kemudian diberi treatment berupa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan scientific. Setelah itu diberi postes (O2) dengan
instrumen yang sama dengan pretes. Instrumen yang digunakan sebagai pretes dan postes dalam penelitian ini merupakan instrumen untuk mengukur
(18)
kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang telah di-judgment dan diujicobakan terlebih dahulu.
B. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Variabel bebas : pendekatan scientific.
b. Variabel terikat : kemampuan berpikir reflektif matematis.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di kota Bandung semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015. Adapun yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah satu dari seluruh kelas VII yang dilakukan secara purposive sampling. Menurut Sugiyono (2013: 124), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu.
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan tentang hal-hal yang akan dikaji dalam penelitian ini maka disusun seperangkat instrumen yang terdiri dari instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data.
1. Instrumen Pembelajaran
Instrumen pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan berdasarkan Silabus Kurikulum 2013 dan Lembar Kerja Kelompok (LKK).
2. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes dan instrumen non tes. Penjelasan mengenai instrumen test dan instrumen non tes lebih lanjut adalah sebagai berikut.
(19)
a. Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis
Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir reflektif matematis berdasarkan kemampuan kognitif siswa. Tes yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari pretes dan postes yang diberikan pada kelompok eksperimen. Tes yang diberikan adalah soal berbentuk uraian. Tes dalam bentuk uraian dipilih karena dalam menjawab soal siswa dituntut untuk memahami konsep materi dengan baik sehingga dapat diketahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap konsep tersebut dan sejauh mana kemampuan berpikir reflektif matematis yang dimiliki siswa. Tes kemampuan berpikir reflektif matematis disusun berdasarkan indikator kemampuan berpikir reflektif matematis.
Sebelum instrumen tes digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu instrumen tes diujicobakan. Tujuan dari ujicoba instrumen tes adalah agar alat evaluasi yang digunakan dalam penelitian memiliki kualitas yang baik sehingga hasil evaluasi akan cenderung relevan. Kualitas alat evaluasi dapat dilihat berdasarkan hasil analisis dari validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda dari instrumen.
1) Analisis terhadap validitas butir soal
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Suherman, 2003:102). Menurut Sugiyono (2013: 173) suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Adapun rumus yang digunakan untuk melakukan uji validitas adalah:
(20)
Keterangan:
rxy : Koefisien korelasi antara x dan y.
n : Jumlah siswa peserta tes.
: Jumlah skor total dikalikan skor setiap siswa
: Jumlah total skor soal
y
: Jumlah skor total siswa
: Jumlah total skor kuadrat
2 y
: Jumlah total skor kuadrat siswa
Berikut tabel klasifikasi keofisien validitas berdasarkan kriteria Guilford (Suherman, 2003: 113 )
Tabel 3. 1
Klasifikasi Koefisien Validitas
Koefisien Validitas Kriteria
0, 80 < rxy ≤ 1, 00 Sangat tinggi (sangat baik)
0, 60 < rxy≤ 0, 80 Tinggi (baik) 0, 40 < rxy ≤ 0, 60 Sedang (cukup)
0, 20 < rxy ≤ 0, 40 Rendah
0, 00 < rxy ≤ 0, 20 Sangat rendah
rxy≤ 0, 00 Tidak valid
Setelah diperoleh nilai koefisien validitas, maka nilai koefisien validitas tersebut harus diuji keberartiannya dengan perumusan hipotesis:
Ho : Validitas setiap butir soal tidak berarti
Hi : Validitas setiap butir soal berarti
Statistik uji :
(21)
Kriteria pengujian:
Dengan mengambil taraf nyata , maka terima Ho jika :
Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan anates, diperoleh validitas dari butir soal instrumen tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Validitas Butir Soal No.
Soal
Koefisien Kriteria Signifikansi.
1 0,723 Tinggi Sangat signifikan
2 0,844 Tinggi Sangat signifikan
3 0,582 Sedang Signifikan
4 0,587 Sedang Signifikan
5 0,671 Sedang Signifikan
2) Analisis terhadap reliabilitas soal
Koefisien realibilitas adalah kemampuan alat untuk memberikan hasil yang tetap sama jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula (Suherman, 2003: 131). Alat yang realibilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliabel.
