DETERMINASI MADRASAH EFEKTIF: Studi Kasus Pencapaian Keunggulan di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong.

(1)

(STUDI KASUS PENCAPAIAN KEUNGGULAN DI MAN

INSAN CENDEKIA SERPONG)

Disertasi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

Memperoleh gelar Doktor Ilmu Pendidikan

Dalam bidang Administrasi Pendidikan

Oleh:

Opik Abdurrahman Taufik

NIM : 0800804

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA DISERTASI

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI:

Promotor merangkap Ketua,

Prof. H. Udin

Syaefudin Sa’ud, M.Ed., Ph.D.

Ko-Promotor merangkap Sekretaris,

Prof. Dr. Ir. Soemarto, MSIE

Anggota,

Dr. H. Danny Meirawan, M.Pd.

Diketahui Oleh,

Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan

Sekolah Pascasarjana UPI Bandung

Prof. H. Udin

Syaefudin Sa’ud, M.Ed., Ph.D.

NIP. 19530612 198103 1 993


(3)

(4)

(Studi Kasus Pencapaian Keunggulan di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong). Opik Abdurrahman Taufik NIM. 0800804

ABSTRAK

Reformasi pendidikan di kawasan Asia dijelaskan dengan adanya tiga gelombang pergerakan keunggulan pada sekolah-sekolah dengan model school

effective dan school improvement. Madrasah adalah salah satu lembaga pendidikan

Islam yang penting di Indonesia memerlukan pengelolaan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Salah satu Madrasah Aliyah unggulan program Kementerian Agama adalah MAN Insan Cendekia Serpong. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keterkaitan kompetensi dan komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan), monitoring prestasi siswa dalam bidang akademik dan non akademik, partisipasi orang tua, orientasi kebijakan, kepemimpinan kepala madrasah, kurikulum dan evaluasi, budaya madrasah, dan prestasi siswa bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus pada penyelenggaraan pendidikan di MAN Insan Cendekia Serpong. Peneliti sebagai instrumen utama, dengan teknik pengumpul data melalui wawancara mendalam (dengan komponen pimpinan madrasah, guru, tenaga kependidikan), observasi dan studi dokumen. seluruh data tersebut dianalisis dengan model interaktif dengan alur: pencatatan data, reduksi data, penyajian data, analisis data dan kesimpulan.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, Kompetensi Sumber daya manusia madrasah MAN Insan Cendekia Serpong linear dengan kebutuhan sebuah lembaga pendidikan, sehingga berdampak baik pada pelaksanaan program dan kegiatan madrasah. Kedua, Partisipasi Orang tua di MAN Insan Cendekia cukup baik, baik yang diwadahi tingkat kelas (FKOT) sampai tingkat sekolah (Komite Madrasah). Ketiga, Kepemimpinan kepala madrasah menggunakan pendekatan yang kondusif dalam menciptakan suasana peningkatan mutu madrasah.

Keempat, Budaya madrasah Insan Cendekia Serpong berbanding lurus dengan

pencapaian hasil belajar siswa.

Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah calon kepala madrasah membekali diri dengan kemampuan teknis dan manajerial sebuah madrasah, Kegiatan pemilihan guru dan karyawan teladan salah satu kegiatan pilihan partisipasi orang tua, desain kurikulum dengan bencmarking market place, menciptakan budaya madrasah dengan mengedepankan reward daripada punisment.


(5)

(Case Study Achieving Excellence in Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong). Opik Abdurrahman Taufik NIM. 0800804

ABSTRACT

Education reform in the region described by the three-wave movements excellence in schools with effective school models and school improvement. Madrasah is one of the important institutions of Islamic education in Indonesia requires management to suit the demands of the times. One of the Madrasah Aliyah is the flagship program of the Ministry of Religious MAN Insan Cendekia Serpong. The purpose of this study was to analyze the relationship of competence and commitment of human resources (The Principal, teachers and education personnel), monitoring student achievement in academic and non-academic, parent participation, policy orientation, principal leadership, curriculum and evaluation, Islamic culture, and achievements students' academic and non-academic fields in MAN Insan Cendekia Serpong.

This study used descriptive qualitative approach with the case study method of education in MAN Insan Cendekia Serpong. Researcher as the main instrument, the technique of collecting data through in-depth interviews (with component madrasah leaders, teachers, staff), observation and document study. all the data are analyzed with an interactive model of the flow: data recording, data reduction, data presentation, data analysis and conclusions.

The results of this study can be summarized as follows: First, human resource competencies MAN Insan Islamic Scholar Serpong linearly with the needs of an educational institution, so the impact both on the implementation of the program and activities of madrasas. Second, participation in MAN Insan Cendekia Parents pretty good, both housed on grade level (FKOT) up to the level of school (Madrasah Committee). Third, principal leadership approach in creating an atmosphere conducive madrasah quality improvement. Fourth, MAN Insan Cendekia Serpong proportional to the achievement of student learning outcomes.

Recommendations resulting from this study is the principal candidate to equip themselves with the technical and managerial capabilities of a madrasah, activities and teacher selection model employee option activity one parent participation, curriculum design with bencmarking market place, creating a madrasah culture by promoting reward than punisment.


(6)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH

ABSTRAK ………..

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR TABLE ……… xi

DAFTAR GAMBAR ……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Penelitian ……….. 1

B. Identifikasi dan Fokus Masalah ………. 11

C. Pertanyaan Penelitian ……… 15

D. Tujuan Penelitian ……….. 16

E. Manfaat Penelitian ……… 17

F. Sistematika Penyajian ……… 17

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Madrasah Efektif dalam Administrasi Pendidikan………... 1. Tujuan Madrasah……….………

a. Visi ……….

b. Misi ………

19 33 34 36 B. Karakteristik Madrasah Efektif………

1. Kompetensi Guru Madrasah ………... 2. Komitmen SDM Madrasah ………. 3. Monitoring Prestasi Siswa ………. 4. Partisipasi Orang tua ………..

36 36 46 50 62


(7)

ix

5. Kebijakan di Madrasah ……….. 6. Kepemimpinan Kepala Madrasah ………. 7. Kurikulum madrasah ………. 8. Sistem Evaluasi di madrasah ………. 9. Budaya dan iklim madrasah ………..

69 74 90 92 95

C. Mutu Madrasah.. ……… 118

D. Hasil Penelitian Terdahulu ……… 130

E. Kerangka Berfikir Penelitian ……… 137

BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Deskripsi Objek Penelitian ……… 139

B. Desain Penelitian ……….. 140

C. Metode Penelitian ……….. 141

D. Instrumen Penelitian ……….. 143

E. Teknik Pengumpulan Data ……… 146

F. Analisis dan Penafsiran Data ………. 148

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……… 151

1. Kompetensi SDM madrasah ………... 154

2. Komitmen SDM ………. 158

3. Monitoring Prestasi Siswa ……….. 160

4. Partisipasi Orang tua……….………….. 172

5. Kebijakan madrasah……… 176

6. Kepemimpinan …..………..… 179

7. Kurikulum ……… 182

8. Evaluasi ……… 206

9. Budaya madrasah ………. 210

10.Prestasi siswa ……….. 213


(8)

x

1. Kompetensi ………. 220

2. Komitmen ……… 222

3. Monitoring prestasi siswa ………... 226

4. Partisipasi orang tua………. 228

5. Kebijakan madrasah ……… 231

6. Kepemimpinan…..……….. 234

7. Kurikulum ……….. 241

8. Evaluasi ………..……… 244

9. Budaya madrasah………... 246

10. Prestasi……… 248

C. Model Hipotetik Peningkatan Madrasah Efektif……….. 249

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……… 257

B. Rekomendasi……….. 262

Daftar Pustaka……… 265


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Tujuan pembangunan di bidang pendidikan di Indonesia, termuat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yaitu bahwa pendidikan nasional bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yangg beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan kata lain pengembangan Sumber Daya manusia berkualitas merupakan tujuan pendidikan nasional.

Ignas Kleden (2004:150) memberikan analisa kritis tentang pendidikan nasional. Pertama, harus menciptakan masyarakat yang mempunyai kemampuan berfikir logis dan bertindak logis. Kedua, pendidikan humaniora harus dibedakan dari ilmu-ilmu humaniora dalam pengertian epistemologis, sehingga pendidikan humaniora menekankan kualitas-kualitas manusiawi dari peserta didik. Ketiga, pendidikan bukan hanya menciptakan orang dengan keahlian, tetapi orang-orang dengan kemampuan belajar tinggi.

Belum ajegnya pencapaian mutu, khususnya sekolah tingkat menengah di Indonsia dapat di lihat dari salah satu indikatornya, yaitu fluktuasi hasil UN (Ujian Nasional) seperti terlihat dalam tabel berikut:

Table 1.1

Perkembangan UN Sekolah/Madrasah

Komponen SMP/MTS SMA/MA SMK

2009 2010 2009 2010 2009 2010

Peserta 3.437.117 3.605.163 1.517.013 1.522.156 706.832 863.679

Kelulusan (%) 94.82 90.27 93.74 89.88 93.85 88.82

Rerata Nilai 7.33 7.21 7.25 7.29 7.44 7.02


(10)

Perkembangan teknologi dan bidang lain, menuntut sebuah lembaga pendidikan (sekolah/madrasah) harus mampu menyeimbangkannya. Menurut A.Wahab (2011:58) kehadiran sekolah unggul lebih disebabkan oleh tuntutan kebutuhan masyarakat yang berkualitas karena (1) sekolah yang ada sekarang dirasakan masih kurang dapat mengembangkan potensi dan kemampuan anak secara optimal. (2) tuntutan dan tantangan terhadap kemampuan bersaing, bersanding yang akan dihadapi anak dalam kehidupan pada millennium ketiga (abad 21).(3) perubahan orientasi dan paradigma pembangunan yang kesemuanya itu menjadi alasan yang kuat bagi kehadiran sistem sekolah unggulan. (4) era globalisasi yang penuh dengan harapan dan sekaligus tantangan yang menuntut setiap bangsa untuk berusaha keras untuk maju.

Menurunnya kualitas lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, erat kaitannya dengan kurang berfungsinya lembaga-lembaga pendidikan dalam menyiapkan masa depan generasi bangsa secara optimal. Kenyataan ini juga tidak terlepaskan dari semua unsur pendidikan itu sendiri seperti peran orang tua murid, guru, sarana prasarana, para manajer pendidikan dan stakeholders pendidikan lainnya. Oleh karena itu perlu mempertimbangkan kemungkinan mencari terobosan baru yang mampu mengangkat mutu pendidikan kita, khususnya pendidikan menengah model yang merupakan input ke jenjang pendidikan selanjutnya yang bermutu.

