TEORI SOSIAL CLIFFORD GEERTZ DAN SEJARAH Analisis Sebaran Perolehan Suara Partai Politik Pada Pemilu Legislatif 2009 Dan 2014 Kabupaten Grobogan Jawa Tengah (Korelasi Teori Clifford Geertz).
BAB III
TEORI SOSIAL CLIFFORD GEERTZ DAN SEJARAH
PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA
3.1 Teori Sosial Clifford Geertz
Geertz adalah seorang Guru Besar di Universitas Chicago Amerika
Serikat, ia melakukan penelitian pada bulan Mei 1953 sampai bulan September
1954 di Mojokuto Jawa Timur. Hasil penelitiaan Geertz ini diajukan kepada
Departemen Hubungan Sosial di Harvard University dalam rangka memperoleh
gelar Doktor Ilmu Sosial.
Hasil Disertasi Geertz yang kemudian dibukukan dengan Judul Abangan,
Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa memberikan gambaran yang mendalam
terhadap karakteristik masyarakat pada masa lampau. Masyarakat Jawa di
Mojokuto Jawa Timur dipandang oleh Geertz sebagai suatu sistem sosial, dengan
kebudayaan Jawanya yang akulturatif dan agamanya yang sinkretik, terdiri dari
tiga sub-kebudayaan Jawa yang masing masing merupakan struktur struktur sosial
yang berlainan. Struktur sosial yang dimaksud adalah Kaum Abangan, Santri dan
Priyayi.
Tiga varian tersebut masing masing memiliki karakteristik tersendiri,
Varian Abangan merupakan masyarakat yang cenderung diartikan sebagai
kelompok tidak memiliki ketaatan terhadap syariat agama islam, varian ini
diidentikkan sebagai kaum kecil (wong cilik) yang orientasi hidupnya hanya
bersifat keduniawian, biasanya bekerja sebagai petani ataupun buruh didesa desa,
pada saat pemilihan umum varian ini memiliki kecenderungan (preferensi) pilihan
politiknya pada Partai Nasionalis, khususnya Partai Nasionalis Indonesia (PNI),
namun sekarang kultur dan ideologi PNI berpindah (transformasi) pada Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Berpindahnya kultur dan ideologi PNI
ke PDIP dinilai sangat wajar, hal ini dikarenakan faktor sejarah (history) bahwa
PNI adalah Partai yang didirikan Ir. Soekarno Presiden pertama Republik
Indonesia, setelah wafatnya Soekarno, PNI mengalami kemuduran drastis
29
dipentas politik nusantara, pada akhirnya nakhoda kepartaian sebagai trah
Presiden Soekarno diambilalih oleh putrinya Megawati Sokernoputri dengan
mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam rangka melanjutkan
dan menghidupkan ideologi dan cita cita Soekarno. Varian kedua adalah Santri,
kelompok ini menekankan pada aspek aspek islam demi menegakkan dan
menjunjung tinggi syariat agama, kelompok ini diidentikkan sebagai saudagar
atau pedagang dipasar pasar, pada saat Pemilihan Umum Kelompok Santri
biasanya memiliki kecenderungan untuk memilih Partai Islam sebagai sebagai
sarana menyalurkan aspirasi politik mereka, Partai Masyumi dan NU menjadi
pilihan ideal bagi varian ini. Namun, dinamika politik di Indonesia memaksa
Partai Masyumi dan NU membubarkan diri atau lebih tepatnya dibubarkan oleh
Pemerintah yang sedang berkuasa saat itu demi menjaga dan mempertahankan
kekuasaan (status quo). Berkat kader kadernya yang militan, kini ideologi Partai
Islam tersebut ada pada PPP, kemudian muncul dan berkembang pula PKB serta
PAN. Varian terakhir adalah Priyayi, kelompok ini merupakan kelompok elit
ditengah tengah masyarakat Mojokuto saat itu, Priyayi merupakan kaum birokrat
teknokrat yang bekerja dikantor kantor ataupun instansi pemerintahan, didalam
Pemilihan Umum Varian Priyayi biasanya menjatuhkan pilihan politik pada Partai
Golongan Karya (Golkar).
3.2 Partai Politik Di Indonesia Dari Masa Ke Masa
Berkembangnya sistim Demokrasi di Indonesia menjadikan sebuah
keniscayaan munculnya berbagai macam Partai Politik. Keberadaan Partai Politik
tersebut tentunya mewakili aspirasi berbagai elemen masyarakat dan membawa
visi dan tujuan tertentu bagi bangsa dan negara, mulai dari Partai gurem hingga
Partai besar dan memiliki basis massa (grass root) kuat dipelosok negeri. Partai
politik merupakan pilar utama dalam penegakan demokrasi yang efektif.
