PENGELOLAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PT SINAR BAJA ELEKTRIK.

(1)

KESELAMATAN KERJA DI PT SINAR BAJA

ELEKTRIK

O l e h :

MAHENDRA SUPARMAN PUTRA

0652310038

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM

SURABAYA


(2)

PENGELOLAAN KESEHATAN DAN

KESELAMATAN KERJA DI PT SINAR BAJA

ELEKTRIK

untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

O l e h :

MAHENDRA SUPARMAN PUTRA

0652310038

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM

SURABAYA


(3)

KESELAMATAN KERJA DI PT SINAR BAJA

ELEKTRIK

oleh :

MAHENDRA SUPARMAN PUTRA

0652310038

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada hari : ………. Tanggal : ……… 2010 Menyetujui

Pembimbing

Ir. Naniek Ratni JAR., MKes NIP : 19590729 198603 2 00 1

Penguji I

DR. Munawar Ali, MT

NIP : 1960041 198803 1 00 1

Mengetahui

Penguji II

DR. Ir. Rudi Laksmono W., MS

NIP:19580812 198503 1 00 2 Ketua Progdi

Ir. Tuhu Agung R, MT

NIP : 19620501 198 803 1 00 1

Penguji III

Okik Hendriyanto C., ST, MT

NIP : 3 7507 99 0172 1 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan

Untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal :

Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan


(4)

(5)

semakin kompleks. Salah satu masalah yang ada yaitu tingkat kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mendalam tentang kesehatan dan keselamatan kerja terhadap karyawan sehingga kecelakaan akibat kerja serta menurunnya tingkat kesehatan kerja karyawan dapat diminimalisasi.

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu mencari penyebab perubahan status kesehatan dan keselamatan kerja serta pengaruh pengelolaan kesehatan kerja terhadap kondisi kesehatan karyawan dan pengaruh pengelolaan keselamatan karyawan terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Penelitian ini dirancang dalam suatu penelitian observasional analitik yang dilaksanakan pada PT. Sinar Baja Elektrik.

Penelitian ini memiliki 2 (dua) jenis variabel, yang pertama yaitu variabel pengelolaan kesehatan kerja yang berpengaruh terhadap variabel kondisi kesehatan kerja karyawan. Yang kedua adalah variabel pengelolaan keselamatan kerja yang mempengaruhi variabel terjadinya kecelakaan kerja.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pada pengelolaan kesehatan kerja di PT Sinar Baja Elektrik sejauh ini memiliki nilai 57% Sedangkan pada pengelolaan keselamatan kerja, PT Sinar Baja Elektrik memiliki nilai 25%.

Untuk besar nilai r didapatkan bahwa kondisi kesehatan karyawan dipengaruhi sebesar 0,748 kali oleh pengelolaan kesehatan karyawan. Sedangkan terjadinya kecelakaan kerja dipengaruhi oleh pengelolaan keselamatan karyawan sebesar 0,718.

Perusahaan disarankan meningkatkan pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja terutama pada parameter – parameter yang telah diteliti.


(6)

progress. It also raises more complicated problems. One problem is that the level of health and safety of employees. It is necessary for depth research on the health and safety of employees so the accidents caused by work and declining health of employees can be minimized..

The aim of this research is to find for causes of changes in health status and safety and occupational health management influence on employees' health conditions and influences the management of employee safety against work accidents. This research was designed in analytic observational research implemented at PT. Sinar Baja Electric.

This research has 2 (two) types of variables, the first is occupational health management variables that influence the health conditions of employment variables. The second is safety management variables that affect the variable occurrence of the work accidents.

From the research results, the management of occupational health at the PT Sinar Baja Electric so far has a value of 57%, while on work safety management, PT Sinar Baja Electric has a value of 25%.

The value of r is obtained that the health of employees influenced of 0.748 times by the management of employee health. While the work accidents are influenced by the management of employee safety at 0.718.

Companies are advised to improve the management of health and safety, especially on the parameters that have been researched.


(7)

– Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas skripsi ini dengan judul PENGELOLAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PT SINAR BAJA ELEKTRIK. Tugas ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UPN “ Veteran “ Jawa Timur untuk mendapatkan gelar sarjana. Selama menyelesaikan tugas ini, penyusun telah banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Naniek Ratni, JAR., Mkes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Ir. Tuhu Agung R., MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur. Dan selalu memberikan semangat serta saran-saran yang bermanfaat

3. Ir. Naniek Ratni, JAR., Mkes, selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu, mengarahkan dan membimbing hingga tugas ini dapat selesai dengan baik.

4. Ibu Anen Krisna Permata Sari S., selaku asisten personalia PT Sinar Baja Elektrk yang telah banyak membantu dan membimbung hingga tugas ini dapt terselesaikan denga baik.


(8)

arahan selama masa perkuliahan.

7. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2003 dan 2006 yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya tugas ini.

8. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas skripsi ini, saran dan kritik yang membangun akan saya terima. Akhir kata penyusun ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.

Surabaya, 26 Mei 2011


(9)

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 2

I.3. Tujuan Penelitian ... 2

I.4. Manfaat Penelitian ... 2

I.5. Ruang Lingkup ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum ... 4

II.2. Kesehatan Kerja... 4

II.2.1 Pengertian dan Tujuan Kesehatan Kerja ... 4

II.2.2.Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja ... 5

II.2.3.Dampak – dampak kesehatan kerja ... 6

II.2.4.Pencegahan Terhadap Gangguan – gangguan Kesehatan ....10

II.2.5.Program Pelayanan Kesehatan Kerja ... 12

II.3. Keselamatan Kerja... 13

II.3.1.Definisi Keselamatan Kerja ... 13

II.3..2.Tujuan Keselamatan Kerja ... 13

II.3.3.Syarat – syarat Keselamatan Kerja ... 14

II.4. Kecelakaan Kerja... 15

II.4.1.Pengertian Kecelakaan Kerja ... 15

II.4.2.Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja .... 16


(10)

II.4.8.Alat Pelindung Diri (APD) ... 27

II.4.9.Peringatan dan Tanda – tanda... 32

II.4.10.Label ... 32

II.5. Landasan Teori ... 34

BAB III RENCANA PENELITIAN III.1. Lokasi Penelitian ... 36

III.2. Variabel Penelitian ... 36

III.3. Pengumpulan Data ... 37

III.4. Teknik Analisis ... 38

III.4.1. Uji Validitas Instrumen ... 38

III.4.2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 39

III.4.3. Uji Regresi ... 39

III.5. Diagram Alir Penelitian ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 41

IV.1. Deskripsi Karakteristik Responden... 41

IV.1.2. Deskripsi Variabel Kesehatan Kerja ... 44

IV.1.3 Deskripsi Variabel Keselamatan Kerja ... 57

IV. 2. Analisa Reliabilitas ... 60

IV.3. Analisa Validitas ... 62

IV.4. Analisa Regresi ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ... 68


(11)

Tabel 2.2. Potensi Paparan Bahan Kimia Partikel

Yang Melayang di Udara ... 10

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 42

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 43

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 44

Tabel 4.5. Ada atau tidaknya kebisingan yang dirasakan di tempat kerja ... 45

Tabel 4.6. Ada atau tidaknya dampak yang dirasakan pekerja akibat kebisingan ... ...45

Tabel 4.7. Hasil pengukuran kebisingan menggunakan sound level meter..46

Tabel 4.8. Ada atau tidaknya gangguan yang dirasakan karena suhu ... 47

Tabel 4.9. hasil pengukuran suhu dan kelembaban... 49

Tabel 4.10. Kondisi ventilasi tempat kerja yang dirasakan responden ... 50

Tabel 4.11. Ada atau tidaknya ruangan isolasi untuk bahan baku berbahaya ... 50

Tabel 4.12. Ada atau tidaknya ruangan isolasi untuk mesin ... 51

Table 4.13. Frekwensi penggunaan APD pada saat bekerja ... 52

Tabel 4.14. Pemeriksaan kesehatan sebelum masuk ke perusahaan ... 54

Tabel 4.15. Pemeriksaan rutin oleh perusahaan ... 54

Tabel 4.16. Keanggotaan JAMSOSTEK ... 55

Tabel 4.17. Ketersediaan toilet/WC/kamar mandi di tempat kerja ... 55

Tabel 4.18. Kondisi toilet/WC/kamar mandi ... 56

Tabel 4.19. Ketersediaan tempat sampah di tempat keja ... 56

Tabel 4.20. Sumber air minum karyawan ... 56

Tabel 4.21. Pernah atau tidaknya terjadi bahaya yang disebabkan kondisi lingkungan ... 57


(12)

Tabel 4.24. Tingkat resiko penggunaan mesin ... 59

Tabel 4.25. Ada atau tidaknya upaya perusahaan meminimalisir resiko akibat mesin ... 59

Tabel 4.26. Pernah atau tidaknya mengalami kecelakaan kerja ... 60

Tabel 4.27. Pernah atau tidaknya mengalami kecelakaan kerja ringan .... 60

Tabel 4.28. Analisa reliabilitas... 61

Tabel 4.29. Uji validitas variable pengelolaan kesehatan kerja (X1) ... 63

Tabel 4.30. Uji validitas variable pengelolaan keselamatan karyawan (X2) ... 64

Table 4.31. Uji validitas variable kondisi kesehatan karyawan (Y1) ... 64

Table 4.32. Uji validitas variable kecelakaan kerja (Y2) ... 65

Tabel 4.33. Hasil analisa regresi ... 66


(13)

