Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Keterampilan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Gemawang Kab. Temanggung T1 132008025 BAB II

(1)

1 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Keterampilan Sosial

2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial

Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, mencakup penyesuaian diri dengan individu lain, baik di dalam maupun di luar kelompok yang bersangkutan. Penyesuaian sosial dapat dicapai individu dengan mempelajari pola tingkah laku yang diperlukaan untuk mengubah kebiasaan sedemikian, sehingga tingkah laku tersebut cocok bagi suatu kelompok atau lingkungan sosial.

Sebagai alat untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, individu memerlukan keterampilan sosial. Secara umum pengertian keterampilan sosial adalah tingkah laku yang dipelajari dan dapat diterima oleh masyarakat yang memungkinkan individu memperoleh respon positif dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghindari terhadap respon negatif dari lingkungan individu (Cartledge dan Milburn dalam Victoria, 2001).

Mappiare (dalam Tulak, 2010) mengartikan keterampilan sosial sebagai kemampuan individu dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat di lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhannya untuk dapat diterima oleh teman sebayanya baik sejenis kelamin atau lawan jenis agar ia memperoleh rasa dibutuhkan dan rasa berharga. Adapun pendapat Michelson dkk (dalam Tulak, 2010) menyebutkan bahwa keterampilan sosial merupakan suatu keterampilan


(2)

2

yang diperoleh individu melalui proses belajar, mengenai cara-cara mengatasi atu melakukan hubungan sosial dengan tepat dan baik. Definisi lain dikemukakan oleh Libet dan Lewinsohn (dalam Fajar, 2007) yang menjelaskan bahwa keterampilan sosial merupakan suatu kemampuan yang kompleks untuk melakukan perbuatan yang akan diterima dan menghindari perilaku yang akan ditolak oleh lingkungan.

2.1.2. Konstruk Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah konstruk psikologis yang bersifat multidimensional. Gresham (dalam Victoria, 2001) kecerdasan sosial merupakan serangkaian tingkah laku interpersonal yang bersifat kompleks karena terdiri dari tingkah laku interpersonal (keterampilan berbicara/percakapan, bekerjasama, menolong orang lain), tingkah laku yang berhubungan dengan diri sendiri (mengekspresikan perasaan, perilaku, moral, bersikap positif terhadap diri sendiri) serta tingkah laku yang berkaitan dengan tugas (mengikuti instruksi atau petunjuk, kerja mandiri dan sebagainya). Faktor pendukung keterampilan sosial:

a. Emotioanal expressive (ekspresi emosi)

Kemampuan untuk berkomunikasi secara non verbal, khusus dalam mengirimkan pesan-pesan emosional termasuk mengekspresikan kondisi perasaan, sikap dan orientasi personalnya.

b. Emotional sensitivy (kepekaan emosi)

Mengacu pada keterampilan untuk menerima dan menginterpretasikan komunikasi non verbal, termasuk sikap dan keyakinan orang lain. Individu yang


(3)

3

mempunyai kepekaan emosi dikatakan sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk mengempati kondisi orang lain. Keterampilan ini ditandai dengan adanya keterampilan memperhatikan dan keterampilan dengan menginterpretasikan sinyal-sinyal emosional orang lain.

c. Emotional control (kontrol emosi)

Kemampuan untuk mengontrol dan mengatur penampakan emosi (emotional display), termasuk kemampuan untuk menunjukkan dan menyembunyikan perasaan tertentu dalam bentuk “topeng”.

d. Social expressivity (ekspresi sosial)

Mengacu pada kemampuan verbal seseorang dalam mengekspresikan dirinya, misalnya hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan. Orang yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam ekspresi sosial biasanya terampil dalam memulai, mengarahkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dalam berbagai topik.

e. Social sensitivity (kepekaan sosial)

Kemampuan untuk menerima dan menginterpretasikan komunikasi verbal orang lain serta sensitif dan memahami norma-norma yang berkenaan dengan perilaku sosial yang tepat.

f. Social control (kontrol sosial)

Kemampuan mengarahkan dan memimpin komunikasi dalam suatu interaksi sosial. Kontrol sosial meliputi juga kemampuan bermain peran, kemampuan mengatur dan mengontrol perilaku verbal.


(4)

4 g. Social manipulation (manipulasi sosial)

Menunjukkan kemampuan individu untuk memanipulasi orang lain atau mengubah situasi untuk mendapatkan suatu hasil dari kontak sosial. Sebagai contoh, sesorang memikul kesalahan atau tanggunga jawab untuk melindungi orang lain (sikap berkorban untuk orang lain).