Cheng dan Tam (2007:245) menggambarkan bahwa reformasi pendidikan di kawasan Asia dijelaskan dengan adanya tiga gelombang pergerakan keunggulan pada sekolah-sekolah dengan model school effective dan school

improvement. Gelombang pertama berfokus pada keefektifan internal sekolah,

gelombang kedua pada antar muka keefektifan sekolah, dan gelombang ketiga menekankan pada masa depan keefektifan sekolah. Ketiganya digambarkan sebagai berikut :


(11)

Gambar 1.1

Tiga gelombang perubahan paradigma sekolah Sumber : Cheng dan Tam (2007:268)

Efektifitas sekolah menunjukkan adanya proses perekayasaan berbagai sumber dan metode yang diarahkan pada terjadinya pembelajaran di sekolah secara optimal. Efektifitas sekolah merujuk pada pemberdayaan semua komponen sekolah sebagai organisasi tempat belajar berdasarkan tugas pokok dan fungsinya masing-masing dalam struktur program dengan tujuan agar siswa belajar dan mencapai hasil yang telah ditetapkan yaitu memiliki kompetensi.

Tuntunan zaman dan perkembangan pengetahuan memunculkan lembaga-lembaga pendidikan tingkat menengah yang sering disebut dengan sekolah unggulan. Menurut Fatah (2012:113) yang disebut sekolah unggulan adalah sekolah yang efektif menggunakan strategi peningkatan budaya mutu, strategi pengembangan kesempatan belajar, stategi memelihara kendali mutu (quality control), strategi penggunaan kekuasaan, pengetahuan dan informasi secara efisien. Kemudian menurutnya juga ada beberapa indikator yang menunjukkan

Effective school movements

Quality/competitive School movements

World class school movements

E

Effectiveness

Q Quality

R Relevance

1980s – 1990s Internal effectiveness

1990s

Interface effectiveness

2000s

future


(12)

sekolah unggul tersebut yaitu : (1) sekolah memiliki visi dan misi untuk meraih prestasi/mutu yang tinggi, (2) semua personil sekolah memiliki komitmen yang tinggi untuk berprestasi, (3) adanya program pengadaan staf sesuai dengan perkembangan iptek, (4) adanya kendali mutu yang berkelanjutan (continus quality improvement), serta (5) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid dan masyarakat.

Mengapa madrasah perlu mendapat perhatian yang memadai? Di samping alasan-alasan etis dan tuntutan moral dalam berbangsa dan bernegara seperti diamanatkan oleh UUD 1945, terdapat juga alasan praktis-pragmatis, yaitu bahwa perbaikan terhadap madrasah lebih mudah dan murah (Rahim, 2003 : xv). Setidaknya bila dilihat dari perspektif teori pendidikan Yunani Kuno, terdapat tiga aspek pendidikan yaitu : Etika (akhlak), civic dan pengetahuan. Menurut Tafsir (2003) kalau kita bandingkan madrasah dan sekolah umum pada tiga aspek tersebut, maka madrasah, setidaknya secara teoritis, memenuhi dua aspek pertama, sedangkan sekolah umum hanya aspek ketiga. Selanjutnya Tafsir menggambarkan kondisi di atas sebagai berikut :

Table 1.2

Perbedaan aspek pendidikan

Lembaga Akhlak Civic Pengetahuan

Madrasah + + -

Sekolah Umum - - +

Sejalan dengan perkembangan Indonesia, madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam terus berkembang. Namun perkembangan itu cukup eksklusif, di mana aksentuasi pada pengetahuan keagamaan (Islam) lebih diutamakan. Hal ini yang menyebabkan perkembangan madrasah hanya ada pada kantong-kantong masyarakat Islam. Ekspansi yang dilakukan pun hanya berkisar di daerah pedesaan sedangkan di perkotaan sangat jarang. Oleh karena itu hingga saat ini keberadaan madrasah lebih banyak di pedesaan daripada di perkotaan. Hal ini memicu lambannya perkembangan madrasah, madrasah seakan jauh dari atmosfir pembaruan sistem pendidikan, baik secara kelembagaan maupun sistem pembelajaran.


(13)

Di samping konsekuensi di atas, eksistensi madrasah sebagai sebagai lembaga pendidikan Islam pun mulai dipertanyakan masyarakat. Madrasah yang pada awalnya akan mampu memunculkan ahli-ahli agama dan para pemimpin Islam mulai diragukan.

Perbedaan mencolok antara madrasah dan sekolah-sekolah umum selain dapat dilihat dari tradisi proses pembelajaran juga akses para alumni terhadap perguruan tinggi dan dunia kerja. Tradisi proses pembelajaran di madrasah yang lebih memperhatikan gaya-gaya tradisional di mana proses pembelajaran lebih didominasi oleh para pendidik atau guru, juga diwarnai dengan kualitas tenaga pengajar yang kurang memadai. Masih banyak tenaga pengajar yang mengajar tidak sesuai dengan keahlian yang dimilikinya.

Berdasarkan hasil penelitian Tim Studi pengembangan Sub-sektor Madrasah Kementerian Agama tahun 2003 ditemukan bahwa ada beberapa ungkapan umum yang menunjukkan perbandingan keuntungan Madrasah dibandingkan sekolah umum, yaitu :

1. Berakar kuat. Madrasah memiliki akar sejarah yang kuat dalam filosofi pendidikan Indonesia, dengan alasan sejarah istilah Madrasah masih belum ditingkatkan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan, terlebih dalam pengajaran agama Islam.

2. Madrasah di Indonesia adalah unik. Keunikan dari Madrasah bisa dilihat dari sudut internasional maupun nasional. Secara internasional, Madrasah berbeda dari Madrasah di luar negeri karena menyediakan pendidikan Islam secara umum dibanding hanya pendidikan keagaamaan sendiri. Secara nasional, mereka unik karena isinya, metodologinya, pendiriannya dan bantuan keuangan yang berbeda dari sekolah umum.

3. Berkembang di masa krisis. Madrasah telah menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar daripada sekolah umum dalam mengatasi permasalahan krisis moneter yang berkepanjangan. Sejumlah masyarakat yang signifikan mengganggap bahwa Madrasah sebagai penyediaan jenis sekolah yang lebih menarik untuk anak anak mereka selama tiga tahun, yang diindikasikan dengan meningkatnya rata-rata jumlah murid di tiap tingkat Madrasah daripada sekolah umum.

4. Pro miskin. Walaupun popularitas Madrasah semakin berkembang di kalangan menengah maupun keatas masyarakat Islam, mayoritas Madrasah menyediakan pendidikan dasar untuk masyarakat miskin dengan biaya yang sangat rendah. 5. Mendukung gender. Madrasah menyediakan pendidikan dengan bagian yang

lebih besar untuk perempuan dibandingkan sekolah umum pada semua tingkat. Sebagian besar Madrasah adalah pendukung pendidikan, menerima siswa laki-laki maupun perempuan.


(14)

6. Menyediakan nilai dan norma kesholehan sebagai jawaban terhadap tuntutan keluarga. Sebagian besar muslim menganggap bahwa Madrasah menyediakan pendidikan yang unggul karena kurikulum berbasis keagamaan dijadikan sarana untuk mengilhami anak anak mereka dengan nilai dan norma kesholehan, yang dianggap sebagai alat untuk melawan pengaruh negatif dari globalisasi abad 21.

Dari keterangan-keterangan di atas nampak adanya persoalan mendasar yang dihadapi madrasah. Persoalan-persoalan tersebut mulai dari kurikulum, manajemen, tenaga pengajar, proses pembelajaran, sarana prasarana, adanya persoalan atau konflik antara tradisi pemikiran dan pendidikan Islam dengan modernitas, adanya anggapan negatif masyarakat terhadap madrasah, persoalan kelembagaan hingga pada persoalan legalitas hukum keberadaan madrasah.

Hal di atas senada dengan laporan Ditjen Pendis (2011) yang menyatakan bahwa tidak bisa dipungkiri madrasah mempunyai kekuatan dan potensi yang luar biasa untuk menjadi lembaga pendidikan unggulan tetapi juga kelemahan di sisi lainnya. Keunggulan yang dimiliki madrasah di antaranya adalah kekuatan di lingkungan internalnya. Kekuatan internal dalam pendidikan madrasah yang tersebar sampai ke pelosok terpencil adalah sifat kemandirian, muatan pelajaran agama yang lebih banyak, tingginya semangat berkompetensi bagi pengelola madrasah, dan mulai meningkatnya kualifikasi dan kompetensi guru. Kelemahannya adalah sarana dan prasarana yang dirasa masih kurang memadai, keterbatasan ruang kelas,kurang tersedianya sumber pembelajaran, perpustakaan dan laboratorium, keterbatasan sumber dana, masih perlu ditingkatkannya wawasan guru dalam bidang pedagogis dan pengembangan kurikulum, dan masih ada guru yang miss match antara latar belakang pendidikan dengan pelajaran yang diampunya. (Ditjen Pendis:2011)

Selain persoalan di atas jumlah madrasah yang begitu besar menjadi salah satu pemicu keterpurukan kualitas madrasah itu sendiri. Berdasarkan data dari Kementerian Agama RI tahun 2009/2010, jumlah lembaga yang terdata sebagaimana table berikut :


(15)

Table 1.3

Jumlah madrasah tahun 2009/2010

No Nama Satuan Pendidikan Jumlah lembaga keterangan 1 Raudlatul Athfal (RA) 23.007 -

2 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 22.239 (Negeri dan swasta) 3 Madrasah Tsanawiyah (MTs) 14.024 (Negeri dan swasta) 4 Madrasah Aliyah (MA) 5.897 (Negeri dan swasta)

Sumber : Ditjen Pendis Kemenag RI tahun 2011

Seperti lembaga pendidikan pada umumnya, madrasah juga merupakan suatu institusi pendidikan yang didalamnya terdapat komponen guru, siswa, dan staf administrasi yang masing-masing mempunyai tugas tertentu dalam melancarkan program. Sebagai institusi pendidikan formal, madrasah dituntut menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan akademis tertentu, keterampilan, sikap dan mental, serta kepribadian lainnya sehingga mereka dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau bekerja pada lapangan pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan keterampilannya.

Keberhasilan madrasah merupakan ukuran bersifat mikro yang didasarkan pada tujuan dan sasaran pendidikan pada tingkat sekolah sejalan dengan tujuan pendidikan nasional serta sejauhmana tujuan itu dapat dicapai pada periode tertentu sesuai dengan lamanya pendidikan yang berlangsung di sekolah.