Partai
Politik
peserta
Pemilihan
Umum
yang
pertama
kali
diselenggarakan, yakni pada tahun 1955 diikuti oleh Partai Nasionalis Indonesia,
Partai Masyumi, NU dan PKI. Sedangkan pada saat Pemilihan Umum tahun 1971
pesertanya semakin bertambah, muncul Partai PSII, Parmusi dan Parkindo. Pada
30
saat Pemilihan Umum tahun 1999, Pemerintah sempat mengeluarkan peraturan
yang menyatakan bahwa harus adanya pembatasan atau peleburan jumlah Partai
Politik, sehingga peserta Pemilu saat itu hanya tiga Partai Politik, yaitu Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Namun dinamika politik terus
berkembang, karena peraturan pembatasan jumlah Partai Politik dianggap
mengebiri kebebasan berkumpul, berserikat dan berpolitik akhirnya peratuan
tersebut ditinjau ulang.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Tabel III.1 Partai Politik Peserta Pemilu Indonesia
No Partai Politik
Partai Politik
Partai Nasionalis Indonesia (PNI)
29
Partai Pelopor
Partai Majelis Syura Indonesia (Masyumi)
30
Partai Golongan Karya (Golkar)
Partai Nahdlatul Ulama’ (NU)
31
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Partai Komunis Indonesia (PKI)
32
Partai Damai Sejahtera (PDS)
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
33
Partai Nasional Banteng Kerakyatan
Partai Musyawarah Indonesia (Parmusi)
34
Partai Bulan Bintang (PBB)
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
35
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Partai Golongan Karya (Golkar)
36
Partai Bintang Reformasi (PBR)
Partai Demokrat
37
Partai Patriot
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
38
Partai Kasih Demokrasi Bangsa
Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)
39
Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI)
40
Partai Kebangkitan Nasional Ulama’
Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
41
Partai Merdeka
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
42
Persatuan Nahdlatul Umah Indonesia
Partai Barisan Nasional (PBN)
43
Partai Serikat Indonesai (PSI)
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 44
Partai Buruh
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
45
Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
Partai Amanat Nasional (PAN)
46
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB)
47
Partai Katolik
Partai Kedaulatan (PK)
48
Partai Syarikat Islam Indonesia
Partai Persatuan Daerah (PPD)
49
Partai Murba
Partai Kebangkitan Indonesia (PKB)
50
Partai Perti
Partai Pemuda Indonesia (PPI)
51
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNIM) 52
Partai Indonesia Baru
Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP)
53
Partai Kristen Nasional Indonesia
Partai Karya Perjuangan (PKP)
54
Partai Aliansi Demokrat Indonesia
Partai Matahari Bangsa (PMB)
55
Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
31
28
No
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
Partai Republik Nusantara
Partai Politik
Partai Kebangsaan Merdeka
Partai Demokrasi Kasih Bangsa
Partai Rakyat Demokrat
Partai Katolik Demokrat
Partai Pilihan Rakyat
Partai Rakyat Indonesia
Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
Partai Solidaritas Pekerja
Partai Republik
Partai Cinta Damai
Partai Daulat Rakyat
Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
Partai Umat Muslimin Indonesia
Partai Nasional Bangsa Indonesia
Sumber: Komisi Pemilihan Umum 2014
56
No
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
Partai Ummat Islam
Partai Politik
Partai Rakyat Djelata
Partai Rakyat Sosialis
Partai Katolik Republik Indonesia
Partai Rakyat Marhaen Indonesia
Partai Serikat Islam Indonesia
Partai Aliansi Demokrat Indonesia
Partai Abul Yatama
Partai Kebangsaan Merdeka
Partai Rakyat Demokratik
Partai Katolik Demokrat
Partai Pilihan Rakyat
Partai Nasional Bangsa Indonesia
Partai Politik di Indonesia atas dasar penyambung lidah rakyat atau
mewakili kepentingan kepentingan rakyat, mulailah kembali menjamur Partai
Politik disana sini. Hasil Pemilihan Umum tahun 2004 menggemparkan jagad
perpolitikan nusantara, hal tersebut disebabkan pemenang Pemilu adalah Partai
seumur jagung alias Partai yang baru berdiri, yaitu Partai Demokrat yang
digawangi oleh Susilo Bambang Yudhoyono, dan kemudian menjadi Presiden ke
enam Republik Indonesia.