Cara menentukan koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha, yaitu sebagai berikut:
(22)
22 11
1
1
t is
s
n
n
r
Keterangan:n : Banyak butir soal. ∑si2 :
Jumlah varians skor setiap soal. st2 : Varians skor total.
Adapun klasifikasi derajat reliabilitas menurut Guilford (Suherman, 2003: 139)
Tabel 3. 3
Klasifikasi Derajat Reliabilitas Derajat Reliabilitas Kriteria
r11≤ 0, 20 Derajat reliabilitas sangat rendah 0, 20 < r11≤ 0, 40 Derajat reliabilitas rendah 0, 40 < r11 ≤ 0, 60 Derajat reliabilitas sedang
0, 60 < r11≤ 0, 80 Derajat reliabilitas tinggi 0, 80 < r11 ≤ 1, 00 Derajat reliabilitas sangat tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan anates, diperoleh reliabilitas soal instrumen tes kemampuan berpikir reflektif matematis sebesar 0,71. Hal ini menunjukkan bahwa derajat reliabilitas tergolong tinggi.
3) Analisis terhadap indeks kesukaran soal
Alat tes yang baik adalah alat tes yang menjadikan soal yang diberikan tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Untuk mengetahui indeks kesukaran soal digunakan suatu rumus.
(23)
Rumus untuk mencari indeks kesukaran soal bentuk uraian, yaitu:
IK =
Keterangan:
IK = Indeks Kesukaran.
SA = Jumlah skor kelompok atas.
SB = Jumlah skor kelompok bawah.
JA = Jumlah skor ideal kelompok atas.
JB = Jumlah skor ideal kelompok bawah.
Hasil perhitungan indeks kesukaran tersebut dapat diinterpretasikan sesuai dengan klasifikasi yang tercantum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3. 4
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran Kriteria
IK = 0, 00 Terlalu sukar
0, 00 < IK ≤ 0, 30 Sukar
0, 30 < IK ≤ 0, 70 Sedang
0, 70 < IK ≤ 1, 00 Mudah
IK = 1, 00 Terlalu mudah (Suherman, 2003: 170)
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Anates, diperoleh bahwa indeks kesukaran soal instrumen tes kemampuan berpikir reflektif matematis adalah sebagai berikut.
(24)
Tabel 3.5
Indeks Kesukaran Butir Soal
No. Soal Koefisien Kriteria
1 0,69 Sedang
2 0,67 Sedang
3 0,81 Mudah
4 0,69 Sedang
5 0,51 Sedang
4) Analisis terhadap Daya Pembeda Soal
Daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Suherman, 2003: 159). Daya pembeda soal bentuk uraian dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
DP = Keterangan:
DP = Daya pembeda.
SA = Jumlah skor kelompok atas.
SB = Jumlah skor kelompok bawah.
JA = Jumlah skor ideal kelompok atas.
Adapun klasifikasi nilai daya pembeda yang banyak digunakan menurut Suherman (2003: 161) adalah:
Tabel 3. 6
(25)
Daya Pembeda Kriteria
DP = 0, 00 Sangat Jelek
0, 00 < DP ≤ 0, 20 Jelek
0, 20 < DP ≤ 0, 40 Cukup
0, 40 < DP ≤ 0, 70 Baik
0, 70 < DP ≤ 1, 00 Sangat Baik
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan anates, diperoleh daya pembeda dari soal instrumen tes kemampuan berpikir reflektif matematis adalah sebagai berikut.
Tabel 3. 7
Daya Pembeda Butir Soal
No. Soal Koef. Kriteria
1 0,47 Baik
2 0,50 Baik
3 0,25 Cukup
4 0,39 Cukup
5 0,25 Cukup
Berikut adalah rekapitulasi pengolahan data uji instrumen tes kemampuan berpikir reflektif matematis dengan menggunakan software Anates yang meliputi validitas, daya pembeda dan indeks kesukaran.
