Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Nasionalisme Sukarno dan Nasionalisme Hatta: suatu studi perbandingan mengenai konsep nasionalisme menurut Sukarno dan Hatta T2 752011042 BAB IV

(1)

Gerald J. Tampi 752011042 |104 Bab IV

Analisa

Merujuk pada isi kerangka konseptual yang telah diuraikan pada Bab II tulisan ini, penulis akan memberikan analisa terhadapkonsep nasionalisme dari Soekarno dan Hatta,sebagaimana yang telah dipaparkan dalam Bab III. Pada bagian pertama dan kedua, penulis akan menganalisa pandangan masing-masing tokoh yaitu Soekarno (bagian pertama) dan Hatta(bagian kedua) mengenai nasionalisme, dengan memakai Bab II dari tulisan ini sebagai “pisau” analisanya.Pada bagian akhir, yang adalah penutup, penulis akan menarik benang merah dari pandangan kedua tokoh ini tentang nasionalisme.

A. Analisa Konsep Nasionalisme Menurut Soekarno

A.4.1. Akar Nasionalisme

Dalam pandangan Soekarno, nasionalisme terjadi karena adanya kolonialisme.Hal ini dengan tegas Soekarno katakan dalam artikelnya yang berjudul Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme.Salah satu uraiannya adalah

Sebab tipisnya kepercayaan itu adalah bersendi pengetahuan, bersendi keyakinan,bahwa yang menyebabkan kolonialisasi itu bukanlah keinginan pada kemasyuran, bukan keinginan melihat dunia-asing, bukanlah keinginan merdeka dan bukan pula oleh karena negeri rakyat yang menjalankan kolonisasi itu ada terlampau sesak oleh banyaknya penduduk, sebagai yang telah diajarkan oleh Gustav Klenn, akan tetapi asalnya kolonisasi ialah teristimewa soal rezeki. Yang pertama-tama menyebabkan kolonisasi ialah hampir selamanya kekurangan bekal hidup dalam tanah-airnya sendiri … itulah pula yang menjadi sebab rakyat-rakyat Eropah mencari rezeki di negeri lain!1

1Sukarno,dibawah bendera revolusi cetakan V; nasionalisme,islamisme dan marxisme, ( Jakarta: Yayasan


(2)

Gerald J. Tampi 752011042 |105 Jika melihat pernyataan diatas, Soekarno dengan tegas ingin menyadarkan rakyat Indonesia, bahwa kolonialisme telah membuat keadaan kehidupan ekonomi dan politik mengalami kemunduran.Soekarno menganggap tidak satu-pun Negara penjajah yang mau melepaskan sumber rezekinya dengan gampang.Hal tersebut terjadi, karena Negara jajahan merupakan tempat Negara penjajah untuk mengambil bekal dalam pemenuhan kebutuhan perekonomian di Negara mereka.Negara penjajah akan memakai berbagai macam cara untuk mencapai tujuannya tersebut. Dari hal ini, Soekarno melihat etikat yang tidak baik ditunjukkan oleh Negara penjajah yang mengakibatkan munculnya kolonialisme.Untuk itu Soekarno ingin membentuk pola berpikir rakyat Indonesia tentang kemerdekaan yang harus diperjuangkan oleh rakyat, bukan dengan menunggu pemberian kemerdekaan dari Negara jajahan.Dilihat bahwa apa yang telah ditulis oleh Soekarno tentang akar permasalahan munculnya nasionalisme, sejalan juga dengan pemikiran Boyd Shafer, walaupun tidak secara nyata menerangkan berasal dari kolonialisme, namun dari pernyataan Boyd Shafer yang menyatakan bahwa salah satu faktor kemunculan nasionalisme adalah karena adanya suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa, hal ini sejalan dengan pandangan Soekarno tentang asal-mula nasionalisme di Indonesia.

Dalam membangkitkan rasa nasionalisme, Soekarno menyatakan terdapat tiga hal penting yang harus dilakukan. Pandangan Soekarno ini, iautarakan dalam sidang di depan pengadilan Belanda dengan judul Pledoi “Indonesia Menggugat”. Tiga hal tersebut adalah

…“Bagaimana caranya menghidupkan nasionalismeitu? Jalannya ada tiga : Pertama, kami menunjukkankepada rakyat bahwa ia punya hari dulu, adalah haridulu yang indah. Kedua, kami menambahkeinsyafan rakyat bahwa ia punya hari sekarang,adalah hari yang gelap. Ketiga, kamimemperlihatkan kepada rakyat sinarnya harikemudian yang berseri-seri dan terang cuaca,


(3)

Gerald J. Tampi 752011042 |106 beserta cara-caranya mendatangkan hari kemudianyang penuh dengan janji-janji itu....kami punya hari dulu yang indah, kami punyamasa depan yang gemilang! Siapakah orangIndonesia yang tidak mengeluh hatinya, kalaumendengarkan cerita tentang keindahan itu,siapakah yang tidak menyesalkan tentangkebesaran-kebesarannya! Siapakah orang Indonesiayang tidak hidup semangat nasionalnya, kalaumendengar riwayat tentang kebesaran kerajaanMelayu dan Sriwijaya, tentang kebesaran Mataramyang pertama, kebesaran jaman Sindok danErlangga, Kediri dan Singasari, Majapahit danPadjajaran, kebesaran Demak, Bintara, Banten danMataram kedua dibawah Sultan Agung! Siapakahorang Indonesia yang tidak mengeluh hatinya kalauia ingat akan benderanya yang dulu ditemukan dandihormati orang sampai di Madagaskar, di Persiadan di Tiongkok!

Tetapi sebaliknya, siapakah yang tidak hidupharapannya dan kepercayaanya, bahwa rakyat yangdemikian kebesarannya dari dulu itu pasti cukupkekuatan untuk mendatangkan hari kemudian yangindah pula, pasti masih juga mempunyai kebiasaan-kebiasaanmenarik lagi di atas tingkat kebesaran dikelak kemudian hari? Siapakah yang tidak seolah-olahmendapat nyawa baru dan tenga baru, kalau iamembaca riwayat zaman dulu itu!”.2

Dari apa yang telah dikatakan oleh Soekarno dalam pledoinya,Soekarno menggambarkan nasionalisme Indonesia lahir, bersamaandengan munculnya kesadaran terhadapbangsa sendiri yang ingin lepas daripenjajahan asing,hal ini menurut Soekarno akan menimbulkan semangat perlawananterhadap penjajahan. Untuk itu, nasionalisme dapat diasumsikansebagai gejala yang lahir dari semangatanti penjajahan. Nasionalisme bukan semata-matahanya sebatas bentuk ungkapan tanpasebab-sebab yang jelas. Nasionalismemendefinisikan musuh-musuhnya berupasuatu kekuatan yang dianggap menyerangdan mengancam,keberadaan masyarakat suatu bangsa.