2.2. Kecerdasan Emosional 2.2.1. Pengertian Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu movere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Goleman (2002) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), Hate (benci),


(5)

5

Sorrow (sedih/ duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : Fear (ketakutan), Rage (kemarahan), Love (cinta).

Daniel Goleman (2002) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu:

a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati

b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa c. Terkejut : terkesiap, terkejut

d. Jengkel : hina, jijik, muak, tidak suka e. Malu : malu hati, kesal

Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan, nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan. kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002).

(Goleman, 2002) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi, yaitu: sadar diri, tenggelam dalam


(6)

6

permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang dijalani menjadi sia sia. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.

2.2.2. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah "kecerdasan emosional" pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EI sebagai :

"Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan Kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan" (Shapiro, 1998).

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. Keterampilan EI bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada


(7)

7

tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EI tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998).

Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan (Goleman. 2000).

Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif." (Goleman, 2000).

Berdasarkan kecerdasan emosional yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey (Goleman, 2000) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, kemampuan mengendalikan diri, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan dalam mengenali emosi orang lain (empati).


(8)

8 2.2.3. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional mempunyai lima kemampuan utama/aspek yaitu:

2.2.3.1Mengenali Diri

Mengenali diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. (Goleman, 2002) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

2.2.3.2 Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau terarah sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan (Goleman, 2002). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.


(9)

9 2.2.3.3 Memotivasi Diri Sendiri

Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

2.2.3.4 Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman (2002) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

2.2.3.5 Keterampilan Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta, kemauan orang


(10)

10

lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Ciri-ciri kecerdasan emosional di atas, dapat dipahami bahwa kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh manusia dalam rangka mencapai kesuksesan, baik dibidang akademmis, karir, maupun kehidupan sosial. Bahkan belakangan ini beberapa ahli dalam bidang tes kecerdasan telah menemukan bahwa anak-anak yang cerdas dapat mengalami kegagalan dalam bidang akademis, karir dan kehidupan sosialnya. sebaliknya, banyak anak yang memiliki kecerdasan rata-rata mendapatkan kesuksesan dalam kehidupannya.

Berdasarkan fakta tersebut para ahli tes kecerdasan berkesimpulan bahwa tes kecerdasan hanya mampu mengukur sebaian kecil dari kemampuan manusia belum menjaring kerterampilan dalam mengahadapi masalah-masalah kehidupan yang lain. Faktor kecerdasan intelektual hanya menyumbangkan 20% dalam keberhasilan masa depan anak. Dalam penelitian psikologi di bidang anak telah dibuktikan pula bahwa anak-anak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih percaya diri, lebih bahagia, popular dan sukses di sekolah. Mereka lebih mampu menguasai emosinya, dapat menjalin hubungan dengan baik dengan orang lain, maupun mengelola stres dan memiliki kesehatan mental yang baik. Anak yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dipandang oleh guru di sekolah


(11)

11

sebagai murid yang tekun dan disukai oleh teman-temannya (Desmita, 2005). Dari kelima aspek kecerdasan emosional di atas, jika disimpulkan menjadi sebuah garis besar maka akan terbentuk tiga aspek utama kecerdasan emosional, yaitu mengenali dan memahami emosi diri sendiri, mengenali dan memahami emosi orang lain serta membina hubungan dengan orang lain.

2.3 Penelitien yang Relevan

Penelitian Heri Herawan (2006) mengenai “Keefektifan kecerdasan emosi dalam Meningkatkan interaksi sosial siswa kelas VIII SMP N 1 Brebes tahun ajaran 2004/2005” mengemukakan bahwa kecerdasan emosi efektif untuk meningkatkan interaksi sosial siswa yang ditunjukkan dengan nilai hitung Z = 4,271 > nilai tabel Z = 1,60.

Penyesuaian sosial merupakan aspek psikologis yang perlu dikembangkan, mencakup penyesuaian diri dengan individu lain, baik di dalam maupun di luar kelompok individu yang bersangkutan. Individu membutuhkan keterampilan sosial dalam usahanya untuk melakukan penyesuaian diri agar individu dapat melakukan adaptasi sosial dan memberikan respon- respon positif sesuai dengan harapan masyarakat dimana individu tinggal (Victoria, 2008).

