PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN ADVERSITY QUOTIENT MATEMATIS SISWA MTs MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN EKSPLORATIF.

(1)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN ADVERSITY QUOTIENT MATEMATIS SISWA MTs MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN EKSPLORATIF

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Pada Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

ETIKA KHAERUNNISA

(1102559)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN ADVERSITY QUOTIENT MATEMATIS SISWA MTs MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN EKSPLORATIF

Oleh Etika Khaerunnisa S.Pd. UPI Bandung, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Etika Khaerunnisa, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Tesis Dengan Judul

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN ADVERSITY QUOTIENT MATEMATIS SISWA MTs MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN EKSPLORATIF

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing: Pembimbing I

Prof. Dr. H. Darhim, M.Si. NIP. 195503031980021002

Pembimbing II

Siti Fatimah, Ph.D. NIP. 196808231994032002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Turmudi, M.Sc., M.Ed., Ph.D. NIP. 196101121987031003


(4)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

ABSTRAK

Fakta rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang ditandai dengan ketidakmampuan sebagian besar siswa dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin serta lemahnya daya juang siswa dalam menghadapi kesulitan perlu segera dicarikan solusinya. Salah satunya melalui pendekatan eksploratif. Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non ekivalen. Subyek penelitian adalah siswa MTs di Kota Serang, dengan sampel penelitian sebanyak dua kelas yaitu kelas VIII G sebagai kelas eksperimen sebanyak 30 siswa dan kelas VIII F sebagai kelas kontrol sebanyak 30 siswa. Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes pengetahuan awal matematis (PAM), tes uraian kemampuan pemecahan masalah matematis (KPMM), angket adversity quotient, lembar observasi, wawancara dan bahan ajar. Hasil penelitian menunjukkan: (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) Terdapat interaksi antara pembelajaran (eksploratif dan konvensional) dan pengetahuan awal matematis siswa (atas dan bawah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa; (3) Adversity quotient siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (4) Terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dan adversity quotient matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran eksploratif

Kata kunci : Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Adversity Quotient Siswa, Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

ABSTRACT

The low fact of students' mathematical problem solving ability was characterized by the inability of most students in solving non-routine problems and lack of fighting spirit in the faceof dificulties students need to be solved. One of the solutions was through explorative approach. This research was a quasi-experimental research with a non-equivalent control group design that using purposive sampling technique. The Subjects were students of MTs in Serang city, with sample of two classes of eighth grade. They were class of VIII G as experimental class that used 30 students and class of VIII F as control class that used 30 students. The research instruments that were used were mathematical initial knowledge test (PAM), description test of mathematical problem solving ability (CAR), mathematics adversity quotient scale, observation sheets, interview and teaching materials. Quantitative analysis was performed using the average difference test and two paths of ANOVA test. The results showed: (1) The enhancement in mathematical problem-solving ability of students that received


(5)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

explorative learning better than students who received conventional learning, (2) There is interaction between learning (explorative and conventional) and the beginning of students' mathematical knowledge (top and bottom) toward the enhancement of students' mathematical problem solving ability, 3) Adversity quotient of students who get explorative learning with conventional learning.4) There is a significant correlation between mathematics adversity quotient and problem Solving Ability of students.

Keywords: Mathematical Problem Solving Ability, Students’s Adversity Quotient, Explorative Learning Approach


(6)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

DAFTAR ISI

JUDUL………...

LEMBAR HAK CIPTA………...

LEMBAR PENGESAAN ...

LEMBAR PERNYATAAN………...

KATA PENGANTAR……….….

LEMBAR PERSEMBAHAN………...

UCAPAN TERIMA KASIH………

ABSTRAK………..………….

DAFTAR ISI……… DAFTAR TABEL………

DAFTAR GAMBAR………..

DAFTAR LAMPIRAN………..……..

i ii iii iv v vi vii ix x xiii xvi xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.………

B. Rumusan Masalah………..……

C. Tujuan Penelitian………..…….

D. Manfaat Penelitian………..……

E. Definisi Operasional………..…. F. Hipotesis Penelitian………..…..

1 8 9 9 10 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis……….... B. Adversity Quotient Matematis………..…..……… C. Pendekatan Pembelajaran Eksploratif………..….. D. Teori Belajar yang Mendukung………..…..…….. E. Penelitian Relevan………..…..………..

12 17 22 29 32


(7)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian………..…..…...…..…………... B. Subyek Penelitian………..…..………... C. Variabel Penelitian………..…..……….. D. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya………. E. Teknik Pengumpulan Data………..…..…………. F. Teknik Analisis Data………..…..……….

33 34 35 35 46 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

A.1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

(KPMM) ………..…..……….

A.1.1. Deskripsi Data Hasil Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis……….... A.1.2 Analisis Kemampuan Awal Pemecahan

Masalah Matematis Siswa………..…..… A.1.3 Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran………..…..………. A.1.4 Interaksi PAM dan Pembelajaran Terhadap

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis………..…..……….. A.2. Adversity Quotient Matematis Siswa………..…

A.2.1. Deskripsi Adversity Quotient Matematis…... A.2.2. Analisis Adversity Quotient Matematis………. A.2.3. Analisis Angket Adversity Quotient Matematis

Dilihat dari Distribusi Jawaban Siswa……... A.3. Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah dan

Adversity Quotient Matematis Siswa………... B. Pembahasan

B.1 Pendekatan Pembelajaran Eksploratif………... B.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis……….

54 54 61 64 66 72 72 75 77 88 92 97


(8)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

B.3 Adversity Quotient Matematis………. B.4. Hubungan Adversity Quotient dan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa………... 101

104 BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ………..…..……….... B. Saran …………..……….……...

106 107


(9)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahap-tahap Pendekatan Pembelajaran Eksploratif………….. 27

Tabel 3.1 Keterkatitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat (Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis) dan Variabel Kontrol (PAM) ………..…..………... 34

Tabel 3.2 Kriteria Pengelompokkan Pengetahuan Awal Matematis Siswa (PAM) ………..…..………... 36

Tabel 3.3 Deskripsi Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori PAM…… 36

Tabel 3.4 Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis.... 39

Tabel 3.5 Klasifikasi Interpretasi Reliabilitas ………..…..……... 40

Tabel 3.6 Reliabilitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. 40 Tabel 3.7 Klasifikasi Interpretasi Tingkat Kesukaran………..…... 41

Tabel 3.8 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis………..…..………... 41

Tabel 3.9 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ………..…..…… 42

Tabel 3.10 Daya Pembeda Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis………..…..……….. 42

Tabel 3.11 Reliabilitas Skala Adversity Quotient Matematis……….. 45

Tabel 3.12 Klasifikasi Gain Ternormalisasi………..…..………... 48

Tabel 3.13 Makna Koefisien Korelasi………..…..………... 51

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis …………... 54

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Skor pretes………..…..………... 62

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Pretes………..….. 62


(10)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain………..…..………… 64 Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor N-gain………..….. 65 Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain………..…... 66 Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Skor N-gain Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Berdasarkan PAM………..…..……. 67 Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor N-gain Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Berdasarkan PAM………... 67 Tabel 4.10 Hasil Uji Anova Dua Jalur Peningkatan KPMM Berdasarkan

Pembelajaran dan PAM ………..…... 68 Tabel 4.11 Data Rataan N-gain dan Jumlah Data Peningkatan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 70 Tabel 4.12 Uji Scheffe Interaksi Pembelajaran dan PAM terhadap

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.... 71 Tabel 4.13 Hasil Uji Scheffe N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis... 71 Tabel 4.14 Deskripsi Skor Adversity Quotient Matematis………... 72 Tabel 4.15 Deskripsi Rataan Skor Skala Adversity Quotient Berdasarkan

Aspek………..…..………...…… 74 Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas Skor Adversity Quotient………..… 75 Tabel 4.17 Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor Adversity Quotient

Matematis... 77 Tabel 4.18 Distribusi Skala Adversity Quotient pada Indikator “Respon

Positif”………..…..………... 78 Tabel 4.19 Distribusi Skala Adversity Quotient Pada Indikator Kendali

atas Kesulitan”………..…..………... 79 Tabel 4.20 Distribusi Skala Adversity Quotient Pada Indikator “Sumber

Kesulitan”………..…..………... 80 Tabel 4.21 Distribusi Skala Adversity Quotient Pada Indikator “Menilai