Berbicara mengenai kesadaran akan adanya bangsa sendiri, hal ini sejalan dengan pemikiran Anthony Smith yang menyatakan bahwa nasionalisme merupakan sentiment atau kesadaran memiliki bangsa, maksudnya individu bisa saja memiliki rasa kebangsaan yang besar tanpa adanya simbolisme, gerakan atau bahkan ideologi bangsa. Selain itu Smith menjelaskan bahwa suatu kelompok dapat memperlihatkan tingginya kesadaran sosial, tetapi kekurangan


(4)

Gerald J. Tampi 752011042 |107 ideologi yang jelas bagi bangsa tersebut.Jika melihat kesadaran untuk memiliki bangsa yang ditunjukkan oleh Soekarno, hal ini merupakan sesuatu yang terbayang dalam pandangan Anderson. Ini terlihat dengan jelas bahwa rakyat Indonesia pada saat itu pasti tidak saling mengenal bahkan mungkin rakyat yang berada di Sumatera tidak mengetahui akan keberadaan rakyat yang berada di Sulawesi. Namun walaupun tidak saling mengenal dan mengetahui, sebenarnya terdapat rasa kesetiakawanan yang merasuki dalam jiwa tiap-tiap rakyat Indonesia yang merasa dijajah untuk merdeka. Akibat dari adanya rasa kesetiakawanan ini maka terbentuklah komunitas yang dalam penjelasan Anderson, Bangsa adalah sebuah komunitas(community), sebab tak peduli akan ketidakadilan yang ada dan penghisapanyang mungkin tak terhapuskan dalam setiap bangsa, bangsa itu sendiri selaludipahami sebagai kesetiakawanan yang masuk mendalam dan melebar-mendatar. Rasa persaudaraan semacam inilah yang memungkinkan begitubanyak orang, jutaan jumlahnya, bersedia, jangankan melenyapkan nyawa oranglain, merenggut nyawa sendiri pun, rela demi pembayangan tentang yangterbatas itu. Selain itu, Sukarno menjelaskan nasionalisme (kebangsaan) harus dipahami tidak dalam artiannya yang sempit, bebas dari kekuasaan asing, akan tetapi dalam arti positif membangkitkan rasa kesadaran dari rakyat. Definisi Renan tentang nasionalisme dalam kata-kata “keinginan bersatu” tidak cukup baginya, karena definisi ini dapat dipergunakan untuk membenarkan nasionalisme suku, kelompok-kelompok kecil penduduk. Sebaliknya, nasionalisme Indonesia harus menjangkau lebih luas lagi dari kesatuan-kesatuan masyarakat suku dan terdiri dari seluruh manusia-manusia yang menurut geopolitik yang telah ditentukan Tuhan, tinggal dikesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung utara sumatera sampai ke Irian! Sukarno melihat persatuan Indonesia berdasarkan kebesaran abad-abad lalu.Pada zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dan jelas untuk mengembalikan rasa berbangsa satu ini


(5)

Gerald J. Tampi 752011042 |108 memerlukan tindakan positif. Nasionalisme dalam arti kata yang sebenarnya berarti bukan kebangsaan jawa, bukan kebangsaan Sumatra, bukan kebangsaan borneo, Sulawesi, bali atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia. dalam penjelasannya ini terlihat bahwa Soekarno sangat anti dengan semangat provinsialisme dalam lebih mengutamakan semangat persatuan dalam berbagai perbedaan.

Pada masa penjajahan, di Indonesia, telah muncul tiga kekuatan besar yang berjuang untuk mencapai kemerdekaan.Ketiganya adalah Nasionalisme, Islamis dan Marxis. Soekarno sadar akan kehadiran ketiga kekuatan ini, sehingga Soekarno berpendapat bahwa ketiga kekuatan ini harus bersatu dalam mencapai kemerdekaan. Pandangan Soekarno ini sangat beralasan, karena menurut Soekarno tujuan dari ketiga kekuatan ini sama yaitu untuk mencapai kemerdekaan.Dari sini terlihat jelas, bahwa Soekarno terpengaruh oleh pemikiran Ernest Renan (1882) dengan pendapatnya tentang bangsa. Menurut Renan, bangsa merupakan suatu nyawa, suatu azas-akal, yang terjadi dari dua hal:

1. Rakyat dari awal harus bersama-sama menjalani sejarah/riwayat.

2. bahwa suatu “bangsa” tidak ditentukan oleh rasa atau bahasa atau agama ataupun perbatasan wilayah. Ia adalah jiwa, suatu pandangan yang fundamental, yang lahir dari kesamaan sejarah dan dari suatu kemauan, suatu keinginan hidup menjadi satu.3

Dari pandangan Ernest Renan ini, Soekarno mulai bergerak untuk menyatukan ketiga kekuatan ini.Melalui pandangannya, Soekarno menyatakan bahwaketiga kekuatan ini tidak boleh saling menjatuhkan, karena setelah Negara kolonial dibuka kedoknya, motif dari penjajahan dijelaskan dan setelah ada pengidentifikasian yang sadar dengan protes-protes di seluruh Asia,


(6)