Tabel 3. 8
(26)
No. Soal
Validitas Indeks
Kesukaran
Daya Pembeda Keterangan
Koef. Kriteria Sign. Koef. Kriteria Koef. Kriteria
1 2 3 4 5 0,723 0,844 0,582 0,587 0,671 Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Sangat signifikan Sangat signifikan Signifikan Signifikan Signifikan 0,69 0,67 0,81 0,69 0,51 Sedang Sedang Mudah Sedang Sedang 0,47 0,50 0,25 0,39 0,25 Baik Baik Cukup Cukup Cukup Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan
Berdasarkan hasil pengolahan data uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran dari 5 butir soal instrumen tersebut, maka seluruh instrumen dapat digunakan dalam penelitian karena memenuhi syarat sebagai instrumen penelitian.
b. Instrumen Non-tes
Instrumen non-tes ini digunakan untuk mengetahui data dan informasi yang dibutuhkan untuk penelitian selain berdasarkan dari kemampuan kognitif siswa. Data dan informasi tersebut berupa sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan scientific, keadaan kelas pada saat proses pembelajaran, dan lain sebagainya. Instrumen non-tes yang digunakan antara lain berupa angket dan lembar observasi.
1) Angket
Angket adalah jenis alat evaluasi berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi berkenaan dengan keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, kegiatan, belajar mengajar, sarana dan prasarana serta fasilitas lainnya (Suherman, 2003:
(27)
56). Angket yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu tes skala Likert. Tes skala Likert digunakan untuk menentukan skala sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan scientific untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.
Pemberian skor dalam skala Likert terdiri dari empat pilihan jawaban. Untuk pernyataan positif yaitu SS, S, TS, STS yang diberi skor berturut-turut 5, 4, 2, 1 dan untuk pernyataan negatif yaitu SS, S, TS, STS yang diberi skor berturut-turut 1, 2, 4, 5 (Suherman, 2003).
2) Lembar Observasi
Lembar observasi diberikan kepada observer (pengamat) dengan tujuan untuk memperoleh data tentang kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
scientific dalam kelas, tindakan guru dalam kelas, interaksi yang terjadi baik antara siswa dan guru maupun antar siswa selama proses pembelajaran. Selain itu, melalui lembar observasi pengamat dapat mengamati kesesuaian pembelajaran apakah telah sesuai berdasarkan langkah pembelajaran dari pendekatan scientific .
E. Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tahap persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data serta pembuatan kesimpulan. Penjelasan dari tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan Penelitian
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan penelitian sebagai berikut:
(28)
b. Mengurus perizinan.
c. Menyusun instrumen penelitian berupa instrumen test dan instrumen non tes.
d. Melakukan ujicoba instrumen penelitian.
e. Menganalisis hasil ujicoba instrumen penelitian.
f. Menyusun instrumen pembelajaran yaitu RPP dan LKK.
g. Mengkonsultasikan RPP dan LKK yang telah disusun kepada dosen pembimbing.
h. Memilih sampel penelitian yaitu kelompok eksperimen.
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Mempersiapkan semua instrumen baik instrumen pembelajaran maupun instrumen tes dan non-tes.
b. Melakukan pretes kepada kelompok eksperimen.
c. Melaksanakan pembelajaran pada kelompok eksperimen. Pada kelompok ekperimen diberikan pembelajaran menggunakan pendekatan scientific.
d. Memberikan lembar observasi kepada observer dan mengumpulkannya kembali setelah pembelajaran.
e. Melakukan postes kepada kelompok eksperimen.
f. Pada akhir pelaksanaan penelitian diberikan angket skala sikap, yaitu skala Likert kepada siswa.
3. Pengolahan Data dan Pengambilan Kesimpulan a. Mengumpulkan data yang akan dikaji.
b. Mengolah dan menganalisis data kuantitatif, yaitu data Pretes dan Postes.
c. Mengolah dan menganalisis data kualitatif, yaitu lembar observasi dan angket.
(29)
d. Pembuatan kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat.
F. Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Adapun teknik pengolahan tiap data adalah sebagai berikut:
1. Analisis Data Kuantitatif
Data kuantitatif meliputi data hasil postes dan data indeks gain.
a. Analisis Data Postes
Pengolahan data postes pada kelas eksperimen bertujuan untuk mengetahui pencapaian kemampuan berpikir reflektif matematis sesudah diberi perlakuan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 20.0. Adapun langkah-langkah pengujian statistik yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui, apakah data postes berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro - Wilk
dengan taraf signifikansi sebesar 5%. Perumusan hipotesis yang digunakan pada uji normalitas adalah sebagai berikut.
H0: Data skor postes berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
H1: Data skor postes berasal dari populasi yang berdistribusi tidak
normal.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
(a) Jika signifikansi pengujiannya ≥ 0,05, maka H0 diterima.
(b) Jika signifikansi pengujiannya < 0,05, maka H0 ditolak.
(30)
Apabila data postes berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka selanjutnya digunakan uji perbedaan satu rata-rata. Uji perbedaan satu rata-rata bertujuan untuk mengetahui pencapaian kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
scientific apakah berbeda secara signifikan atau tidak dengan KKM. Ketentuan pengujiannya adalah sebagai berikut:
H0 : Rata-rata data postes kelas eksperimen tidak berbeda
secara signifikan dengan KKM.
H1 : Rata-rata data postes kelas eksperimen lebih tinggi secara
signifikan dengan KKM.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
(a) Jika Asymp. Sig. (2-tailed) pengujian data ≥ 0,05, maka H0
diterima.
(b) Jika Asymp. Sig. (2-tailed) pengujian data < 0,05, maka H0
ditolak.
b. Analisis Indeks Gain
Analisis data indeks gain bertujuan untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis. Untuk menghitung indeks gain dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Meltzer, 2002 dalam Rahmadiantri, 2014).
Hasil perhitungan indeks gain dapat diinterpretasi sesuai dengan kriteria klasifikasi indeks gain yang disajikan dalam tabel berikut (Hake, 1999 dalam Rahmadiantri, 2014).
(31)
Tabel 3. 9
Klasifikasi Kriteria Indeks Gain
No Indeks Gain Kriteria
1 g > 0, 70 Tinggi
2 0, 30 < g ≤ 0, 70 Sedang
3 g ≤ 0, 30 Rendah
Setelah mendapatkan hasil indeks gain, maka dilakukan uji normalitas. Apabila data berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan uji perbedaan satu rata-rata. Pengolahan data statistik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 20.0. Adapun langkah-langkah pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Analisis Data Secara Deskriptif
Analisis data secara deskriptif dilakukan untuk mengetahui nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan jumlah siswa dari data hasil indeks gain.
2) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui, apakah data hasil indeks gain berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Saphiro - Wilk.
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Data indeks gain berasal dari populasi berdistribusi normal
H1 : Data indeks gain berasal dari populasi berdistribusi tidak
normal
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
(a) Jika signifikansi pengujiannya ≥ 0,05, maka H0 diterima.
(b) Jika signifikansi pengujiannya < 0,05, maka H0 ditolak. 3) Uji Perbedaan Satu Rata-Rata
(32)
Uji perbedaan satu rata-rata bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan scientific atau tidak.
Perumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Tidak terdapat peningkatan kemampuan reflektif matematis
siswa yang mendapatkan pembelajaran scientific.
H1 : Terdapat peningkatan kemampuan reflektif matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran scientific.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
(a) Jika Asymp. Sig. (2-tailed) pengujian data ≥ 0,05, maka H0
diterima.
