Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kemanusiaan Pancasila Perspektif Sukarno T2 752012006 BAB I

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Penulis memahami di satu sisi kemanusiaan adalah dilema dan urgen. Multi doktrin kemanusiaan perspektif agama-agama di Indonesia adalah realitas. Ajaran setiap agama di Indonesia cenderung memprioritaskan kemanusiaan dalam dimensi keagamaan. Konsekuensi logis ajaran agama melahirkan ide “manusia agama”. Mengamalkan Pancasila bukan berarti hanya manusia beragama tetapi manusia berpancasila. Dilema kemanusiaan adalah ketika manusia sebagai pelaku Pancasila hanya menekankan sisi kemanusiaan agama dan mengesampingkan sisi kemanusiaan berpancasila. Doktrin agama perihal kemanusiaan mempengaruhi setiap pemeluk agama dalam tindakan kemanusiaan. Penulis mengikuti asumsi Titaley: “bahwa di satu sisi agama mengandung sikap-sikap yang ekslusif atau diperalat oleh pengikutnya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, agama dapat mengakibatkan kehancuran bagi kemanusiaan itu sendiri”.1

Asumsi penulis dua tipe kemanusiaan adalah sistem formal dan operatif. Formal kemanusiaan sebagai sistem tertulis dalam wadah konstitusi seperti sila kemanusiaan Pancasila, dan operatif kemanusiaan sebagai sistem aksi sosial kemanusiaan yaitu manifestasi organisasi-organisasi kemanusiaan. Tulisan ini fokus pada kemanusiaan dalam bentuk formal melalui analisis konsep kemanusiaan Pancasila perspektif Sukarno. Penulis memahami peran

1

John A. Titaley, “Kemerdekaan dan Masa Depan Indonesia: Suatu Refleksi Teologi” dalam Tim Balitbang PGI, Meretas Jalan Teologi-Teologi Agama Di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 201-202.


(2)

generasi penerus bangsa Indonesia adalah meneladani semangat juang kemerdekaan para pendahulu, bersama-sama bersatu berjuang demi kemanusiaan merdeka. Generasi muda Indonesia perlu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan memperjuangkan kemanusiaan di NKRI dari segala pihak pemerintahan, masyarakat, dan keluarga. Persoalan kemanusiaan di Indonesia adalah persoalan bersama dan tidak persoalan satu golongan, persoalan individu.

Ide kemanusiaan signifikan bagi pedoman hidup bangsa Indonesia terkandung dalam butir-butir Pancasila, dan para pendiri Negara (founding fathers) sebagai perumus. Kemanusiaan adalah urgen, dan urgensi kemanusiaan terus berlangsung dari masa ke masa. Tujuan belajar dari founding fathers sebagai upaya mengingat kembali cita-cita para pendiri republik ini. Visi founding fathers adalah bahan perenungan untuk menatap masa depan adil, damai, dan sejahtera sebagai dasar harapan para bapak bangsa Indonesia. Belajar dari founding fathers mengarahkan masyarakat Indonesia memiliki kesadaran historis jernih, berpotensi menelusuri dinamika sejarah bangsa dan menemukan mutiara pemikiran. Belajar dari founding fathers, berupaya menemukan beberapa komitmen sebagai landasan untuk membangun komitmen membela rakyat, bukan menjadikan rakyat tumbal kekuasaan dan kekerasan. Para pendiri republik Indonesia telah membangun Indonesia dengan bela rasa dan kesetiakawanan sosial kepada rakyat kecil, lemah, miskin, dan tertindas akibat belenggu penjajah.

Kuliah umum civitas academica Universitas Indonesia tahun 1953, Ir. Soekarno menegaskan, “Saudara-saudara, dari dulu tatkala kita belum bernegara, aku telah lekas-lekas memformulasikan: „Awas nasionalisme kita bukan nasionalisme biasa, tetapi sosionasionalisme‟.” Kemudian, ia menjelaskan, “Di dalam zaman republik dengan tegas mengatakan, dasar negara kita ialah Pancasila dan Pancasila itu bulat perikemanusiaan. Bahwa kita hidup di alam nasional itu dengan pengertian bahwa kita berhubungan erat