Gerald J. Tampi 752011042 |109 maka ditemukanlah lawan mereka, yaitu bangsa Eropa. Mereka adalah lawan kaum nasionalis, karena mereka menguasai wilayah-wilayah Asia; mereka musuh golongan Islam karena kegiatan-kegiatan misi Kristen mereka; dan mereka, lawan kaum Marxis, karena mereka pendukung sistem kapitalis, yang merintangi meluasnya sosialisme.Soekarno juga menyebutkan, nasionalisme memegang peranan yang sangat penting dalam menyatukan ketiga kekuatan ini.Maksudnya adalah pada waktu itu, Islam merupakan agama yang tertindas, maka pemeluk Islam harus nasionalis.Kemudian, modal Indonesia pada waktu itu merupakan modal asing, maka kaum marxis yang berjuang melawan kapitalisme haruslah pejuang nasionalis. Tujuannya adalah persatuan antara Nasionalisme, Islam dan Marxisme, tetapi isi nasionalisme dalam islam dan marxislah yang memungkinkan persatuan ini. Apa yang disampaikan oleh Soekarno ini, senada dengan pandangan Anthony Smith yang menyatakan nasionalisme merupakan doktrin bangsa baik yang umum dan khusus. Menurut Smith Nasionalisme memiliki kekhasan dalam pencapaian sasaran yang ditetapkan oleh ideologi nasionalis. Maksud Smith, ideologilah yang harus memberikan suatu definisi kerja awal yang menyangkut istilah nasionalisme, karena kandungan dari istilah ini ditentukan oleh ideologi yang meletakkan bangsa di dalam masalah dan tujuan utama, serta yang memisahkannya dari ideologi yang berdekatan.4Soekarno memakai nasionalisme sebagai pemersatu bagi ketiga kekuatan yang telah disebutkan sebelumnya, telah memperkuat pandangan nasionalisme sebagai suatu ideologi yang memiliki pengaruh terhadap ideologi-ideologi lainnya.hal tersebut senada juga dengan penuturan Lyman Tower Sargent yang

4Anthony Smith, Nationalism, Theory, Ideology,History, Terj. Frans Kowa, Nasionalisme: teori,ideologi, sejarah, (Jakarta: Erlangga, 2003), 10.


(7)

Gerald J. Tampi 752011042 |110 menyatakan ideologi merupakan suatu sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu.5

A.4.2. Marhaenisme Adalah Nasionalisme Soekarno

Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab III, Marhaenisme merupakan buah pikir Soekarno ketika ia melihat kenyataan yang terjadi dalam kehidupan rakyat Indonesia. dalampandangan Sukarno, Marhaen merupakan cerminan rakyat Indonesia secara keseluruhan dan modal dasar untuk melakukan perjuangan revolusi, agar imperialisme barat hilang dari tanah air Indonesia. Menghapus kapitalisme merupakan sebuah wujud dalam bidang pendidikan, perkebunan milik swasta dan pemerintah. Marhaen-marhaen inilah yang harus bersatu dan bergotong-royong dalam melaksanakan perjuangan revolusi. Dengan cara demikian kemerdekaan dapat dicapai oleh rakyat Indonesia. Marhaenisme merupakan lambang dari penemuan kembali kepribadian nasional. Kepribadian yang senantiasa memperhatikan persatuan dan gotong royong dalam perjuangan revolusi. Marhaenisme adalah suatu gerakan massa yang bersatu untuk kepentingan massa, dan di dalamnya Sukarno mewakili segenap rakyat Indonesia. Persatuan menjadi isu penting yang diangkat dalam Marhaenisme dan Sukarno menginginkan memasukkan sebanyak mungkin golongan-golongan politik, agar kekuatan revolusioner semakin bertambah banyak, serta kuat guna mencapai Indonesia merdeka.Nasionalisme yang dapat menciptakan masyarakat Indonesia mandiri, yaitu mampu berdiri diatas kakinya untuk kepentingan diri sendiri. Nasionalisme marhaen menolak adanya kaum borjuis atau nigrat di Indonesia, karena pada dasarnya mereka sangat menyengsarakan rakyat. Pengertian nasionalisme

5Lyman Tower Sargent, Contemporary Political Ideologis, terj. A.R. Henry Sitanggang, Ideologi-ideologi Politik Kontemporer: Sebuah analisis Komparatif, (Jakarta: Erlangga, 1984), 2.


(8)

Gerald J. Tampi 752011042 |111 marhaen disini bukan dalam pengertian perjuangan kelas proletar melawan kelas kapitalis yang menguasai Negara, seperti yang dikatakan karl marx. Bagi Sukarno, untuk mencapai suatu masyarakat tanpa kelas-kelas tertindas di Indonesia, tidaklah cukup bagi kaum Marhaen, yang akan memperjuangkannya, untuk menjadi “kaum revolusioner borjuis” dengan kemerdekaan sebagai tujuan akhir mereka. Mereka harus menjadi “orang-orang revolusioner sosial,” dan tidak boleh berhenti sebelum terwujudnya kebahagiaan bagi semua orang, bagi semua komunitas Indonesia.

Berbicara mengenai Marhaenisme, terlihat bahwa Soekarno ingin menunjukkan identitas nasionalismenya.Marhaenisme merupakan suatu “produk” yang sebenarnya telah terjadi di dalam kehidupan rakyat pada saat itu. “produk” ini tidak pernah menjadi sesuatu yang selesai dalam kehidupan rakyat. Untuk itu, kemungkinan Soekarno sadar bahwa rakyat memerlukan sebuah identitas dalam melaksanakan perjuangannya.Oleh karena itu, Soekarno menciptakan Marhaenisme sebagai sebuah “produk” yang nantinya dapat dengan mudah dipahami oleh rakyat dan menjadikan hal tersebut sebagai identitas nasionalismenya.Ini sangat senada dengan pandangan Hall, yang mengatakan bahwa identitas adalah representasi budaya ataudiskursus yang memfasilitasi tetapi sekaligus juga membatasi pilihan. Dan yang penting juga adalah bahwa, identitas nasional tidak pernah menjadi sesuatu yangditerima begitu saja (taken for granted), ia merefleksikan kekuatan sosial dankarena itu di dalamnya selalu mengandung kompetisi

Pandangan Soekarno tentang nasionalisme, pada akhirnya dapat dipahami sebagai suatu persatuan yang dilakukan oleh rakyat bagi bangsa Indonesia. nasionalisme merupakan senjata yang tepat dalam mengantarkan bangsa Indonesia kepadakemerdekaan, baik secara de facto maupunsecara de jure. Peningkatan kesadaran akan nilai-nilai luhur bangsa, merupakan sarana


(9)

Gerald J. Tampi 752011042 |112 dalam membangkitkan semangat nasionalisme. Kehendak untukbersatu sebagai suatu bangsa memilikikonsekuensi siap mengorbankan kepentinganpribadi demi menjunjung tinggi nilai-nilaipersatuan dan kesatuan. Tanpa adanyapengorbanan tersebut maka tidak mungkinpersatuan dan kesatuan tersebut dapatterwujud. Dan sebaliknya, jika masyarakatmempersoalkan segala perbedaan yang adadalam masyarakat tersebut maka akan dapat menimbulkan perpecahan. Selain itu, Soekarno memiliki cara berpikir nasional yang objektif yaitu mengutamakan kepentingan kehidupan nasional.Hal ini terlihat dengan jelas melalui perjuangan-perjuangan yang telah dilakukan oleh Soekarno, Segala gerakan dalam pelbagai bidang kehidupanya, dijiwai oleh semangat menentang penjajahan, karena penjajahan adalah musuhnya utamanya.