(b) Jika Asymp. Sig. (2-tailed) pengujian data < 0,05, maka H0
ditolak.
c. Analisis Effect Size (Ukuran Pengaruh)
Menurut Olejnik dan Algina (Santoso dalam Rahmadiantri, 2014), effect size adalah ukuran mengenai besarnya efek suatu variabel pada variabel lain, besarnya perbedaan maupun hubungan yang bebas dari pengaruh besarnya sampel. Menghitung effect size menggunakan rumus Cohen’s sebagai berikut:
Dengan
(Minium, E., dkk, 1993 dalam Rahmadiantri, 2014) Keterangan:
(33)
: rata-rata skor postes
: rata-rata skor pretes
: effect size
: simpangan baku pretes : simpangan baku postes
: koefisien korelasi
Hasil perhitungan effect size diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi menurut Cohen (Becker dalam Rahmadiantri, 2014), yaitu:
Tabel 3.10 Klasifikasi Effect Size
d Interpretasi
Besar
Sedang
Kecil
2. Analisis Data Kualitatif a. Analisis Data Angket
Setiap pernyataan dalam skala Likert memiliki skor berbeda, kategori angket skala Likert (Suherman, 2003) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.11
Kategori Skor Angket Skala Likert Jenis
Pernyataan
Skor
SS S TS STS
(34)
Negatif 1 2 4 5
Skor dihitung dengan cara menjumlahkan bobot skor pada setiap butir pernyataan dari alternatif jawaban yang dipilih. Kemudian data dipersentasekan dengan menggunakan rumus perhitungan persentase sebagai berikut.
Keterangan :
P = persentase jawaban
f = frekuensi jawaban
n = banyak responden
Setelah itu dilakukan penafsiran dengan menggunakan kriteria Kuntjaraningrat (Mandasari, 2012: 54) sebagai berikut:
Tabel 3.12
Interpretasi Persentase Angket Besar Persentase Interpretasi
P= 0% Tak seorangpun
0% < P < 25% Sebagian kecil
25% ≤ P < 50% Hampir setengahnya
P = 50% Setengahnya
50% < P < 75% Sebagian besar
75% ≤ P ≤ 100% Hampir seluruhnya
P = 100% Seluruhnya
Proses untuk mengolah angket dilakukan dengan cara menghitung rata-rata skor subjek, jika nilai rata-rata skor lebih besar dari 3 maka ia bersikap positif, sedangkan jika nilai rata-rata skor lebih kecil dari 3 maka ia bersikap negatif.
(35)
b. Analisis Data Lembar Observasi
Data hasil observasi merupakan data pendukung dalam penelitian yang menggambarkan suasana pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan scientific. Data yang didapat diolah dan dianalisis secara deskriptif.
(36)
Annisa Rohyani, 2014
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai pengaruh pembelajaran dengan pendekatan scientific terhadap peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa SMP, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir reflektif matematis siswa setelah diberi pembelajaran dengan pendekatan scientific.
2. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa sesudah diberi pembelajaran dengan pendekatan scientific termasuk dalam kategori sedang.
3. Hampir seluruh siswa (89%) menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan scientific.
B. Saran
Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh pembelajaran dengan pendekatan scientific terhadap peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa SMP yang telah dilaksanakan, beberapa saran yang diberikan oleh peneliti antara lain sebagai berikut.
1. Terlebih dahulu dilakukan studi pendahuluan agar memperkuat latar belakang masalah pada penelitian yang dilakukan.
2. Kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian mengenai pendekatan scientific, disarankan melakukan penelitian pada pokok bahasan, jenjang pendidikan ataupun kemampuan lain.
(37)
Annisa Rohyani, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, D. (2011). Berpikir Reflektif. [Online]. Tersedia di: http://dahli-ahmad.blogspot.com/2011/05/berfikir-reflektif.html. Diakses 20April 2013 Amelia, A. (2013). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa
SMP Melalui Penerapan Pendekatan Metakognitif. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Amin. (2012). Penerapan Sistem Pembelajaran Reflektif dalam Upaya Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran
Matematika. [Online]. Tersedia di:
http://amin127.wordpress.com/about/penerapan-sistem-pembelajaran- reflektif-dalam-upaya-peningkatan-kemampuan-berpikir-kritis-siswa-pada-pembelajaran-matematika/. Diakses 1Mei 2013.
Baharuddin & Wahyuni, E. N. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Ihsan, F. (2010). Dasar-Dasar Kependidikan: Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta.