Menurut Kirbiantoro dan Dody Rudianto (2009) menyatakan bahwa
Partai Politik merupakan bagian paling penting dan paling berkesempatan dalam
rangka mewujudkan perubahan. Jika dipandang dari teori sosial, perubahan itu
sendiri sejatinya terbagi menjadi dua, yaitu Top Down yang berarti perubahan
berawal dari pihak pemerintah atau pemangku kebijakan, terkadang tanpa melihat
kebutuhan yang sebenarnya dalam masyarakat. Kedua adalah Bottom Up, yang
berarti perubahan diawali dari gerakan atau arus bawah masyarakat. Partai Politik
sudah seharusnya memberikan pendidikan politik bagi masyarakat demi
mewujudkan perubahan. Jika seandainya sebuah Partai Politik tidak menjalankan
Pendidiakan Politik bagi Basis Massa atau Konstituennya, maka dapat dipastikan
32
bahwa Kaderisasi dalam tubuh Partai tersebut juga akan mengalami kemandegan
dimasa yang akan datang. Sehingga yang muncul diranah publik adalah kader
instan yang tak faham terhadap akar ideologis Partainya.
3.3 Partai Politik Dan Ideologi
Sejarah bangsa Indonesia mengajarkan, kehidupan berbangsa kita selalu
dihadapkan oleh persoalan konflik internal yang bersumber pada perbedaan
ideologi, sejak kemerdekaan penyelenggara negara senantiasa dihadapkan oleh
persoalan pelik dalam menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa (S Kirbianto
dan Dody Rudianto, 2009). Pergulatan Ideologi Partai Politik di Indonesia begitu
kental hingga mempengaruhi lapisan bawah masyarakat.
Sejatinya Partai Politik mengerucut pada empat ideologi terselubung,
yaitu Ideologi Islam, Ideologi Nasionalis hingga Ideologi Komunis dan
Militerisme.
Partai
partai
tersebut
berebut
simpati
masyarakat
dan
menginternalisasi segenap Warga Negara Indonesia. Sebagai contoh Partai
Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai
Partai pengusung Ideologi Nasionalis. Partai Majelis Syura Indonesia, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang merupakan Partai pengusung
Ideologi Islam. Ideologi Partai selanjutnya adalah Komunis dan Sosialis, yang
digawangi oleh Partai Komunis Indonesia dan Partai Sosialis Indonesia. Ideologi
Militerisme juga tak ketinggalan memberikan pengaruh besar dipentas Politik
dengan dikomando oleh Jenderal Besar Soeharto.
Ideologi dalam tubuh suatu Partai Politik merupakan hal yang paling
mendasar, karena dengan Ideologi akan menetukan warna, karakter dan
gerakannya. Partai dengan Ideologi Islam berkeinginan untuk menerapkan Syariat
Agama Islam seutuhnya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, meskipun
Indonesia merupakan bangsa yang heterogen dan multikultural. Demikian pula
Partai dengan Ideologi Sosialis Komunis, bercita cita mewujudkan Negara yang
berlandaskan pada faham Sosialis secara sempurna. Faham Sosialis Komunis
sempat menggegerkan Politik bangsa Indonesia dengan peristiwa Gerakan 30
September. Sedangkan Partai dengan Ideologi Nasionalis dianggap lebih Moderat,
33
Partai ini berjuang keras menyatukan dan mewujudkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila. Perbedaan antara masing masing Ideologi adalah
hal yang wajar, karena sang pencetus ide dan gagasan memiliki keyakinan atas
apa yang mereka perjuangkan, semata mata hanyalah untuk menegakkan dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat Bangsa Indonesia.
3.4 Partai Politik Islam
Islam sebagai agama yang memiliki nilai nilai universal, dalam
determinasi politik sering dikonotasikan sebagai simbol kekuatan perjuangan
ideologi yang melandaskan pada ajaran ajaran agama, Islamisme sebagai sebuah
ideologi yang mempunyai makna sebagai daya dorong dalam memotivasi gerakan
politik yang mengedepankan nilai juang keislaman (S Kisbiantoro dan Dody
Rudianto, 2009). Dinamika yang terjadi dalam internal Partai Islam mengalami
pasang surut, hal ini diakibatkan kebijakan yang tidak populis oleh penguasa.