B. Analisa Konsep Nasionalisme Menurut Hatta B.4.1. Akar Nasionalisme

Jika mengkaji penjelasan Hatta mengenai gagasan nasionalisme, gagasan tersebut sejalan dengan pandangan Hans Kohn tentang nasionalisme.Bahwa nasionalisme merupakan kesadaran untuk bersatu dalam mencapai kehidupan yang lebih baik, walaupun masing-masing individu memiliki perbedaan. Kedua tokoh ini, menolak pandangan tentang bangsa dan kebangsaan hanya terbentuk melalui persamaan asal dan agama.Lebih lanjut, Hatta sebenarnya ingin menjelaskan bahwa nasionalisme merupakan sebuah kepastian hukum sejarah dan jika ada faktor-faktor objektif seperti hubungan kolonial, hal tersebut hanya merupakan faktor pengikutserta.bagi Hatta secara esensi nasionalisme bukanlah sebuah alat yang ditujukan untuk memerdekakan bangsanya melawan kolonialisme akan tetapi lebih ditujukan sebagai penanaman kesadaran dalam masyarakat agar dapat bebas dari penjajahan. Dari hal ini terlihat bahwa Hatta memandang


(10)

Gerald J. Tampi 752011042 |113 nasionalisme sebagai sebuah pemikiran yang bercorak kemanusiaan, yang berupaya menempatkan pendidikan atas kesadaran rakyat yang terdiri atas individu di atas segala-galanya.

Melalui penelusuran Anthony Smith yang memahami bahwa dalam setiap definisi mengenai nasionalisme dari tiap teoritisi klasik hingga modern, setidaknya terdapat tiga (3) unsur dalam setiap pemikiran nasionalisme yang dimunculkan lewat pemikir-pemikirnya yakni otonomi, kesatuan, dan identitas. Maka, Lewat definisi dan ketiga unsur yang memberikan batasan nasionalisme, Penulis dapat mendefinisikan bahwa pemikiran nasionalisme Hatta adalah suatu proses penanaman penerimaan fisik ke dalam kelompok bernama bangsa Indonesia dengan aspek-aspek: Pertama, Lewat Aspek kesatuan, penulis dapat menjelaskan bahwa pemikiran nasionalisme Hatta memuat suatu tuntutan kepada setiap individu yang akan diwujudkan dalam satu entitas bernama nation wajib mengesampingkan perbedaan-perbedaan identitas atau nilai-nilai tertentu yang ada dalam dirinya berdasarkan atas suku/etnisitas maupun melintasi golongan kelas sosial ekonomi. Dalam konteks pergerakan nasional, hal ini tentu saja merupakan satu bentuk kemajuan pemikiran dalam gerakan-gerakan nasionalisme yang sebelumnya terbatas ruang lingkupnya pada aspek kedaerahan. Untuk kemudian dilanjutkan dengan membentuk solidaritas kebangsaan seperti yang tercitra dalam prinsip PI (Perhimpunan Indonesia) guna melawan sifat politik pemecah belah (devide et impera) pemerintah kolonial yang cendrung untuk menghalang-halangi terciptanya kesatuan kebangsaan indonesia.

Kedua, dalam aspek otonomi dapat dijelaskan bahwa kemandirian cara berpikir PI lewat sikap non-kooperatif nya. Dengan mengambil sikap ini, Hatta menganggap bahwa perjuangan nasional yang ditempuhnya selama di PI adalah perjuangan yang mandiri tanpa kompromi apapun dengan Pemerintah Hindia Belanda. Dengan mengacu pada sejarah perlawanan India yang dipelopori oleh Gandhi (swadhesi) dan kemudian oleh Motilal Nehru dan Jawahahral


(11)

Gerald J. Tampi 752011042 |114 Nehru, Hatta menekankan bahwa perjuangannya merebut kemerdekaan tidaklah didasari oleh rasa ketergantungan kepada pemerintah kolonial yang menurutnya tidak akan menghasilkan satu sikap integritas diri yang menekankan perlunya penciptaan sebuah kesadaran bagi masyarakat tentang eksploitasi pihak penjajah yang harus segera disudahi. Untuk itu harus terlebih dahulu kepercayaan pada diri sendiri. Dalam hal ini kemudian sikap ini harus diwujudkan dalam berbagai sektor termasuk politik dan ekonomi yang memuat ide-ide rasional seperti yang ditunjukannya lewat perlawanan gagasannya terhadap pemerintah kolonial ketika masih di PI. Sikap tersebut dilakukannya dengan tidak duduk di Volksraad seperti yang dilaksanakan oleh Partai-partai politik cooperation. Lewat tulisan-tulisannya selama di PI penulis memahami bahwa pengambilan sikap tersebut lebih didasari atas argumentasi Hatta yang menganggap bahwa logika ekonomi politik pemerintah Hindia Belanda adalah untuk menguasai negeri jajahannya serta tidak mungkin dapat melepaskan kekuasaanya begitu saja seperti yang selama ini dipahami oleh elit-elit politik kooperatif.

Ketiga, dalam memenuhi aspek Identitas, maka penulis memasukan pemahaman identitas keindonesiaan Mohammad Hatta seperti yang dituliskan dalam tulisannya dalam Indonesia Merdeka. Secara sistematis Hatta menunjukan berbagai argument ilmiah mengenai layaknya identitas kebangsaan Indonesia digunakan sebagai identitas politik berdasarkan kemauan orang-orang didalamnya dan bukan sekedar penamaan etnik atau ras tertentu.