(11)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

Tabel 4.22 Distribusi Skala Adversity Quotient Pada Indikator

“Memperbaiki Kesalahan” ………..…..……... 83

Tabel 4.23 Distribusi Skala Adversity Quotient Pada Indikator

“Membatasi Jangkauan Masalah”………..…..…. 84

Tabel 4.24 Distribusi Skala Adversity Quotient Pada Indikator “Siswa Memandang bahwa Kesulitan dan Penyebab Kesulitan yang Dihadapi Bersifat Sementara………..…... 86 Tabel 4.25 Distribusi Skor Skala Adversity Quotient………..…..…. 87 Tabel 4.26 Distribusi Total Skala Adversity Quotient………..…..… 88 Tabel 4.27 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis dan Adversity Quotient. …………..……… 89 Tabel 4.28 Hasil Uji Korelasi Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis (KPMM) dan Adversity Quotient Matematis Siswa 90 Tabel 4.29 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis pada Taraf


(12)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Histogram Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa…………..……….….. 57 Gambar 4.2 Histogram Skor N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa…………..……….….. 58 Gambar 4.3 Perbandingan Rataan N-gain Berdasarkan Pembelajaran dan

Kategori PAM…………..……….…….. 60

Gambar 4.4 Interaksi antara Pembelajaran dan Kelompok PAM terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis.... 69 Gambar 4.5 Perbandingan Rataan Skor Adversity Quotient Matematis

Siswa…………..……….……...………. 73

Gambar 4.6 Contoh Masalah Eksplorasi…………..………... 93 Gambar 4.7 Hasil Pretes Kelas Eksploratif dan Kelas Konvensional….... 98 Gambar 4.8 Hasil Postes Kelas Eksploratif dan Kelas Konvensional…… 99


(13)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN B ANALISIS HASIL UJI COBA

B.1 Hasil Uji Validitas Teoritik Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis………... 219

B.2 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan Program Anates 4.0………... 224

B.3 Hasil Uji Validitas Teoritik Skala Adversity Quotient Matematis………...………... 229

B.4 Hasil Uji Coba Skala Adversity Quotient Matematis.... 237

LAMPIRAN A INSTRUMEN PENELITIAN A.1 Silabus Bahan Ajar……..……….. 113

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen……..……….……... 118

A.3 Bahan Ajar……..……….…... 147

A.4 Kisi-kisi Soal dan Tes untuk mengukur Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis……..……….. 181

A.5 Kisi-kisi dan Skala Adversity Quotient Matematis... 194

A.6 Kisi-kisi Soal Pengetahuan Awal Matematika... 201

A.7 Lembar Observasi……..……….... 211


(14)

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

LAMPIRAN C ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN

C.1 Data Pretes dan Gain Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen... 245

C.2 Data Pretes dan Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Kontrol... 246

C.3 Pengolahan Data dan Uji Statistik Pretes dan N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa.. 247

LAMPIRAN D DATA SKALA ADVERSITY QUOTIENT MATEMATIS D.1 Data Skala Adversity Quotient Matematis Siswa... 256

D.2 Transformasi Skala Adversity Quotient Matematis.. 259

D.3 Data Skor Adversity Quotient Matematis... 262

D.4 Data Skor Adversity Quotient Matematis Per Aspek Pada Kelas Eksperimen... 265 D.5 Data Skor Adversity Quotient Matematis Per Aspek Pada Kelas Kontrol... 267 D.6 Uji Statistik Skala Adversity Quotient Matematis.... 269

LAMPIRAN E DATA-DATA PENUNJANG PENELITIAN E.1 Foto Aktivitas Siswa... 271

E.2 Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah... 273

E.3 Surat Keterangan Pembimbing... 274

E.4 Hasil Jawaban Siswa Kelas Eksperimen... 276


(15)

1

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Dalam pembelajaran matematika, idealnya siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan oleh siswa sesuai perkembangan berpikirnya. Karena siswa memiliki potensi yang berbeda-beda dalam memberdayakan dan memfungsikan kemampuan berpikirnya. Hal ini sejalan dengan maksud pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh NCTM (2000) bahwa siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Nuansa pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana siswa diberikan kesempatan untuk mengkontruksi pengetahuan dan keleluasaan dalam memecahkan suatu permasalahan diduga akan mendukung peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa serta kecerdasan dalam menghadapi kesulitan untuk menyelesaikan tugas belajarnya.

NCTM (Sumarmo, 2010) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian dari aspek berpikir matematika tingkat tinggi (high order of thinking) yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan aspek intelektual dan non intelektual. Dalam hal ini, aspek intelektual mencakup: 1) mampu merumuskan dan menyelidiki masalah; 2) mampu mengumpulkan dan menganalisis masalah dari sudut matematis; 3) mampu mencari strategi yang tepat; 4) mampu menggunakan pengetahuan dan kemampuan matematis yang telah dipelajari; 5) mampu merefleksikan dan menangkap proses pemikiran matematis. Sedangkan untuk aspek non intelektual mencakup pengembangan watak kearah yang lebih positif, seperti: tekun, memiliki rasa ingin tahu dan percaya diri, memahami pentingnya matematika dalam kehidupan nyata. Selain hal tersebut di atas, indikasi kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran sesungguhnya agar siswa mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya kelak di masyarakat. Oleh karenanya, kemampuan pemecahan


(16)

2

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

masalah perlu dijadikan target dalam pembelajaran matematika. Hal ini dipertegas oleh NCTM (Shadiq, 2009: 11) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan atau kompetensi esensial dalam mempelajari matematika, yang direkomendasikan untuk dilatihkan serta dimunculkan sejak anak belajar matematika dari sekolah dasar sampai seterusnya. Artinya, setiap siswa dalam segala level kemampuan matematika maupun jenjang pendidikan perlu dilatih dalam kemampuan pemecahan masalah.

Seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika ketika siswa mencapai kriteria-kriteria tertentu atau biasa dikenal dengan indikator. Menurut Kusumah (2010) pemecahan masalah sebagai suatu tujuan memuat tiga kemampuan yang ingin dicapai, yakni memodelkan masalah sehari-hari dengan memakai simbol dan notasi matematik, menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (masalah sejenis ataupun masalah baru) di dalam atau di luar matematika serta menafsirkan hasil yang diperoleh secara bermakna dengan konteks masalah.

Aspek psikologis pun turut memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang dalam menghadapi serta menyelesaikan masalah dengan baik, selain aspek kognitif kemampuan pemecahan yang telah diungkap di atas. Salah satu aspek psikologis tersebut adalah kecerdasan menghadapi kesulitan (adversity quotient). Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2006 tentang Standar Isi (Permendiknas, 2006: 346) pada butir kelima yang memperkuat aspek psikologis dalam pembelajaran matematika. Di dalamnya disebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam mempelajari masalah, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan mata pelajaran matematika tersebut, tampak bahwa kurikulum yang disusun juga memperhatikan aspek-aspek pengiring yang ditimbulkan dalam pembelajaran matematika seperti disposisi matematis yang sangat berkaitan dengan adversity quotient.


(17)

3

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

Stoltz (2000) mendefinisikan adversity quotient sebagai kemampuan seseorang dalam mengamati kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga menjadi sebuah tantangan untuk menyelesaikannya. Terutama dalam pencapaian sebuah tujuan, cita-cita, harapan dan yang paling penting adalah kepuasan pribadi dari hasil kerja atau aktivitas itu sendiri. Definisi tersebut mengindikasikan bahwa seseorang dengan adversity quotient tinggi akan mampu mencari jalan keluar atau solusi dari masalahnya dengan berupaya memecahkan sumber masalahnya langsung, bukan dengan berkeluh-kesah dan bergantung pada orang lain. Adversity Quotient sebagai kecerdasan seseorang dalam menghadapi kesulitan membantu meningkatkan potensi diri dan menjalani kehidupan yang lebih baik. Lebih daripada itu, Leman (2007:125) menyatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah, daya tahan menghadapi masalah, dan keberanian mengambil resiko merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan.

Hasil penelitian yang dilakukan Siddiqiyah (2007: 98) menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara adversity quotient dengan motivasi berprestasi, siswa yang mempunyai adversity quotient tinggi akan berusaha untuk menyelesaikan tugas dengan baik, sehingga diperoleh prestasi belajar yang baik pula. Selanjutnya, penelitian Wismayana (2007) mengungkap bahwa pada siswa yang memiliki adversity quotient tinggi, terdapat perbedaan yang signifikan prestasi belajar matematika dan konsep diri, antara siswa yang diajar dengan model belajar berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Di sisi lain, pada siswa yang memiliki adversity quotient rendah, tidak terdapat perbedaan yang signifikan prestasi belajar matematika dan konsep diri, antara siswa yang diajar dengan model belajar berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adversity quotient siswa berperan penting dalam mencapai kesuksesan belajar. Sehingga, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat mengoptimalkan adversity quotient agar perkembangan prestasi belajar siswa lebih maksimal.