Seperti halnya yang dialami oleh Partai Majelis Syura Indonesia (Masyumi), yang
merupakan Partai pertama dengan Ideologi Islam. Sepanjang sejarah Pemilihan
Umum di Indonesia Partai Islam belum pernah sekalipun keluar sebagai
pemenang, meskipun masyarakat Indonesia mayoritas adalah umat muslim. Partai
Islam Masyumi pada saat Pemilihan Umum 1955 hanya menempati posisi kedua,
namun dianggap tetap mengancam kekuasaan Rezim Soekarno saat itu, sehingga
Pemerintah membubarkan Partai Masyumi dengan peraturannya yang sama sekali
tidak populis dan cenderung disorientasi.
Meskipun pada akhirnya Partai Masyumi membubarkan diri, namun
kader kadernya masih sangat loyal dalam menjaga Ideologi. Pasca runtuhnya
Rezim Soekarno, kader dan simpatisan eks Partai Masyumi merasa tetap
membutuhkan kendaraan politik untuk menyalurkan aspirasi umat muslim, maka
didirikanlah Partai Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai
Bulan Bintang (PBB) ataupun Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai baru
dengan Platform Islam tersebut tetap konsisten dengan cita cita awal mereka
dengan Syariat Islamnya.
34
3.5 Partai Politik Basis Massa Islam
Perkembangan Partai Politik Basis Massa Islam merupakan modifikasi
dari Partai Partai Islam yang telah lebih dahulu berdiri. Representasi Partai Basis
Massa Islam adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat
Nasional (PAN). PKB dan PAN dinyatakan sebagai Partai Basis Massa Islam
karena memang kelahiran kedua Partai ini diinisiasi oleh basis massa islam, PKB
dengan Nahdlatul Ulama’ dan PAN dengan Muhammadiyah, akan tetapi PKB dan
PAN bukanlah semata mata hanya mewakili kepentingan warga NU dan
Muhammadiyah.
Kedekataan ideologis maupun emosional antara Partai Amanat Nasional
dengan Persyarikatan Muhammadiyah tidaklah menghantarkan Organisasi
Masyarakat Keagamaan ini terjun bebas kedalam gelanggang Politik praktis.
Pernyataan ini secara resmi dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Berbeda dengan Persyarikatan Muhammadiyah, NU pada Pemilihan Umum 2014
yang lalu menyatakan secara terang terangan bahwa PKB adalah Partainya warga
Nahdlatul Ulama’.
3.6 Partai Nasionalis
Nasionalisme diartikan sebagai usaha menegakkan kekuasaan negara
dengan menjunjung nilai nilai kebersamaan berbangsa dalam kehidupan negara
yang berdaulat (S Kirbiantoro dan Dody Rudianto, 2009). Pancasila dan Undang
Undang 1945 menjadi pilar penegak Nasionalisme bagi seluruh bangsa. Sutan
Hamengku Buwono X (2008) mengatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika
hendaknya bukan hanya digunakan sebatas slogan, tetapi sebagai strategi
kebudayaan yang dituangkan kedalam kebijakan publik dalam kehidupan
masyarakat bangsa. Sejarah bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan Pemilihan
Umum selalu menempatkan Partai Nasionalis sebagai Partai Pemenang Pemilu.
Hal tersebut disebabkan karena kultur masyarakat Indonesia yang majemuk dan
heterogen, meskipun mayoritas masyarakat sebagai pemeluk Agama Islam.
35
Tabel III.2 Partai Pemenang Pemilu
No Pemilu
Partai Pemenang
1
2014
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
2
2009
Partai Demokrat
3
2004
Partai Golongan Karya (Golkar)
4
1999
Partai Golongan Karya (Golkar)
5
1997
Partai Golongan Karya (Golkar)
6
1992
Partai Golongan Karya (Golkar)
7
1987
Partai Golongan Karya (Golkar)
8
1982
Partai Golongan Karya (Golkar)
9
1977
Partai Golongan Karya (Golkar)
10 1971
Partai Golongan Karya (Golkar)
11 1955
Partai Nasionalis Indonesia (PNI)
Sumber: Komisi Pemilihan Umum
Pada Tabel III.2 menunjukkan bahwa sejak Pemilihan Umum tahun 1971
hingga Pemilihan Umum 2004 Partai Golongan Karya selalu keluar menjadi
pemenang. Pemilihan Umum lainnya pada tahun 1955, 2009 dan 2014 secara
berturut turur barulah dimenangkan oleh Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Partai
Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dominasi Partai
Golkar dalam setiap kali penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia
merupakan kepiawaian seorang Jenderal Soeharto, sang Pemimpin Partai Beringin
yang sekaligus Presiden Republik Indonesia. Rezim Soeharto memimpin NKRI
dengan kediktatorannya, menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan.