Dalam gagasan Anderson, yang menyatakan bangsa adalah komunitas politis dan dibayangkan sebagai sesuatu yang bersifat terbatas secara inheren sekaligus berkedaulatan atau yang dalam gagasannya, Anderson memuat 4 hal pokok yang menyangkut kebangsaan yaitu terbayang, terbatas, berdaulat dan komunitas. Dari ke-4 pokok ini, dalam pemahaman Hatta tentang nasionalisme dipersempit menjadi dua pokok, dimana terbayang dan komunitas menjadi


(12)

Gerald J. Tampi 752011042 |115 satu kelompok serta terbatas dan berdaulat menjadi satu kelompok juga.Penjelasan terhadap kedua kelompok tersebut adalah pada kelompok yang pertama, yaitu terbayang dan komunitas. Pemikiran Hatta tentang sesuatu yang terbayang adalah bahwa Hatta menganggap bangsa Indonesia dalam bayangannya merupakan suatu komunitas yang memiliki identitas modern seperti layaknya digunakan nama Indonesia sebagai nama ketatanegaraan yang merupakan simbol peradaban modern.Hal ini senada dengan pandangan Anderson yang menyatakan bahwa bangsa itu dipahami sebagai kesetiakawanan yang merasuk mendalam.kelompok yang kedua mengenai sesuatu yang bersifat terbatas dan berdaulat, Dalam menentukan kriteria bangsa dan kebangsaan, bukan merupakan suatu hal yang mudah. Hatta sendiri tidak sejalan dengan teori geopolitik. Bangsa dan kebangsaan tidak bisa diambil dari kriteria persamaan asal, bahasa dan agama. Sementara dalam kacamata geopolitik, masalah kekuatan nasional semata-mata terdapat dalam istilah geografi dan di dalam proses, merosot menjadi metafisika politis yang diutarakan dalam slogan yang tidak berdasar ilmu pengetahuan. Pendapat Hatta ini sangat mempengaruhi, pemikirannya soal batas Negara yang akan dibentuk. Menurut Hatta batas Negara yang akan dibentuk hanya mencakup wilayah Hindia Belanda saja. Ia menolak pemikiran Moh. Yamin yang mendasarkan keperluan strategi perang dan pertahanan serta kegunaannya. Pemikiran Yamin, dikhawatirkan Hatta akan memberi kesan imperialisme yang selama ini mereka tentang habis-habisan. Bahkan Hatta berpendapat bahwa bila Papua karena suatu hal tidak bersedia masuk, itu bukan suatu masalah. Demikian juga halnya, apabila rakyat Malaka dan Borneo Utara mau bergabung dengan Indonesia, itu merupakan hak mereka.Yang terpenting menurut Hatta, janganlah ada pemaksaan untuk bergabung dengan Negara yang akan dibentuk, sebab wilayah bekas jajahan Hindia Belanda untuk Negara baru sudah cukup luas.


(13)

Gerald J. Tampi 752011042 |116 B.4.2. Kebangsaan Cap Rakyat

Jika pemikir nasionalisme seperti Hanz Kohn percaya bahwa nasionalisme yang muncul di Negara-negara Barat seperti Inggris memuat nilai-nilai modern yang memiliki pengaruh positif terhadap demokrasi. Akan tetapi bagaimanakah dengan Indonesia dimana nasionalisme dimunculkan dalam semangat perlawanan politik yang ditampilkan melalui gerakan kaum nasionalis melawan kolonialisme Barat? Menurut Plamenantz, dengan adanya realita seperti ini, nasionalisme tidak hanya bisa diukur lewat perspektif yang sama seperti pada saat kemunculannya di eropa barat, akan tetapi mesti juga memperhitungkan faktor-faktor lain yang membedakannya saat ditampilkan oleh bangsa-bangsa yang lahir dalam bentuk perjuangan melawan kolonialisme. Sehingga dengan argument ini, Plamenantz mengkategorikan nasionalisme menjadi dua yaitu : (1) Nasionalisme barat : Nasionalisme di dalam masyarakat yang telah maju, sebagai upaya mengatasi situasi yang tidak menguntungkan, dan (2) nasionalisme timur : sebagai upaya mengatasi keterbelakangan dengan cara meniru barat, tetapi memusuhi barat (kategori yang kedua tidak bersifat liberal).6

Diakui umum bahwa kolonialisme bangsa-bangsa eropa yang melahirkan demokrasi justru mempergunakan cara-cara yang berkebalikan sehingga gagasan nasionalisme Indonesia yang dimunculkan oleh elit-elitnya mesti mampu mengadaptasi perbenturan kebudayaan yang tercipta dalam hubungan colonial yang dijalankan oleh Pemerintah Kolonial. Tentu saja dalam prosesnya tidaklah harus bersifat vis-à-vis, akan tetapi lebih kepada bersifat dialektik dan bersifat prosesual yang kemudian mampu memunculkan sebuah sintesis berupa gagasan yang tepat mengenai kebangsaan bernama Indonesia.Dalam kerangka berfikir ini dapat diartikan secara logis seharusnya Pemikiran Nasionalisme Mohammad Hatta memiliki pengaruh positif terhadap

6Plamenantz, Nationalism: The Nature and Evolution of an idea. Dalam Rusli Karim. M. Arti dan Keberadaan Nasionalisme Dalam Analisis CSIS Tahun XXV edisi Maret-April, ( Jakarta : CSIS. 1996), 97


(14)

Gerald J. Tampi 752011042 |117

demokrasi. Tentu saja tidak dalam bentuk yang vis-à-vis, akan tetapi lebih bersifat sesuai dengan dialektik yang kemudian memunculkan sebuah sintesis pemikiran nasionalisme dengan penciptaan kelembagaan demokrasi individu-individu bangsa Indonesia yang memiliki basis data identitas atau kebudayaan kebangsaan. Penulis melihat keberadaan pemikiran semacam itu

dalam pemikiran Hatta yakni “Kebangsaan Cap Rakyat”, yang menerangkan bahwa :

Pertama, Berdasarkan fenomena yang terjadi dalam Perang Dunia I Hatta dapat memahami bahwa ikatan kebangsaan yang berdasar atas spirit nasionalisme lebih kuat mengikat daripada kesepakatan para individu-individu berdasar atas rasionalitas objektif seperti demokrasi. Dengan mencontohkan terjadinya penggabungan antara kelompok Sosial Demokrat Jerman dengan para pemilik modal dalam satu nation Jerman melawan kelompok Sosial Demokrat di Prancis yang pada awalnya merupakan satu kelompok memperjuangkan Internasionalisme, Hatta seakan menjelaskan bahwa ternyata keberadaan demokrasi tidaklah seuniversal yang selama ini dikira-kira. Yang artinya, Demokrasi pun butuh bernaung dalam suatu entitas bernama bangsa yang diikat oleh nasionalisme atau rasa kebangsaan.