Gambar 2.2. Temperatur Extreme pada tempat kerja ...8

Gambar 2.3. Prilaku yang berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja...21

Gambar 2.4. Potensi bahaya akibat terjepit gear...21

Gambar 2.5. Potensi bahaya kecelakaan akibat kerusakan perkakas...21

Gambar 2.6. CO2 ……….………...25

Gambar 2.7. Fire Indicator Panel ……….………...25

Gambar 2.8. Smoke and Thermal Detector ……….…...26

Gambar 2.9. Sprinkler ...26

Gambar 2.10. Fire Break Glass Alarm ...26

Gambar 2.11. Safety Google ……….…………..……….28

Gambar 2.12. Safety Boots ...29

Gambar 2.13. Safety Helmet ...30

Gambar 2.14. Safety Ear (ear plug)………..…30

Gambar 2.15. Safety Mask...31

Gambar 2.16. Macam Penendaan Bahan Beracun dan Berbahaya ...33

Gambar 2.17. Contoh pelabelan Bahan Kimia...33

Gambar 4.1. Grafik dampak yang dirasakan pekerja akibat kebisingan...46

Gambar 4.2. Grafik dampak yang dirasakan akibat gangguan suhu...48

Gambar 4.3. Grafik alasan responden selalu menggunakan Alat Pelindung Diri...52

Gambar 4.4. Grafik alasan responden jarang meggunakan Alat Pelindung Diri……….53


(14)

semakin kompleks. Salah satu masalah yang ada yaitu tingkat kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mendalam tentang kesehatan dan keselamatan kerja terhadap karyawan sehingga kecelakaan akibat kerja serta menurunnya tingkat kesehatan kerja karyawan dapat diminimalisasi.

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu mencari penyebab perubahan status kesehatan dan keselamatan kerja serta pengaruh pengelolaan kesehatan kerja terhadap kondisi kesehatan karyawan dan pengaruh pengelolaan keselamatan karyawan terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Penelitian ini dirancang dalam suatu penelitian observasional analitik yang dilaksanakan pada PT. Sinar Baja Elektrik.

Penelitian ini memiliki 2 (dua) jenis variabel, yang pertama yaitu variabel pengelolaan kesehatan kerja yang berpengaruh terhadap variabel kondisi kesehatan kerja karyawan. Yang kedua adalah variabel pengelolaan keselamatan kerja yang mempengaruhi variabel terjadinya kecelakaan kerja.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pada pengelolaan kesehatan kerja di PT Sinar Baja Elektrik sejauh ini memiliki nilai 57% Sedangkan pada pengelolaan keselamatan kerja, PT Sinar Baja Elektrik memiliki nilai 25%.

Untuk besar nilai r didapatkan bahwa kondisi kesehatan karyawan dipengaruhi sebesar 0,748 kali oleh pengelolaan kesehatan karyawan. Sedangkan terjadinya kecelakaan kerja dipengaruhi oleh pengelolaan keselamatan karyawan sebesar 0,718.

Perusahaan disarankan meningkatkan pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja terutama pada parameter – parameter yang telah diteliti.


(15)

progress. It also raises more complicated problems. One problem is that the level of health and safety of employees. It is necessary for depth research on the health and safety of employees so the accidents caused by work and declining health of employees can be minimized.

The aim of this research is to find for causes of changes in health status and safety and occupational health management influence on employees' health conditions and influences the management of employee safety against work accidents. This research was designed in analytic observational research implemented at PT. Sinar Baja Electric.

This research has 2 (two) types of variables, the first is occupational health management variables that influence the health conditions of employment variables. The second is safety management variables that affect the variable occurrence of the work accidents.

From the research results, the management of occupational health at the PT Sinar Baja Electric so far has a value of 57%, while on work safety management, PT Sinar Baja Electric has a value of 25%.

The value of r is obtained that the health of employees influenced of 0.748 times by the management of employee health. While the work accidents are influenced by the management of employee safety at 0.718.

Companies are advised to improve the management of health and safety, especially on the parameters that have been researched.


(16)

I.1. Latar Belakang

Semakin berkembangnya perindustrian di Indonesia pada umumnya dan di Surabaya pada khususnya maka akan menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan di sektor industri yang harus dihadapi terutama masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Minimnya pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja menyebabkan sulitnya mengetahui angka pasti besarnya kerugian yang terjadi akibat kecelakaan kerja. Kerugian yang dialami tekait manusia, peralatan / mesin, material / bahan, dan juga lingkungan.

Seperti yang terjadi pada PT Sinar Baja Elektrik, salah satu perusahaan pembuatan speaker di Surabaya, angka kecelakaan kerja yang dihitung pada bulan Januari - Desember 2010 mencapai 58 kasus dengan Estimated Cost sebesar Rp 20 juta sampai Rp. 113 juta. Rata – rata kasus tersebut menyebabkan Loss Time Injury dengan Total Loss Day sebanyak 19 hari. Demikian pula dengan tingkat kesehatan karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut, rata – rata Illness Absent Rate mencapai 20 % sampai 34 % per bulan. ( Anonim, 2006 )

Dengan adanya angka tersebut tentunya perusahaan harus secepatnya membenahi sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja sehingga dapat menekan angka menurunnya tingkat kesehatan dan keselamatan kerja. Untuk itu perlu diadakan evaluasi tentang sistem manajemen kesehatan dan kesehatan


(17)

kerjsa sehingga potensi penyebab menurunnya tingkat kesehatan dan keselamatan kerja karyawan dapat ditekan seminimal mungkin.

I.2. Perumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu upaya untuk melakukan evaluasi pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja terhadap karyawan dalam mencegah menurunnya kesehatan karyawan dan kecelakaan kerja.

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan melakukan evaluasi tentang pengelolaan kesehartan dan keselamatan kerja pada unit produksi di PT.Sinar Baja Elektrik ini yaitu :

1. Mencari penyebab perubahan status kesehatan dan keselamatan kerja. 2. Mencari pengaruh pengelolaan kesehatan kerja terhadap kondisi kesehatan

karyawan dan pengaruh pengelolaan keselamatan karyawan terhadap terjadinya kecelakaan kerja.

I.4. Manfaat Penelitian

Manfaat melakukan evaluasi pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja ini yaitu :

1. Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapkan akan memberikan informasi tentang menurunnya kesehatan dan keselamatan kerja sehingga kerugian yang terjadi akibat kecelakaan kerja juga dapat diminimalisasi.


(18)

2. Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapkan akan meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja.

I.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan kajian tentang upaya evaluasi pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja pada unit produksi II frame dan produksi I voice coil.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Tinjauan Umum

Dalam pertumbuhan ekonomi dan industri yang pesat di Indonesia terdapat masalah yang juga semakin kompleks, yaitu tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Masalah tersebut menimbulkan kerugian yang besar, tercatat dalam data pada tahun 2000 oleh Green Cross and Safety dalam seminar Pelatihan Ohsas 18001 : 1999 ( 2007 ), kecelakaan kerja yang terjadi dalam 196.000 perusahaan terjadi 66.367 kasus kecelakaan kerja dengan 4.142 orang meninggal dunia, 20.970 orang luka berat / cacat, 87.390 orang SMTB ( Sementara Tidak Mampu Bekerja ) dan 71.160.780 hari kerja hilang.

Hal ini merupakan salah satu pekerjaan besar dalam dunia kerja mengingat bahwa terjadinya kecelakaan di tempat kerja sebagian besar disebabkan oleh faktor manusia dan sebagian kecil disebabkan oleh faktor teknis ( Muljono, 1997 ). Dalam sub bab selanjutnya akan dibahas masalah kesehatan kerja, keselamatan kerja, dan cara mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

II.2. Kesehatan Kerja

II.2.1. Pengertian dan Tujuan Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan / kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja / mayarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi – tingginya, baik fisik/ mental, maupun social dengan usaha – usaha prefentif dan kuratif, terhadap penyakit – penyakit atau gangguan –


(20)

gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor – faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit – penyakit umum (Suma’mur, 1991).

The Join ILO / WHO committee on occupation health pada tahun 1950, menetapkan tujuan kesehatan kerja adalah :

1. Memberikan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan ke tingkat yang setinggi – tingginya, baik fisik, mental, maupun kesejahteraan social masyarakat pekerja di semua lapangan kerja.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya.

3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang diakibatkan oleh faktor – faktor yang membahayakan kesehatan.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan yang sesuai dengan kemempuan fisik dan psikis pekerjanya (Trianingsih, 1991).

II.2.2.Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja karyawan, diantaranya :

1. Faktor fisik, meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara, suara, radiasi, dan tekanan udara.

2. Faktor kimia, yaitu gas, uap, debu, asap, dan cairan benda padat. 3. Faktor biologis, baik dari golongan tumbuhan atau hewan. 4. Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja.


(21)

5. Faktor mental – psikologis, yaitu suasana kerja, hubungan antara pekerja dengan pengusaha, pemeliharaan kerja, dal lain – lain.