Rezim otoriter Soeharto akhirnya terguling ketika rakyat Indonesia mulai tersadar
semakin terpuruknya sendi perekonomian Indonesia dengan demonstrasi besar
besaran dan menduduki Gedung DPR.
36
TEORI SOSIAL CLIFFORD GEERTZ DAN SEJARAH
PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA
3.1 Teori Sosial Clifford Geertz
Geertz adalah seorang Guru Besar di Universitas Chicago Amerika
Serikat, ia melakukan penelitian pada bulan Mei 1953 sampai bulan September
1954 di Mojokuto Jawa Timur. Hasil penelitiaan Geertz ini diajukan kepada
Departemen Hubungan Sosial di Harvard University dalam rangka memperoleh
gelar Doktor Ilmu Sosial.
Hasil Disertasi Geertz yang kemudian dibukukan dengan Judul Abangan,
Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa memberikan gambaran yang mendalam
terhadap karakteristik masyarakat pada masa lampau. Masyarakat Jawa di
Mojokuto Jawa Timur dipandang oleh Geertz sebagai suatu sistem sosial, dengan
kebudayaan Jawanya yang akulturatif dan agamanya yang sinkretik, terdiri dari
tiga sub-kebudayaan Jawa yang masing masing merupakan struktur struktur sosial
yang berlainan. Struktur sosial yang dimaksud adalah Kaum Abangan, Santri dan
Priyayi.
Tiga varian tersebut masing masing memiliki karakteristik tersendiri,
Varian Abangan merupakan masyarakat yang cenderung diartikan sebagai
kelompok tidak memiliki ketaatan terhadap syariat agama islam, varian ini
diidentikkan sebagai kaum kecil (wong cilik) yang orientasi hidupnya hanya
bersifat keduniawian, biasanya bekerja sebagai petani ataupun buruh didesa desa,
pada saat pemilihan umum varian ini memiliki kecenderungan (preferensi) pilihan
politiknya pada Partai Nasionalis, khususnya Partai Nasionalis Indonesia (PNI),
namun sekarang kultur dan ideologi PNI berpindah (transformasi) pada Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Berpindahnya kultur dan ideologi PNI
ke PDIP dinilai sangat wajar, hal ini dikarenakan faktor sejarah (history) bahwa
PNI adalah Partai yang didirikan Ir. Soekarno Presiden pertama Republik
Indonesia, setelah wafatnya Soekarno, PNI mengalami kemuduran drastis
29
dipentas politik nusantara, pada akhirnya nakhoda kepartaian sebagai trah
Presiden Soekarno diambilalih oleh putrinya Megawati Sokernoputri dengan
mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam rangka melanjutkan
dan menghidupkan ideologi dan cita cita Soekarno. Varian kedua adalah Santri,
kelompok ini menekankan pada aspek aspek islam demi menegakkan dan
menjunjung tinggi syariat agama, kelompok ini diidentikkan sebagai saudagar
atau pedagang dipasar pasar, pada saat Pemilihan Umum Kelompok Santri
biasanya memiliki kecenderungan untuk memilih Partai Islam sebagai sebagai
sarana menyalurkan aspirasi politik mereka, Partai Masyumi dan NU menjadi
pilihan ideal bagi varian ini. Namun, dinamika politik di Indonesia memaksa
Partai Masyumi dan NU membubarkan diri atau lebih tepatnya dibubarkan oleh
Pemerintah yang sedang berkuasa saat itu demi menjaga dan mempertahankan
kekuasaan (status quo). Berkat kader kadernya yang militan, kini ideologi Partai
Islam tersebut ada pada PPP, kemudian muncul dan berkembang pula PKB serta
PAN. Varian terakhir adalah Priyayi, kelompok ini merupakan kelompok elit
ditengah tengah masyarakat Mojokuto saat itu, Priyayi merupakan kaum birokrat
teknokrat yang bekerja dikantor kantor ataupun instansi pemerintahan, didalam
Pemilihan Umum Varian Priyayi biasanya menjatuhkan pilihan politik pada Partai
Golongan Karya (Golkar).
3.2 Partai Politik Di Indonesia Dari Masa Ke Masa
Berkembangnya sistim Demokrasi di Indonesia menjadikan sebuah
keniscayaan munculnya berbagai macam Partai Politik. Keberadaan Partai Politik
tersebut tentunya mewakili aspirasi berbagai elemen masyarakat dan membawa
visi dan tujuan tertentu bagi bangsa dan negara, mulai dari Partai gurem hingga
Partai besar dan memiliki basis massa (grass root) kuat dipelosok negeri. Partai
politik merupakan pilar utama dalam penegakan demokrasi yang efektif.