(3)

dengan seluruh perikemanusiaan dan kemanusiaan!” Berdasar sepenggal pidato itu, kita menangkap betapa penting aspek kemanusiaan dalam menegakkan nasionalisme. Secara sederhana, konsep sosionalisme pada prinsip kemanusiaan dan perikemanusiaan adil dan beradab. Menjunjung tinggi perikemanusiaan dan kemanusiaan menjadi tolak ukur hakikat sosionalisme!.2

Visi kemanusiaan Pancasila, bahwa kehidupan berbangsa berpusat pada Pancasila. Implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mempertanyakan realita kekerasan dan pelanggaran HAM. Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, sila kemanusiaan tidak eksplisit. Tekanan pidato bentuk dan dasar Negara bangsa (nationale staat). Lima prinsip sebagai dasar Negara yakni, kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Prinsip kemanusiaan dalam kerangka internasionalisme dan nasionalisme. Internasionalisme dan perikemanusiaan adalah dua hal (entitas) berbeda, konteks pidato bertalian dengan prinsip kebangsaan. Bung Karno tidak menghendaki nasionalisme di Indonesia berkembang menjadi chauvinisme, yaitu memilah kemanusiaan berdasarkan ras seperti slogan diktator Jerman, Hitler: Deutschland uber alles. Visi proklamator, nasionalisme Indonesia “bukan kebangsaan menyendiri.” meninggikan diri di atas bangsa lain.3

Pemahaman kemanusiaan adil dan beradab adalah setiap warga negara mempunyai kedudukan sederajat terhadap undang-undang negara, mempunyai kewajiban dan kesamaan hak; setiap warga negara terjamin hak serta kebebasan hubungan dengan Tuhan; orang per orang, negara, masyarakat, menyatakan pendapat dan kehidupan layak sesuai dengan hak

2

Aloys Budi Purnomo, Rakyat Bukan Tumbal Kekuasaan & Kekerasan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), 117.

3

Yonky Karman, Runtuhnya Kepedulian Kita (fenomena bangsa yang terjebak formalisme agama), (Jakarta: Buku Kompas, 2010), 124-125.


(4)

asasi manusia.4

Perjuangan kemanusiaan dari kemiskinan akibat anggapan kapitalisme sebagai ancaman bagi bangsa Indonesia masa itu. Presiden Soekarno tetap aktif berkampanye tentang Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis). Bahkan ia menyatakan dalam pidato pada tanggal 17Agustus 1961, bahwa Nasakom merupakan perwujudan Pancasila dan UUD 1945 dalam politik. Lebih lengkap ia berkata: Siapa setuju kepada Pancasila, harus setuju kepada Nasakom; siapa tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada Pancasila! sekarang saya tambah: Siapa setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945 harus setuju kepada Nasakom; siapa tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945!.5

Manusia Pancasila dalam sisi kemanusiaan sebagai pelaku individu atau masyarakat adalah harapan para pemikir pancasila. Harapan adalah bagaimana segenap warga negara Indonesia mempunyai sisi kemanusiaan berpancasila. Penulis memahami sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan sebuah fakta historis perjuangan kemanusiaan. Sejarah perjuangan kemerdekaan adalah titik-berangkat ide kemanusiaan dalam Pancasila. Perjuangan kemerdekaan bertujuan melepaskan ikatan dan memutuskan rantai penjajahan kemanusiaan bangsa Indonesia. Kemanusiaan Indonesia sesuai Pancasila adalah kemanusiaan berketuhanan Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita perjuangan demi kemanusiaan adalah manusia terjajah keluar menjadi manusia merdeka akibat tindakan asing melanggar nilai-nilai kemanusiaan, seperti perampasan hak, penindasan, dan penurunan harkat-martabat bangsa Indonesia. Ide kemanusiaan sebagai koreksi dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah.

4

Darji Darmodiharjo, “Orientasi Singkat Pancasila” dalam Santiaji Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), 40.

5

Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 332.