Kedua, Dapatlah dipahami kemudian bahwa “Kebangsaan Cap Rakyat” adalah sebuah konsepsi kebangsaan yang digagas di era pergerakan dalam konteks melepaskan diri dari hubungan kolonial yang a-demokratis, akan tetapi bukan berarti “Kebangsaan Cap Rakyat” tidak memiliki komitmen untuk menjaga sustainability penerapan demokrasi asli setelah Indonesia lepas dari kolonialisme. Dengan menjelaskan mengenai proses kemerdekaan Prancis misalnya, Ia memandang bahwa proses pembentukan sebuah bangsa yang diawali oleh semangat demokrasi seperti liberte, egalite, dan fraternite dapat berubah menjadi buruk kemudian lewat sikap-sikap

“anarki” di masa kepemimpinan Napoleon. Dengan bantahan bahwa Kedaulatan Ra`yat


(15)

Gerald J. Tampi 752011042 |118

dihasilkan oleh paham kebangsaan cap intelek dan cap ningrat mengusung nasionalisme karena

keturunan dan kecakapannya tanpa mau menurunkan “ke-intelek-an” nya kepada rakyat.Maka dapat disimpulkan,bahwa Pemikiran nasionalisme atau kebangsaan Mohammad Hatta adalah sebuah kekuatan yang memberikan efek sustainabilitas paska kolonialisasi Belanda berakhir di Indonesia, yang memberikan efek terdorong keluarnya potensi Demokrasi.

C. Benang Merah

Terdapat persamaan dan perbedaan cara pandang kedua tokoh tentang nasionalisme. Penulis mencoba untuk menggalinya dengan melihat sampai seberapa besar paham nasionalisme ini memiliki pengaruh terhadap kedua tokoh ini. Untuk itu penulis akan memakai beberapa aspek yang berada didalam paham nasionalisme, sebagai tolak ukur dari pandangan kedua tersebut. Aspek-aspek tersebut adalah

Pertama, jika melihat akar permasalahan munculnya nasionalisme di Indonesia, kedua tokoh ini memiliki pandangan yang sama, yaitu kolonialismelah merupakan pemicu dari kemunculan nasionalisme. Kedua tokoh ini melihat dalam kehidupan sehari-hari mereka dari mereka kecil sampai dewasa, mereka melihat banyak sekali ketidak adilan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang dilakukan oleh Negara penjajah pada waktu itu.

Kedua,arti nasionalisme bagi Sukarno dan Hatta, kedua tokoh ini memiliki pemahaman yang sama akan arti nasionalisme, yaitu suatu persatuan yang dilakukan oleh individu-individu yang memiliki perbedaan baik itu tempat tinggal, suku, budaya dll. Dalam mereka menghadapi kolonialisme.Dari pemahaman kedua tokoh tentang nasionalisme ini,tergambar juga bahwa kedua tokoh ini menolak kehadiran semangat provisialisme.


(16)

Gerald J. Tampi 752011042 |119 Ketiga, fungsi nasionalisme, bagi Hatta secara esensi nasionalisme bukanlah sebuah alat yang hanya ditujukan untuk memerdekakan bangsanya melawan kolonialisme akan tetapi lebih ditujukan sebagai penanaman kesadaran dalam masyarakat agar dapat bebas dari penjajahan.Sedangkan menurut Sukarno, nasionalisme berfungsi sebagai alat pemersatu karena nasionalisme merupakan sebuah ideologi yang dapat merangkul ideologi-ideologi lainnya.

Keempat, produk nasionalisme kedua tokoh.“Marhaenisme” merupakan suatu “produk”

yang sebenarnya telah terjadi di dalam kehidupan rakyat pada saat itu. “produk” ini tidak pernah menjadi sesuatu yang selesai dalam kehidupan rakyat. Untuk itu, kemungkinan Soekarno sadar bahwa rakyat memerlukan sebuah identitas dalam melaksanakan perjuangannya.Oleh karena itu, Soekarno menciptakan Marhaenisme sebagai sebuah “produk” yang nantinya dapat dengan mudah dipahami oleh rakyat dan menjadikan hal tersebut sebagai identitas nasionalismenya. Sedangkan Hatta, memiliki produk nasionalisme yang bernama “kebangsaan cap rakyat”. Konsep ini adalah temuan Hatta yang unik, karena bagi Hatta “kebangsaan” tidak bisa dipisahkan dari “kerakyatan”. Kedua kata ini merupakan butir pemikiran Hatta yang paling mendasar dalam satu tarikan napas dan sekaligus melintasi semua gagasan Hatta tentang persatuan, kemerdekaan, demokrasi, ekonomi dan sejumlah gagasan politiknya yang lain, termasuk kaderisasi.


(1)

Gerald J. Tampi 752011042 |114 Nehru, Hatta menekankan bahwa perjuangannya merebut kemerdekaan tidaklah didasari oleh rasa ketergantungan kepada pemerintah kolonial yang menurutnya tidak akan menghasilkan satu sikap integritas diri yang menekankan perlunya penciptaan sebuah kesadaran bagi masyarakat tentang eksploitasi pihak penjajah yang harus segera disudahi. Untuk itu harus terlebih dahulu kepercayaan pada diri sendiri. Dalam hal ini kemudian sikap ini harus diwujudkan dalam berbagai sektor termasuk politik dan ekonomi yang memuat ide-ide rasional seperti yang ditunjukannya lewat perlawanan gagasannya terhadap pemerintah kolonial ketika masih di PI. Sikap tersebut dilakukannya dengan tidak duduk di Volksraad seperti yang dilaksanakan oleh Partai-partai politik cooperation. Lewat tulisan-tulisannya selama di PI penulis memahami bahwa pengambilan sikap tersebut lebih didasari atas argumentasi Hatta yang menganggap bahwa logika ekonomi politik pemerintah Hindia Belanda adalah untuk menguasai negeri jajahannya serta tidak mungkin dapat melepaskan kekuasaanya begitu saja seperti yang selama ini dipahami oleh elit-elit politik kooperatif.