(18)

4

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

Secara faktual, rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan adversity quotient siswa tampak dari hasil survei lembaga internasional serta studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat dilihat dari hasil Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011 dalam bidang matematika, siswa kelas VIII Indonesia menempati peringkat 38 dari 63 negara dan 14 negara bagian yang disurvei (Kompas, 14 Desember 2012). Adapun aspek yang dinilai pada tes tersebut terkait tentang fakta, prosedur, konsep, penerapan pengetahuan, dan pemahaman konsep. Senada dengan hal tersebut, hasil tes Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2006 dalam bidang matematika, menunjukkan bahwa siswa Indonesia usia 15 tahun berada pada peringkat 52 dari 57 negara. Prestasi yang dicapai siswa Indonesia belum memuaskan. Modus kemampuan memecahkan masalah matematik siswa Indonesia terletak pada level 1, yakni sebanyak 49,7% siswa berada pada level yang terendah. Padahal pada level 1 ini siswa hanya mampu menyelesaikan masalah matematis yang dapat diselesaikan dengan satu langkah (Kusumah, 2010). Adapun aspek yang dinilai adalah kemampuan pemecahan masalah, kemampuan penalaran, dan kemampuan komunikasi. Dari hasil laporan survey internasional berkaitan dengan kemampuan siswa SMP di Indonesia yaitu TIMSS dan PISA di atas, menyimpulkan bahwa kemampuan siswa SMP Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin (masalah matematika) sangat lemah, siswa belum mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalahnya secara optimal dalam mata pelajaran di sekolah, proses pembelajaran matematika belum mampu menjadikan siswa mempunyai kebiasaan membaca sambil berpikir dan bekerja (Wardhani dan Rumiati, 2011: 57). Lebih lanjut, rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ini terungkap dari hasil uji coba terbatas oleh Kherunnisa (2010) kepada siswa kelas VIII sebanyak dua belas siswa dengan karakteristik siswa yang memiliki kemampuan baik dalam pelajaran matematika mewakili kelasnya masing-masing yang dilakukan di MTsN 1 Kota Serang dan MTsN 1 Cikeusal, menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih


(19)

5

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

rendah, ketika siswa mengerjakan soal matematika yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah, sebagian besar siswa lemah dalam memanfaatkan kemampuan pemecahan masalah yang dimilikinya.

Selain rendahnya kemampuan pemecahan masalah, tampak pula bahwa adversity quotient matematis siswa masih relatif rendah. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada empat belas siswa mewakili kelasnya masing-masing yang dilakukan di MTsN 1 Kota Serang. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan sebagian besar siswa dalam mengontrol diri dan menghadapi masalah dalam pelajaran matematika masih tergolong lemah. Berdasarkan pengakuan yang diperoleh dari beberapa siswa tersebut, ketika menghadapi kesulitan mengenai materi matematika yang diajarkan, mereka langsung merasa diri mereka tidak bisa mengerti terhadap materi pelajaran yang diberikan. Kelemahan ini bukannya mendorong mereka untuk bertanya pada sumber lain seperti temannya yang lebih paham ataupun guru yang bersangkutan, melainkan menghindari berbagai tugas yang menurut mereka sulit. Siswa juga cenderung tidak berani bertanya baik di dalam kelas ataupun di luar kelas. Pada akhirnya, siswa tersebut hanya menyalin pekerjaan temannya, tidak ada keinginan menunjukkan orisinalitas hasil pekerjaannya sendiri, orientasi mereka hanyalah bagaimana tugas terkumpul tanpa memperhatikan kualitas pekerjaan mereka.

Mencermati masalah di atas, maka diperlukan perubahan pendekatan pembelajaran yang mengarahkan kepada bagaimana siswa memiliki keleluasaan untuk memecahkan masalah. Karena dengan adanya keleluasaan dalam menyelesaikan masalah memungkinkan ketertarikan dan rasa penasaran serta tantangan untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya menjadi sangat terbuka dan sangat mungkin diwujudkan. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Rifameutia (Hawadi, 2004: 199) pengembangan adversity quotient dapat dicapai melalui pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menerapkan langkah-langkah pemecahan masalah dan berkomunikasi secara aktif melalui kegiatan belajar mandiri maupun berkelompok yang memuat tugas-tugas belajar yang menantang dan siswa mengambil peran yang lebih besar dalam


(20)

6

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

tanggung jawab belajarnya. Dengan cara seperti itu, sudah barang tentu tujuan pembelajaran yang mengarah kepada meningkatnya kemampuan pemecahan masalah matematis dan adversity quotient siswa diharapkan akan dapat tercapai secara optimal.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses yang menyebutkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran harus dilaksanakan sebagai berikut:

“Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis perserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksploratif, elaborasi, dan konfirmasi” (Permendiknas, 2007).

Beberapa alternatif metode pembelajaran sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan adversity quotient siswa yaitu pembelajaran dengan pendekatan eksploratif. Pembelajaran eksploratif menawarkan kesempatan kepada para siswa untuk memperluas pengetahuan mereka menggunakan proses dan keterampilan serta menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan pengalaman belajarnya untuk memecahkan masalah dengan cara melibatkan siswa dalam proses pemecahan masalah. Melalui kegiatan eksplorasi siswa dapat menemukan proses matematika sedemikian rupa sehingga siswa mengalami sendiri, mampu menciptakan suatu hipotesis (conjecture), selanjutnya mencari jawaban untuk conjecture yang siswa buat melalui kegiatan pengamatan (Turmudi, 2009: 3).

Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan eksploratif, para siswa dihadapkan pada suatu permasalahan matematis. Dengan permasalahan yang diberikan di awal pembelajaran, diharapkan siswa dapat memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang dimiliki sebelumnya sehingga mampu memunculkan ide-ide kreatif, mengidentifikasi masalah sebagai proses awal untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pembelajaran eksploratif memfasilitasi siswa


(21)

7

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

untuk mengumpulkan data dan informasi untuk menjawab permasalahan yang diajukan melalui penemuan rumus dengan cara menyelidiki, melakukan pengukuran, menemukan pola, dan membuat generalisasi dari hasil penyelidikan dalam bentuk pernyataan atau model matematis. Setelah proses eksplorasi dilaksanakan, siswa diarahkan untuk mengaplikasikan konsep yang telah diperolehnya dengan dihadapkan pada situasi masalah matematis yang relevan dengan materi. Melalui masalah ini siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah secara heuristik yang meliputi mengidentifikasi masalah, menerapkan strategi yang tepat, membuat model matematis yang sesuai dengan permasalahan serta menyesaikannya dan diakhiri dengan melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran jawaban.

Dalam proses eksplorasi yang dilaksanakan oleh siswa, peran guru sebagai fasilitator serta memberikan scaffolding kepada siswa yang mengalami kesulitan Karena pada tahap awal, siswa membutuhkan dukungan seseorang yang lebih kompeten agar mampu mencapai ZPD (zone of proximal development). Scaffolding ini dimaksudkan sebagai bantuan atau bimbingan dari guru pada awal pembelajaran kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya sendiri. Bantuan guru sangat dibutuhkan agar mereka lebih terarah sehingga proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik.

Dalam pembelajaran eksploratif ini, siswa dihadapkan pada permasalahan matematis sebagai tugas belajarnya, Dengan mengkolaborasikan media belajar, setting pembelajaran kooperatif, bantuan yang diberikan guru secara kontinu maka akan membentuk sikap positif siswa dalam menghadapi kesulitan yang ditandai dengan respon positif dan kendali yang kuat dalam dalam menghadapi situasi yang dirasa sulit, menempatkan peran dirinya secara wajar dalam menyikapi kesulitan, bertanggung jawab atas kesulitan yang dihadapi, membatasi masalah yang dihadapi dan menganggap kesulitan yang dihadapi hanya bersifat sementara yang bermuara pada proses mencari solusi untuk menyelesaikan kesulitan yang dihadapi.