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

“ Ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan ketrampilan sosial siswa kelas VIII SMP 1 Gemawang tahun ajaran 2012 ”


(1)

6

permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang dijalani menjadi sia sia. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.

2.2.2. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah "kecerdasan emosional" pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EI sebagai :

"Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan Kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan" (Shapiro, 1998).

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. Keterampilan EI bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada


(2)

7

tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EI tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998).

Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan (Goleman. 2000).

Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif." (Goleman, 2000).

Berdasarkan kecerdasan emosional yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey (Goleman, 2000) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, kemampuan mengendalikan diri, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan dalam mengenali emosi orang lain (empati).


(3)

8 2.2.3. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional mempunyai lima kemampuan utama/aspek yaitu:

2.2.3.1Mengenali Diri

Mengenali diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. (Goleman, 2002) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

2.2.3.2 Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau terarah sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan (Goleman, 2002). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.


(4)

9 2.2.3.3 Memotivasi Diri Sendiri

Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

2.2.3.4 Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman (2002) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

2.2.3.5 Keterampilan Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta, kemauan orang


(5)

10

lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Ciri-ciri kecerdasan emosional di atas, dapat dipahami bahwa kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh manusia dalam rangka mencapai kesuksesan, baik dibidang akademmis, karir, maupun kehidupan sosial. Bahkan belakangan ini beberapa ahli dalam bidang tes kecerdasan telah menemukan bahwa anak-anak yang cerdas dapat mengalami kegagalan dalam bidang akademis, karir dan kehidupan sosialnya. sebaliknya, banyak anak yang memiliki kecerdasan rata-rata mendapatkan kesuksesan dalam kehidupannya.

Berdasarkan fakta tersebut para ahli tes kecerdasan berkesimpulan bahwa tes kecerdasan hanya mampu mengukur sebaian kecil dari kemampuan manusia belum menjaring kerterampilan dalam mengahadapi masalah-masalah kehidupan yang lain. Faktor kecerdasan intelektual hanya menyumbangkan 20% dalam keberhasilan masa depan anak. Dalam penelitian psikologi di bidang anak telah dibuktikan pula bahwa anak-anak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih percaya diri, lebih bahagia, popular dan sukses di sekolah. Mereka lebih mampu menguasai emosinya, dapat menjalin hubungan dengan baik dengan orang lain, maupun mengelola stres dan memiliki kesehatan mental yang baik. Anak yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dipandang oleh guru di sekolah


(6)

11

sebagai murid yang tekun dan disukai oleh teman-temannya (Desmita, 2005). Dari kelima aspek kecerdasan emosional di atas, jika disimpulkan menjadi sebuah garis besar maka akan terbentuk tiga aspek utama kecerdasan emosional, yaitu mengenali dan memahami emosi diri sendiri, mengenali dan memahami emosi orang lain serta membina hubungan dengan orang lain.

2.3 Penelitien yang Relevan

Penelitian Heri Herawan (2006) mengenai “Keefektifan kecerdasan emosi dalam Meningkatkan interaksi sosial siswa kelas VIII SMP N 1 Brebes tahun ajaran 2004/2005” mengemukakan bahwa kecerdasan emosi efektif untuk meningkatkan interaksi sosial siswa yang ditunjukkan dengan nilai hitung Z = 4,271 > nilai tabel Z = 1,60.

Penyesuaian sosial merupakan aspek psikologis yang perlu dikembangkan, mencakup penyesuaian diri dengan individu lain, baik di dalam maupun di luar kelompok individu yang bersangkutan. Individu membutuhkan keterampilan sosial dalam usahanya untuk melakukan penyesuaian diri agar individu dapat melakukan adaptasi sosial dan memberikan respon- respon positif sesuai dengan harapan masyarakat dimana individu tinggal (Victoria, 2008).

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

“ Ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan ketrampilan sosial siswa kelas VIII SMP 1 Gemawang tahun ajaran 2012 ”


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Keterampilan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Gemawang Kab. Temanggung T1 132008025 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Keterampilan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Gemawang Kab. Temanggung T1 132008025 BAB IV

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Keterampilan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Gemawang Kab. Temanggung T1 132008025 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Keterampilan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Gemawang Kab. Temanggung

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Keterampilan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Gemawang Kab. Temanggung

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu, Blora T1 132007019 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu, Blora T1 132007019 BAB II

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu, Blora T1 132007019 BAB IV

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu, Blora T1 132007019 BAB V

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu, Blora

0 0 34