Partai
Politik
peserta
Pemilihan
Umum
yang
pertama
kali
diselenggarakan, yakni pada tahun 1955 diikuti oleh Partai Nasionalis Indonesia,
Partai Masyumi, NU dan PKI. Sedangkan pada saat Pemilihan Umum tahun 1971
pesertanya semakin bertambah, muncul Partai PSII, Parmusi dan Parkindo. Pada
30
saat Pemilihan Umum tahun 1999, Pemerintah sempat mengeluarkan peraturan
yang menyatakan bahwa harus adanya pembatasan atau peleburan jumlah Partai
Politik, sehingga peserta Pemilu saat itu hanya tiga Partai Politik, yaitu Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Namun dinamika politik terus
berkembang, karena peraturan pembatasan jumlah Partai Politik dianggap
mengebiri kebebasan berkumpul, berserikat dan berpolitik akhirnya peratuan
tersebut ditinjau ulang.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Tabel III.1 Partai Politik Peserta Pemilu Indonesia
No Partai Politik
Partai Politik
Partai Nasionalis Indonesia (PNI)
29
Partai Pelopor
Partai Majelis Syura Indonesia (Masyumi)
30
Partai Golongan Karya (Golkar)
Partai Nahdlatul Ulama’ (NU)
31
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Partai Komunis Indonesia (PKI)
32
Partai Damai Sejahtera (PDS)
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
33
Partai Nasional Banteng Kerakyatan
Partai Musyawarah Indonesia (Parmusi)
34
Partai Bulan Bintang (PBB)
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
35
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Partai Golongan Karya (Golkar)
36
Partai Bintang Reformasi (PBR)
Partai Demokrat
37
Partai Patriot
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
38
Partai Kasih Demokrasi Bangsa
Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)
39
Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI)
40
Partai Kebangkitan Nasional Ulama’
Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
41
Partai Merdeka
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
42
Persatuan Nahdlatul Umah Indonesia
Partai Barisan Nasional (PBN)
43
Partai Serikat Indonesai (PSI)
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 44
Partai Buruh
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
45
Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
Partai Amanat Nasional (PAN)
46
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB)
47
Partai Katolik
Partai Kedaulatan (PK)
48
Partai Syarikat Islam Indonesia
Partai Persatuan Daerah (PPD)
49
Partai Murba
Partai Kebangkitan Indonesia (PKB)
50
Partai Perti
Partai Pemuda Indonesia (PPI)
51
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNIM) 52
Partai Indonesia Baru
Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP)
53
Partai Kristen Nasional Indonesia
Partai Karya Perjuangan (PKP)
54
Partai Aliansi Demokrat Indonesia
Partai Matahari Bangsa (PMB)
55
Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
31
28
No
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
Partai Republik Nusantara
Partai Politik
Partai Kebangsaan Merdeka
Partai Demokrasi Kasih Bangsa
Partai Rakyat Demokrat
Partai Katolik Demokrat
Partai Pilihan Rakyat
Partai Rakyat Indonesia
Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
Partai Solidaritas Pekerja
Partai Republik
Partai Cinta Damai
Partai Daulat Rakyat
Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
Partai Umat Muslimin Indonesia
Partai Nasional Bangsa Indonesia
Sumber: Komisi Pemilihan Umum 2014
56
No
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
Partai Ummat Islam
Partai Politik
Partai Rakyat Djelata
Partai Rakyat Sosialis
Partai Katolik Republik Indonesia
Partai Rakyat Marhaen Indonesia
Partai Serikat Islam Indonesia
Partai Aliansi Demokrat Indonesia
Partai Abul Yatama
Partai Kebangsaan Merdeka
Partai Rakyat Demokratik
Partai Katolik Demokrat
Partai Pilihan Rakyat
Partai Nasional Bangsa Indonesia
Partai Politik di Indonesia atas dasar penyambung lidah rakyat atau
mewakili kepentingan kepentingan rakyat, mulailah kembali menjamur Partai
Politik disana sini. Hasil Pemilihan Umum tahun 2004 menggemparkan jagad
perpolitikan nusantara, hal tersebut disebabkan pemenang Pemilu adalah Partai
seumur jagung alias Partai yang baru berdiri, yaitu Partai Demokrat yang
digawangi oleh Susilo Bambang Yudhoyono, dan kemudian menjadi Presiden ke
enam Republik Indonesia.