(22)

8

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

Selain pendekatan pembelajaran, peningkatan kemampuan pemecahan masalah diduga terkait dengan pengetahuan awal matematis siswa, yang dalam penelitian ini diklasifikasikan ke dalam kelompok siswa atas dan bawah di kelasnya. Tujuan mengelompokkan pengetahuan awal siswa menjadi dua kelompok yaitu siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah di kelasnya adalah untuk melihat apakah pengetahuan awal matematis siswa berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis, karena diduga siswa yang berkemampuan kurang apabila pendekatan pembelajaran menarik, berpusat pada siswa dan sesuai dengan tingkat kematangan siswa, maka akan menimbulkan sikap positif terhadap matematika sehingga akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Namun dimungkinkan terjadi sebaliknya untuk siswa yang berkemampuan lebih. Hal ini bisa terjadi karena siswa berkemampuan tinggi dimungkinkan lebih cepat memahami materi matematika yang dipelajari karena kepandaiannya, walaupun tanpa menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran yang menarik dan berpusat pada siswa. Hal ini diperkuat pendapat Krutetski (Darhim, 2004 : 15) bahwa anak berkemampuan tinggi selalu cepat memahami materi matematika, membuat generalisasi, dan menyusun pembuktian. Bahkan siswa berkemampuan tinggi akan merasa bosan dan merasa kurang manfaatnya belajar dengan metode yang menurut siswa berkemampuan kurang sangat cocok.

Melihat pada proses pembelajaran dengan pendekatan eksploratif erat sekali hubungannya dengan aktivitas memecahkan masalah, memuat tugas-tugas belajar yang menantang dan siswa mengambil peran yang lebih besar dalam tanggung jawab belajarnya. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran eksploratif diduga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berkontribusi baik bagi perbaikan adversity quotient matematis siswa.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(23)

9

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (eksploratif dan konvensional) dan pengetahuan awal matematis siswa (atas dan bawah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?

3. Apakah adversity quotient siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 4. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis

dan adversity quotient siswa setelah memperoleh pembelajaran eksploratif?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Mengkaji ada tidaknya pengaruh interaksi antara pembelajaran (eksploratif dan konvensional) dan pengetahuan awal matematis (atas dan bawah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis.

3. Menelaah adversity quotient matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

4. Menelaah hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dan adversity quotient matematis pada siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif.

D.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:


(24)

10

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

1. Untuk meningkatkan keterampilan dalam memilih pendekatan pembelajaran bervariasi yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan adversity quotient matematis siswa sehingga dapat memperbaiki sistem pembelajaran di kelas.

2. Siswa memperoleh pengalaman langsung, mengenal adanya kebebasan dalam belajar matematika secara aktif dan konstruktif melalui aktivitas eksplorasi sesuai perkembangan berfikirnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan adversity quotient matematis.

3. Sebagai bagian dari upaya pengembangan bahan ajar dalam pembelajaran matematika.

E.Definisi Operasional

Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah atau variabel yang digunakan, berikut ini akan dijelaskan pengertian dari istilah atau variabel-variabel tersebut.

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis meliputi : (1) kemampuan mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah yang meliputi unsur-unsur yang diketahui dan yang ditanyakan; (2) menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika; (3) membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya; (4) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

2. Adversity Quotient

Adversity Quotient adalah potensi, kemampuan atau daya juang individu dalam menghadapi kesulitan atau tugas belajarnya yang mempunyai dimensi penting yaitu:

a. Kendali diri (Control: C), dimensi ini mempertanyakan berapa banyak kendali yang dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan.


(25)

11

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

b. Asal-usul dan Pengakuan diri (Origin dan Ownership: O2), dimensi ini mempertanyakan dua hal, yakni: siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan, dan sampai sejauhmanakah seseorang mengakui akibat kesulitan itu. c. Jangkauan (Reach: R), dimensi ini mempertanyakan sejauhmana kesulitan

akan menjangkau atau mempengaruhi ke bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang.

d. Daya tahan (Endurance: E), dimensi ini mempertanyakan dua hal, yakni; berapa lamakah kesulitan berlangsung dan lamanya penyebab kesulitan tersebut akan bertahan.

3. Pendekatan Eksploratif

Pembelajaran eksploratif merupakan suatu rangkaian kegiatan siswa dalam menelusuri permasalahan-permasalahan matematis untuk mendapatkan suatu pemecahan masalah yang menjadi esensi dalam pembelajaran matematika sebagai tujuan yang hendak dicapai. Pada pembelajaran eksploratif diwujudkan dalam kegiatan sebagai berikut: (1) tahap penyajian masalah eksplorasi; (2) tahap pengumpulan data dan informasi; (3) tahap analisis data; (4) tahap mempresentasikan laporan hasil dan penyimpulan.

4. Pengetahuan Awal Matematis Siswa (PAM)

Pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung, pengetahuan awal matematis siswa diukur melalui seperangkat soal tes disertai pertimbangan penilaian matematika pada semester 1 kelas VIII dari guru matematika sebelumnya.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional


(26)

12

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

2. Terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran (eksploratif dan konvensional) dan pengetahuan awal matematis siswa (atas dan bawah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

3. Adversity quotient siswa yang mengikuti pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

4. Terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dan adversity quotient matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran eksploratif.


(27)

33

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen. Penelitian kuasi eksperimen menggunakan seluruh subyek yang sudah ada dalam kelompok belajar (intact group) untuk diberi perlakuan (treatment), bukan menggunakan subyek yang diambil secara acak, sehingga dapat diterapkan dengan mudah dalam dunia pendidikan.

Langkah awal untuk menentukan unit eksperimen dilakukan dengan memilih sekolah, selanjutnya memilih dua kelas yang homogen ditinjau dari kemampuan akademiknya. Kelas yang pertama adalah kelas eksperimen (X) dan kelas yang kedua adalah kelas kontrol.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen yang melibatkan paling tidak dua kelompok dan subyek yang tidak dipilih secara acak (Ruseffendi, 2005: 53). Desain tersebut dapat dilihat seperti di bawah ini.

Kelas Eksperimen : O X O Kelas Kontrol : O O Keterangan:

O : Pretes atau postes kemampuan pemecahan masalah matematis X : Pembelajaran Eksploratif

: Subjek tidak dikelompokkan secara acak

Dalam penelitian ini dilibatkan faktor pengetahuan awal matematis (PAM) siswa (atas dan bawah). Adapun alasan peneliti membagi dua kategori disebabkan karena banyaknya siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing berjumlah 30 siswa sehingga kondisi ini tidak memungkinkan untuk dibagi menjadi tiga kelompok PAM. Selain itu, penamaan kelompok atas dan bawah karena klasifikasi kelompok ditentukan berdasarkan rataan kelas. Keterkaitan


(28)

34

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

antara variabel bebas, variabel terikat (kemampuan pemecahan masalah matematis siswa) dan variabel kontrol disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1

Keterkatitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat (Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis) dan Variabel Kontrol (PAM)

Pendekatan PAM

Pembelajaran Eksploratif (A)

Pembelajaran Konvensional (B)

Atas KPMPAMAA KPMPAMBA

Bawah KPMPAMAB KPMPAMBB

Keseluruhan KPMA KPMB

Keterangan (contoh):

(A) : Pendekatan Pembelajaran Eksploratif (B) : Pendekatan Pembelajaran Konvensional

KPMPAMAA : Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelompok PAM Atas dengan Pembelajaran Eksploratif KPMA : Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Keseluruhan Siswa dengan Pembelajaran Eksploratif KPMB : Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Keseluruhan Siswa dengan Pembelajaran Konvensional

B.Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs di Kota Serang Provinsi Banten tahun ajaran 2012/2013. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007: 68). Informasi awal dalam pemilihan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan dari guru bidang studi matematika sebelumnya.Berdasarkan teknik tersebut diperoleh sampel penelitian sebanyak dua kelas yaitu kelas VIII G sebagai kelas eksperimen sebanyak 30 siswa dan kelas VIII F sebagai kelas kontrol sebanyak 30 siswa.

Adapun pertimbangan dalam pemilihan sampel penelitian siswa kelas VIII MTs sebagai sampel penelitian didasarkan pendapat Piaget bahwa siswa kelas VIII memasuki usia 11 atau 12 tahun ke atas memasuki tahap operasi formal. Pada tahap ini seseorang sudah dapat berpikir logis, berpikir teoritis formal, logikanya mulai berkembang, dapat memberikan argumen sesuai apa yang


(29)

35

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

dipikirkan dan dirasakan sehingga sesuai untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah dan mengungkap adversity quotient matematis siswa

C.Variabel Penelitian

Penelitian ini melibatkan tiga jenis variabel, yang terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu pembelajaran dengan pendekatan eksploratif; variabel terikat, yaitu kemampuan pemecahan masalah dan adversity quotient matematis; serta varibel kontrol, yaitu tingkat pengetahuan awal siswa (atas dan bawah).