II.2.3.Dampak – dampak kesehatan kerja

Dalam suasana kerja yang berhubungan dengan kontak tehadap sumber energi atau bahan berbahaya diatas ambang kemampuan akan menyebabkan dampak – dampak yang mungkin terjadi terhadap tubuh karyawan, diantaranya :

1. Potensi bahaya kebisingan

Gambar 2.1. Potensi bahaya kebisingan

Manusia memiliki indra pendengar yang sensitive dan mempunyai batas – batas ketinggian decibel yang dapat diterima, bila melebihi kemampuan indra pendengaran maka akan menyebabkan dampak pada indra pendengar. Tabel di bawah menunjukkan ambang batas suara yang dapat diterima oleh indra pendengar manusia.


(22)

Tabel 2.1. Tabel potensi bahaya kebisingan

Noise Exposure Dampak yang terjadi

0 – 49 decibel Limit bunyi Normal

50 – 59 decibel Efek Psikologis Gangguan individual 60 – 89 decibel Efek Fisio -

Psikologis

Gangguan Grup

90 – 139 decibel Efek Fisiologis TTS PTS > 140 decibel Penyakit Penyakit

Keterangan : TTS = Temporary Threshold Shift PTS = Permanent Thresold Shift

2. Potensi bahaya vibrasi / getaran pada fisiologi

Terjadinya getaran / vibrasi yang diterima karyawan saat bekerja juga memiliki dampak terhadap tubuh. Diantaranya :

• 3 – 9 Hz : Dada & Perut

• 4 Hz : Mata

• 10 Hz : Leher, Kepala, Pinggul, Perineum, Otot, Dan Kerangka 13 - 15 : Tekak (Pharynx)

• 6–10 Hz : Tekanan Darah, Detak Jantung

Semua itu akan menyebabkan tubuh menjadi shock absorber sehingga akan menyebabkan dampak pada :


(23)

- Kelelahan - Syaraf - Sendi

3. Potensi bahaya temperature extreme

Suhu panas yang berasal dari faktor lingkungan yaitu : - Beban sinar matahari / solar load, angin, kelembaban - Temperatur tinggi pada proses kerja

- Beban kerja

- Pakaian dan alat pelindung diri.

Akan menyebabkan dampak heat rash, heat crams, heat exhaustion, heat stroke.

Gambar 2.2. Temperature Extreme pada tempat kerja

4. Potensi bahaya gelombang electromagnet

Potensi bahaya radiasi gelombang electromagnetic pada tempat kerja ada dua macam, yaitu :


(24)

a. Ionizing

Berasal dari dua sumber yaitu sinar X dan radiasi Gamma. Keduanya akan menyebabkan pengaruh pada sel – sel tubuh, yaitu : - sel darah atau limfosit

- Testis - Ginjal - Syaraf - Otak b. Non ionizing

Umumnya berasal dari cahaya tampak, sinar ultraviolet, dan infra red. Menyebabkan pengaruh pada :

- Mata : konjungtivitis, katarak

- Kulit : perubahan pigmen kulit, luka bakar, kanker kulit. 5. Potensi paparan bahan kimia partikel yang melayang di udara

Ditentukan oleh Beberapa Parameter Termasuk: • Komposisi Bahan Kimia

• Konsentrasi • Karakteristik


(25)

Tabel 2.2. Potensi paparan bahan kimia partikel yang melayang di udara

PARTIKEL PENYAKIT

¿ Fume Pengelasan

Seng, Mangan Demam Fume Metal

Krom Kanker Nikel Kanker

¿ Lead Banyak Organ

¿ Silica Silicosis

¿ Asbes Kanker

II.2.4.Pencegahan Terhadap Gangguan – gangguan Kesehatan

Gangguan – gangguan pada kesehatan kerja akibat beberapa faktor dalam pekerjaan bias dihindari, asal saja pekerja dan pimpinan perusahaan ada kemauan baik untuk mencegahnya. Tentu perundang – undangan tidak akan ada faedahnya, apabila pimpinan perusahaan tidak melaksanakan ketetapan – ketetapan perundang – undangan itu, juga apabila para pekerja tidak mengambil peranan penting dalam menghindari gangguan – gangguan tersebut.

Cara – cara mencegah gangguan tersebut adalah :

1. Subtitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.


(26)

2. Ventilasi umum, yaitu mengalirka udara sebanyak menurut perhitungan ke dalam ruang kerja, agar kadar dari bahan – bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini lebih rendah daripada kadar yang membahayakan. 3. Ventilasi keluar setempat, yaitu alat yang biasanya menghisap udara di

suatu tempat kerja tertentu, agar bahan – bahan dari tempat tertentu yang membahayakan dapat dihisap dan dialirkan keluar.

4. Isolasi, yaitu mngisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang membahayakan.

5. Pakaian pelindung, yaitu alat yang digunakan untuk melindungi tubuh dalam bekerja.

6. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, yaitu pemeriksaan kesehatan kepada calon pekerja untuk mengetahui apakah calon tersebut sesuai dengan pekerja yang akan diberikan kepadanya, baik fisik maupun mental. 7. Pemeriksaan kesehatan berkala / ulangan, untuk evaluasi, apakah faktor –

faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan – gangguan / kelainan – kelainan pada tubuh pekerja tau tidak.

8. Penerapan sebelum kerja, agar para pekerja mengetahui dan menaati peraturan, dan agar mereka lebih berhati – hati.

9. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan pada para pekerja secara continue, agar para pekerja wapada dalam menjalankan pekerjaannya.


(27)

II.2.5.Program Pelayanan Kesehatan Kerja

Program pelayanan kerja yang dianjurkan adalah program pelayanan paripurna terdiri dari pelayanan preventif, promotif, koratif dan rehabilitatif yang kesemuanya dilaksanakan bersama – sama (komprehensif) dalam suatu system yang terpadu masing – masing pelayanan tersebut adalah :

1. Pelayanan preventif kesehatan kerja

Pelayanan ini diberikan sebagai perlindungan kepada tenaga kerja sebelum adanya proses gangguan akibat kerja.

2. Pelayanan promotif kesehatan kerja

Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sehat dengan tujuan untuk meningkatkan kegairahan kerja, mempertinggi efisiensi dan daya produktifitas tenaga kerja.

3. Pelayanan kuratif

Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sudah memperlihatkan gangguan kesehatan kerja atau gejala dini dengan mengobati penyakitnya supaya cepat sembuh dan mencegah komplikasi / penularan terhadap keluarganya maupun teman kerjanya.

4. Pelayanan rehabilitatif

Pelayanan ini diberikan kepada para pekerja yang tekena penyakit parah / kecelakaan parah yang telah mengakibatkan cacat sehingga menyebabkan ketidakmampuan bekerja secara permanent.


(28)

II.3. Keselamatan Kerja

II.3.1.Definisi Keselamatan Kerja

Menurut Pamudji (1990), keselamatan kerja adalah bagaimana suatu pekerjaan diselesaikan dengan benar dimana pekerja harus sudah mempunyai ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga akan tercapai produktifitas dan keselamatan kerja.

Namun bisa juga berarti keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempet kerja dan lingkungannya serta cara – cara melakukan pekerjaan (Suma’mur 1989).

Keselamatan kerja bersasaran di segala tempat kerja baik di darat, dalam tanah, udara dan wahana tempat kerja yang lain. Aspek penting dalam keselamatan adalah sasaran kecelakaan kerja.

II.3..2.Tujuan Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja mempunyai tujuan yaitu :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

2. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.

3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien (Suma’mur, 1989).


(29)

II.3.3.Syarat – syarat Keselamatan Kerja

Sesuai dengan Undang – undang No. 1 Tahun 1970 tentang kesehatan kerja BAB III Pasal 3 menyatakan bahwa dengan perundang – undangan ditetapkan syarat – syarat keselamatan kerja meliputi :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. 3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian – kejadian lain yang berbahaya.

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan.

6. Memberi alat – alat perlindungan pada para pekerja.

7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angina, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.

8. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

9. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.

10. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup. 11. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

12. Memeproleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja.

13. Mengemankan dan memperlancar pengengkutan orang, binatang, tanaman, dan barang.


(30)

14. Mengemankan dan memelihara segala jenis bangunan.

15. Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan menyimpan barang.

16. Mencegah terkena aliran listrik.

17. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya bertambah tinggi.

Pelaksanaan umum terhadap undang – undang keselamtan kerja dilakukan oleh Direktur, yaitu pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transkop, sedangkan pengawasan langsung terhadap undang – undang tersebut dijalankan oleh pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja.

II.4. Kecelakaan Kerja

II.4.1.Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang tidak direncanakan dan dapat menimbulkan kerugian yang berupa jiwa atau raga manusia, waktu yang hilangdan harta benda. Adapun teori kecelakaan adalah teori Domino Heinrich menyatakan behwa kecelakaan yang terjadi dapat disebabkan oleh dua hal yaitu bahaya mekanis atau sumber energi dan tindakan yang tidak aman.

Menurut Suma’mur (1992), menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah kejadian tak terduga dan tidak diharapkan.

Pengertian kecelakaan kerja, Suma’mur memberikan batasan sebagai berikut : “ kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa


(31)

kecelakaan terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.

II.4.2.Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena itu kecelakaan dapat dicegah, asal kita cukup kemauan untuk mencegah. Maka dari itu faktor – faktor yang mempengaruhi kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, untuk selanjutnya dengan usaha – usaha koreksi yang ditunjukkan kepada sebab kecelakaan kerja dapat dicegah dan tidak terulang kembali. Akibat kerugian dari kecelakaan sangat besar, maka perlu adanya usaha pencegahan kecelakaan kerja. Untuk melaksanakan pencegahan terhadap kecelakaan, perlu sekali kita mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kecelakaan kerja itu.