Menurut Kirbiantoro dan Dody Rudianto (2009) menyatakan bahwa
Partai Politik merupakan bagian paling penting dan paling berkesempatan dalam
rangka mewujudkan perubahan. Jika dipandang dari teori sosial, perubahan itu
sendiri sejatinya terbagi menjadi dua, yaitu Top Down yang berarti perubahan
berawal dari pihak pemerintah atau pemangku kebijakan, terkadang tanpa melihat
kebutuhan yang sebenarnya dalam masyarakat. Kedua adalah Bottom Up, yang
berarti perubahan diawali dari gerakan atau arus bawah masyarakat. Partai Politik
sudah seharusnya memberikan pendidikan politik bagi masyarakat demi
mewujudkan perubahan. Jika seandainya sebuah Partai Politik tidak menjalankan
Pendidiakan Politik bagi Basis Massa atau Konstituennya, maka dapat dipastikan
32
bahwa Kaderisasi dalam tubuh Partai tersebut juga akan mengalami kemandegan
dimasa yang akan datang. Sehingga yang muncul diranah publik adalah kader
instan yang tak faham terhadap akar ideologis Partainya.
3.3 Partai Politik Dan Ideologi
Sejarah bangsa Indonesia mengajarkan, kehidupan berbangsa kita selalu
dihadapkan oleh persoalan konflik internal yang bersumber pada perbedaan
ideologi, sejak kemerdekaan penyelenggara negara senantiasa dihadapkan oleh
persoalan pelik dalam menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa (S Kirbianto
dan Dody Rudianto, 2009). Pergulatan Ideologi Partai Politik di Indonesia begitu
kental hingga mempengaruhi lapisan bawah masyarakat.
Sejatinya Partai Politik mengerucut pada empat ideologi terselubung,
yaitu Ideologi Islam, Ideologi Nasionalis hingga Ideologi Komunis dan
Militerisme.
Partai
partai
tersebut
berebut
simpati
masyarakat
dan
menginternalisasi segenap Warga Negara Indonesia. Sebagai contoh Partai
Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai
Partai pengusung Ideologi Nasionalis. Partai Majelis Syura Indonesia, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang merupakan Partai pengusung
Ideologi Islam. Ideologi Partai selanjutnya adalah Komunis dan Sosialis, yang
digawangi oleh Partai Komunis Indonesia dan Partai Sosialis Indonesia. Ideologi
Militerisme juga tak ketinggalan memberikan pengaruh besar dipentas Politik
dengan dikomando oleh Jenderal Besar Soeharto.
Ideologi dalam tubuh suatu Partai Politik merupakan hal yang paling
mendasar, karena dengan Ideologi akan menetukan warna, karakter dan
gerakannya. Partai dengan Ideologi Islam berkeinginan untuk menerapkan Syariat
Agama Islam seutuhnya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, meskipun
Indonesia merupakan bangsa yang heterogen dan multikultural. Demikian pula
Partai dengan Ideologi Sosialis Komunis, bercita cita mewujudkan Negara yang
berlandaskan pada faham Sosialis secara sempurna. Faham Sosialis Komunis
sempat menggegerkan Politik bangsa Indonesia dengan peristiwa Gerakan 30
September. Sedangkan Partai dengan Ideologi Nasionalis dianggap lebih Moderat,
33
Partai ini berjuang keras menyatukan dan mewujudkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila. Perbedaan antara masing masing Ideologi adalah
hal yang wajar, karena sang pencetus ide dan gagasan memiliki keyakinan atas
apa yang mereka perjuangkan, semata mata hanyalah untuk menegakkan dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat Bangsa Indonesia.
3.4 Partai Politik Islam
Islam sebagai agama yang memiliki nilai nilai universal, dalam
determinasi politik sering dikonotasikan sebagai simbol kekuatan perjuangan
ideologi yang melandaskan pada ajaran ajaran agama, Islamisme sebagai sebuah
ideologi yang mempunyai makna sebagai daya dorong dalam memotivasi gerakan
politik yang mengedepankan nilai juang keislaman (S Kisbiantoro dan Dody
Rudianto, 2009). Dinamika yang terjadi dalam internal Partai Islam mengalami
pasang surut, hal ini diakibatkan kebijakan yang tidak populis oleh penguasa.
Seperti halnya yang dialami oleh Partai Majelis Syura Indonesia (Masyumi), yang
merupakan Partai pertama dengan Ideologi Islam. Sepanjang sejarah Pemilihan
Umum di Indonesia Partai Islam belum pernah sekalipun keluar sebagai
pemenang, meskipun masyarakat Indonesia mayoritas adalah umat muslim. Partai
Islam Masyumi pada saat Pemilihan Umum 1955 hanya menempati posisi kedua,
namun dianggap tetap mengancam kekuasaan Rezim Soekarno saat itu, sehingga
Pemerintah membubarkan Partai Masyumi dengan peraturannya yang sama sekali
tidak populis dan cenderung disorientasi.