Berdasarkan sudut pandang keberhasilan sekolah tersebut, kemudian dikenal madrasah efektif dan efisien yang mengacu pada sejauh mana sekolah dapat mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, madrasah disebut efektif jika sekolah tersebut dapat mencapai apa yang telah direncanakan. Pengertian umum madrasah efektif juga berkaitan dengan perumusan apa yang harus dikerjakan dengan apa yang telah dicapai. Sehingga suatu madrasah akan disebut efektif jika terdapat hubungan yang kuat antara apa yang telah dirumuskan untuk dikerjakan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh


(16)

sekolah, sebaliknya madrasah dikatakan tidak efektif bila hubungan tersebut rendah (Getzel, dalam Azra, 2003)

Di samping itu madrasah sebagai salah satu lembaga penyedia jasa pendidikan harus mampu memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat, walaupun perhatian pemerintah terhadap keberadaan madrasah masih kurang. Berdasarkan data base EMIS (Education Management System) pada tahun 2008 jumlah Madrasah Aliyah sebanyak 4.678 dengan 86% swasta (Supriyoko, 2008). Kondisi status kelembagaan madrasah ini dapat digunakan untuk membaca kualitas madrasah secara keseluruhan, seperti keadaan guru, siswa, fisik dan fasilitas, serta sarana pendukung lainnya, karena keberadaan lembaga-lembaga pendidikan dasar dan menengah di tanah air pada umumnya tergantung kepada pemerintah.

Perkembangan jumlah siswa madrasah yang dari tahun ke tahun semakin meningkat rata-rata sebesar 4,3%, sehingga berdasarkan data CIDES pada tahun 2006/2007 saja diperkirakan jumlah siswanya mencapai 5,5 juta orang dari sekitar 67 juta jumlah penduduk usia sekolah di Indonesia (Tobroni, 2007). Hal ini disebabkan madrasah sebenarnya merupakan model lembaga pendidikan ideal yang menawarkan keseimbangan hidup : iman-taqwa (imtaq) dan ilmu pengetahuan-teknologi (iptek). Di samping itu, madrasah juga merupakan lembaga pendidikan berbasis agama dan memiliki akar budaya yang kokoh di masyarakat serta memiliki basis sosial yang jelas.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI tahun 2012 menyebutkan bahwa 91,4 % madrasah berstatus swasta, dan hanya 8,6 % berstatus negeri. Ditambah lagi sebagian besar madrasah swasta tersebar di daerah pedesaan dan hanya sebagian kecil yang ada di daerah perkotaan. Dari dari madrasah swasta yang jumlahnya banyak tadi hanya sedikit yang berstatus sebagai madrasah unggulan.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan di madrasah, Kementerian Agama RI telah melakukan langkah-langkah pengembangan pendidikan melalui tiga pilar yaitu : Pertama, perluasan akses dan pemerataan pendidikan. Kedua, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan. Dan ketiga, penguatan tata kelola dan pencitraan publik. Kementerian Agama juga mengembangkan program Madrasah


(17)

Aliyah Program Khusus (MAPK), Madrasah Model, Madrasah Unggulan, Madrasah Terpadu, dan sebagainya.

Di samping itu upaya yang dilakukan oleh Negara/pemerintah, di samping memberikan perhatian dalam pembiayaan dan subsidi juga menerbitkan sejumlah kebijakan publik, baik berupa TAP MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan SKB tingkat Menteri. Beberapa kebijakan yang diterbitkan pemerintah itu, ada yang dinilai oleh masyarakat sebagai kontroversial. Bahkan dari kebijakan Pemerintah terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islam itu dinilai sebagai memuat agenda untuk mengubah lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadi lembaga sekuler. Tetapi kontroversi dan kesalah pahaman itu dapat diselesaikan, dicarikan solusi melalui dialog dan musyawarah di antara Pemerintah dan komponen-komponen masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaan pendidikan Islam (Saridjo, 2011 : 86)

Data kualifikasi guru Madrasah Aliyah yang ada sampai tahun 2010 dapat dilihat dalam table berikut :

Table 1.4

Kualifikasi guru Madrasah Aliyah Tahun Madrasah Aliyah

< S1 ≥ S1 2004 25.369 65.073 2005 25.368 65.073 2006 26.913 69.791 2007 22.091 75.895 2008 25.885 86.525 2009 29.282 83.441 2010 28.760 93.147

Selain hal di atas, berdasarkan data EMIS tahun 2009/2010 angka putus sekolah dan drop-out tingkat Madrasah Aliyah masih cukup tinggi, yakni sebesar 3.405 orang. Walaupun angka ini menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebanyak 4.290 orang. Hal ini memerlukan perhatian serius dalam menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan program wajib belajar 12 tahun dapat segera terwujud.


(18)

Peran kepemimpinan madrasah dalam rangka meningkatkan keefektifan madrasah tidak hanya terfokus pada pengelolaan pembelajaran saja, akan tetapi harus menyeluruh termasuk dimensi sosial budaya madrasah. Penelitian mengenai peran kepemimpinan dalam mengembangkan budaya mutu yang mengarah pada terbentuknya budaya madrasah yang kuat ternyata belum banyak dilakukan.

Sedangkan menurut Covey (2009:47) siswa sebagai objek dan sekaligus subjek membutuhkan suatu pendidikan yang memenuhi kebutuhan pokok, yaitu : 1. Kebutuhan fisik : Keselamatan, kesehatan, makanan, latihan, tempat

perlindungan, dan kebersihan;

2. Kebutuhan Emosi social: Penerimaan, kebaikan, persahabatan dan hasrat untuk mencintai dan dicintai;

3. Kebutuhan mental: pertumbuhan kecerdasan, kreativitas, dan tantangan yang membangkitkan semangat;

4. Kebutuhan spiritual : sumbangan, arti dan keunikan

Kurang berfungsinya prinsip-prinsip manajemen dan lemahnya kepemimpinan menjadikan pengelolaan di banyak madrasah Aliyah (terutama swasta) kurang efektif. Begitu juga masih rendahnya komitmen SDM guru dan staf Madrasah terhadap program pendidikan serta rendahnya partisipasi masyarakat pada lembaga pendidikan, menjadikan madrasah seolah-olah hanya formalitas saja. Hal ini berdampak sangat signifikan terhadap motivasi dan prestasi siswa itu sendiri. Hal ini terlihat dalam raihan event-event internasional, belum banyak yang berasal dari siswa Madrasah, walaupun beberapa event telah diraih khususnya oleh MAN Insan cendekia. Seperti :

Table 1.5

Siswa Madrasah Berprestasi

No Nama Siswa Prestasi 1 Thariq Salafi

(MAN Insan Cendekia Serpong)

Peraih Medali Perak bidang Biologi pada Olimpiade Tingkat Internasional di Taiwan

2 Nabila Oktaviola

(MAN Insan Cendekia Serpong)

Peraih Medali Perak bidang Matematika pada Olimpiade Tingkat Internasional di Taiwan

3 Ahmad Faizi Ibadurrahman (MAN Insan Cendekia Serpong)

Peraih Medali Emas bidang Kimia pada Olimpiade tingkat Nasional di Manado 4 Gianlogi Grimaldi Maliar

(MAN Insan Cendekia Serpong)

Peraih Medali Emas bidang Astronomi pada Olimpiade tingkat Nasional di


(19)

Manado 5 M. Ali Muharram

(MAN Insan Cendekia Serpong)

Peraih medali Emas bidang Komputer pada Olimpiade Tingkat Nasional di Manado

6 Reza Putri Mahardika (MTs N II Kediri)

Juara III Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI ke-42 tahun 2011

Salah satu Madrasah Aliyah unggulan program Kementerian Agama adalah MAN Insan Cendekia Serpong. Dalam pengantar buku Pedoman Akademiknya (2012) disebutkan bahwa Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong bertekad hadir sebagai bagian dari solusi bangsa yang menyiapkan kader dengan pemimpin bangsa di masa depan yang sarat dengan keunggulan IPTEK dan IMTAK. Dengan demikian MAN Insan Cendekia Serpong dapat memasok kader bangsa yang siap membangkitkan kejayaan Indonesia masa depan dengan keunggulan kehidupan di berbagai bidang.

Lebih dari itu MAN Insan Cendekia Serpong juga akan memberikan sumbangsih kebangkitan bangsa dengan tetap terjaganya konservasi nilai kebangsaan dan keagamaan. MAN Insan Cendekia Serpong setiap tahun meluluskan siswanya dengan rata-rata nilai yang diraih dalam Ujian Akhir Nasional (UAN) dengan grade A. Di samping itu MAN Insan Cendekia Serpong aktif mengikuti kegiatan lomba, baik tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional.

Di samping itu Madrasah Insan Cendekia Serpong Tangerang Selatan Provinsi Banten, selain MAN Insan Cendekia di Gorontalo Sulawesi Utara, merupakan proyek percontohan madrasah tingkat Aliyah (menengah atas) dari Kementerian Agama Pusat. Di mana semua anggaran dan pengadaan serta pemeliharaan fasilitasnya masuk dalam anggaran DIPA Kementerian Agama pusat.

Madrasah efektif dan unggul khususnya model Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong, menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat pada saat ini. Walaupun secara makro ada permasalahan eksternal dan internal yang menjadi kendala dalam pengembangan lembaga pendidikan Islam ini.


(20)

B. Identifikasi dan Fokus Masalah

Mengelola pendidikan secara umum, lebih khusus lagi pendidikan Islam, bukanlah pekerjaan mudah, apalagi yang dimaksud dengan mengelola tidak sekadar dalam pengertian “mempertahankan” yang sudah ada, tetapi melakukan pengembangan secara sistematik dan sistemik, yang mengikuti aspek ideologis (visi dan misi) kelembagaan dan langkah operasionalnya serta mencerminkan pertumbuhan (growth), perubahan (change), dan pembaruan (reform) (Fadjar, 1998 : 91). Kemudian menurut A.Fadjar juga, ketiga hal ini harus terus-menerus dilakukan untuk mendinamiskan pendidikan Islam agar tetap relevan dengan perubahan yang berlangsung dengan cepat.

Sebagaimana dalam kaidah yang sering dikutip untuk masalah ini yaitu:

ْ اـْصأا دـْيدـ ـلا ىلع دـْخأاو ْ لاـصـلا مْـيدـق ىلع ةـظـفاحـملا

DzMelestarikan hal lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baikdz. Meskipun dalam perkembangan sampai saat ini, madrasah tidak lagi ekslusif dengan menerima fiqh dan hadis saja (Rahim, dkk, 2012: 20) tetapi berbagai disiplin ilmu lainnya juga diterima. Namun dalam pelaksanan pendidikannya masih sangat perlu dikembangkan.