1. Tindak perbuatan masyarakat yang tidak memenuhi keselamatan (Unsafe human acts).

2. Keadaan – keadaan lingkungan yang tidak aman (Unsafe Condition) (Suma’mur,1989).

II.4.3.Kerugian Kecelakaan Kerja

Tiap kecelakaan pasti ada kerugian, kerugian ini dilihat dari adanya dan besarnya biaya kecelakaan. Biaya kecelakaan dapat dibagi menjadi :


(32)

1. Biaya langsung

Ialah biaya atas pertolongan pertama pada kecelakaan, pengobatan dan perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upaya selama pekerja tak mampu bekerja, cacat dan biaya atas kerusakan bahan, alat dan mesin.

2. Biaya tersembunyi

Yang meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan. Biaya ini meliputi berhentinya operasi perusahaan oleh karena pekerja – pekerja lainnya menolong / tertarik oleh peristiwa kecelakaan itu, biaya untuk membantu orang – orang yang sedang menderita karena kecelakaan dengan orang baru yang belum bias bekerja di tempat itu dan lain – lainnya (Suma’mur 1994).

II.4.4.Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Menurut organisasi perburuhan internasional pada tahun 1962 klasifikasi kecelakaan kerja akibat kerja adalah sebagai berikut :

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan - Terjatuh

- Tertimpa benda jatuh

- Tertimbun / kena benda – benda terkecuali benda jatuh - Terjepit oleh benda

- Gerakan – gerakan melebihi kemampuan - Pengeruh suhu tinggi


(33)

- Kontak dengan bahan – bahan berbahaya / radiasi

- Jenis – jenis lain termasuk kecelakaan yang datangnya tidak cukup atau kecelakaan – kecelakaan yang belum masuk klasifikasi.

2. Klasifikasi menurut sebab - Mesin

- Alat angkut dan alat angkat - Peralatan

- Bahan – bahan, zat – zat radiasi - Lingkungan kerja, dll

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan - Patah tulang

- Dislokasi / keseleo - Regang / otot

- Memar dan luka dalam lain - Amputasi

- Luka – luka lain - Luka di permukaan - Gegar dan remuk - Luka baker

- Keracunan – keracunan mendadak - Akibat cuaca

- Mati lemas


(34)

- Pengaruh radiasi

- Luka – luka yang banyak berlainan sifatnya, dll 4. Klasifikasi menurut kelainan / luka di tubuh

- Kepala - Leher - Badan - Anggota atas - Anggota bawah

- Letak lain yang tidak dapat dimasukkan dalam klasifikasi tersebut (Suma’mur, 1989)

II.4.5.Dampak Kecelakaan Kerja

Ada beberapa macam potensi bahaya kecelakaan kerja yang dapat terjadi pada karyawan, diantaranya :

1. Potensi bahaya fisik mesin / perkakas / peralatan tanpa pengaman Bahaya pada mesin antara laian :

Titik Operasi

Bagian Penyalur Tenaga


(35)

Gambar 2.3. Prilaku yang berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja

Gambar 2.4. Potensi bahaya akibat terjepit gear

Gambar 2.5. Potensi bahaya kecelakaan akibat kerusakan perkakas

Perkakas Rusak

Belt and pulley

Chain and sprocket Rack and pinion Nip / Pinch Point Operation


(36)

2. Potensi bahaya fisik dari listrik

Ada beberapa macam potensi bahaya yang terjadi akibat listrik, diantaranya :

Kontak dengan arus / aliran listrik Instalasi yang tidak memenuhi syarat Isolasi dan sambungan tidak memadai Pembebanan berlebihan pada instalasi listrik Kerusakan pada instalasi listrik dan peralatan Kesalahan dalam penggunaan APD dan peralatan Bahaya lingkungan kerja (basah, flammable dsb) Dampak yang ditimbulkan dapat berupa :

- Langsung :

Kematian akibat sengatan listrik Luka bakar

- Tidak Langsung : Jatuh dari ketinggian

II.4.6.Pencegahan Kecelakaan Kerja

Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilaksanakan berdasarkan sebab – sebab kecelakaan. Sebab – sebab kecelakaan di perusahaan dapat diketahui dengan mengadakan analisa kecelakaan. Oleh karena itu, kecelakaan dan cara analisisnya harus betul – betul diketahui. Kecelakaan – kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan :


(37)

1. Perturan perundangan, yaitu ketentuan – ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi – kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas – tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervise medis, pertolongan pertama pada kecelakaan dan pemeriksaan kesehatan. 2. Standarisasi, yaitu penerapan standar resmi, setengah resmi / tak resmi

mengenai konstruksi yang memenuhi syarat – syarat kesehatan, jenis – jenis peralatan industri tertentu, praktek – praktek keselamatan hygiene umum / alat – alat perlindungan dini.

3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan – ketentuan perundang – undanagn yang diwajibkan.

4. Penelitian bersifat teknis, yang meliputi sifat dan ciri – cirri bahan – bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat – alat pelindung diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu penelaah tentang bahan – bahan dan desain yang paling tepat untuk tambang – tambang pengangkutan dan peralatan pengangkut lainnya.

5. Riset medis, yaitu meliputi penelitian efek – efek fisiologi dan patologi faktor – faktor lingkungan tehnologis dan keadaan – keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian Psikologis, yaitu penelitian tentang pola – pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

7. Penelitian secara statistic untuk menetapkan jenis – jenis kecelakaan yang terjadi, mengenai siapa saja dalam pekerjaan dan apa sebab – sebabnya.


(38)

8. Pendidikan yang menyangkut pendidikan keselamatan dan kurikulum teknik, sekolah – sekolah perniagaan / kursus – kursus pertukangan.

9. Latihan – latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru dalam keselamatan kerja.

10. Pengarahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat.

11. Asuransi, yaitu insentif financial untuk menciptakan pencegahan kecelakaan kerja, misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan jika tindakan – tindakan keselamatan sangat baik.

12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya pola penerapan keselamatan kerja pada perusahaan. Sedangka pola – pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.

Jelaslah bahwa untuk pencegahan kecelakaan akibat kerja diperlukan kerjasama aneka keahlian dan profesi seperti ahli – ahli teknis, dokter, ahli ilmu jiwa, ahli statistic, guru – guru dan sudah barang tentu pengusaha dan buruh (Suma’mur, 1989).

Pencegahan ditunjukkan pada lingkungan, mesin – mesin, alat – alat kerja, perkakas kerja dan manusia. Lingkungan harus memenuhi syarat lingkungan kerja yang baik, keadaan gedung yang selamat dan perencanaan yang baik. Syarat – syarat lingkungan kerja meliputi ventilasi, penerangan cahaya, sanitasi, dan suhu udara.


(39)

II.4.7.Pencegahan Kebakaran

Untuk memulai kebakaran, harus ada tiga unsur yaitu oksigen ( dari udara ), bahan yang dapat menyala ( bahan bakar ), dan panas ( ini penting untuk menyalakan api, tetapi bila api telah timbul, dengan sendirinya menimbulkan panas untuk tetap menyala ). Bila salah satu unsur ini disingkirkan, api tidak dapat menyala, dan bila sudah / sedang berlangsung, akan terpadamkan.

Jadi, metode pencegahan kebakaran pada dasarnya meliputi pengurangan atau penghapusan salah satu unsur ini. Dalam hampir semua situasi dalam industri, dua dari tiga unsur ini telah ada, yaitu oksigen dan bahan bakar.

Dari kasus kebakaran yang terjadi, sebanyak 23 % kasus disebabkan oleh gangguan listrik, 18 % karena rokok, gesekan karena mesin 10 %, 8 % karena bahan kelewat – panas ( overhead materials ), dan sebab – sebab lain sebanyak 41 %. ( Anonim, 1989 ).

Bila kebakaran telah / sedang berlangsung, maka perlu adanya sarana dan pra sarana yang berfungsi untuk melindungi pekerja dan upaya pencegahan kebakaran agar tidak semakin membesar. Antara lain :

1. Struktur bangunan dan pintu penyelamat

Garis pertama dari pencegahan kebakaran adalah dari konstruksi gedung itu sendiri. Konstruksi tahan api harus dapat menjamin bahwa api tidak akan dapat menjalar baik secara vertikal maupun horisontal. Pintu keluar pun harus memenuhi aturan :

a. Tidak boleh ada bagian bangunan terlalu jauh dari pintu ke luar, jarak tergantung pada tingkat bahayanya.


(40)

b. Setiap lantai harus sekurang – kurangnya mempunyai dua pintu keluar, cukup lebar, aman terhadap api dan asap serta terpisah cukup jauh antara satu dengan lainnya.

c. Tangga kayu, tangga putar, lift dan tangga jenjang tak dapat dihitung sebagai pintu keluar.

d. Pintu keluar harus diberi rambu dan cukup terang. e. Pintu keluar harus selalu dijaga tetap bebas hambatan

f. Tangga keluar dan lubang penyelamat tak boleh menuju halaman dalam atau lorong pintu.