D.Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan jenis instrumen tes dan non tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari seperangkat soal tes untuk mengukur pengetahuan awal matematis siswa dan kemampuan pemecahan masalah matematis. Sedangkan, instrumen dalam bentuk non tes yaitu skala adversity quotient siswa, lembar observasi, pedoman wawancara dan bahan ajar. Berikut ini merupakan uraian dari instrumen yang digunakan.

D.1. Tes Pengetahuan Awal Matematis (PAM)

Pengetahuan awal matematis siswa adalah pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Pemberian tes pengetahuan awal matematis siswa bertujuan untuk mengetahui pengetahuan siswa sebelum pembelajaran dan untuk penempatan siswa berdasarkan pengetahuan awal matematisnya. Adapun pengelompokkan pengetahuan awal matematis siswa diperoleh melalui seperangkat soal tes dengan mempertimbangkan nilai matematika pada semester 1 kelas VIII dari guru matematika sebelumnya. Adapun tes yang diberikan peneliti mencakup materi yang sudah dipelajari di kelas VII dan kelas VIII semester 1, tes pengetahuan awal matematis berupa soal pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban terdiri dari 20 butir soal sedangkan penskoran terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal dilakukan dengan aturan untuk setiap jawaban benar diberi skor 1, dan untuk setiap jawaban salah atau tidak menjawab diberi skor 0.


(30)

36

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

Berdasarkan skor pengetahuan awal matematis yang diperoleh, siswa dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah. Adapun kriteria pengelompokkan pengetahuan awal matematis siswa berdasarkan skor rataan ̅ sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kriteria Pengelompokkan

Pengetahuan Awal Matematis Siswa (PAM)

Skor PAM Kategori Siswa

PAM ≥̅ Siswa kelompok atas

PAM < ̅ Siswa kelompok bawah

Dari hasil perhitungan terhadap data pengetahuan awal matematis siswa kedua kelas, pada kelas yang memperoleh pembelajaran eksploratif diperoleh ̅ = 14,80 sedangkan pada kelas yang memperoleh pembelajaran konvensional diperoleh ̅ = 14,33. Berikut ini disajikan pengetahuan awal matematis siswa berdasarkan kelompok pada kedua kelas.

Tabel 3.3

Deskripsi Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori PAM Pembelajaran

Pengetahuan Awal Matematis (PAM)

Atas Bawah Total

Eksploratif 17 13 30

Konvensional 19 11 30

Total 36 24 60

D.2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Tes kemampuan pemecahan masalah matematis disusun dalam bentuk uraian yang terdiri dari empat butir soal. Tes kemampuan pemecahan masalah matematis terdiri dari tes awal (pretes) dan tes akhir (postes). Tes awal (pretes) diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah awal siswa pada kedua kelas sebelum siswa memperoleh perlakuan sedangkan postes diberikan dengan tujuan untuk mengetahui perolehan kemampuan pemecahan masalah matematis dan ada tidaknya pengaruh yang signifikan setelah mendapatkan perlakuan yang berbeda. Jadi, pemberian tes pada penelitian ini


(31)

37

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu perlakuan dalam hal ini pembelajaran eksploratif dan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Adapun indikator kemampuan pemecahan masalah yang akan diukur adalah : (1) Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah yang meliputi unsur-unsur yang diketahui dan yang ditanyakan; (2) Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya; (3) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika; (4) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

Sebelum tes kemampuan pemecahan masalah matematis digunakan dilakukan uji coba dengan tujuan untuk mengetahui apakah soal tersebut sudah memenuhi persyaratan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis ini diujicobakan pada siswa kelas IX-A MTs Negeri 1 Kota Serang yang telah menerima materi lingkaran. Tahapan yang dilakukan pada uji coba tes kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai berikut:

1. Validitas Butir Soal

Suatu instrumen dikatakan valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Uji validitas butir soal pada penelitian ini menggunakan dua uji validitas yaitu:

a. Validitas Teoritik

Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi merujuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan pertimbangan (judgment) teoritik atau logika (Suherman, 2003: 104). Pada validitas teoritik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni validitas isi meliputi: (1) ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan, artinya apakah materi yang dipakai sebagai alat evaluasi tersebut merupakan sampel representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai; (2) kesesuaian materi tes dengan indikator kemampuan yang diukur serta validitas muka yaitu: (1)


(32)

38

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain; (2) kejelasan gambar atau representasi dari setiap butir tes yang diberikan. Untuk menguji validitas ini, digunakan pendapat dari lima orang ahli yang berlatar belakang guru matematika SMP, dosen bahasa Indonesia, dosen mata kuliah geometri, dosen mata kuliah strategi pembelajaran serta mahasiswa pascasarjana prodi matematika UPI.

Adapun hasil pertimbangan mengenai validitas isi dan validitas muka dari kelima orang ahli dapat dilihat pada Lampiran B. Secara umum, kelima ahli memberikan masukan untuk perbaikan instrumen tes kemampuan pemecahan

masalah matematis diantaranya menambahkan nilai pendekatan π yang digunakan

pada tiap butir soal, memperjelas gambar pada soal, merevisi pertanyaan pada soal menjadi bagian a dan bagian b, memperbaiki redaksi pada setiap butir soal sesuai kaidah bahasa Indonesia yang baik dan khusus pada butir soal nomor 4 perbaikan menjadi bentuk soal cerita.

Setelah instrumen dinyatakan sudah memenuhi validitas isi dan validitas muka, kemudian secara terbatas diujicobakan kepada lima orang siswa di luar sampel penelitian yang telah menerima materi yang diteskan. Tujuan dari uji coba terbatas ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa sekaligus memperoleh gambaran apakah butir-butir soal tersebut dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Hasil uji coba terbatas, ternyata diperoleh gambaran bahwa semua soal tes dipahami dengan baik, hanya pada bagian pertanyaan pemeriksaan kembali yang perlu perbaikan dari segi redaksi kalimat. Kisi-kisi soal, perangkat soal, dan kunci tes kemampuan pemecahan masalah matematis tersebut, selengkapnya ada pada Lampiran A.

b. Validitas Empirik

Valditas empiris yaitu validitas yang diperoleh dengan melalui observasi atau pengalaman yang bersifat empiris. Untuk mengetahui validitas empiris, maka dihitung koofisien korelasi (rxy). Koofisien korelasi (rxy) dihitung dengan menggunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson. Kegunaannya untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel bebas


(33)

39

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

(independent) dengan variabel terikat (dependent) (Riduwan, 2010: 138). Perhitungan validitas empirik pada penelitian ini menggunakan software Anates V.4 For Windows. Kriteria pengujiannya adalah dikatakan butir soal valid jika thitung > ttabel dan tidak valid jika thitung ≤ ttabel. Harga ttabel diperoleh dari tabel

distribusi t dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 2).

Setelah instrumen dinyatakan memenuhi validitas isi dan validitas muka, kemudian soal tes kemampuan berpikir logis matematis tersebut dujicobakan secara empiris kepada 32 orang siswa kelas IX-A MTsN 1 Kota Serang. Tujuan uji coba empiris ini adalah untuk mengetahui tingkat reliabilitas dan validitas butir soal tes. Data hasil uji coba soal tes serta validitas butir soal selengkapnya ada pada Lampiran B. Hasil validitas butir soal kemampuan pemecahan masalah matematis disajikan pada Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4 Validitas Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis No.

Soal rxy thitung Signifikan Validitas

1 0,697 5,32 Signifikan Valid

2 0,821 7,92 Sangat Signifikan Valid 3 0,855 9,04 Sangat Signifikan Valid 4 0,739 6,07 Sangat Signifikan Valid

Keterangan: rtabel(α = 5%) = 1,697 dengan dk = 30

Berdasarkan Tabel 3.5 hasil uji-t untuk setiap soal kemampuan pemecahan masalah matematis, nilai thitung lebih besar dari ttabel dengan dk = 30 dan taraf

signifikasi 5%, yaitu 1,697. Hal ini menunjukkan bahwa setiap butir soal kemampuan pemecahan masalah matematis termasuk valid.