Madrasah atau sekolah harus dipahami sebagai satu kesatuan sistem pendidikan yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling bergantung satu sama lain. Dengan demikian, pengembangan kompetensi pada diri siswa tidak dapat diserahkan hanya pada kegiatan belajar-mengajar (KBM) di kelas, melainkan juga pada iklim kehidupan dan budaya sekolah secara keseluruhan. Setiap sekolah sebagai suatu kesatuan diharapkan mampu memberikan pengalaman belajar kepada seluruh siswanya untuk menguasai keempat kompetensi di atas sesuai dengan jenjang pendidikannya dan misi khusus yang diembannya.


(21)

Secara teoritik, penilaian efektivitas sekolah perlu dilakukan dengan cara mengkaji bagaimana seluruh komponen sekolah itu berinteraksi satu sama lain secara terpadu dalam mendukung keempat kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Namun, pada praktiknya, pandangan yang holistik ini sulit diimplementasikan secara sempurna karena keterbatasan pendekatan penilaian yang dapat digunakan. Oleh karena itu, pengertian penilaian sekolah efektif dirumuskan sebagai penilaian terhadap keoptimalan berfungsinya setiap komponen sekolah dalam mendukung penguasaan kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa.

Kajian sejumlah literatur yang membahas tentang sekolah efektif akan dijumpai rumusan pengertian yang bermacam-macam. Sekolah efektif adalah sekolah yang semua sumber dayanya diorganisasikan dan dimanfaatkan untuk menjamin semua siswa, tanpa memandang ras, jenis kelamin, maupun status sosial-ekonomi, dapat mempelajari materi kurikulum yang esensial di sekolah itu. Rumusan pengertian ini lebih diorientasikan pada pengoptimalan pencapaian tujuan pendidikan sebagaimana termuat kurikulum.

Pengertian lain tentang sekolah efektif yakni sekolah efektif menunjukkan pada kemampuan sekolah dalam menjalankan fungsinya secara maksimal, baik fungsi ekonomis, fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya maupun fungsi pendidikan. Fungsi ekonomis sekolah adalah memberi bekal kepada siswa agar dapat melakukan aktivitas ekonomi sehingga dapat hidup sejahtera. Fungsi sosial kemanusiaan sekolah adalah sebagai media bagi siswa untuk beradaptasi dengan kehidupan masyarakat. Fungsi politis sekolah adalah sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara. Fungsi budaya adalah media untuk melakukan transmisi dan transformasi budaya.

Berikut ini sebuah model sekolah yang efektif yang ditawarkan Jaap Scheerens (2003 :52)


(22)

Gambar. 1.2

Aspek-aspek yang berkaitan dengan sekolah efektif

Dari beberapa identifikasi berkaitan dengan model sekolah efektif di atas, peneliti menetapkan fokus masalah penelitian ini tentang: Bagaimana menjadikan sebuah madrasah ideal sehingga menjadi sekolah efektif? Peneliti mengambil studi kasus di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong yang banyak dijadikan rujukan oleh madrasah-madrasah lain.

Konteks

Hasil dorongan dari tingkat administrasi yang lebih tinggi

Pembangunan pembiayaan pendidikan Variabel (ukuran sekolah, sarana,

prasarana, komposisi OSIS, kategori sekolah, kota/desa

Tingkat Sekolah

Tingkat hasil orientasi kebijakan Kepemimpinan pendidikan

Konsensus, rencana kerjasama guru-guru Kualitas isi kurikulum sekolah dan

susunan formal Keadaan yang terancam Evaluasi potensial

Out Put :

Hasil belajar siswa disesuaikan dengan Prestasi

sebelumnya Kecerdasan

Input :

Pengalaman guru Kemajuan tiap

siswa

Dukungan orang tua

Tingkat Kelas

Waktu latihan (termasuk PR) Susunan pengajaran Kesempatan belajar

Harapan yang tinggi akan kemajuan siswa

Tingkat evaluasi dan pengawasan perkembangan siswa

Penguatan Proses


(23)

C. Pertanyaan Penelitian

Secara sederhana dapat dipahami bahwa kata efektif itu sendiri mengandung pengertian tentang derajat pencapaian tujuan yang ditetapkan, maka upaya perumusan konstruk dan indikator efektivitas sekolah tidak dapat dilepaskan dari konsep tentang kemampuan (kompetensi) yang hendak dikembangkan melalui pendidikan di sekolah. Dengan memperhatikan keberadaan madrasah sebagai sebuah lembaga pendidikan, berbagai kelemahan yang berkembang di masyarakat, dan dengan mempertimbangkan akar budaya masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai Agama, maka madrasah di Indonesia seharusnya dikembangkan untuk membantu siswanya menguasai kompetensi yang berguna bagi kehidupannya di masa depan, yaitu: (1) Kompetensi keagamaan, meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan keagamaan yang diperlukan untuk dapat menjalankan fungsi manusia sebagai hamba Allah Yang Mahakuasa dalam kehidupan sehari-hari (2) Kompetensi akademik, meliputi pengetahuan, sikap, kemampuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan jenjang pendidikannya. (3) Kompetensi ekonomi, meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonomi agar dapat hidup layak di dalam masyarakat. (4) Kompetensi sosial pribadi, meliputi pengetahuan, sistem nilai, sikap dan keterampilan untuk dapat hidup adaptif sebagai warga negara dan warga masyarakat internasional yang demokratis.

Efektivitas sekolah pada dasarnya menunjukkan tingkat kesesuaiannya antara hasil yang dicapai (achievements atau observed output) dengan hasil-hasil yang diharapkan (objective targeta intended output) sebagaimana telah ditetapkan. Abin Syamsuddin Makmun (1999:11)

Terkait dengan fokus penelitian tentang sekolah di atas, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian ini sebagai berikut:

1) Apakah tujuan madrasah dinyatakan secara jelas dan dapat diraih ?

2) Bagaimana kompetensi dan komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru dan staf) MAN Insan Cendekia Serpong ?


(24)

3) Bagaimana cara monitoring prestasi siswa dalam bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong?

4) Bagaimanakah partisipasi orang tua terhadap MAN Insan Cendekia Serpong? 5) Bagaimana tingkat orientasi kebijakan di MAN Insan Cendekia?

6) Bagaimana kepemimpinan kepala madrasah di MAN Insan Cendekia Serpong? 7) Bagaimanakah kurikulum dan evaluasi MAN Insan Cendekia Serpong?

8) Bagaimana budaya madrasah di MAN Insan Cendekia Serpong?

9) Bagaimana prestasi siswa bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan amanat Undang-undang, pendidikan mempunyai posisi strategis untuk meningkatkan kualitas, harkat dan martabat setiap warga negara sebagai bangsa yang bermartabat dan berdaulat. Dalam konteks tersebut pendidikan harus dilihat sebagai “alat sekaligus sarana” yang signifikan untuk kemajuan sebuah bangsa.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memverifikasi, melukis-jelaskan dan memaknai determinasi madrasah efektif di MAN Insan Cendekia Serpong dalam mencapai keefektifan sekolah, terutama yang terkait dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kompetensi dan komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru dan staf) MAN Insan Cendekia Serpong, monitoring prestasi siswa dalam bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong, partisipasi orang tua, orientasi kebijakan MAN Insan Cendekia, kepemimpinan kepala madrasah, kurikulum dan evaluasi MAN Insan Cendekia Serpong, budaya madrasah, dan prestasi siswa bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong.

2. Menganalisis keterkaitan aspek kompetensi dan komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru dan staf), monitoring prestasi siswa dalam bidang akademik dan non akademik, partisipasi orang tua, orientasi kebijakan kepemimpinan


(25)

kepala madrasah, kurikulum dan evaluasi, budaya madrasah, dan prestasi siswa bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong. 3. Merekomendasikan strategi peningkatan kualitas madrasah efektif di masa

depan.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, dapat memberikan masukan terhadap pengembangan manajemen pendidikan khususnya di Indonesia dalam merumuskan dan mendesain sekolah yang berkualitas.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua unsur pendidikan yang terkait dengan kondisi nyata yang dihadapi bersama dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, di samping mendorong dan memotivasi lembaga-lembaga pendidikan lain dalam menerapkan manajemen pendidikan berkualitas.

Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan berdampak positif bagi peningkatan kualitas sekolah, khususnya bagi madrasah-madrasah yang ada di Indonesia.

F. Sistematika Penyajian

Penelitian ini disusun menjadi lima bab dan beberapa sub bab di dalamnya dengan berpedoman pada buku Pedoman penulisan Karya Ilmiah, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2012.

Pada bab kesatu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian, dan sistematika penyajian penelitian.

Kemudian bab kedua menjelaskan tentang Kajian teori yang berkaitan dengan determinasi madrasah efektif menuju keunggulan sebuah madrasah, yang meliputi kajian tentang kompetensi dan komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru dan staf), monitoring prestasi siswa dalam bidang akademik dan non akademik,


(26)

partisipasi orang tua, orientasi kebijakan kepemimpinan kepala madrasah, kurikulum dan evaluasi, budaya madrasah, dan prestasi siswa bidang akademik dan non akademik dan teori-teori yang dianggap korelasional dengan penelitian, serta kerangka pemikiran

Bab dua mengenai Metode Penelitian, terdiri atas uraian dan penjelasan tentang lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, tehnik pengumpulan data serta analisis data.

Bab empat mendeskripsikan hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari temuan di lapangan tentang kompetensi dan komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru dan staf), monitoring prestasi siswa dalam bidang akademik dan non akademik, partisipasi orang tua, orientasi kebijakan kepemimpinan kepala madrasah, kurikulum dan evaluasi, budaya madrasah, dan prestasi siswa bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong

Bab lima terdiri dari kesimpulan dan saran yang merupakan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil pembahasan temuan penelitian. Pada bagian akhir dari penulisan dicantumkan pula daftar pustaka serta berbagai lampiran yang ada hubungannya dengan penelitian ini.