(5)

Manusia berperan sebagai aktor melaksanakan berbagai perintah tertulis dan lisan. Butir-butir Pancasila sebagai perintah tertulis adalah kewajiban logis bagi masyarakat Indonesia. Manusia menjadi unsur signifikan sebagai pelaku. Sila ke dua Pancasila: “kemanusiaan…”, pertanyaan adalah manusia bagaimana harapan Pancasila ?. Multi teori kemanusiaan lahir pada setiap masa, dan Para pemikir Pancasila tidak terlepas dari pemikiran atau pemahaman kemanusiaan pada multi-konteks. Paham kemanusiaan dalam sila ke dua Pancasila mengandung makna “sakral”. Pengertian “sakral” bahwa segenap warga masyarakat Indonesia adalah “manusia Pancasila”. Mengamalkan Pancasila membutuhkan “manusia pancasila” dalam segala sisi kemanusiaan. Paradigma berpikir manusia berada dalam pengaruh berbagai dimensi keilmuan. Pancasila menuntut “manusia pancasila” tidak terpenjara dari berbagai pemahaman di luar Pancasila. Agama salah satu faktor mempengaruhi manusia dalam sisi kemanusiaan. Segenap warga Indonesia memiliki berbagai macam agama, dan pemahaman tentang manusia mengikuti perspektif agama. Solusi melepaskan “penjara” doktrin agama, penulis mengikuti asumsi Thobias A. Messakh, bahwa “umat dari masing-masing agama dalam NKRI harus mengadakan dialog antara nilai-nilai moral sosial menurut agamanya masing-masing dengan nilai-nilai moral sosial berdasarkan Pancasila”.6

Kajian teori kemanusiaan terurai melalui pendekatan sosiologi agama. Teori kemanusiaan didukung oleh dua tokoh sosiologi, yaitu Auguste Comte (1798-1857) dan Max Weber (1864-1920). Pertama, Auguste Comte adalah penemu sosiologi dan positivisme. Usaha Comte menciptakan keharmonisan masyarakat melalui kesatuan kepercayaan dan emosi rakyat. Karya positive philosophy positivism sebagai konsensus intelektual penolakan esensi metafisika. Positivisme sebagai pengetahuan sains melalui observasi fenomena konkret. Garis besar dalam tulisan Cours de philosophie positive positivisme terdiri dari:

6

Thobias A. Messakh, Konsep Keadilan dalam Pancasila, (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2007), 187.


(6)

Matematika, Astronomi, Fisika, Kimia, Biologi, dan sains masyarakat (pada tahun 1839, Comte memberi nama “sociology”). Sosiologi sebagai kata kunci dalam positivisme Comte. Fisika sosial dibagi dua bentuk yaitu sosial statis sebagai keteraturan dan sosial dinamis sebagai progres.7 Kedua, Max Weber adalah sosiolog Jerman, dan arah penelitian sosiologi histori dan ekonomi seperti dalam karya The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1904). Weber memahami relasi sosial sebagai tipe ideal, dan konsep tipologi terdiri dari agresi dan komunal. Agresi sebagai orientasi nilai dalam tingkah laku sosial , dan komunal sebagai orientasi solidaritas dalam keluarga.8

Melalui pemikiran Sukarno tentang kemanusiaan semoga dapat menembus batas-batas suku, golongan, agama, dan ideologi. Masyarakat Indonesia menanamkan jiwa kemanusiaan dan menyadari bahwa sesama manusia dan bangsa Indonesia menjadi paradigma utama, melainkan bukan membatasi diri dengan pagar-pagar, tembok-tembok, dan dinding-dinding. Atas dasar latar-belakang permasalahan di atas maka penulis membuat judul tesis ini:

Kemanusiaan Pancasila Perspektif Sukarno.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka perumusan masalah adalah bagaimana pemikiran Sukarno tentang kemanusiaan?

7

Mary Pickering, “Comte, Auguste (1798-1857): French Theorist” dalam Austin Harrington (ed.)

Encyclopedia of Social Theory (New York: Routledge, 2006), 90. 8

Alexander Hugo Schulenburg, “Weber, Max (1864-1920): German sociologist” dalam Karen Christensen & David Levinson (ed.) Encyclopedia of Community: from the village to the virtual world (London: SAGE Publications, 2003), 1476.


(7)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, pertama-tama bertujuan untuk menggali konsep kemanusiaan Pancasila perspektif Sukarno; Kedua, Menggali gagasan-gagasan dari para ilmuwan tentang teori kemanusiaan dan berkaitan dengan kondisi kemanusiaan di Indonesia masa kini.

D. Signifikansi Penelitian

Signifikansi Penelitian ini, pertama signifikansi akademis, menanamkan, menumbuhkan, dan memelihara pengetahuan sejarah Pancasila perpektif Sukarno; kedua, signifikansi praktis, memperjuangkan dan melaksanakan perikemanusiaan di tengah-tengah, keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan internasional.