Ketiga, dalam memenuhi aspek Identitas, maka penulis memasukan pemahaman identitas keindonesiaan Mohammad Hatta seperti yang dituliskan dalam tulisannya dalam Indonesia Merdeka. Secara sistematis Hatta menunjukan berbagai argument ilmiah mengenai layaknya identitas kebangsaan Indonesia digunakan sebagai identitas politik berdasarkan kemauan orang-orang didalamnya dan bukan sekedar penamaan etnik atau ras tertentu.

Dalam gagasan Anderson, yang menyatakan bangsa adalah komunitas politis dan dibayangkan sebagai sesuatu yang bersifat terbatas secara inheren sekaligus berkedaulatan atau yang dalam gagasannya, Anderson memuat 4 hal pokok yang menyangkut kebangsaan yaitu terbayang, terbatas, berdaulat dan komunitas. Dari ke-4 pokok ini, dalam pemahaman Hatta tentang nasionalisme dipersempit menjadi dua pokok, dimana terbayang dan komunitas menjadi


(2)

Gerald J. Tampi 752011042 |115 satu kelompok serta terbatas dan berdaulat menjadi satu kelompok juga.Penjelasan terhadap kedua kelompok tersebut adalah pada kelompok yang pertama, yaitu terbayang dan komunitas. Pemikiran Hatta tentang sesuatu yang terbayang adalah bahwa Hatta menganggap bangsa Indonesia dalam bayangannya merupakan suatu komunitas yang memiliki identitas modern seperti layaknya digunakan nama Indonesia sebagai nama ketatanegaraan yang merupakan simbol peradaban modern.Hal ini senada dengan pandangan Anderson yang menyatakan bahwa bangsa itu dipahami sebagai kesetiakawanan yang merasuk mendalam.kelompok yang kedua mengenai sesuatu yang bersifat terbatas dan berdaulat, Dalam menentukan kriteria bangsa dan kebangsaan, bukan merupakan suatu hal yang mudah. Hatta sendiri tidak sejalan dengan teori geopolitik. Bangsa dan kebangsaan tidak bisa diambil dari kriteria persamaan asal, bahasa dan agama. Sementara dalam kacamata geopolitik, masalah kekuatan nasional semata-mata terdapat dalam istilah geografi dan di dalam proses, merosot menjadi metafisika politis yang diutarakan dalam slogan yang tidak berdasar ilmu pengetahuan. Pendapat Hatta ini sangat mempengaruhi, pemikirannya soal batas Negara yang akan dibentuk. Menurut Hatta batas Negara yang akan dibentuk hanya mencakup wilayah Hindia Belanda saja. Ia menolak pemikiran Moh. Yamin yang mendasarkan keperluan strategi perang dan pertahanan serta kegunaannya. Pemikiran Yamin, dikhawatirkan Hatta akan memberi kesan imperialisme yang selama ini mereka tentang habis-habisan. Bahkan Hatta berpendapat bahwa bila Papua karena suatu hal tidak bersedia masuk, itu bukan suatu masalah. Demikian juga halnya, apabila rakyat Malaka dan Borneo Utara mau bergabung dengan Indonesia, itu merupakan hak mereka.Yang terpenting menurut Hatta, janganlah ada pemaksaan untuk bergabung dengan Negara yang akan dibentuk, sebab wilayah bekas jajahan Hindia Belanda untuk Negara baru sudah cukup luas.


(3)

Gerald J. Tampi 752011042 |116 B.4.2. Kebangsaan Cap Rakyat

Jika pemikir nasionalisme seperti Hanz Kohn percaya bahwa nasionalisme yang muncul di Negara-negara Barat seperti Inggris memuat nilai-nilai modern yang memiliki pengaruh positif terhadap demokrasi. Akan tetapi bagaimanakah dengan Indonesia dimana nasionalisme dimunculkan dalam semangat perlawanan politik yang ditampilkan melalui gerakan kaum nasionalis melawan kolonialisme Barat? Menurut Plamenantz, dengan adanya realita seperti ini, nasionalisme tidak hanya bisa diukur lewat perspektif yang sama seperti pada saat kemunculannya di eropa barat, akan tetapi mesti juga memperhitungkan faktor-faktor lain yang membedakannya saat ditampilkan oleh bangsa-bangsa yang lahir dalam bentuk perjuangan melawan kolonialisme. Sehingga dengan argument ini, Plamenantz mengkategorikan nasionalisme menjadi dua yaitu : (1) Nasionalisme barat : Nasionalisme di dalam masyarakat yang telah maju, sebagai upaya mengatasi situasi yang tidak menguntungkan, dan (2) nasionalisme timur : sebagai upaya mengatasi keterbelakangan dengan cara meniru barat, tetapi memusuhi barat (kategori yang kedua tidak bersifat liberal).6

Diakui umum bahwa kolonialisme bangsa-bangsa eropa yang melahirkan demokrasi justru mempergunakan cara-cara yang berkebalikan sehingga gagasan nasionalisme Indonesia yang dimunculkan oleh elit-elitnya mesti mampu mengadaptasi perbenturan kebudayaan yang tercipta dalam hubungan colonial yang dijalankan oleh Pemerintah Kolonial. Tentu saja dalam prosesnya tidaklah harus bersifat vis-à-vis, akan tetapi lebih kepada bersifat dialektik dan bersifat prosesual yang kemudian mampu memunculkan sebuah sintesis berupa gagasan yang tepat mengenai kebangsaan bernama Indonesia.Dalam kerangka berfikir ini dapat diartikan secara logis seharusnya Pemikiran Nasionalisme Mohammad Hatta memiliki pengaruh positif terhadap

6Plamenantz, Nationalism: The Nature and Evolution of an idea. Dalam Rusli Karim. M. Arti dan Keberadaan Nasionalisme Dalam Analisis CSIS Tahun XXV edisi Maret-April, ( Jakarta : CSIS. 1996), 97