2. Reliabilitas Butir Soal

Menurut Suherman (2003: 153) suatu alat evaluasi disebut reliabel jika alat evaluasi memberikan hasil yang relatif tetap jika digunakan untuk subyek yang sama, dengan demikian reliabilitas disebut juga konsisten dan ajeg. Perhitungan reliabilitas butir soal pada penelitian ini menggunakan software Anates V.4 For Windows


(34)

40

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

Kriteria penafsiran mengenai tolok ukur untuk menginterprestasikan derajat reliabilitas menurut Guilford adalah sebagai berikut.

Tabel 3.5

Klasifikasi Interpretasi Reliabilitas

Besarnya r11 Interpretasi

0,90 ≤ r11 < 1,00 reliabilitas sangat tinggi

0,70 ≤ r11 < 0,90 reliabilitas tinggi

0,40 ≤ r11 < 0,70 reliabilitas sedang

0,20 ≤ r11 < 0,40 reliabilitas rendah

r11 ≤ 0,20 reliabilitas sangat rendah

Sumber: Suherman (2003, 139) Sedangkan kriteria pengujiannya adalah Jika r11 > rtabel maka soal reliabel, sedangkan jika r11rtabelmaka soal tidak reliabel. Hargartabeldiperoleh dari nilai tabel r product moment untuk signifikansi 5% (α = 0,05) dan derajat kebebasan (dk = n– 1).

Hasil perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran B. Berikut ini merupakan hasil ringkasan perhitungan reliabilitas.

Tabel 3.6 Reliabilitas Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

rhitung rtabel Kriteria Kategori 0,81 0,355 Reliabel Tinggi

Maka untuk α = 5% dengan derajat kebebasan dk = 31 diperoleh harga rtabel

0,355. Hasil perhitungan reliabilitas berdasarkan Tabel 3.6 di atas diperoleh rhitung

sebesar 0,81. Artinya soal tersebut reliabel karena 0,81 > 0,355 dan termasuk kedalam kategori tinggi. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa soal kemampuan pemecahan masalah matematis telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam penelitian.

3. Tingkat Kesukaran (TK)

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks (Safari, 2005: 23). Untuk mengetahui soal–soal yang mudah, sedang dan sukar


(35)

41

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

dilakukan uji tingkat kesukaran. Perhitungan tingkat kesukaran pada penelitian ini menggunakan software Anates V.4 For Windows.Klasifikasi mengenai interpretasi tingkat kesukaran dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7

Klasifikasi Interpretasi Tingkat Kesukaran

Kriteria Tingkat Kesukaran Klasifikasi TK = 0,00 Soal Sangat Sukar 0,00  TK  0,3 Soal Sukar

0,3  TK ≤ 0,7 Soal Sedang 0,7  TK ≤ 1,00 Soal Mudah

TK = 1,00 Soal Sangat Mudah Sumber: Suherman (2003: 170)

Dari hasil pengolahan data, diperoleh hasil uji coba untuk tingkat kesukaran pada tabel berikut.

Tabel 3.8

Tingkat Kesukaran Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

No Soal TK Interpretasi

1 0,24 Sukar

2 0,26 Sukar

3 0,17 Sukar

4 0,18 Sukar

Dari hasil uji coba instrumen di atas diperoleh keempat soal memiliki interpretasi kategori sukar. Hal ini disebabkan karena soal yang diuji merupakan soal tipe kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang tergolong soal non rutin bagi siswa. Selanjutnya, peneliti merevisi butir soal nomor tiga dengan merubah content pertanyaan dan menambahkan keterangan gambar pada butir soal nomor empat. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.

4. Daya Pembeda (DP)

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan siswa yang belum


(36)

42

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

menguasai materi yang ditanyakan (Safari, 2005: 25). Perhitungan daya pembeda butir soal pada penelitian ini menggunakan software Anates V.4 For Windows. Klasifikasi interpretasi daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut.

Tabel 3.9

Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Interpretasi

0,70 < DP ≤ 1 Sangat baik 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

DP ≤ 0 Sangat jelek

Sumber: Suherman (2003: 161)

Hasil pengolaha data uji coba soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B. Adapun hasil rangkuman yang diperoleh dari uji coba instrumen untuk daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut.

Tabel 3.10 Daya Pembeda Soal

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis No Soal DP Interpretasi

1 0,28 Cukup

2 0,34 Cukup

3 0,20 Jelek

4 0,26 Cukup

Dari tabel di atas, didapat daya pembeda dengan klasifikasi cukup sebanyak 3 soal, klasifikasi jelek sebanyak 1 soal pada butir soal nomor tiga yang selanjutnya direvisi dengan merubah content pertanyaan.

D.3. Skala Adversity QuotientSiswa

Skala adversity quotient siswa diberikan sebagai bahan evaluasi secara kualitatif mengenai kecerdasan siswa ketika menghadapi kesulitan dalam tugas belajarnya. Skala ini memuat pernyataan-pernyataan menyangkut kendali diri, asal-usul dan pengakuan diri, jangkauan, daya tahan. Butir pernyataan adversity


(37)

43

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

quotient matematis terdiri atas 30 item dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pilihan jawaban netral (ragu-ragu) tidak digunakan untuk menghindari jawaban aman dan mendorong siswa untuk melakukan keberpihakan jawaban. Pernyataan yang diberikan bersifat pernyataan tertutup, tentang pendapat siswa yang terdiri dari pernyataan-pernyataan positif dan negatif. Aspek-Aspek dan indikator adversity quotient yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari aspek dan indikator adversity quotient yang dikembangkan oleh Stoltz (2000). Skala ini diberikan kepada siswa sesudah pelaksanaan pembelajaran.

Sebelum instrumen ini digunakan, dilakukan uji validitas isi untuk menentukan kesesuain isi dengan apa yang akan diukur. Pada penelitian ini, pengujian validitas skala adversity quotient dilakukan oleh lima orang evaluator dari bidang psikologi, bidang kebahasaan, bidang bimbingan konseling, dan bidang pendidikan. Secara umum, hasil pertimbangan yang diberikan oleh para ahli yakni kekonsistenan terhadap diksi yang digunakan pada setiap pernyataan, karena dengan mencampur adukan kata-kata tersebut dikhawatirkan siswa memiliki persepsi berbeda terhadap subjek kata; penggunaan kata penghubung pada pernyataan; perbaikan penyusunan subjek predikat objek keterangan (SPOK) pada beberapa pernyataan masih belum baik; penggunaan tanda baca dan beberapa pernyataan dari aspek yang berbeda tetapi mengandung makna yang serupa diperbaiki redaksinya; penambahan faktor eksternal yang menggambarkan bagaimana pengalaman siswa terdahulu yang membentuk cara berpikir individu dalam menghadapi kesulitannya dalam matematika sekarang, sehingga peneliti dapat melihat apakah ada sumber-sumber lain, diluar kemampuan individu tersebut yang membuat individu tersebut memiliki sikap skeptis terhadap matematika.

Setelah skala adversity quotient dievaluasi oleh para ahli, selanjutnya dilakukan uji coba empiris dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan uji coba terbatas pada tiga orang siswa di luar sampel penelitian. Tujuan dari uji coba ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan sekaligus memperoleh


(38)

44

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

gambaran apakah pernyataan-pernyataan dari skala adversity quotient matematis dapat dipahami oleh siswa. Dari hasil uji coba terbatas, ternyata diperoleh gambaran bahwa sebagian besar dari pernyataan dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Hanya beberapa kata yang tidak dipahami oleh siswa, yang kemudian diperbaiki oleh peneliti. Setelah instrumen skala adversity quotient matematis dinyatakan layak digunakan, kemudian dilakukan uji coba tahap kedua pada siswa kelas IX MTsN 1 Kota Serang sebanyak 70 siswa. Kisi-kisi dan instrumen adversity quotient matematis disajikan pada Lampiran A.

Proses perhitungan menggunakan bantuan perangkat lunat MS Excel for Windows 2007 dansoftware SPSS 16.0 For Windows. Dari hasil uji coba, proses perhitungan validitas butir pernyataan dan reliabilitas skala adversity quotient matematis secara lengkap terdapat pada Lampiran B.