(27)

135

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Deskripsi Objek Penelitian

Salah satu madrasah unggulan program Kementerian Agama adalah MAN Insan Cendekia Serpong. Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong bertekad hadir sebagai bagian dari solusi bangsa yang menyiapkan kader dengan pemimpin bangsa di masa depan yang sarat dengan keunggulan IPTEK dan IMTAK. Dengan demikian MAN Insan Cendekia Serpong dapat memasok kader bangsa yang siap membangkitkan kejayaan Indonesia masa depan dengan keunggulan kehidupan di berbagai bidang. Lebih dari itu MAN Insan Cendekia Serpong juga akan memberikan sumbangsih kebangkitan bangsa dengan tetap terjaganya konservasi nilai kebangsaan dan keagamaan. MAN Insan Cendekia Serpong setiap tahun meluluskan siswanya dengan rata-rata nilai yang diraih dalam Ujian Akhir Nasional (UAN) dengan grade A. Di samping itu MAN Insan Cendekia Serpong aktif mengikuti kegiatan lomba, baik tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional

Gagasan pendirian SMU Insan Cendekia (sebelum jadi MAN) dilatar belakangi cita-cita Pak Habibie untuk membuka jalan (akses) bagi anak-anak dari madrasah dan pondok pesantren agar bisa memasuki perguruan tinggi umum dalam negeri atau dikirim keluar negeri dengan beasiswa yang diusahakan oleh BPPT atau oleh Pak Habibie sendiri (Saridjo, 2011:158).

Pada tahun 90-an ada ratusan atau ribuan siswa tamatan SMU/SMA yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang dikirim Pak Habibie ke berbagai Negara di Eropa, Amerika Serikat dan Kanada untuk melanjutkan studinya atas biaya Negara-negara donor atau yayasan-yayasan di Negara Barat.

Entah atas kesadaran Pak Habibie sendiri atau atas rekomendasi ICMI, yang kebetulan ketuanya Pak Habibie juga, (waktu itu) dalam rangka mendapatkan bibit-bibit potensial dan berkualitas dari kalangan madrasah dan


(28)

pesantren, maka dipandang perlu mendirikan sebuah SMA yang calon-calon siswanya 75%-80% berasal dari madrasah dan pesantren.

Atas dasar pemikiran itu, maka didirikanlah dua SMA, satu SMA Insan Cendekia Serpong Tangerang dan satu lagi SMA Insan Cendekia Gorontalo. Sistem rekruitmen calon siswa dan bentuk pembelajaran dari kedua SMA itu sama, dan siswanya diasramakan.

Sejak tahun 2000, SMA Insan Cendekia, baik di Serpong maupun di Gorontalo tidak lagi diurus BPPT dan pengelolaannya diserahkan kepada Kementerian Agama. Dan sejak itu pula, nama Insan Cendekia diubah menjadi Madrasah Insan Cendekia dan statusnya menjadi MAN negeri.

Dewasa ini, pembiayaan kedua MAN Insan Cendekia di Serpong dan Gorontalo, sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kementerian Agama. Karena sistem berasrama (boarding school) biayanya cukup mahal dibanding dengan biaya MAN biasa.

Misinya adalah Menyiapkan calon pemimpin masa depan yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mempunyai daya juang tinggi, kreatif, inovatif dan mempunyai landasan iman dan takwa yang kuat.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini berfokus pada determinasi (faktor-faktor) dominan menjadi madrasah efektif dengan sub fokus pencapaian keunggulan madrasah di MAN Insan Cendekia Serpong Tangerang Selatan Provinsi Banten.

Strategi pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Peneliti beranggapan bahwa penelitian ini akan lebih mudah dijawab dengan desain studi kasus. Rancangan studi kasus, juga digunakan karena peneliti ingin mempertahankan keutuhan subjek penelitian.

Di samping itu, pemilihan strategi ini juga terkait dengan peristiwa kontemporer yang menjadi obyek penelitian. Studi kasus lebih dikehendaki untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer yang tidak dapat dimanipulasi. Keunikannya dibanding dengan pendekatan historis adalah kemampuannya untuk


(29)

berhubungan sepenuhnya dengan berbagai jenis bukti, yaitu dokumen, peralatan, wawancara, dan observasi (Yin, 2008: 12).

Studi kasus diartikan sebagai : an intensive, holistic description, and

analysis of a single instance, phenomenon or social unit (Ozbarlas:2008:60). Dari

pengertian ini memberikan penjelasan bahwa pada dasarnya studi kasus merupakan strategi penelitian yang mengkaji secara rinci atas suatu latar atau satu orang subjek atau satu peristiwa tertentu (lihat Ary, 2007:449)

Studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, di mana batas-batas antara fenomena dan konteks tidak tampak tegas, dan memanfaatkan beragam sumber bukti. Pemilihan pendekatan ini terkait dengan bentuk pertanyaan yang diajukan, yaitu

“bagaimana”. Seperti dikatakan Yin (2008: 9), pertanyaan-pertanyaan

“bagaimana” dan “mengapa” pada dasarnya lebih eksplanatoris dan lebih

mengarah pada strategi-strategi studi kasus, historis, dan eksperimen. Hal ini karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu berkenaan dengan masalah-masalah operasional yang menuntut pelacakan waktu tersendiri, bukan sekedar frekuensi atau kemunculan.

Adapun tipe desain studi kasus yang digunakan adalah studi kasus tunggal terjalin. Alasan digunakannya tipe ini karena keunikan dan kemampuannya untuk mengetengahkan suatu kontribusi yang signifikan kepada pengembangan teori dan pengetahuan (Yin, 2008: 47-48).

Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yaitu penyajian pandangan subjek yag diteliti sehingga dapat ditemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga keterpercayaan (trusthworthiness) (Mulyana, 2003:201)

C. Metode Penelitian

Terkait dengan kajian manajemen yang menjadi subyek penelitian ini, sebagaimana dikatakan Séville dan Perret dalam Firmanzah (2003), sampai sekarang perdebatan epistemologi dan metodologi dalam komunitas peneliti tidak


(30)

kunjung menemukan kesimpulan tentang mana yang terbaik dan harus digunakan dalam penelitian ilmu manajemen dan organisasi. Selama ini, sebagian besar penelitian di dominasi oleh paradigma positivist. Sementara banyak kalangan yang melihat paradigma ini melahirkan teori dan model yang over-generalis. Padahal, semakin dibuktikan bahwa realitas berjalan begitu dinamis dan kompleks, dan tidak semua kasus bisa dijelaskan oleh teori universal. Sehingga hal ini membuat sebagian peneliti menggunakan metode yang lebih kualitatif dalam menganalisa variabel, seperti penggunaan metode studi kasus.

Berdasarkan fokus kajian, penelitian, subyek dan karakteristik datanya, maka metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Ia disebut sebagai metode penelitian etnografi karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya. Ia juga disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif (Djam’an dan Aan, 2010; Sugiyono, 2008).

Obyek alamiah sebagaimana dimaksudkan di atas adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti, dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut. Makna sentral masalah dalam penelitian kualitatif lebih bersifat eksplorasi pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari, atau pengembangan model dari suatu praktk terbaik yang dilakukan sebuah institusi untuk ditemukan makna dibaliknya. Menurut Sarwono (2003) dalam Djam’an dan Aan (2010), pendekatan kualitatif lebih mementingkan proses dibandingkan dengan hasil akhir. Oleh karena itu, urut-urutan kegiatannya dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan utamanya adalah mengembangkan pengertian, konsep-konsep, yang pada akhirnya menjadi sebuah teori.

Alasan lain digunakannya pendekatan kualitatif sebagai pendekatan penelitian ini adalah karena peneliti melihat dari sifat masalah yang diteliti dapat berkembang secara alamiah sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan. Peneliti


(31)

juga berkeyakinan bahwa dengan pendekatan alamiah, penelitian ini akan menghasilkan informasi lebih kaya

D. Instrumen Penelitian

Konsep dasar penelitian menyatakan, bahwa pada prinsipnya meneliti adalah melakukan tindakan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. Untuk itu harus ada alat ukur yang baik dan sesuai untuk mengukur variabel-variabel yang ada dalam fenomena-fenomena yang tersebut. Dalam kegiatan penelitian, alat ukur itu biasanya dinamakan instrumen penelitian.

Ada dua hal yang bisa mempengaruhi kualitas hasil sebuah penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Semenarik apapun masalah yang dihadapi atau ada di tengah-tengah masyarakat tentu tidak akan ada artinya jika si peneliti tidak mampu mengungkap apa yang terjadi dalam fenomena itu. Instrumen penelitian merupakan tumpahan teori dan pengetahuan yang dimiliki si peneliti mengenai fenomena yang diharapkan mampu mengungkapkan informasi-informasi penting dari fenomena yang diteliti. Sedangkan efektivitas proses penggunaan instrumen itu akan sangat tergantung pada proses pengumpulan data yang nota bene menggunakan instrumen yang dibuat peneliti (Sugiyono, 2008: 250).

Dalam penelitian kualitatif, instrumen penelitian adalah orang (human

instrument), yaitu peneliti itu sendiri. Dengan kata lain, alat penelitian adalah

peneliti sendiri. Kategori instrumen yang baik dalam penelitian kualitatif adalah instrumen yang memiliki pemahaman yang baik tentang metodologi penelitian, penguasaan wawasan bidang yang diteliti, kesiapan untuk memasuki objek

penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya (Djam’an Satori, 2007: 10).

Hal ini dilakukan agar instrumen mampu menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. Dalam hal ini, Sugiyono (2008: 251) menyebutkan bahwa peran peneliti merupakan key instrument dalam proses penelitian kualitatif. Oleh karena itu, sebagai instrumen kunci yang sangat menentukan hasil sebuah penelitian,


(32)

maka peneliti dituntut untuk memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret serta mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna.

Keuntungan peneliti sebagai instrument kunci penelitian adalah karena sifatnya yang responsive dan adaptable. Peneliti sebagai instrument akan dapat menekankan pada keholistikan (holistic emphasis), mengembangkan dasar pengetahuan (knowledge bases expantion), kesegeraan memproses (processual

immediacy), dan dapat meringkas (opportunity for clarification and summarization), serta dapat menyelidiki respon yang istimewa atau khas.

(Lincoln, 1985:192-194).