Kania, D. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir dan Bersikap Reflektif Siswa (Studi Kasus di Salah Satu SMA Swasta Bilingual Kota Bandung). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Kemendikbud. (2013). Contoh Pendekatan Ilmiah dalam Matematika
Kemendikbud. (2013). Contoh Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Tematik.
Kemendikbud. (2013). Konsep Pendekatan Scientific.
Lasmanawati, A. (2011). Pengaruh Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
(38)
Mager, R. F. (1987). Mengembangkan Sikap terhadap Belajar. Bandung: Remadja Karya CV.
Mandasari, N. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (Tre) untuk Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi Matematis Siswa SMP. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
NCES. (2013). PISA 2012: Data Tables, Figures, and Exhibits. [Online]. Tersedia di: http://nces.ed.gov/pubs2014/2014024_tables.pdf. Diakses 11 November 2014.
Nindiasari, H. (2011). Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen untuk Meningkatkan Berpikir Reflektif Matematis Berbasis Pendekatan Metakognitif pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta.
Noer, S H. (2008). Problem Based Learning dan Kemampuan Berpikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika. Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika. (2), hlm. 267-280.
Nurdin, A. (2012). Pengertian Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis.
[Online]. Tersedia di: http://www.ahmatnurdin.com/pengertian-kemampuan-berpikir-reflektif-matematis.html. Diakses26Maret 2013.
Psychologymania. (2012). John Dewey (Tokoh Aliran Pragmatisme). [Online]. Tersedia di: http://www.psychologymania.com/2011/09/john-dewey-tokoh-aliran-pragmatisme.html . Diakses 9April 2013.
Rahmadiantri, E. (2014). Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA.
(Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Rahman, S A. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis, dan Adversity Quotient Siswa SMP dengan Pendekatan Open-Ended. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
(39)
Sabandar, J. (2007). Berpikir Reflektif. Makalah Seminar Nasional Matematika 2007. Bandung: PPS-UPI.
__________. (2008). ‘Thinking Classroom’ dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah, Prosiding 20 Desember 2008.
Sudrajat, A. (2008). Pengertian Pendekatan, Strategi, Pendekatan, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. [On-line]. Tersedia di: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-pendekatan-teknik-dan-model-pembelajaran/. Diakses 25 Maret 2014. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.
Suyono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Zulmaulida, R. (2012). Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
(1)
36
Annisa Rohyani, 2014
Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP.
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Negatif 1 2 4 5
Skor dihitung dengan cara menjumlahkan bobot skor pada setiap butir pernyataan dari alternatif jawaban yang dipilih. Kemudian data dipersentasekan dengan menggunakan rumus perhitungan persentase sebagai berikut.
Keterangan :
P = persentase jawaban
f = frekuensi jawaban
n = banyak responden
Setelah itu dilakukan penafsiran dengan menggunakan kriteria Kuntjaraningrat (Mandasari, 2012: 54) sebagai berikut:
Tabel 3.12
Interpretasi Persentase Angket Besar Persentase Interpretasi
P= 0% Tak seorangpun
0% < P < 25% Sebagian kecil
25% ≤ P < 50% Hampir setengahnya
P = 50% Setengahnya
50% < P < 75% Sebagian besar
75% ≤ P ≤ 100% Hampir seluruhnya
P = 100% Seluruhnya
Proses untuk mengolah angket dilakukan dengan cara menghitung rata-rata skor subjek, jika nilai rata-rata skor lebih besar dari 3 maka ia bersikap positif, sedangkan jika nilai rata-rata skor lebih kecil dari 3 maka ia bersikap negatif.
(2)
37
Annisa Rohyani, 2014
Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP.
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu b. Analisis Data Lembar Observasi
Data hasil observasi merupakan data pendukung dalam penelitian yang menggambarkan suasana pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan scientific. Data yang didapat diolah dan dianalisis secara deskriptif.
(3)
Annisa Rohyani, 2014
Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP.
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai pengaruh pembelajaran dengan pendekatan scientific terhadap peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa SMP, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir reflektif matematis siswa setelah diberi pembelajaran dengan pendekatan scientific.
2. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa sesudah diberi pembelajaran dengan pendekatan scientific termasuk dalam kategori sedang.
3. Hampir seluruh siswa (89%) menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan scientific.
B. Saran
Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh pembelajaran dengan pendekatan scientific terhadap peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa SMP yang telah dilaksanakan, beberapa saran yang diberikan oleh peneliti antara lain sebagai berikut.
1. Terlebih dahulu dilakukan studi pendahuluan agar memperkuat latar belakang masalah pada penelitian yang dilakukan.
2. Kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian mengenai pendekatan scientific, disarankan melakukan penelitian pada pokok bahasan, jenjang pendidikan ataupun kemampuan lain.
(4)
Annisa Rohyani, 2014
Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP.
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, D. (2011). Berpikir Reflektif. [Online]. Tersedia di: http://dahli-ahmad.blogspot.com/2011/05/berfikir-reflektif.html. Diakses 20April 2013
Amelia, A. (2013). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Penerapan Pendekatan Metakognitif. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Amin. (2012). Penerapan Sistem Pembelajaran Reflektif dalam Upaya Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran
Matematika. [Online]. Tersedia di:
http://amin127.wordpress.com/about/penerapan-sistem-pembelajaran- reflektif-dalam-upaya-peningkatan-kemampuan-berpikir-kritis-siswa-pada-pembelajaran-matematika/. Diakses 1Mei 2013.
Baharuddin & Wahyuni, E. N. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Ihsan, F. (2010). Dasar-Dasar Kependidikan: Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta.
Kania, D. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir dan Bersikap Reflektif Siswa (Studi Kasus di Salah Satu SMA Swasta Bilingual Kota Bandung). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Kemendikbud. (2013). Contoh Pendekatan Ilmiah dalam Matematika
Kemendikbud. (2013). Contoh Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Tematik.
Kemendikbud. (2013). Konsep Pendekatan Scientific.
Lasmanawati, A. (2011). Pengaruh Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
(5)
54
Annisa Rohyani, 2014
Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP.
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Mager, R. F. (1987). Mengembangkan Sikap terhadap Belajar. Bandung: Remadja Karya CV.
Mandasari, N. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (Tre) untuk Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi Matematis Siswa SMP. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
NCES. (2013). PISA 2012: Data Tables, Figures, and Exhibits. [Online]. Tersedia di: http://nces.ed.gov/pubs2014/2014024_tables.pdf. Diakses 11 November 2014.
Nindiasari, H. (2011). Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen untuk Meningkatkan Berpikir Reflektif Matematis Berbasis Pendekatan Metakognitif pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta.
Noer, S H. (2008). Problem Based Learning dan Kemampuan Berpikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika. Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika. (2), hlm. 267-280.
Nurdin, A. (2012). Pengertian Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis. [Online]. Tersedia di: http://www.ahmatnurdin.com/pengertian-kemampuan-berpikir-reflektif-matematis.html. Diakses26Maret 2013.
Psychologymania. (2012). John Dewey (Tokoh Aliran Pragmatisme). [Online]. Tersedia di: http://www.psychologymania.com/2011/09/john-dewey-tokoh-aliran-pragmatisme.html . Diakses 9April 2013.
Rahmadiantri, E. (2014). Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Rahman, S A. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis, dan Adversity Quotient Siswa
SMP dengan Pendekatan Open-Ended. (Tesis). Sekolah Pascasarjana,
(6)
55
Annisa Rohyani, 2014
Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP.
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sabandar, J. (2007). Berpikir Reflektif. Makalah Seminar Nasional Matematika 2007. Bandung: PPS-UPI.
__________. (2008). ‘Thinking Classroom’ dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah, Prosiding 20 Desember 2008.
Sudrajat, A. (2008). Pengertian Pendekatan, Strategi, Pendekatan, Teknik,
Taktik, dan Model Pembelajaran. [On-line]. Tersedia di:
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-pendekatan-teknik-dan-model-pembelajaran/. Diakses 25 Maret 2014.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.
Suyono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Zulmaulida, R. (2012). Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.