1. Analisis Validitas Skala Adversity Quotient Matematis

Perhitungan validitas butir item pernyataan menggunakan software SPSS 16.0 For Windows. Untuk validitas butir item pernyataan digunakan korelasi product moment dari Karl Pearson, yaitu korelasi setiap butir item pernyataan dengan skor total. Apabila nilai signifikansi korelasi kurang dari α (0,05) maka item pernyataan dikatakan valid.

Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan, dari 30 pernyataan yang diujikan, dapat dilihat bahwa sebanyak 23 item pernyataan valid karena memiliki nilai signifikansi korelasi kurang dari α (0,05) yaitu pada butir pernyataan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28. Sedangkan item pernyataan tidak valid karena memiliki nilai signifikani korelasi lebih dari 0,05, yaitu butir pernyataan 1, 3, 10, 12, 20, 29, 30. Untuk pernyataan yang tidak valid direvisi oleh peneliti atas perbaikan oleh pembimbing, untuk selanjutnya digunakan kembali untuk mengukur adversity quotient matematis.

2. Analisis Reliabilitas Adversity Quotient Matematis

Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak maka dilakukan pengujian reliabilitas dengan rumus alpha-croncbach dengan bantuan program SPSS 16.0 For Windows. Pengambilan keputusan yang dilakukan adalah


(39)

45

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

dengan membandingkan rhitung dan rtabel. Jika rhitung > rtabel maka soal reliabel, sedangkan jika rhitung≤ rtabel maka soal tidak reliabel.

Hasil perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran B. Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil perhitungan reliabilitas.

Tabel 3.11

Reliabilitas Skala Adversity Quotient Matematis

rhitung rtabel Kriteria Kategori

0,713 0,236 Reliabel Tinggi

Maka untuk α = 5% dengan derajat kebebasan dk = 69 diperoleh harga rtabel 0,236. Hasil perhitungan reliabilitas berdasarkan tabel 3.13 di atas diperoleh rhitung sebesar 0,713. Artinya soal tersebut reliabel karena 0,71 > 0,236 dan termasuk kedalam kategori tinggi. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa skala adversity quotient matematis telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam penelitian.

D.4 Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk melihat aktivitas guru dan siswa pada kelompok eksperimen. Aktivitas siswa yang diamati berkenaan dengan keberadaan siswa dalam kelompok, menyelesaikan tugas kelompok, bertanya dan menjawab pertanyaan, percaya diri terhadap jawaban yang ditemukan , daya juang siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan serta mau membantu siswa lain sebagai implikasi dari adanya sikap saling bergantung positif. Sedangkan aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan eksploratif yang bertujuan agar pembelajaran selanjutnya dapat lebih ditingkatkan dan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Untuk mewujudkan objektifitas hasil pengamatan, maka pengamatan ini dilakukan oleh peneliti dan seorang mahasiswa pendidikan matematika Sekolah Pascasarjana UPI Bandung sebagai observer pada setiap


(40)

46

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

pertemuan selama proses pembelajaran di laksanakan. Lembar observasi siswa dan guru disajikan dalam Lampiran A.

D.5. Pedoman Wawancara

Wawancara dilakukan pada akhir penelitian. Wawancara ini selain berguna untuk mengevaluasi akhir dari penelitian juga berguna untuk merefleksikan pembelajaran eksploratif yang telah dilakukan terutama berkaitan dengan minat siswa terhadap pembelajaran sebagai dampak dari seluruh pembelajaran yang telah dilakukan, sikap siswa terhadap soal yang diberikan, kesulitan yang dihadapi siswa dalam tugas belajarnya serta upaya siswa dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi. Siswa yang diwawancarai adalah perwakilan siswa dari dua kelompok, yaitu kelompok atas dan kelompok bawah. Masing-masing kelompompok diwakili oleh duabelas orang siswa, yakni dari kelompok atas enam orang dan dari kelompok bawah sebanyak enam orang.

Agar wawancara yang dilakukan terarah sesuai dengan maksud penelitian dan tujuan yang akan diungkap, maka peneliti menyusun pedoman atau acuan pokok dari kegiatan wawancara yang akan dilakukan. Format pedoman wawancara yang digunakan dapat diamati pada lampiran A.

D.6. Pengembangan Bahan Ajar

Bahan ajar dalam penelitian ini adalah bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematika dengan aktivitas eksploratif untuk kelompok eksperimen. Bahan ajar disusun berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Isi bahan ajar dalam penelitian ini memuat materi lingkaran dengan langkah-langkah pembelajaran eksploratif yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Penyusunan bahan ajar yang digunakan berupa kegiatan yang dilakukan siswa sehingga dapat menemukan dan menurunkan rumus serta merepresentasikan materi tersebut dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk uraian yang telah disediakan pada lembar kerja siswa. Pokok bahasan dipilih berdasarkan alokasi waktu yang telah disusun oleh peneliti.


(41)

47

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes pengetahuan awal matematis, tes kemampuan pemecahan masalah matematis, skala adversity quotient, lembar observasi dan wawancara. Data yang berkaitan dengan pengetahuan awal matematis dikumpulkan melalui tes sebelum pembelajaran pertama dimulai sedangkan untuk data kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dikumpulkan melalui pretes dan postes. Data yang berkaitan dengan adversity quotient siswa dikumpulkan melalui penyebaran skala adversity quotient siswa sedangkan data mengenai aktivitas pembelajaran di kelas dikumpulkan melalui lembar observasi dan wawancara.

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Pengolahan terhadap data yang telah dikumpulkan, dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

F.1. Analisis Data Kualitatif

Data-data kualitatif diperoleh melalui lembar observasi dan wawancara. Hasil observasi dan wawancara terhadap siswa diolah secara deskrptif dan hasilnya dianalisis melalui laporan penulisan essay yang menyimpulkan kriteria, karakteristik serta proses yang terjadi dalam pembelajaran.

F.2. Analisis Data Kuantitatif

Data-data kuantitatif diperoleh dalam bentuk hasil uji instrumen, data pretes, postes, N-gain serta skala adversity quotient siswa. Data hasil uji instrumen diolah dengan software Anates Versi 4.1 untuk memperoleh validitas, reliabilitas, daya pembeda serta tingkat kesulitan soal. Sedangkan data hasil pretes, postes, dan N-gain diolah dengan software SPSS Versi 16.0 for Windows.

1. Data Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis digunakan untuk menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran eksploratif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Selanjutnya dilakukan pengolahan data berdasarkan kategori


(42)

48

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

pengetahuan awal matematis yaitu kategori atas dan rendah pada siswa yang mendapat pembelajaran eksploratif dan pembelajaran konvensional.

Data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis diolah melalui tahapan sebagai berikut:

a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.

b. Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

c. Menentukan skor peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dengan rumus gain ternormalisasi (Hake, 1998) yaitu:

Hasil perhitungan N-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.12

Klasifikasi Gain Ternormalisasi

Besarnya N-Gain (g) Klasifikasi

g > 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g ≤ 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

Sumber : (Hake, 1998)

d. Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes dan gain peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov untuk data ≤ 30 dan Saphiro wilk untuk data > 30

Adapun rumusan hipotesisnya adalah: Ho: Data berdistribusi normal

H1: Data tidak berdistribusi normal

Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka Ho ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥α (α =0,05), maka Ho diterima.


(43)

49

Etika Khaerunnisa, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Adversity Quotient Matematis Siswa MTS Melalui Pendekatan Pembelajaran Eksploratif

e. Menguji homogenitas varians skor pretes dan gain peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis menggunakan uji Levene. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : : varians skor kelompok eksperimen dan kontrol homogen

H1 : :varians skor kelompok eksperimen dan kontrol tidak homogen

Keterangan:

: varians kelompok eksperimen : varians kelompok kontrol Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka Ho ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥α (α =0,05), maka Ho diterima.

f. Setelah data memenuhi syarat normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji kesamaan rataan skor pretes dan uji perbedaan rataan skor n-gain.

Melakukan uji kesamaan dua rataan pada data pretes kedua kelompok eksperimen dan kontrol untuk kemampuan pemecahan masalah matematis. Hipotesis yang diajukan adalah:

: Rataan preteskelompok eksperimen sama dengan rataan preteskelompok kontrol

: Rataan preteskelompok eksperimen tidak sama dengan rataan preteskelompok kontrol

Selanjutnya untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, maka rumusan hipotesis dilakukan uji satu pihak:

: Rataan gain ternormalisasi kelompok eksperimen sam dengan rataan gain ternormalisasikelompok kontrol

: Rataan gain ternormalisasi kelompok eksperimen lebih baik daripada rataan gain ternormalisasikelompok kontrol


(1)

108

penerapanpendekatanpembelajaraneksploratifpadasemuakelompokpengetahuan awalmatematissiswa.