2. Peralatan pemadam api

Peralatan pemadam api dapat dimulai dari ember air atau pasir sampai sistem penyemprot lengkap. Jenis dan banyaknya peralatan yang dibutuhkan tergantung pada ukuran dan konstruksi bangunan yang dilindungi oleh proses di dalamnya. Beberapa jenis alat pemadam kebakaran dapat dilihat pada gambar di bawah


(41)

Gambar 2.8. Smoke & Thermal Detector Gambar 2.9. Sprinkler 3. Tanda Bahaya Kebakaran ( Alarm )

Setiap tempat kerja harus memiliki system alarm untuk memperingatkan orang – orang bila kebakaran timbul. Sistem alarm dapat otomatis, atau lonceng alarm, peluit atau sirine, di pasang di beberapa tempat di pabrik, dan menggunakan tombol atau tangkai untuk mengoperasikan alarm bila diperlukan. Alarm harus terdengar di semua tempat di pabrik, termasuk ruang kerja, gudang, ruang ganti, kamar kecil dan kamar mandi.


(42)

II.4.8.Alat Pelindung Diri (APD)

Dalam usaha dalam pencegahan terjadinya kecelakaan kerja dan menurunnya tingkat kesehatan karyawan maka salah satu upaya terakhir yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan Alat Pelindung Diri ( APD ) oleh karyawan. Ada dua criteria penting dari criteria dasar yang harus dipenuhi oleh semua jenis peralatan pelindung, yaitu :

1. Apapun sifat bahayanya, peralatan atau pakaian harus memberikan cukup perlindungan terhadap bahaya tersebut.

2. Peralatan atau pakaian tersebut harus ringan dipakai dan awet, dan membuat rasa kurang nyaman sekecil mungkin, tetapi bila memungkinkan mobilitas, penglihatan dan sebagainya yang maksimum. ( Anonim, 1989 ).

Dengan memperhatikan kedua criteria tersebut, maka terdapat beberapa Alat Pelindung Diri ( APD ) yang wajib dikenakan oleh karyawan sesuai dengan bahaya pekerjaan yang ditimbulkan, antara lain :

1. Pelindung Mata

Salah satu masalah tersulit dalam pencegahan kecelakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata. Jumlah kecelakaan demikian besar. Sebagai contoh, para pekerja yang terbiasa memakai kacamata akan menolak berbagai jenis peralatan pelindung mata karena akan mengganggu dan tidak nyaman. Karena itu sebaiknya manajemen mengatur agar para pekerja diperiksa sehingga akan didapatkan saran jenis


(43)

kacamata pengaman yang paling cocok untuk mereka. Bila perlu, saran dapat pila diberikan untuk gagang kacamata sekalian.

Gambar 2.11. Safety Google

2. Sepatu Pengaman

Sepatu pengaman harus melindungi pekerja terhadap kecelakaan yang disebabkan oleh barang berat yang jatuh ke atas kaki, paku yang menonjol, logam cair, asam, dan sebagainya. Sepatu kulit biasa dalam keadaan baik memberi sedikit perlindungan terhadap kejatuhan atau tertusuk, tetapi untuk benar – benar aman, sepatu harus dilengkapi dengan ujung berlapis baja dan harus memakai alas baja di dalam lapisan kulitnya. Namunkadang diperlukan jenis alas kaki khusus. Misalnya tukang listrik harus memakai


(44)

sepatu yang tidak menghantarkan listrik, dan para pekerja di pabrik bahan peledak harus memakai sepatu yang tidak mencetus bunga api.

Gambar 2.12. Safety Boots 3. Sarung Tangan

Sarung tangan bukan hanya melindungi pekerja dari bahaya tetapi juga harus memungkinkan jari dan tangan bergerak secara bebas. Jenis sarung tangan yang dibutuhkan akan berbeda tergantung pada luka yang akan dicegah ( tusuk, potong, bakar panas, bakar kimia,kejutan listrik, radiasi dan sebagainya ). Harus diingat bahwa ada bahaya memakai sarung tangan bila seseorang jatuh di mesin bor, mesin kempa dan mesin – mesin lain, yaitu sarung tangan dapat tertangkap oleh putaran mesin.

4. Topi Pelindung

Para pekerja yang mungkin tertimpa berang jatuh atau terbang, atau mungkin menghadapi bahaya luka kepala, harus memakai topi pengaman atau helm yang cukup aman untuk melindunginya, tetapi tidak terlalu berat.


(45)

Topi pengaman plastic terbukti sangat efektif. Umum menamakan semua daerah dimana ada kemungkinan bahay tersebut sebagai “daerah topi pengaman”. Ini berarti bahwa siapa saja yang masuk daerah itu harus mengenakan topi pengaman.

Gambar 2.13. Safety Helmet 5. Sekor

Sekor sangat baik untuk perlindungan terhadap bahan kimia., kemungkinan terkena panas, keadaan basah atau berminyak, tetapi tidak boleh dipakai dipakai di dekat mesin.

6. Perlindungan Telinga

Jika perlu, telinga harus dilindungi terhadap loncatan api, percikan logam pijar, atau partikel – partikel yang melayang. Perlindungan terhadap kebisingan dilakukan dengan sumbat atau tutup telinga.


(46)

7. Perlindungan Paru – paru

Paru – paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemar – pencemar mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu, dan lain – lain. Kekurangan oksigen mungkin terjadi di tempat – tempat yang pengudaraannya buruk seperti tangki atau gudang di bawah tanah. Pencemar – pencemar yang berbahaya mungkin beracun, korosif, atau menjadi sebab rangsangan. Pengaruh lainnya termasuk dalam upaya kesehatan kerja.

Gambar 2.15. Safety Mask

8. Alat Perlindungan Diri Lain

Masih terdapat alat perlindungan diri lainnya seperti tali pengaman bagi tenaga kerja yang mungkin terjatuh. Selain itu, mungkin pula diadakan tempat kerja khusus bagi tenaga kerja dengan segala proteksinya. Juga pakaian khusus bagi saat terjadinya kecelakaan atau untuk penyelamatan.


(47)

2.4.9.Peringatan dan Tanda - tanda

Peringatan dan tanda – tanda juga dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan. Peringatan dan tanda – tanda dapat membawakan suatu pesan instruksi, pesan peringatan atau pemberian keterangan secara umum. Peringatan dan tanda – tanda tidak dapat dianggap sebagai pengganti bagi tindakan – tindakan keselamatan melainkan menunjang tindakan tersebut.

“Dilarang merokok” adalah suatu peringatan yang merupakan perintah. Peringatan – peringatan lain misalnya “Awas tegangan tinggi”, “Hati – hati berbahay”, juga tanda – tanda lau lintas.

Keterangan – keterangan misalnya berupa tanda – tanda bagi tempat pintu jalan keluar, pertolongan pertama, dan lain – lain.

Peringatan dan tanda – tanda tidak boleh terlalu banyak, oleh karena orang tidak memperhatikannya lagi.

II.4.10.Label

Bahan berbahaya dan kemasannya, harus diberi label dengan benar. Banyak kecelakaan terjadi karena bahan beracun, korosif, mudah menyala dan bahan berbahaya lainnya disimpan dalam kemasan yang tidak memperlihatkan bahwa isinya berbahaya, atau bahkan lebih buruk lagi, dalam kemasan minuman biasa. Kecelakaan terjadi bila pekerja minum racun yang tersimpan dalam botol susu atau bir.

Sebagai bantuan untuk pencegahan kecelakaan semacam itu, harus dipakai label yang benar, seperti tampak pada beberapa gambar di bawah. Gambar –


(48)

gambar itu pada mulanya dirancang oleh sekelompok ahli dari bahan – bahan berbahaya, digunakan oleh ILO pada tahun 1956 untuk menarik perhatian atas resikonya terhadap bahan – bahan berbahaya.

Penggunaan lambing untuk tujuan ini mempunyai kelebihan bahwa label dapat ipahami oleh orang buta huruf. Tetapi perlu ditambahkan pada lambing tersebut tulisan yang menunjukkan berikut ini :

1. Nama bahan ;

2. Keterangan bahaya utama, atau bahaya – bahaya ;

3. Penjelasan langkah pencegahan pokok yang harus diambil ; dan apabila diperlukan

4. Petunjuk pertolongan pertama atau langkah sederhana lain yang harus diambil pada kasus seseorang terluka atau dalam keadaan gawat.

Gambar 2.16. Macam penandaan bahan beracun dan berbahaya


(49)

II.5. Landasan Teori

Seperti yang telah dibahas pada bab – bab di atas, tingginya kecelakaan kerja dan semakin menurunnya tingkat kesehatan karyawan merupakan salah satu tugas besar manajemen perusahaan. PT. Sinar Baja Elektrika di Surabaya sadar akan hal itu, untuk itu perusahaan tersebut menerapkan peraturan intern perusahaan tentang sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.

Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja untuk para karyawan merupakan salah satu hal penting harus dimiliki oleh sebuah perusahaan yang mempekerjakan karyawan. Hal itu merupakan jaminan atas Sistem Manejemen perusahaan untuk keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber produksi, proses produksi dan lingkungan kerja dalam keadaan aman.

Namun, ada kalanya penerapan system manajemen kesehatan dan keselelamatan kerja tersebut kurang berhasil. PT. Sinar Baja Elektrika di Surabaya tersebut mendapatkan bahwa , angka kecelakaan kerja yang dihitung pada bulan Januari - Desember 2010 mencapai 58 kasus dengan Estimated Cost sebesar Rp 20 juta sampai Rp. 113 juta. Rata – rata kasus tersebut menyebabkan Loss Time Injury dengan Total Loss Day sebanyak 19 hari. Demikian pula dengan tingkat kesehatan karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut, rata – rata Illness Absent Rate mencapai 20 % sampai 34 % per bulan.