E. Hipotesa

Konsep kemanusiaan Soekarno merupakan sebuah rantai dan jembatan untuk memperjuangkan kemanusiaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

F. Model Analisis

Model analisis menggunakan analisis data kualitatif dengan interpretasi dan analisis kritis.


(8)

G. Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, sebagaimana menurut John. W. Creswell.9, bahwa pendekatan kualitatif itu fokus pada satu konsep atau fenomenon; meneliti konteks; menginterpretasi data; membuat agenda perubahan; dan membawa nilai-nilai pribadi ke dalam penelitian. Metode fenomenologi sosial (social phenomenology) Thomas Luckmann dalam tulisan structures of the life World (1973, 1984) berpendapat bahwa konsep fenomenologi sebagai “proto-sosial”. Interpretasi struktur kehidupan dunia secara universal adalah tipologi sosial.10

Pendekatan fenomenologi sosial adalah proses pengalaman, tindakan antara subjektif dan intersubjektif: Thomas Luckmann (1927-): “by using the metods of phenomenological

‘reduction’ we proceed step by step from the historically, socially and culturally concrete features of everyday experiences to its elementary structures,… the goal of phenomenology is

to describe the universal structures of subjevtive orientation in the world”.11

Melalui metode fenomenologi sosial membantu peneliti mendeskripsikan sejarah, sosial, dan budaya sebuah masyarakat khusus masyarakat Indonesia.

9

John W. Creswell, Research Design (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 26-27.

10

Martin Endress & Ilja Srubar, “Sociology In Germany”, dalam Lester Embree (ed.), Encyclopedia of Phenomenology: (Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, 1997), 652.

11

James V. Spickard, “Micro Qualitative Approaches to the Sociology of Religion: Phenomenologies, Interviews, Narratives, and Etnographies”, dalam James A. Beckford & N. J. Demerath III (ed.), The SAGE Handbook of the Sociology of Religion: (California: SAGE Publications, 2007), 123.


(9)

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini mengikuti petunjuk panduan penulisan skripsi dan tesis oleh Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.12

BAB I, bab ini berisi penjelasan mengenai Latarbelakang Permasalahan; Perumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Signifikansi Penelitian; Hipotesa; Model Analisis; Metode Penelitian; Sistimatika Penulisan. BAB II, bab ini berisi penjelasan mengenai Kemanusiaan dalam Diskursus Sosiologi Agama; Kemanusiaan dalam multi-definisi; Komparasi Konsep Kemanusiaan: Interdispliner Sosiologi dan Filsafat dan Teori Kemanusiaan. BAB III, bab ini berisi penjelasan mengenai definisi kemanusiaan perspektif Indonesia, kemanusiaan Konteks Indonesia abad ke-19; Kemanusiaan Pancasila Perspektif Sukarno. BAB IV, bab ini berisi penjelasan mengenaiAnalisis Penelitian. BAB V, bab ini berisi penjelasan mengenaiPenutup Simpulan dan Daftar Pustaka.

12

David Samiyono, Panduan Penulisan dan Tata Cara Penyelenggaraan Ujian Skripsi dan Thesis, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2009), 3-4.


(1)

asasi manusia.4

Perjuangan kemanusiaan dari kemiskinan akibat anggapan kapitalisme sebagai ancaman bagi bangsa Indonesia masa itu. Presiden Soekarno tetap aktif berkampanye tentang Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis). Bahkan ia menyatakan dalam pidato pada tanggal 17Agustus 1961, bahwa Nasakom merupakan perwujudan Pancasila dan UUD 1945 dalam politik. Lebih lengkap ia berkata: Siapa setuju kepada Pancasila, harus setuju kepada Nasakom; siapa tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada Pancasila! sekarang saya tambah: Siapa setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945 harus setuju kepada Nasakom; siapa tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945!.5

Manusia Pancasila dalam sisi kemanusiaan sebagai pelaku individu atau masyarakat adalah harapan para pemikir pancasila. Harapan adalah bagaimana segenap warga negara Indonesia mempunyai sisi kemanusiaan berpancasila. Penulis memahami sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan sebuah fakta historis perjuangan kemanusiaan. Sejarah perjuangan kemerdekaan adalah titik-berangkat ide kemanusiaan dalam Pancasila. Perjuangan kemerdekaan bertujuan melepaskan ikatan dan memutuskan rantai penjajahan kemanusiaan bangsa Indonesia. Kemanusiaan Indonesia sesuai Pancasila adalah kemanusiaan berketuhanan Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita perjuangan demi kemanusiaan adalah manusia terjajah keluar menjadi manusia merdeka akibat tindakan asing melanggar nilai-nilai kemanusiaan, seperti perampasan hak, penindasan, dan penurunan harkat-martabat bangsa Indonesia. Ide kemanusiaan sebagai koreksi dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah.