(4)

Gerald J. Tampi 752011042 |117 demokrasi. Tentu saja tidak dalam bentuk yang vis-à-vis, akan tetapi lebih bersifat sesuai dengan dialektik yang kemudian memunculkan sebuah sintesis pemikiran nasionalisme dengan penciptaan kelembagaan demokrasi individu-individu bangsa Indonesia yang memiliki basis data identitas atau kebudayaan kebangsaan. Penulis melihat keberadaan pemikiran semacam itu

dalam pemikiran Hatta yakni “Kebangsaan Cap Rakyat”, yang menerangkan bahwa :

Pertama, Berdasarkan fenomena yang terjadi dalam Perang Dunia I Hatta dapat memahami bahwa ikatan kebangsaan yang berdasar atas spirit nasionalisme lebih kuat mengikat daripada kesepakatan para individu-individu berdasar atas rasionalitas objektif seperti demokrasi. Dengan mencontohkan terjadinya penggabungan antara kelompok Sosial Demokrat Jerman dengan para pemilik modal dalam satu nation Jerman melawan kelompok Sosial Demokrat di Prancis yang pada awalnya merupakan satu kelompok memperjuangkan Internasionalisme, Hatta seakan menjelaskan bahwa ternyata keberadaan demokrasi tidaklah seuniversal yang selama ini dikira-kira. Yang artinya, Demokrasi pun butuh bernaung dalam suatu entitas bernama bangsa yang diikat oleh nasionalisme atau rasa kebangsaan.

Kedua, Dapatlah dipahami kemudian bahwa “Kebangsaan Cap Rakyat” adalah sebuah

konsepsi kebangsaan yang digagas di era pergerakan dalam konteks melepaskan diri dari hubungan kolonial yang a-demokratis, akan tetapi bukan berarti “Kebangsaan Cap Rakyat” tidak memiliki komitmen untuk menjaga sustainability penerapan demokrasi asli setelah Indonesia lepas dari kolonialisme. Dengan menjelaskan mengenai proses kemerdekaan Prancis misalnya, Ia memandang bahwa proses pembentukan sebuah bangsa yang diawali oleh semangat demokrasi seperti liberte, egalite, dan fraternite dapat berubah menjadi buruk kemudian lewat sikap-sikap

“anarki” di masa kepemimpinan Napoleon. Dengan bantahan bahwa Kedaulatan Ra`yat


(5)

Gerald J. Tampi 752011042 |118 dihasilkan oleh paham kebangsaan cap intelek dan cap ningrat mengusung nasionalisme karena

keturunan dan kecakapannya tanpa mau menurunkan “ke-intelek-an” nya kepada rakyat.Maka

dapat disimpulkan,bahwa Pemikiran nasionalisme atau kebangsaan Mohammad Hatta adalah sebuah kekuatan yang memberikan efek sustainabilitas paska kolonialisasi Belanda berakhir di Indonesia, yang memberikan efek terdorong keluarnya potensi Demokrasi.

C. Benang Merah

Terdapat persamaan dan perbedaan cara pandang kedua tokoh tentang nasionalisme. Penulis mencoba untuk menggalinya dengan melihat sampai seberapa besar paham nasionalisme ini memiliki pengaruh terhadap kedua tokoh ini. Untuk itu penulis akan memakai beberapa aspek yang berada didalam paham nasionalisme, sebagai tolak ukur dari pandangan kedua tersebut. Aspek-aspek tersebut adalah

Pertama, jika melihat akar permasalahan munculnya nasionalisme di Indonesia, kedua tokoh ini memiliki pandangan yang sama, yaitu kolonialismelah merupakan pemicu dari kemunculan nasionalisme. Kedua tokoh ini melihat dalam kehidupan sehari-hari mereka dari mereka kecil sampai dewasa, mereka melihat banyak sekali ketidak adilan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang dilakukan oleh Negara penjajah pada waktu itu.

Kedua,arti nasionalisme bagi Sukarno dan Hatta, kedua tokoh ini memiliki pemahaman yang sama akan arti nasionalisme, yaitu suatu persatuan yang dilakukan oleh individu-individu yang memiliki perbedaan baik itu tempat tinggal, suku, budaya dll. Dalam mereka menghadapi kolonialisme.Dari pemahaman kedua tokoh tentang nasionalisme ini,tergambar juga bahwa kedua tokoh ini menolak kehadiran semangat provisialisme.


(6)

Gerald J. Tampi 752011042 |119 Ketiga, fungsi nasionalisme, bagi Hatta secara esensi nasionalisme bukanlah sebuah alat yang hanya ditujukan untuk memerdekakan bangsanya melawan kolonialisme akan tetapi lebih ditujukan sebagai penanaman kesadaran dalam masyarakat agar dapat bebas dari penjajahan.Sedangkan menurut Sukarno, nasionalisme berfungsi sebagai alat pemersatu karena nasionalisme merupakan sebuah ideologi yang dapat merangkul ideologi-ideologi lainnya.

Keempat, produk nasionalisme kedua tokoh.“Marhaenisme” merupakan suatu “produk”

yang sebenarnya telah terjadi di dalam kehidupan rakyat pada saat itu. “produk” ini tidak pernah

menjadi sesuatu yang selesai dalam kehidupan rakyat. Untuk itu, kemungkinan Soekarno sadar bahwa rakyat memerlukan sebuah identitas dalam melaksanakan perjuangannya.Oleh karena itu,

Soekarno menciptakan Marhaenisme sebagai sebuah “produk” yang nantinya dapat dengan

mudah dipahami oleh rakyat dan menjadikan hal tersebut sebagai identitas nasionalismenya. Sedangkan Hatta, memiliki produk nasionalisme yang bernama “kebangsaan cap rakyat”. Konsep ini adalah temuan Hatta yang unik, karena bagi Hatta “kebangsaan” tidak bisa

dipisahkan dari “kerakyatan”. Kedua kata ini merupakan butir pemikiran Hatta yang paling

mendasar dalam satu tarikan napas dan sekaligus melintasi semua gagasan Hatta tentang persatuan, kemerdekaan, demokrasi, ekonomi dan sejumlah gagasan politiknya yang lain, termasuk kaderisasi.