Ada indikasi bahwa angka tentang tingkat kesehatan dan keselamatan karyawan tersebut merupakan sebuah fenomena gunung es, dimana angka


(50)

kerugian yang diketahui merupakan angka sebagian kecil yang diperkirakan. Angka kerugian sebenarnya jauh lebih besar daripada angka tersebut diatas.

Untuk itu, perlunya diadakan kajian yang lebih mendalam tentang kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, kajian dan penelitian ini berguna untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi pada karyawan akibat kerja serta menganalisa potensi – potensi resiko yang mungkin terjadi sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan pencegahannya.


(51)

III.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PT Sinar Baja Elektrik yang merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi barang – barang elektronik. Penelitian difokuskan pada karyawan yang bekerja pada unit produksi.

Untuk lokasi pengambilan kuisioner penelitian juga dilakukan pada karyawan yang bekerja pada unit produksi I voice coil dan produksi II frame.

III.2. Variabel Penelitian

Variabel merupakan konsep yang memiliki beberapa macam nilai. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Variabel yang mempengaruhi adalah pengelolaan kesehatan kerja (X1) dengan parameter :

a. Kebisingan ( X1.1. ) b. Suhu ( X1.2. ) c. Ventilasi ( X1.3. ) d. Isolasi ( X1.4. )

e. Alat Pelindung Diri ( X1.5. ) f. Sanitasi Lingkungan ( X1.6. )

g. Pemeriksaan Kesehatan Secara berkala ( X1.7. )


(52)

2. Variabel yang mempengaruhi adalah pengelolaan keselamatan kerja karyawan (X2) dengan parameter :

a. Sikap dan perilaku karyawan yang tidak mengindahkan keselamatan kerja ( X2.1. )

b. Keadaan fisik dan lingkungan yang tidak aman ( X2.2. ) c. Alat Pelindung Diri (X2.3.)

Dengan variabel yang dipengaruhi adalah terjadiya kecelakaan kerja (X2).

III.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi : 1. Data primer

Dilaksanakan pegamatan dan pencatatan secara langsung pada daerah penelitian dengan beberapa teknik

a. Teknik Observasi Lapangan

Untuk mendapatkan data kuantitatif tentang tempat kerja dan lokasi dilakukannya penelitian yaitu pada PT. Sinar Baja Elektrik.

b. Melakukan pengukuran kondisi fisik tempat kerja sebagai data pendukung yang merefleksikan kondisi di lapangan.

c. Teknik Kuisioner

Untuk mendapatkan data – data primer melalui proses wawancara dengan responden dalam hal ini karyawan yang bekerja pada unit produksi 2 dan produksi 1 voice coil yang ada di PT Sinar Baja Elektrik


(53)

c. Teknik Dokumentasi

Untuk mendukung hasil observasi lapangan dilakukan teknik dokumentasi atau pemotretan sebagai hasil rekaman visual berupa foto keadaan dan tempat kerja karyawan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian dimana memberikan gambaran umum tentang hal – hal yang mencakup penelitian yang didapatkan dari beberapa sumber antara lain : dokumen arsip perusahaan tentang Health Safety and Environment dan tentang personalia perusahaan serta data – data dari Badan Pusat Statistik yang berguna untuk penelitian.

III.4. Teknik Analisis

III.4.1. Uji Validitas Instrumen

Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur, misalnya beberapa alat ukur untuk mengukur beberapa hal lain yang behubungan dengan Keselamatan dan kesehatan Kerja mungkin saja reliabel tetapi seorang peneliti dapat saja melakukan kesalahan dengan mengansumsikan bahwa antar alat ukur itu saling berkorelasi, tapi sebenarnya tidak. Dengan adanya uji validitas akan dapat diketahui hubungan antar parameter dalam satu variabel sehingga mencegah terjadinya kesalahan dalam pengukuran


(54)

III.4.2. Uji Reliabilitas Instrumen

Wikipedia (2001) mengatakan bahwa reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang artinya keterpercayaan, keterandalan, konsistensi dan sebagainya. Hasil pengukuran dapat dipercaya bila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur tidak berubah. Reliabilitas instrumen adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode alpha Cronbach diukur berdasarkan skala alpha Cronbach 0 sampai 1.

Jika skala itu itu dikelompok ke dalam lima kelas dengan reng yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterprestasikan sebagai berikut :

1. Nilai alpha Cronbach 0,00 s.d. 0,20, berarti kurang reliabel 2. Nilai alpha Cronbach 0,21 s.d. 0,40, berarti agak reliabel 3. Nilai alpha Cronbach 0,42 s.d. 0,60, berarti cukup reliabel 4. Nilai alpha Cronbach 0,61 s.d. 0,80, berarti reliabel

5. Nilai alpha Cronbach 0,81 s.d. 1,00, berarti sangat reliab l (Triton, 2005 dalam anonim)

III.4.3. Uji Regresi

Analisa regresi bertujuan untuk membuat prediksi (forecasting), memperkirakan, atau mentaksir besarnya efek kuantitatif dari suatu kejadian


(55)

terhadap kejadian lain. Dalam penelitian ini ada dua hal yang dianalisa yaitu variabel pengelolaan kesehatan kerja(X1) terhadap variabel kondisi kesehatan karyawan(Y1), dan variabel pengelolaan kesehatan kerja(X2) terhadap kecelakaan kerja(Y2).

III.5. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Output Penelitian

1. Mengetahui penyebab perubahan status kesehatan dan keselamatan kerja karyawan

2. Mengetahui pengaruh pengelolaan kesehatan karyawan terhadap kondisi kesehatan karayawan dan pengelolaan keselamatan karyawan terhadap terjadinya kecelakaan kerja.

Studi Kepustakaan

Perumusan Masalah

Pengumpulan Data 1. Teknik observasi lapangan 2. Teknik kuisioner

3. Teknik dokumentasi

Analisis data

Penentuan Variabel Penelitian


(56)

IV.1. Deskripsi Hasil Penelitian

Dari pelaksanaan penelitian ini awalnya data yang diambil adalah hasil responden yang terdiri dari karyawan produksi voice coil dan karyawan produksi II frame dikarenakan evaluasi pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini maka mayoritas responden diambil dari pekerja dari bagian produksi yang memiliki resiko terjadinya kecelakaan kerja lebih tinggi daripada bagian – bagian lain dan setelah hasil ditabulasikan maka diolah berdasarkan teori yang digunakan.

IV.1.1. Deskripsi Karakteristik Responden

Data mengenai keadaan responden dapat diketahui melalui jawaban responden dari pernyataan-pernyataan yang diajukan di dalam kuesioner yang telah diberikan. Dari jawaban-jawaban tersebut diketahui hal-hal seperti dibawah ini.

a. Jenis Kelamin

Dari 112 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui jenis kelamin dari responden yakni pada tabel dibawah ini.


(57)

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Perempuan 94 83.93%

2 Laki - laki 18 16.07%

Total 112 100.00%

Hasil yang didapat peneliti dari responden adalah mayoritas didominasi perempuan sebesar 83,93 % dan laki – laki sebesar 16,07 %, hal ini disebabkan karena pertimbangan dari pihak recruitment perusahaan bahwa dalam proses produksi dibutuhkan ketelitian dan jenis kelamin perempuan dianggap memiliki tingkat ketelitian dan keuletan yang lebih tinggi daripada laki – laki.

b. Usia

Dari 112 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui usia para responden yakni pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah Persentase

1 15 – 20 15 13.39%

2 21 – 25 36 32.14%

3 26 – 30 45 40.18%

4 31 – 35 9 8.04%

5 35 – 40 2 1.79%

6 41 – 45 5 4.46%

Total 112 100.00%

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa usia responden paling banyak pada rentang usia 26 – 30 tahun sebesar 40,18% , kemudian disusul dengan


(58)

rentang usia antara 21 – 25 tahun. Hal itu disebabkan karena perusahaan memprioritaskan pekerja dengan usia produktif, menurut Menurut Mantra (2003) dalam Indriyani (2007), usia paling produktif berada pada rentang usia 20 – 30 tahun.

c. Pendidikan

Dari 112 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui tingkat pendidikan para responden yakni pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

SD 3 2.68%

SLTP / SMP 4 3.57%

SMU/SMEA/STM/MA 100 89.29%

S1 5 4.46%

Total 112 100.00%

Pada tabel diatas dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang ada bahwa karyawan yang terlibat adalah beragam yang mana berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki karyawan berperan penting menentukan posisi atau tanggung jawab yang diemban. Tingkat pendidikan karyawan juga menentukan cara berpikir, dalam menerima penjelasan mengenai keselamatan kerja pada waktu dilakukan penyuluhan atau pelatihan.

d. masa kerja

Dari 112 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui masa kerja para responden yakni pada tabel dibawah ini.


(59)

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja.

No Masa Kerja Jumlah Persentase

1 < 3 tahun 34 30.36% 2 3 - 5 tahun 52 46.43% 3 > 5 tahun 26 23.21%

Total 112 100.00%

Pada tabel karakteristik berdasarkan masa kerja di atas dapat diketahui bahwa mayoritas pekerja telah bekerja sekitar 3 – 5 tahun sebanyak 46,43% , meskipun begitu selisih persentasenya dengan masa kerja dibawah 3 tahun dan di atas 5 tahun tidak terlalu besar. Masa kerja juga menjadi tolak ukur sampai sejauh mana pengetahuan tentang sumber – sumber yang mengakibatkan kecelakaan kerja.