4

Darji Darmodiharjo, “Orientasi Singkat Pancasila” dalam Santiaji Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), 40.

5

Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 332.


(2)

Manusia berperan sebagai aktor melaksanakan berbagai perintah tertulis dan lisan. Butir-butir Pancasila sebagai perintah tertulis adalah kewajiban logis bagi masyarakat Indonesia. Manusia menjadi unsur signifikan sebagai pelaku. Sila ke dua Pancasila: “kemanusiaan…”, pertanyaan adalah manusia bagaimana harapan Pancasila ?. Multi teori kemanusiaan lahir pada setiap masa, dan Para pemikir Pancasila tidak terlepas dari pemikiran atau pemahaman kemanusiaan pada multi-konteks. Paham kemanusiaan dalam sila ke dua Pancasila mengandung makna “sakral”. Pengertian “sakral” bahwa segenap warga masyarakat Indonesia adalah “manusia Pancasila”. Mengamalkan Pancasila membutuhkan “manusia pancasila” dalam segala sisi kemanusiaan. Paradigma berpikir manusia berada dalam pengaruh berbagai dimensi keilmuan. Pancasila menuntut “manusia pancasila” tidak terpenjara dari berbagai pemahaman di luar Pancasila. Agama salah satu faktor mempengaruhi manusia dalam sisi kemanusiaan. Segenap warga Indonesia memiliki berbagai macam agama, dan pemahaman tentang manusia mengikuti perspektif agama. Solusi melepaskan “penjara” doktrin agama, penulis mengikuti asumsi Thobias A. Messakh, bahwa “umat dari masing-masing agama dalam NKRI harus mengadakan dialog antara nilai-nilai moral sosial menurut agamanya masing-masing dengan nilai-nilai moral sosial berdasarkan Pancasila”.6

Kajian teori kemanusiaan terurai melalui pendekatan sosiologi agama. Teori kemanusiaan didukung oleh dua tokoh sosiologi, yaitu Auguste Comte (1798-1857) dan Max Weber (1864-1920). Pertama, Auguste Comte adalah penemu sosiologi dan positivisme. Usaha Comte menciptakan keharmonisan masyarakat melalui kesatuan kepercayaan dan emosi rakyat. Karya positive philosophy positivism sebagai konsensus intelektual penolakan esensi metafisika. Positivisme sebagai pengetahuan sains melalui observasi fenomena konkret. Garis besar dalam tulisan Cours de philosophie positive positivisme terdiri dari:

6

Thobias A. Messakh, Konsep Keadilan dalam Pancasila, (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2007), 187.


(3)

Matematika, Astronomi, Fisika, Kimia, Biologi, dan sains masyarakat (pada tahun 1839, Comte memberi nama “sociology”). Sosiologi sebagai kata kunci dalam positivisme Comte. Fisika sosial dibagi dua bentuk yaitu sosial statis sebagai keteraturan dan sosial dinamis sebagai progres.7 Kedua, Max Weber adalah sosiolog Jerman, dan arah penelitian sosiologi histori dan ekonomi seperti dalam karya The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1904). Weber memahami relasi sosial sebagai tipe ideal, dan konsep tipologi terdiri dari agresi dan komunal. Agresi sebagai orientasi nilai dalam tingkah laku sosial , dan komunal sebagai orientasi solidaritas dalam keluarga.8

Melalui pemikiran Sukarno tentang kemanusiaan semoga dapat menembus batas-batas suku, golongan, agama, dan ideologi. Masyarakat Indonesia menanamkan jiwa kemanusiaan dan menyadari bahwa sesama manusia dan bangsa Indonesia menjadi paradigma utama, melainkan bukan membatasi diri dengan pagar-pagar, tembok-tembok, dan dinding-dinding. Atas dasar latar-belakang permasalahan di atas maka penulis membuat judul tesis ini:

Kemanusiaan Pancasila Perspektif Sukarno.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka perumusan masalah adalah bagaimana pemikiran Sukarno tentang kemanusiaan?