Sebagai instrument kunci, kehadiran dan keterlibatan peneliti di lapangan lebih memungkinkan untuk menemukan makna dan tafsiran dari subjek penelitian dibandingkan dengan penggunaan alat nonhuman (seperti instrument angket) sebab dengan demikian peneliti dapat mengkonfirmasi dan melakukan pengecekan kembali kepada subjek apabila informasinya kurang atau tidak sesuai dengan tafsiran peneliti melalui pengecekan anggota (member checks)

Sebagai instrument kunci, peneliti menyadari bahwa dirinya merupakan perencana, pengumpul dan penganalisa data, sekaligus menjadi pelapor dari hasil penelitiannya sendiri. Karenanya peneliti harus bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi lapangan. Hubungan baik antara peneliti dan subjek penelitian sebelum, selama maupun sesudah memasuki lapangan merupakan kunci utama dalam keberhasilan pengumpulan data. Hubungan yang baik dapat menjamin kepercayaan dan saling pengertian. Tingkat kepercayaan yang tinggi akan membantu kelancaran proses penelitian, sehingga data yang diinginkan dapat dengan mudah dan lengkap. Peneliti harus menghindari kesan-kesan yang merugikan informan. Kehadiran dan keterlibatan peneliti di lapangan diketahui secara terbuka oleh subjek penelitian.

Sehubungan dengan hal di atas, peneliti menempuh langkah-langkah sebagai berikut : 1) sebelum memasuki lapangan, peneliti meminta izin kepada pihak sekolah yang bersangkutan dan mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan untuk penelitian, seperti alat perekam, kamera dan lain-lain. 2) peneliti


(33)

menghadap kepala madrasah MAN Insan Cendekia dan menyampaikan surat izin penelitian, memperkenalkan diri serta menyampaikan tujuannya. 3) membuat jadwal penelitian berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan subjek penelitian. 4) memperkenalkan diri kepada warga sekolah melalui pertemuan formal maupun non formal. 5) melaksanakan kunjungan untuk mengumpulkan data sesuai jadwal yang telah disepakati.

Table. 3.1 Instrumen Penelitian

Pertanyaan Penelitian Sumber Data Wawancara Studi Dokumen (SD) Observasi /Catatan Lapangan (CL) 1. Bagaimanakah kompetensi dan

komitmen SDM (Kepala Sekolah, guru dan staf) MAN Insan

Cendekia Serpong ?

W.1. Kp W.2. Wk W.3. Gr dan TU

(SD) (CL)

2. Bagaimanakah monitor prestasi siswa dalam bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong? W.1. Kp W.2. Wk W.3.

Gr (SD) (CL)

3. Bagaimanakah partisipasi orang tua terhadap MAN Insan Cendekia Serpong? W.1. Kp W.2. Wk W.3. Gr, Kom ite

(SD) (CL)

4. Bagaimana tingkat orientasi kebijakan di MAN Insan Cendekia? W.1. Kp W.2. Wk W.3. Gr

(SD) (CL)

5. Bagaimana kepemimpinan kepala madrasah di MAN Insan

Cendekia Serpong? W.1. Kp W.2. Wk W.3. Gr

(SD) (CL)

6. Bagaimanakah kurikulum dan evaluasi MAN Insan Cendekia Serpong? W.1. Kp W.2. Wk W.3.

Gr (SD) (CL)

7. Bagaimana budaya madrasah di MAN Insan Cendekia Serpong?

W.1. Kp

W.2. Wk

W.3.

Gr (SD) (CL)

8. Bagaimana prestasi siswa bidang akademik dan non akademik di MAN Insan Cendekia Serpong?

W.1. Kp

W.2. Wk

W.3.

Gr (SD) (CL)


(34)

E. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai situasi sosial pendidikan yang diteliti, maka teknik pengumpulan data bersifat triangulasi, yaitu menggunakan berbagai teknik pengumpulan data secara gabungan.

Penelitian kualitatif secara inheren merupakan multi-metode di dalam satu fokus, yaitu yang dikendalikan oleh masalah yang diteliti. Penggunaan multi-metode atau yang lebih dikenal triangulation, mencerminkan suatu upaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai fenomena yang sedang diteliti. Yang bernama realitas obyektif sebetulnya tidak pernah bisa ditangkap.

Triangulation bukanlah alat atau strategi untuk pembuktian, tetapi hanyalah suatu

alternatif terhadap pembuktian. Kombinasi yang dilakukan dengan multi-metode, bahan-bahan empiris, sudut pandang dan pengamatan yang teratur tampaknya menjadi strategi yang lebih baik untuk menambah kekuatan, keluasan dan kedalaman suatu penelitian. (Agus Salim, 2001)

Adapun teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak dengan tujuan tertentu. Maksud wawancara antara lain untuk membuat suatu konstruksi "sekarang dan di sini" mengenai orang, peristiwa, aktivitas, motivasi, perasaan dan lain sebagainya. (Lincoln dan Guba, 1985: 268).

Lebih jelas mengenai penggunaan wawancara sebagai salah satu teknik pengumpulan data ini, berikut kutipan dari Nasution (2003: 92):

“Dalam penelitian naturalistik kita ingin mengetahui bagaimana persepsi responden (informan, pen.) tentang dunia kenyataan. Untuk itu kita harus berkomunikasi dengan dia melalui wawancara. Observasi saja tidak memadai dalam melakukan penelitian. Mengamati kegiatan dan kelakuan orang saja tidak dapat mengungkapkan apa yang diamati atau dirasakan orang lain. Itu sebabnya


(35)

observasi harus dilengkapi dengan wawancara. Dengan melakukan wawancara kita dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan responden (informan, pen.).

Tehnik wawancara terdiri dari tiga jenis, yaitu : wawancara terstruktur (structured interview), wawancara semiterstruktur (semistructured interview) dan wawancara tidak terstruktur (unstructured interview). (Sugiono, 2008:233).

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan sesuai dengan pedoman penelitian, apabila muncul kejadian di luar pedoman tersebut maka hal itu tidak perlu diperhatikan. Adapun wawancara semiterstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan mengembangkan instrument penelitian. Wawancara semiterstruktur ini sudah masuk dalam kategori wawancara mendalam, di mana pelaksanaannya lebih bebas dan terbuka dibanding dengan wawancara terstruktur. Wawancara yang sebenarnya adalah jenis wawancara ketiga. Kerena itu wawancara mendalam sering juga disebut dengan wawancara tak terstruktur yang menerapkan metode interview secara lebih mendalam, luas, dan terbuka dibanding dengan wawancara terstruktur. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pendapat, persepsi, pengetahuan dan pengalaman seseorang.(Sugiono, 2008).

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara jenis kedua dan ketiga yaitu semiterstruktur (semistructure interview)dan wawancara tidak terstruktur (unstructured interview). Dipilihnya jenis wawancara ini dimaksudkan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan gagasan-gagasannya mengenai subyek penelitian (Sugiyono, 2008: 302)

2. Observasi Partisipatif

Observasi adalah cara yang memungkinkan peneliti berhubungan secara langsung dengan subyek penelitian. Dengan hubungan langsung tersebut peneliti dapat melihat langsung apa yang terjadi di lapangan. Patton seperti yang dikutip Nasution (2003: 59-60) mengemukakan beberapa manfaat yang diperoleh melalui teknik observasi dalam mengumpulkan data. Dengan berada di lapangan, peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi. Pengalaman


(36)

langsung memungkinkan peneliti menggunakan teknik induktif, sehingga tidak dipengaruhi oleh konsep-konsep atau pandangan sebelumnya. Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati oleh orang lain, khususnya orang yang berada di lingkungan itu, karena telah dianggap biasa, dan karena itu tidak akan terungkap dalam wawancara. Peneliti juga dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga. Selanjutnya, peneliti dapat menggunakan hal-hal di luar persepsi responden sehingga peneliti memperoleh gambaran yang komprehenshif. Di lapangan, peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi.

Adapun jenis observasi yang diguanakan adalah partisipasi pasif (passive

participation). Dalam hal ini peneliti mendatangi institusi yang menjadi subyek

penelitian, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan mereka.

3. Studi Dokumentasi

Dokumen dan catatan (Document and Record) merupakan sumber informasi yang sangat berguna. Beberapa alasan digunakan analisis dokumen ini, antara lain; 1) dokumen dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh dan relatif murah, 2) merupakan sumber informasi yang mantap, baik dalam merefleksikan situasi secara akurat maupun untuk melakukan dianalisis ulang tanpa membuat perubahan di dalamnya, 3) dokumen dan catatan merupakan sumber informasi yang kaya, 4) keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal, yang menggambarkan pernyataan formal dan 5) tidak seperti pada sumber manusia, baik dokumen maupun catatan tidak terpengaruh oleh perlakuan peneliti. (Lincoln and Cuba, 1985: 276-277).

F. Analisis dan Penafsiran Data

Analisis data dilakukan dalam dua tahap waktu, yaitu analisis selama dalam proses pengumpulan data selama berada di lapangan, dan analisis pasca pengumpulan data.

Analisis selama dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan cara (1) melakukan penyelarasan fokus penelitian, (2) mengembangkan pertanyaan


(37)

analitik-korektif, (3) mengembangkan rencana pelengkapan data sesuai kebutuhan, (4) menjaga konsistensi relevansi data dengan fokus penelitian, (5) membuat catatan sistematis hasil pengamatan, (6) mempelajari rujukan yang relevan selama di lapangan, (7) menggunakan konsep, analogi yang divisualisasikan.

Sedangkan analisis data pasca pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan (1) reduksi data untuk menyelaraskan data dengan masalah penelitian berdasar prinsip ketersesuaian data, (2) menyajikan tampilan (display) dalam bentuk tabel, gambar, matrik, bagan, dan diagram yang menggambarkan keutuhan atau totalitas data penelitian, (3) penarikan kesimpulan hasil penelitian.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi, dan analisis dokumentasi yang sudah ditulis dalam catatan lapangan, dokumen resmi, dokumen pribadi, gambar, foto dan sebagainya. Langkah berikutnya adalah melakukan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi, berupa upaya membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun makna yang bulat dan dapat berdiri sendiri terlepas dari bagian yang lain. Satuan-satuan itu kemudian dikategorikan sesuai dengan tema yang dibahas. Kategori ini dilakukan sambil membuat pengkodean. Tahap akhir analisis data adalah mengadakan pemeriksaan terhadap keabsahan data untuk kemudian dilakukan penafsiran data. Dalam mengolah data sementara menjadi teori substantif digunakan beberapa metode tertentu.

Penafsiran data memberikan arti yang signifikan kepada analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Tujuan utama penafsiran data dalam penelitian ini adalah untuk mencapai teori substantif, teori baru dari dasar, yaitu teori mengenai implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah.

Adapun tahap awal yang dilakukan peneliti untuk menafsirkan data adalah menemukan kategori dengan kawasannya. Kemudian memaknai data sehingga dapat mengungkap persoalan-persoalan yang ada. Langkah berikutnya,


(38)

penyusunan teori yang berasal dari data (teori substansif) yang dilakukan melalui analisis komperatif (Moleong, 1990: 190-214).

Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Reduksi data, yaitu proses pemilihan untuk memasukkan perhatian terhadap data-data yang dianggap penting, dan data-data mana yang harus ditinggalkan agar memudahkan dalam mengendalikan data.

2. Display data, yaitu upaya untuk menyajikan data agar dapat melihat secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu yang menjadi fokus dari penelitian ini.

3. Mengambil kesimpulan dengan cara melakukan verifikasi, penyelarasan, dan perumusan hasil penelitian. (Miles & Huberman, 1992 :17)

Berikut bagan teknik analisa data dalam penelitian kualitatif model interaktif :

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

Kesimpulan dan verifikasi

Kesimpulan Akhir


(39)

253

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

Pengelolaan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong sudah menggunakan pendekatan-pendekatan model madrasah efektif mulai dari input, proses, dan outputnya.

Berdasarkan analisis data hasil penelitian di lapangan dan pembahasannya, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut;

1. Dalam memilih, menunjuk, dan mengangkat SDM sebuah lembaga pendidikan diperlukan penyeleksian yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga akan berfungsi optimal dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Kompetensi Sumber daya manusia madrasah MAN Insan Cendekia Serpong linear dengan kebutuhan sebuah lembaga pendidikan, sehingga berdampak baik pada pelaksanaan program dan kegiatan madrasah.

Begitu juga komitmen kerja SDM warga madrasah MAN Insan Cendekian dapat dikatakan sangat memuaskan. Tidak ada keluhan atau komplain yang signifikan dari warga madrasah berhubungan dengan kinerja dan partisipasi mereka. Hampir semuanya mengatakan betah kerja atau belajar di IC karena nyaman, terbuka, dan kebersamaan. Di samping sebagai formalitas ada kontrak kerja tertulis yang ditandatangani awal tahun pelajaran.

Berkenaan dengan hal ini terlihat bahwa pada kegiatan yang dilakukan setiap awal tahun ajaran, khususnya pimpinan, guru dan staf madrasah selalu mengadakan musyawarah kerja guna membahas program dan kegiatan yang sudah dan akan dikerjakan.


(40)

2. Pengawasan yang sistemik pada siswa, mulai dari awal masuk, proses, sampai mencapai kelulusan merupakan faktor yang signifikan dalam melihat perkembangan kemampuan siswa.

Pelaksanaan monitoring prestasi siswa bidang akademik mapun non akademik di MAN Insan Cendekia menjadi kegiatan terstruktur untuk mengetahui perkembangan kemampuan dan menerapkan metode belajar yang sesuai. Hal ini sudah dimulai sejak perekrutan siswa yang ketat, proses pembelajaran dengan berbagai aturannya dan penguatan pengembangan kompetensi lulusan.

Untuk memantau kegiatan formal akademik yang rutin dilaksanakan oleh masing-masing guru yaitu melalui absen, catatan dan data masing-masing siswa. Di samping itu dibentuk tim khusus kedisiplinan yang terdiri dari guru dan staf untuk memantau kegiatan siswa baik dari segi prilaku, bakat dan minatnya.

Sebagai bahan evaluasi, kemajuan siswa sangat penting untuk selalu dimonitoring secara bertahap, baik formatif maupun sumatif. Kelebihan MAN Insan Cendekia dengan sistem boarding school, memudahkan untuk melihat kemajuan siswa setiap harinya. Aktivitas sehari-hari seperti sholat berjamaah, kegiatan linguistik, kegiatan keagamaan, dan lain-lain baik yang bersifat akademik maupun non akademik sebagai wadah untuk memudahkan monitoring kemajuan siswa.

3. Kerjasama orang tua untuk mencapai tujuan bersama dalam pendidikan sangat penting adanya. Seperti partisipasi Orang tua di MAN Insan Cendekia dinilai mempunyai fungsi yang signifikan, baik yang diwadahi tingkat kelas (FKOT) sampai tingkat sekolah (Komite Madrasah). Dalam suasana yang demikian, madrasah memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai patner orang tua dan sebagai penghasil tenaga kerja terdidik. Sebagai partner orang tua, sekolah akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang didalam lingkungan orang tua, bahan bacaan, tontonan dan kondisi sosial ekonomi. Madrasah juga bertanggung


(41)

jawab terhadap perubahan peserta didik yang dapat dilakukan melalui fungsi layananan bimbingan, dan forum komunikasi antara sekolah dengan orang tua.

Partisipasi yang biasa dilakukan orang tua dengan sekolah adalah masalah pembiayaan untuk kegiatan dan program yang tidak tercover dari sumber sekolah. Dukungan orang tua itu dikomunikasikan dan disinkronkan dengan kebutuhannya. Adanya kursus bahasa asing tambahan yang tidak ada di sekolah tapi diselenggarakan di sekolah, kolaborasi, perlombaan tertentu, dan sebagainya, menjadi contoh kegiatan di MAN IC Serpong yang pembiayaannya dibantu oleh partisipasi orang tua.

4. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dengan mempertimbangkan peningkatan mutu yang sesuai dengan situasi perkembangan ilmu pengetahuan dan globalisasi menjadi syarat utama dalam kebijakan madrasah.

Berbagai kebijakan madrasah Insan Cendekia Serpong yang diterapkan bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan, yaitu prestasi siswa, baik akademik maupun non akademik. Di samping beberapa kebijakan khusus untuk setiap komponen sekolah semua harus diarahkan untuk peningkatan mutu hasil pembelajaran, baik yang sifatnya kognitif, afektif ataupun psikomotorik.

Dalam memutuskan suatu kebijakannya di MAN Insan Cendekia Serpong, pimpinan selalu melakukan musyawarah dan mempertimbangkan dari berbagai aspek, sehingga kebijakan tersebut dapat diterima oleh semuanya tanpa ada resistensi. Pengambilan keputusan ini merupakan fungsi sangat penting dari penggerakkan (actuating) manajemen sebuah organisasi madrasah. Sehingga tidak salah apabila dikatakan bahwa inti organisasi adalah kepemimpinan dan inti dari kepemimpinan adalah pengambilan keputusan (decision making)

5. Kompetensi, wawasan dan pengalaman merupakan modal utama dalam kepemimpinan efektif kepala madrasah. Hal ini terlihat pada Kepemimpinan kepala madrasah Insan Cendekia Serpong yang mempunyai posisi strategis dalam


(42)

mengendalikan organisasi madrasah. Kepala madrasah dapat mempengaruhi semua komponen pendidikan di madrasah. Lima pendekatan kepemimpinan kepala madrasah IC yaitu : Keterbukaan, Kebersamaan, Keteladanan, Keadilan dan Kenyamanan efektif mempengaruhi SDM madrasah.

Kelima pendekatan di atas dapat diterima baik oleh warga madrasah MAN Insan Cendekia Serpong. Terbukti hampir tidak ada yang complain atau melakukan protes terhadap setiap keputusan yang diambil Kepala madrasah yang memang selalu mengedepankan musyarawarah.

Berbagai program dan kegiatan yang dilaksanakan dengan suasana nyaman dan menyenangkan menjadi motivasi dan faktor penting dalam meraih prestasi siswa. Melalui berbagai kegiatan yang melibatkan semua pihak baik yang dilakukan madrasah dalam program intra dan ekstra kurikuler, atau pun yang diselenggarakan oleh siswa melalui OSIS dilakukan (diciptakan) dengan suasana yang menyenangkan. Di samping pemberian reward dan punishment terhadap semua warga madrasah yang memang sudah menjadi aturan yang sudah terstruktur.

6. Modifikasi kurikulum sangat diperlukan dalam perkembangan pendidikan, baik dengan cara bencmarking atau pengembangan kebijakan lokal. Tuntutan perkembangan masyarakat global dan teknologi menjadi faktor utama dalam perekayasaan kurikulum madrasah.

Seperti Kurikulum MAN Insan Cendekia Serpong yang bersifat fleksiel, dalam artian mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang ditandai dengan penemuan-penemuan teknologi diberbagai bidang dan tuntutan globalisasi yang terus bergulir. Dengan demikian eksistensi MAN Insan Cendekia yang didesain sebagai madrasah yang handal dan diharapkan dapat menjadi kebanggaan masyarakat. sebagai madrasah yang berkomitmen tinggi terhadap prestasi, kehadiran dan kekhasan MAN IC Serpong dapat dirasakan keberadaannya oleh masyarakat secara umum.


(43)

Desain kurikulum Insan Cendekia Serpong dibentuk sedemikian rupa dengan melakukan elaborasi hasil bencmarking, di samping menggunakan kurikulum yang berlaku di Kemendikbud maupun Kemenag. Maka beberapa program khusus seperti keputrian, muatan lokal yang khas, program keagamaan, keterampilan, yang mengarah pada penguasaan skill yang wajib dikuasai siswa baik akademik maupun non akademik, menjadi terstruktur dalam kurikulumnya. Begitu juga peluang kreatifitas siswa dalam menyalurkan potensi dan bakatnya difasilitasi dalam kurikulum terstruktur.

Begitu juga pelaksanaan evaluasi di MAN Insan cendekia, yang merupakan komponen penting untuk mengetahui keefektifan pembelajaran yang menghasilkan feedback dalam penyempurnaan dan memperbaiki program dan kegiatan pembelajaran. Salah satu bentuk evaluasi di MAN Insan Cendekia terlihat dengan beberapa penguatan pada beberapa mata pelajaran yang disebut MAFIKIBI, di mana bimbingan dan pengayaan penguasaan materi sangat diperhatikan.

7. Perilaku dan prestasi yang tergambar dalam semua aktivitas kehidupan sehari-hari merupakan hasil budaya madrasah. Pembiasaan yang baik dan pembelajaran yang mengkondisikan cara-cara beradab merupakan faktor signifikan dalam membentuk budaya madrasah yang baik.

Seperti dapat dilihat dari budaya madrasah Insan Cendekia Serpong yang berbanding lurus dengan pencapaian hasil belajar siswa. Artinya harapan dan kinerja yang tinggi selama proses berlangsung menghasilkan pencapaian tujuan yang optimal. Hal ini terbukti dengan prestasi yang diraih madrasah secara keseluruhan, di samping kemampuan madrasah meminimalisir perilaku kekerasan dan destruktif di tingkat siswa madrasah, baik internal madrasah maupun antar madrasah.