IV.1.2. Deskripsi Variabel Kesehatan Kerja

Data untuk variabel kesehatan kerja dapat diketahui melalui jawaban responden dari pernyataan-pernyataan yang diajukan di dalam kuesioner yang telah diberikan. Ada beberapa parameter yang mempengaruhi kesehatan kerja diantaranya kebisingan, suhu, ventilasi, isolasi, alat pelindung diri, pemeriksaan kesehatan, dan sanitasi yang kesemuanya dapat dilihat pada hasil penelitian di bawah ini


(60)

a. Kebisingan

Tabel 4.5. Ada Atau Tidaknya Kebisingan Yang Dirasakan

No

Apakah Merasakan Kebisingan

di Tempat Kerja Jumlah Persentase

1 Ya 108 96.43%

2 Tidak 4 3.57%

Total 112 100.00%

Data di atas menunjukkan bahwa memang sebagian besar pekerja pada bagian produksi merasakan kebisingan, untuk itu memang perlu dicari tahu apakah memang ada dampak yang ditimbulkan.

Tabel 4.6. Ada Atau Tidaknya Dampak Yang Dirasakan

NO

Adakah Dampak yang

Dirasakan JUMLAH PERSENTASE

1 Ya 101 90.18%

2 tidak 11 9.82%

TOTAL 112 100.00%

Dari tabel di atas bisa diketahui bahwa sebagian besar pekerja (90,18%) merasakan dampak yang ditimbulkan oleh kebisingan. Adapun dampak yang dirasakan dari total 101 orang pekerja atau 90,18% dari 112 responden dapat dilihat pada grafik berikut ini.


(61)

Gambar 4.1. Grafik Dampak Kebisingan Yang Dirasakan Pekerja

Pada Gambar 4.1. di atas terdapat beberapa macam dampak yang diakibatkan oleh kebisingan dari 101 pekerja yang mersakan dampak, mayoritas dampak nya adalah berkurangnya kualitas pendengaan sementara (hanya terjadi pada saat di tempat kerja) sebesar 93,07%,dalam hal ini terlihat jelas memang ada korelasi antara kebisingan dengan menurunnya kesehatan karyawan.

Saat dilakukan pengukuran kebisingan menggunakan alat sound level meter didapatkan data sebagai berikut.

Tabel 4.7.Hasil Pengukuran Kebisingan Dengan Mengunakan Sound Level Meter

Tiik Hasil Pengukuran (decible)

1 80,5 2 99,8 3 90,3 4 88,5 5 81,3 6 82,1 7 87,9 8 92,5 9 97,3 10 88,1 93,07%

6,93%

0,00%

berkurangnya kualit as pendengaran sement ara

berkurangnya kualit as pendengaran permanen

t imbulnya penyakit indra pendengaran

1 2 3

Dampak Kebisingan PERSENTASE


(62)

Untuk pengukuran kebisingan dengan menggunakan sound level meter dilakukan di 2 (dua) tempat yaitu di produksi I voice coil (titik 1 sampai 5) dan di produksi II frame (titik 6 sampai 10). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tingkat kebisingan rata – rata memang melebihi dari ambang batas yang dipersyaratkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja yaitu maksimal 85 dB dalam waktu paparan maksimal 8 jam sehari. Sedangn hasil dari pengukuran kebisingan didapatkan angka rata – rata 88,85 dB dengan waktu paparan 9 jam sehari.

b. Suhu

Menurut Firdaus Hanif, 2004 dalam anonim suhu udara dalam ruangan yang nyaman berkisar antara 18°C sampai dengan 30°C, sedangkan kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%, namun penerimaan kenyaman suhu tersebut akan berbeda untuk setiap individu, untuk penerimaan ada atau tidaknya gngguan yang dialami pekerja karena suhu dapat dilihat pada tabel di bawah. Tabel 4.8. Ada Atau Tidaknya Gangguan Yang Dialami Akibat Suhu

No

Apakah Anda Mengalami

Gangguan Karena Suhu? Jumlah Persentase

1 Ya 61 54.46%

2 Tidak 51 45.54%

Total 112 100.00%

Menurut jawaban para responden dapat diketahui bahwa sebagian responden mengalami ketidaknyamanan terhadap suhu tempat kerja sebesar


(63)

54,46% atau 61 orang, diantaranya ada 45,54% atau 51 orang responden yang tidak merasakan gangguan tersebut.

Adapun dampak yang dirasakan 101 pekerja yang mengalami gangguan yang diakibatkan oleh suhu yaitu.

Gambar 4.2. Grafik Dampak Akibat Ketidaknyamanan Suhu

Pada grafik di atas ada beberapa dampak yang dirasakan oleh para pekerja, mayoritas dampak yang dirasan adalah berkeringat 97,03 % dan beberapa responden mengalami iritasi hanya 2,97 %.

Saat dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban dengan menggunakan thermograph, di dapatkan data sebagai berikut.

97,03%

2,97% 0,00% 0,00%

keringat irit asi heat cramp (kejang)

lain - lain Dampak Ketidak-nyamanan Suhu


(64)

Tabel 4.9. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban

Titik Suhu (dalam °C) Kelembaban

1 32.9 67%

2 31.9 65%

3 32.5 64%

4 33.3 61%

5 33.1 61%

6 32.9 63%

7 32.4 64%

8 33.5 63%

9 32.9 64%

10 33.3 62%

Rata - rata 32.87 63%

Untuk pengukuran suhu dan kelembaban pada data di atas dilakukan di 2 (dua) tempat yaitu di produksi I voice coil (titik 1 sampai 5) dan di produksi II frame (titik 6 sampai 10). Hasil pengukuran menunjukkan, suhu di semua titik melebihi batas suhu nyaman (18°C sampai dengan 30°C) sehingga memang mengakibatkan dampak pada karyawan saat bekerja. Untuk hasil pengukuran kelembaban udara sudah memenuhi standart karena masih berada di rentang 40% sampai 70% di semua titik.

c. Ventilasi

Menurut Kepmenkes ventilasi yang ideal memiliki luas 10% dari total luas lantai.

Tabel di bawah ini akan mendeskripsikan kondisi pertukaran udara (ventilasi) yang dirasakan oleh 112 orang responden.


(65)

Tabel 4.10. Kondisi Ventilasi Tempat Kerja yang Dirasakan Responden

No Kondisi Ventilasi Yang Dirasakan Jumlah Persentase

1 Baik 81 72.32%

2 tTidak baik 31 27.68%

Total 112 100.00%

Kondisi pertukaran udara yang dirasakan para pekerja sudah cukup baik, hal itu terbukti dari sebagian besar responden (72,32%) yang menjawab bahwa kondisi ventilasinya sudah baik, sisanya (27,68%) menjawab kondisi ventilasinya tidak baik.

Adapun jenis – jenis ventilasi yang ada di ruangan produksi yaitu exhauser (blower), kipas angin, dan jendela. Hal itu dapat diketahui dari jawaban responden terhadap pertanyaan kuesioner yang diajukan.

d. Isolasi

Untuk bahan baku berbahaya yang digunakan oleh perusahaan seharusnya memiliki ruangan isolasi khusus sehingga tidak membahayakan bagi para pekerja. Untuk tabel di bawah ini akan ditanyakan pendapat para responden terhadap ada atau tidaknya ruangan isolasi khusus untuk bahan baku berbahaya tersebut.

Tabel 4.11. Ada Atau Tidaknya Ruangan Isolasi Untuk Bahan Baku Berbahaya.

No

Adakah Ruang Isolasi Untuk Bahan Baku

Berbahaya Jumlah Persentase

1 Ada 85 75.89%

2 Tidak ada 27 24.11%


(66)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 85 orang responden menjawab perusahaan memiliki ruang siolasi untuk bahan baku berbahaya, sisanya sebanyak 27 orang menjaab tidak ada. Menurut hasil observasi dan wawancara, jawaban ’tidak ada’ dari responden merupakan ketidaktahuan responden terhadap ada atau tidaknya ruangan isolasi bahan baku berbahaya tersebut.

Untuk penempatan mesin – mesin yang memiliki tingkat kebisingan lebih tinggi seharusnya perusahaan memiliki ruangan khusus untuk mengisolasi mesin tersebut agar kebisingannya tidak berdampak buruk bagi pekerja, tabl di bawah ini menunjukkan ada atau tidaknya ruangan isolasi untuk mesin – mesin tersebut. Tabel 4.12. Ada Atau Tidaknya Ruangan Isolasi Untuk Mesin

No Adakah Ruang Isolasi Unuk Mesin Jumlah Persentase

1 Ada 107 95.54%

2 Tidak ada 5 4.46%

Total 112 100.00%

Dari jawaban responden di atas dapat diketahu bahwa perusahaan memang memiliki ruangan khusus untuk mesin – mesin sehingga karyawan di luar ruangan produksi tidak terganggu oleh kebisingan yang dihasilkan.

e. Alat Pelindung Diri (APD)

Untuk Alat Pelindung Diri yang disediakan oleh perusahaan antara lain yaitu Alat Pelindung Diri kepala, Alat Pelindung Diri tangan, dan juga Alat Pelindung Diri untuk muka.