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adversity quotient siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif sama dengan adversity quotient siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, sehingga disarankanpada guru untukmemperhatikanaspek pengembanganadversity quotient matematis siswaagar guru dapat melakukan perbaikan bagi siswa yang lemah dalam aspek adversity quotientnya.

5. Materi lingkaran telah diperoleh siswa ketika sekolah dasar, sehingga pengetahuan prasayarat tersebut tidak boleh dikesampingkan. Artinya guru perlu mengorganisasikan pengalaman pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan pengetahuan yang baru akan diperoleh.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R. (2008). BelajaruntukMengajar. Yogyakarta: Terjemahan, PustakaPelajar.

Budiono.(2004). StatistikauntukPenelitian. Surakarta: SebelasMaret University Press.

Darhim. (2004).

PengaruhPembelajaranMatematikaKontekstualterhadapHasilBelaj

arMatematikaSiswaSekolahDasar. Disertasipada SPs

UniversitasPendidikan Indonesia Bandung: tidakditerbitkan.

Depdiknas. (2003). StandarPenilaianBukuPelajaranMatematika. Jakarta: PusatPerbukuan.

Hake, R.R. (1998). “Interactive-Engagement Versus Traditional Method. A Six-Thosand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses”. American Journal of Physics. Vol 66, No.1.

Hawadi, R. A.(2004). “Kiat-KiatMemantapkanAdversity

QuotientSiswaAkseleran”,dalamAkselerasi A-Z informasi Program

PercepatanBelajardanAnakBerbakatIntelektual. Jakarta: PT

GramediaWidiasarana Indonesia.

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Menengah

Pertama (SMP). Disertasipada SPs UniversitasPendidikan

Indonesia Bandung: tidakditerbitkan.

Hudojo, H. (2003). PengembanganKurikulumdanPembelajaranMatematika. Malang: UM Press.

Khaerunnisa, E.(2010). PenerapanMetodePembelajaranGruoup

Investigation denganTeknik Scaffolding

untukMeningkatkanKemampuanPemecahanMasalahMatematikaSis waMTs.SkripsipadaUniversitas Sultan AgengTirtayasa. Serang: TidakDiterbitkan.

Kompas. (2012). Indonesia Tertinggaldari Malaysia danPalestina. Kompas (Jumat 14 Desember 2012).

Kusumah.(2010).DampakPendidikanMatematikaRealistikterhadapPeningkat anKemampuanPemecahanMasalahSiswa.JurnalIndoMS. J.M.E. Vol 1 No 1 Juli 2010.pp 41-51.


(3)

110

Leman.(2007). The Best of Chinese Life Philosophies. Jakarta:GramediaPustakaUtama.

Lie, A. (2004). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruangKelas. Jakarta: Grasindo.

NCTM.(2000). [online].Using The NCTM 2000 Principles And Standards

With The Learning From Assessment Materials.

http://www.wested.org/lfa/NCTM2000.PDF. [akses: 01 Februari 2013].

Permendiknas.(2006).

LampiranPeraturanMenteriPendidikanNasionalRepublik

Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentangStandar Isi.Jakarta: BSNP.

. (2007).

LampiranPeraturanMenteriPendidikanNasionalRepublik

Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentangStandar Proses.Jakarta: BSNP.

Riduwan.(2010). BelajarMudahPenelitianuntuk Guru-KaryawandanPenelitiPemula. Bandung: Alfabetha.

Rohaeti, E. E.(2008).

PembelajarandenganPendekatanEksplorasiuntukMengembangkan KemampuanBerpikirKritisdanKretifMatematikSiswa

SMP.Disertasipada SPs UniversitasPendidikan Indonesia Bandung: tidakditerbitkan.

. (2010).Critical and creative mathematical thinking of junior high school student.DalamEducatonist[online], Vol IV No 2 Juli 2010.Tersedia: http://www.learningace.com/doc/4440601/ 4eeee0d00adc43d231eba8af70687ba3/05_euis_eti_rohaeti

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasarPenelitianPendidikandanBidang Non-EksataLainnya. Bandung: Tarsito

.(2006). PengantarkepadaMembantu Guru

MengembangkanKompetensinyadalamPengajaranMatematikauntu kMeningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sacadipura, N. (2010).

PemecahanMasalahadalahIntidariMatematika.[Online].Tersediap adahttp://mitrazone.com/news/pemecahan-masalah-adalah-inti-dari-matematika.html.[2 September 2012].


(4)

Safari, (2005).PenulisanButirSoal. Jakarta: AsosiasiPengawasSekolah Indonesia.

Shadiq, F. (2004).PemecahanMasalah, PenalarandanKomunikasi. [Online].Tersediapadahttp://www.scribd.com/doc/29385462/ Modul-Matematika-Pemecahan-Masalah.[27 september 2012]. .(2009). KemahiranMatematika. DiklatInstrukturPengembangMatematika

SMA JenjangLanjut.[Online].Tersediapadahttp:// p4tkmatematika.org/file/SMA Lanjut/ smalanjut-kemahiran-fadjar.pdf. [27 september 2012].

. (2011). EksplorasiMatematika di SD/MI: Contohnya,Pengertiannya,

danKeunggulannya.[Online].Tersediapadahttp://fadjarp3g.files.wo rdpress.com/2011/03/10-eksplorasidisd_fasilitator_.pdf.[27 September 2012].

Siddiqiyah, I. (2007). Hubunganantara Adversity Quotient

denganMotivasiBelajarSiswakelas XI MAN Malang

1.SkripsipadaUniversitas Islam Negeri Malang. Malang:

Tidakditerbitkan.

Slavin E, R. (2008).PsikologiPendidikanTeoridanPraktik.Jakarta: Terjemahan, PT Indeks.

Stoltz, P. G. (2000). Adversity Quotient, MengubahHambatanmenjadiPeluang. Jakarta: Terjemahan, PT GramediaWidiasarana Indonesia.

Sugiyono.(2007). StatistikuntukPenelitian.Bandung:Alfabeta.

Suherman, E. (2003). EvaluasiPembelajaranMatematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukirwan.(2008).

KegiatanPembelajaranEksploratifuntukMeningkatkanKemampuan

PenalarandanKoneksiMatematisSiswa SD. Tesispada SPs

UniversitasPendidikan Indonesia. Bandung: TidakDiterbitkan. Sumarmo, U. (2010). BerfikirdanDisposisiMatematika: Apa, mengapa,

danBagaimanaDikembangkanpadaPesertaDidik. [Online].Tersediapadahttp://Math.sps.upi.edu/wp

content/uploads/2010/2/ BERFIKIR- DAN- DISPOSISI- MATEMATIK-SPS-2010.pdf indikatormtk.[14 September 2012]. Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendiidkan.


(5)

112

Tim MKPBM. (2003). StrategiPembelajaranMatematikaKontemporer. Bandung: UniversitasPendidikan Indonesia.

Turmudi.(2009). LandasanFilsafatdanTeoriPembelajaranMatematika;

BerparadigmaEksploratifdanInvestigatif. Jakarta:

LeuserCitaPustaka.

Wardhani, S danRumiati.(2011).

InstrumenPenilaianHasilBelajarMatematika SMP; Belajardari PISA dan TIMSS.Yogyakarta: Kemdiknas, P4TK Matematika. Wena, M. (2009).StartegiPembelajaranInovatifKontemporer. Jakarta:

BumiAksara.

Widjajanti, D. B. (2010). Analisis Implementasi Strategi Perkuliahan

Kolaboratif Berbasis Masalah dalam Mengembabngkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Kemampuan Komunikasi Matematis, dan Keyakinan terhadap Pembelajaran Matematika. Disertasipada SPs UniversitasPendidikan Indonesia Bandung: tidakditerbitkan

Wismayana,N.P. (2007). Pengaruh Model

BelajarBerbasisMasalahdanAdversity

QuotientsiswaterhadapPrestasiBelajarMatematikadanKonsepDiriSi swa SMAN 4 Singaraja.JurnalGanesha,Volume 2Tahun 2009 PPs.UniversitasPendidikanGanesha, Bali.

Zainudin. (2011). Pentingnya Adversity Quotient dalam Meraih Prestasi Belajar. [Online].Tersediapadahttp://jurnal.untan.ac.id.[16 Mei 2013].


(6)