Suasana nyaman, tertib, aman dan adanya kepercayaan yang tinggi menjadi modal besar bagi warga madrasah Insan Cendekia Serpong dalam melaksanakan


(1)

Owens, Robert G.(1995) Organizational Bahavior in Education. London: Prentice-Hall, Inc

Pacanowsky, M.E. (2008). Organizational Communication as Cultural

Performance, Belmont : Thomson Wadsworth.

Pace, R. W., and Brent, D. P. (2005). Communication Behavior And

Experiments: A Scientific Approach, Indiana: Wadsworth Pub. Co.

Paul, J. and Marvin, W.P. (2009), Improving Academic Management, Canada : Jossey-Bass Publishers.

Pawitra, T. (2003). Manajemen di Indonesia: Beberapa Isu Kontemporer, Jakarta : UI Press.

Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun 2005, tentang: Standar Nasional

Pendidikan.

Pierce, Jon L. dan Donald G. Gardner. (2002) Management and Organizational

Behavior: An Integrated Perspective. South Westerm: Thomson

Learning.

Porter, L.W. And Steers, R. M. (2005). Efektifitas Organisasi (Kaidah Tingkah

Laku). Jakarta: Erlangga.

---.(2001). Motivation and Work Behavior. Singapore:McGraw-Hill.

Purwanto, Ngaliman.M. (2004) Administrasi dan Supervisi Pendidikan.

Bandung, PT Remaja Rosdakarya,

Pride, W. M. and Ferrell, O. C. (2005) Foundations of Marketing, Singapore : Perseus Books.

Qomar, M. (2007), Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta : Erlangga.

Rahim, Husni. (2001). Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos Rahim, Husni, Rusydy Zakaria, Jejen Musfah, Fauzan, (2011). Madrasah Sebagai

Alternatif Pendidikan Unggul, Lembaga Penelitian UIN Jakarta dan UIN

Jakarta Press

Raihani. (2008). An Indonesian model of successful school leadership. Emerald Journal of Education Administration, Vol. 46 No. 4, 2008. Emerald Group Publishing Limited.


(2)

Ramelan,R. (2008). Reformasi Manajemen Pendidikan Tinggi. Jakarta : MEP Fakultas Ekonomi Trisakti.

Redding, W.C. and Sanborn, G.A. (2005) Business And Industrial

Communication: A Source Book, California : Harper & Row.

Reynolds, David, Peter Cuttance. (1992). School Effectivenes; Research, policy

and practice. London: Cassell

Rice, M. F. (2004). Organizational Culture, Social Equity, and Diversity

Teaching Public Administration Educationin The Post Modern Era.

Tersedia:http://www.naspaa.org/initiatives/jpa/pdf/Organizational.PDF [10.

---. Organizational Culture, Social Equity, and Diversity

Teaching Public Administration Educationin The Post Modern Era.

Richard, W. and Lyman, W. P. (2007). Motivation and Work Behavior. Singapore:McGraw-Hill.

Robbin, S.P. (2003). “Organizational Behavior, Elevent Edition. International Edition, Volume 18.” New Jersey :Prentice Hall International Inc.

---. (2003). Perilaku Organisasi (Edisi 9 dalam Bahasa

Indonesia) Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.

---. (2006). Organization Behavior, Concept, Controversies,

Application. New Jersey: Prentice Hall International Inc.

Robert, A.B. Et.all.(2003). Behaviour in Organization:Understanding &

Managing the Human Side of Work. New Jersey: Prentice-Hall

International,Inc.

Rogers, E. (2006). Diffusion Of Innovations, Third Edition, New York : The Free.Pres.

Sa’ud, U.S. dan Makmun, A.S. (2005). Perencanaan Pendidikan – Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung : Rosda.

Sa’ud, Udin Saefudin. (2008). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sallis, E. (2003). Total Quality in Education. Philadelphia-London: Kogan Page Limited. Terj. Fachruroji (2007), Manajemen Mutu Pendidikan, Jogyakarta: IRCisoD


(3)

Saridjo, Marwan (2010). Pendidikan Islam Dari Masa ke Masa; Tinjauan

Kebijakan Publik Terhadap Pendidikan di Indonesia. Bogor: Ngali

Aksara dan Almanar Press.

---, (Ed), (2009) Mereka Berbicara Pendidikan Islam, Sebuah

Bunga Rampai. Jakarta: Grafindo dan DPP GUPPI

Scheerens, Jap. (2003). Menjadikan Sekolah Efektif. Penerjemah Abas Jauhari. Jakarta : Logos. Teks asli: Improving School Effectiveness. UNESCO (2000)

Schein, E. (2007), Organizational Culture and Leadership. London and Philadelphia : Kagon Page.

Schermerhorn, R. H. and John, G. (2005). Managing Organization Behavior. New York: John Publishing Inc.

Seiler.S, (2007), Leadership and Managemen.Fundamental Concept of

Educational.London: Kagon Page Limited.

Slee, Roger, Gaby Weiner. (1998). School Effectivenes for whom? Challenges to

the school effectiveness and school improvement movements. London:

Falmer Press, USA:Taylor & Francis Inc.

Siagian, S. P. (2002).Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Pustaka Ilmu. Sinamo, Jansen. (2010), 8 Etos Keguruan, Jakarta: Institut Darma Mahardika ---, (2011), 8 Etos Kerja Profesional, Jakarta: Institut Darma

Mahardika

--- dan Agus Santosa, (2012), The Ethos Leadership Pemimpin

Kredibel Pemimpin Visioner, Jakarta: Institut Darma Mahardika

Smith, P.L. & Ragan, T.J. (2003). Instructional design. New York: Macmillan Publishing Co.

Soebagio, A. (2000). Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Ardadizya Jaya. Spangehl,S. (2007). How to discuss Organizational Culture.

Tersedia;http://www.aqip.org/index.php?option=corn.content&task=view

s&id =86&itemd=115[5 Juni2007].

Stoner. ( 2006). International Handbook of Leadership for Learning. New York: Macmillan Publishing Co.


(4)

Subhan, Arief. (2012). Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20;

Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, Jakarta: Kencana Prenada

Media Grup

Sudjana. (2005). Metode Statistika, Bandung : Tarsito.

Sufyarma. (2004). Kapita Selekta Manajemen Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Sugiyono. (2008), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R+D, Bandung :

Alfabeta.

---, (2010), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih, dkk, (2008). Pengendalian Mutu Pendidikan

Sekolah Menengah. Bandung : Refika Aditama

Susanto, A. (2009). Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Bandung : Linggajaya.

Sutermeister, R. A. (2006). People and Productivity. New York: McGraw-Hill Book Inc.

Suyatno, Thomas. (2002). Kualitas Sekolah Menengah Umum. Disertasi, Jakarta: PPs UNJ, tidak dipublikasikan.

Sweeney, P.D. and Dean, B. M. (2002). Organizational Behavior Solution for

Management. International Edition. New York: McGraw-Hill.

Syafarudin, (2005). Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press

Tampubolon, D. P. (2001). Perguruan Tinggi Bermutu, Paradigma Baru

Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad ke -21.

Jakarta : PT Gramedia Pustaka.

Tead,O. (2003). The Art of Leadership. New York: McGraw-Hill Book Inc. Terrence, E. D. dan Allan, A. K. ( 2000), Corporate cultures: the rites and rituals

of corporate life, Singapore : Perseus Books.

Thayer, W. M. (2003 : 123) Success and Its Achievers. Singapore : Perseus Books.

Tholkhah,I. (2004). Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi dan


(5)

Tjiptono (2001:61) Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, Dan Aplikasi. Michigan : Pelangi.

Tobroni. (2007). Percepatan Peningkatan Mutu Madrasah. (online). Tersedia :

http://re-searchengines.com/drtobroni5-07.html. diunduh Desember 2012

Unesco.(2006). Module 1 Making Basic Choices for external quality assurance

system.

Tersedia: www.unesco.org/iiep. [28Maret 2007] UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.

Vogel, W. and Harold, L. (2000 : 47) Entertainment Industry Economics: A

Guide for Financial Analysis. Singapore:McGraw-Hill.

Vroeijestijn, A.I.(2003). Towards a Quality for Heigher Education. Tersedia:http://www.aacupqaorg.ph/Journal%20of%Philippine%20Highe r%20education20%quality %20Assurance pdf. [10 Januari 2007].

Wahab, Abdul Azis. (2007). Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan

(Telaah terhadap organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan).

Bandung : Alfabeta.

Walker et.al. (2002). “Reports of cases at law and in chancery argued and determined in ..., Volume 24, Illinois. Supreme Court.” New York : Harcourt Brace Jovanovich.

Want, J. (2006).Corporate Culture: Illuminating The Black Hole. New York : St. Martin's Press.

Wayne, K. Hoy dan Miskel C. G. (2008 : 177) Educational Administration (Theory,Research, and Practice) Sixth Edition. Singapore: Inc.

Wenburg, J. R. dan Wilmot, W. W. (2002). The personal communication

process, Universitas Michigan : R.E. Krieger Pub. Co.

Wheelen, T. L, and Hunger, J. D. (2005). Strategic management and business

Policy (fifth Edition). New York: Addison-Wesley Publishing Company.

Wibowo, (2006), Managing Change, Pengantar Manajemen Perubahan, Bandung: Alfabeta.

---, (2007), Budaya Organisasi, Bandung: Alfabeta.

---, (2009), Budaya Organisasi (sebuah Kebutuhan untuk meningkatkan


(6)

Wijatno, S. ( 2010), Pengelolaan Perguruan Tinggi Secara Efisien, efektif, dan

ekonomis. Jakarta : Salemba Empat.

Wiliams, C. (2000). Management. Australia: Shouth-Western College Publishing. Willborn, W. (1994 ). Global Management of Quality Assurance Systems, Canada

: McGraw-Hill, Inc.

William, J. (2008). Religious Commitment. New Jersey:Prentice Hall Engelwood Cliffs.

Tersedia : www.ed.Uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/1998

William, J. S. (2006). The Human Resources Fuction In Educational

Adminisstration. New Jersey:Prentice Hall Engelwood Cliffs.

Worsley. (1998). The Third World, New York: The Free Press.

Yorke, antz. (2009). “Assuring Quality and Standars in globalize Higher Educatio, (Journal) Vol &. Number 1. 1998. MCB : University press.

Zeithaml, P. and Berry, (2008). Delivering Quality Service: Balancing Customer

Perception and Expectation. New York: The Free Press.

Zelko, H. P. and Frank, E.X. D. (2009). The Bass handbook of leadership:

theory, research, and managerial applications, Pennsylvania State

University : Holt, Rinehart and Winston.

---. (2007). Business and professional speech

communication, Pennsylvania State University : Holt, Rinehart and