7

Mary Pickering, “Comte, Auguste (1798-1857): French Theorist” dalam Austin Harrington (ed.)

Encyclopedia of Social Theory (New York: Routledge, 2006), 90.

8

Alexander Hugo Schulenburg, “Weber, Max (1864-1920): German sociologist” dalam Karen Christensen & David Levinson (ed.) Encyclopedia of Community: from the village to the virtual world (London: SAGE Publications, 2003), 1476.


(4)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, pertama-tama bertujuan untuk menggali konsep kemanusiaan Pancasila perspektif Sukarno; Kedua, Menggali gagasan-gagasan dari para ilmuwan tentang teori kemanusiaan dan berkaitan dengan kondisi kemanusiaan di Indonesia masa kini.

D. Signifikansi Penelitian

Signifikansi Penelitian ini, pertama signifikansi akademis, menanamkan, menumbuhkan, dan memelihara pengetahuan sejarah Pancasila perpektif Sukarno; kedua, signifikansi praktis, memperjuangkan dan melaksanakan perikemanusiaan di tengah-tengah, keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan internasional.

E. Hipotesa

Konsep kemanusiaan Soekarno merupakan sebuah rantai dan jembatan untuk memperjuangkan kemanusiaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

F. Model Analisis

Model analisis menggunakan analisis data kualitatif dengan interpretasi dan analisis kritis.


(5)

G. Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, sebagaimana menurut John. W. Creswell.9, bahwa pendekatan kualitatif itu fokus pada satu konsep atau fenomenon; meneliti konteks; menginterpretasi data; membuat agenda perubahan; dan membawa nilai-nilai pribadi ke dalam penelitian. Metode fenomenologi sosial (social phenomenology) Thomas Luckmann dalam tulisan structures of the life World (1973, 1984) berpendapat bahwa konsep fenomenologi sebagai “proto-sosial”. Interpretasi struktur kehidupan dunia secara universal adalah tipologi sosial.10

Pendekatan fenomenologi sosial adalah proses pengalaman, tindakan antara subjektif dan intersubjektif: Thomas Luckmann (1927-): “by using the metods of phenomenological

‘reduction’ we proceed step by step from the historically, socially and culturally concrete features of everyday experiences to its elementary structures,… the goal of phenomenology is

to describe the universal structures of subjevtive orientation in the world”.11

Melalui metode fenomenologi sosial membantu peneliti mendeskripsikan sejarah, sosial, dan budaya sebuah masyarakat khusus masyarakat Indonesia.

9

John W. Creswell, Research Design (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 26-27.

10

Martin Endress & Ilja Srubar, “Sociology In Germany”, dalam Lester Embree (ed.), Encyclopedia of

Phenomenology: (Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, 1997), 652.

11

James V. Spickard, “Micro Qualitative Approaches to the Sociology of Religion: Phenomenologies, Interviews, Narratives, and Etnographies”, dalam James A. Beckford & N. J. Demerath III (ed.), The SAGE


(6)

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini mengikuti petunjuk panduan penulisan skripsi dan tesis oleh Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.12

BAB I, bab ini berisi penjelasan mengenai Latarbelakang Permasalahan; Perumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Signifikansi Penelitian; Hipotesa; Model Analisis; Metode Penelitian; Sistimatika Penulisan. BAB II, bab ini berisi penjelasan mengenai Kemanusiaan dalam Diskursus Sosiologi Agama; Kemanusiaan dalam multi-definisi; Komparasi Konsep Kemanusiaan: Interdispliner Sosiologi dan Filsafat dan Teori Kemanusiaan. BAB III, bab ini berisi penjelasan mengenai definisi kemanusiaan perspektif Indonesia, kemanusiaan Konteks Indonesia abad ke-19; Kemanusiaan Pancasila Perspektif Sukarno. BAB IV, bab ini berisi penjelasan mengenai Analisis Penelitian. BAB V, bab ini berisi penjelasan mengenai Penutup Simpulan dan Daftar Pustaka.

12

David Samiyono, Panduan Penulisan dan Tata Cara Penyelenggaraan Ujian Skripsi dan Thesis, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2009), 3-4.