Meskipun pada akhirnya Partai Masyumi membubarkan diri, namun
kader kadernya masih sangat loyal dalam menjaga Ideologi. Pasca runtuhnya
Rezim Soekarno, kader dan simpatisan eks Partai Masyumi merasa tetap
membutuhkan kendaraan politik untuk menyalurkan aspirasi umat muslim, maka
didirikanlah Partai Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai
Bulan Bintang (PBB) ataupun Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai baru
dengan Platform Islam tersebut tetap konsisten dengan cita cita awal mereka
dengan Syariat Islamnya.
34
3.5 Partai Politik Basis Massa Islam
Perkembangan Partai Politik Basis Massa Islam merupakan modifikasi
dari Partai Partai Islam yang telah lebih dahulu berdiri. Representasi Partai Basis
Massa Islam adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat
Nasional (PAN). PKB dan PAN dinyatakan sebagai Partai Basis Massa Islam
karena memang kelahiran kedua Partai ini diinisiasi oleh basis massa islam, PKB
dengan Nahdlatul Ulama’ dan PAN dengan Muhammadiyah, akan tetapi PKB dan
PAN bukanlah semata mata hanya mewakili kepentingan warga NU dan
Muhammadiyah.
Kedekataan ideologis maupun emosional antara Partai Amanat Nasional
dengan Persyarikatan Muhammadiyah tidaklah menghantarkan Organisasi
Masyarakat Keagamaan ini terjun bebas kedalam gelanggang Politik praktis.
Pernyataan ini secara resmi dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Berbeda dengan Persyarikatan Muhammadiyah, NU pada Pemilihan Umum 2014
yang lalu menyatakan secara terang terangan bahwa PKB adalah Partainya warga
Nahdlatul Ulama’.
3.6 Partai Nasionalis
Nasionalisme diartikan sebagai usaha menegakkan kekuasaan negara
dengan menjunjung nilai nilai kebersamaan berbangsa dalam kehidupan negara
yang berdaulat (S Kirbiantoro dan Dody Rudianto, 2009). Pancasila dan Undang
Undang 1945 menjadi pilar penegak Nasionalisme bagi seluruh bangsa. Sutan
Hamengku Buwono X (2008) mengatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika
hendaknya bukan hanya digunakan sebatas slogan, tetapi sebagai strategi
kebudayaan yang dituangkan kedalam kebijakan publik dalam kehidupan
masyarakat bangsa. Sejarah bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan Pemilihan
Umum selalu menempatkan Partai Nasionalis sebagai Partai Pemenang Pemilu.
Hal tersebut disebabkan karena kultur masyarakat Indonesia yang majemuk dan
heterogen, meskipun mayoritas masyarakat sebagai pemeluk Agama Islam.
35
Tabel III.2 Partai Pemenang Pemilu
No Pemilu
Partai Pemenang
1
2014
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
2
2009
Partai Demokrat
3
2004
Partai Golongan Karya (Golkar)
4
1999
Partai Golongan Karya (Golkar)
5
1997
Partai Golongan Karya (Golkar)
6
1992
Partai Golongan Karya (Golkar)
7
1987
Partai Golongan Karya (Golkar)
8
1982
Partai Golongan Karya (Golkar)
9
1977
Partai Golongan Karya (Golkar)
10 1971
Partai Golongan Karya (Golkar)
11 1955
Partai Nasionalis Indonesia (PNI)
Sumber: Komisi Pemilihan Umum
Pada Tabel III.2 menunjukkan bahwa sejak Pemilihan Umum tahun 1971
hingga Pemilihan Umum 2004 Partai Golongan Karya selalu keluar menjadi
pemenang. Pemilihan Umum lainnya pada tahun 1955, 2009 dan 2014 secara
berturut turur barulah dimenangkan oleh Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Partai
Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dominasi Partai
Golkar dalam setiap kali penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia
merupakan kepiawaian seorang Jenderal Soeharto, sang Pemimpin Partai Beringin
yang sekaligus Presiden Republik Indonesia. Rezim Soeharto memimpin NKRI
dengan kediktatorannya, menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan.
Rezim otoriter Soeharto akhirnya terguling ketika rakyat Indonesia mulai tersadar
semakin terpuruknya sendi perekonomian Indonesia dengan demonstrasi besar
besaran dan menduduki Gedung DPR.
36