(67)

dan juga menjaga agar tidak muncul penyakit akibat kerja. Menurut Wigjosoebroto S. (1995) dalam Indriyani (2007), salah satu faktor yang dapat menimbulkan keluhan kesehatan dipengaruhi oleh frekuensi penggunaan Alat Pelindung Diri.

Tabel 4.13. Frekwensi Penggunaan APD Saat Bekerja

No Apakah Selalu Menggunakan APD Jumlah Persentase

1 Ya (selalu) 107 95.54%

2 Kadang - kadang 5 4.46%

3 Tidak pernah 0 0%

Total 112 100.00%

Data di atas menunjukkan frekwensi responden dalam penggnaan Alat Pelindung iri (APD), sebanyak 95,54% pekerja selalu menggunakan APD dan sisanya sebanyak 4,46% masih belum memiliki kesadaran penuh dalam pengunaan APD tersebut.

Untuk alasan reponden terhadap pemakaian APD dapat dilihat pada tabel di bawah .

Gambar 4.3.Grafik Alasan Responden Selalu Menggunakan Alat Pelindung Diri 66,36%

29,91%

3,74%

perat uran perusahaan pernah mengalami kecelakaan karea t dk

memakai APD

APD sangat berguna sebagaiperlindungan Alasan Responden Selalu Menggunakan APD


(68)

Data pada Gambar 4.3 di atas menunjukkan bahwa sebagain besar responden mengunakan Alat Pelindung Diri (APD) karena memang peraturan perusahaan mengharuskan hal tersebut, sisanya sebanyak 29,91% menggunakan APD dikarenakan pernah mengalai kecelakaan kerja karena tidak memakai APD, dan hanya 3,74% diantaranya yang sadar pentingnya Alat Pelindung Diri sebagai pencegahan terjadinya kecelakaan kerja.

Gambar 4.4. Grafik Alasan Responden Jarang Menggunakan Alat Pelindung Diri

Dari 5 orang responden yang jarang menggunakan APD pada saat bekerja, 60,00% responden mengaku tidak leluasa dalam bekerja pada saat menggunakan APD, sisanya 20,00% responden mengaku risih jika menggunakan APD, dan 20,00% yang lain menganggap APD tidak ada gunanya.

f. Pemeriksaan kesehatan.

Pemeriksaan kesehatan berguna untuk memonioring kondisi kesehatan pekerja baik sebelum masuk di perusahaan tersebut maupun selama bekerja di perusahaan itu.

20,00%

60,00%

20,00%

risih mengganggu keleluasaan dalam bekerja

t idak ada gunana Alasan Responden Jarang Menggunakan APD


(69)

Tabel 4.14. Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Masuk Ke Perusahaan

No

Apakah Pernah Memeriksakan Kesehatan

Sebelum Masuk di Perusahaan Ini Jumlah Persentase

1 Ya 108 96.43%

2 Tidak 4 3.57%

Total 112 100.00%

Tabel 4.15. Pemeriksaan Rutin Oleh Perusahaan

No

Adakah Pemeriksaan Kesehatan Rutin Oleh

Perusahaan Jumlah Persentase

1 Ya 49 43.75%

2 Tidak 63 56.25%

Total 112 100.00%

Pada Tabel 4.14 mayoritas para responden pernah memeriksakan kesehatannya sebelum masuk ke PT. Sinar Baja Elektrik sehingga dapat diketahui kondisi kesehatan maupun riwayat kesehatan yang dialami oleh pekerja.

Pada Tabel 4.15 menunjukkan bahwa perusahaan memang menyiapkan dokter atau ahli medis yang memang stand by di ruang kesehatan perusahaan, akan tetapi masih banyak dari para responden yang belum memanfaatkan fasilitas tersebut. Menurut hasil observasi dan wawancara, hal itu disebabkan karena fasilitas tersebut memang masih baru, jadi memang masih banyak karywan yang belum memanfaatkan fasilitas tersebut.

Pemerintah juga ikut andil dalam berkoordinasi dengan perusahaan dengan menganjurkan agar seluruh karyawan terdaftar sebagai anggota JAMSOSTEK, dari `112 orang responden persentase keanggotaan JAMSOSTEK sebagai berikut.


(70)

Tabel 4.16. Keanggotaam JAMSOSTEK

No

Apakah Anda Terdaftar Sebagai Anggota

JAMSOSTEK Jumlah Persentase

1 Ya 35 31.25%

2 Tidak 77 68.75%

Total 112 100.00%

Tabel 4.16. menunjukkan bahwa lebih dari sebagian responden (68,75%) belum terdaftar sebagai anggota JAMSOSTEK. Menurut hasil observasi dan wawancara dengan pihak HRD hal itu dikarenakan perusahaan masih memilah pekerja berdasarkan tingkat resiko pekerjaan dan juga masa kerja karyawan. g. Sanitasi

Menurut teori, sanitasi brarti segala sesuatu yang berhubungan dengan air, baik air bersih, air bekas, maupun air kotor dan termasuk sampah di dalamnya. Baiknya kondisi sanitasi juga merupakan indicator baiknya kondisi kesehatan orang- orang di sekitarnya. Dalam tabel di bawah dapat diketahui kondisi sanitasi di tempat kerja responden.

Tabel 4.17. Ketersediaan Toilet/WC/Kamar Mandi di Tempat Kerja

No

Tersediakah Toilet/WC/kamar mandi Di

Tempat Kerja Anda Jumlah Persentase

1 Ya 100 89%

2 Tidak 12 11%


(71)

Tabel 4.18. Kondisi Toilet/WC/Kamar Mandi

No Kondisi Toilet/WC/Kamar Mandi Jumlah Persentase

1 Baik 112 100%

2 Tidak baik 0 0%

Total 112 100%

Tabel 4.19. Ketersediaan Tempat Sampat di Tempat Kerja

No

Tersediakah Tempat Sampah di Tempat

Anda Jumlah Persentase

1 Ya 65 58.04%

2 Tidak 47 41.96%

Total 112 100.00%

Tabel 4.20. Sumber Air Minum Karyawan

No Sumber Air Minum Karyawan Jumlah Persentase

1 PDAM 11 9.82%

2 Isi ulang 101 90.18%

3 Lain - lain 0 0.00%

Total 112 100.00%

Menurut keempat tabel di atas, kondisi sanitasi di tempat kerja sudah cukup baik, hanya saja ada jawaban responden mengenai ketersediaan tempat sampah yang masih menjawab tidak tersedianya tempat sampah (41,96%). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, jawaban itu dimungkinkan karena letak tempat sampah agak jauh dari lokasi beberapa responden.


(72)

IV.1.3. Deskripsi Variabel Keselamatan Kerja

Dalam variabel keselamatan kerja berpengaruh terhadap kecelakaan kerja yang dialami karyawan. Ada beberapa parameter yang dalam variabel pengelolaan keselamatan kerja yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja karyawan, diantarnya adalah faktor fisik, faktor mekanik, serta faktor sikap dan perilaku pekerja. Adapun hasil penelitiannya dapat dilihat di bawah ini.

1. Faktor fisik

Kondisi lingkungan juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja, bila kondisi lingkungan tidak aman maka resiko terjadinya kecelakaan kerja juga semakin besar.

Tabel 4.21. Pernah Atau Tidaknya Terjadi Bahaya Yang Diakibatkan Oleh Kondisi Lingkungan

No

Pernahkah Terjadi Bahaya Akibat

Lingkungan Jumlah Persentase

1 Ya (pernah) 81 72.32%

2 Tidak 31 27.68%

Total 112 100.00%

Tabel 4.22. Jenis Bahaya Oleh Lingkungan Yang Penah Terjadi

No Jenis bahaya lingkungan Jumlah Persentase

1 Petir 2 1.79%

2 Gempa bumi 0 0.00%

3 Lain - lain 110 98.21%


(73)

Dalam Tabel 4.21. dan Tabel 4.22. di atas dapat diketahui bahwa di tempat kerja memang sering terjadi kondisi lingkungan yang bisa mengakibatkan kecelakaan, dari hasil observasi dan wawancara, jenis bahaya lingkungan yang paling sering terjadi adalah banjir (98,21%).

Tabel 4.23. Ada Atau Tidaknya Upaya Perusahaa Untuk Menanggulangi Bahaya Yang Diakibatkan Oleh Lingkungan

No

Adakah Upaya Perusahaan Menanggulangi

Bahaya Lingkungan Jumlah Persentase

1 Ya (pernah) 85 75.89%

2 Tidak 27 24.11%

Total 112 100.00%

Untuk Tabel 4.23. di atas, sebanyak 85 orang responden menganggap perusahaan sudah melakukan upaya untuk menaggulangi bahaya akibat kondisi lingkungan tersebut, menurut hasil observasi dan wawancara, upaya yang dilakukan ada beberapa hal, misalnya untuk bahaya petir, perusahaan telah memasang panagkal petir di beberapa sisi bangunan, dan untuk bahaya akibat bamjir, perusahaan juga telah beberapa kali menambah ketinggian lantai di tempat kerja.

2. Faktor mekanik

Para pekerja di PT Sinar Baja Elektrik bekerja dengan mesin – mesin berat yang berpotensi membahayakan keselamatan para pekerja itu sendiri, tabel di bawah ini akan menjelaskan hal tersebut.


(74)

Tabel 4.24. Tingkat Resiko Penggunaan Mesin

No

Apakah Anda Bekerja Dengan Mesin yang

Membahayakan Jumlah Persentase

1 Ya 84 75.00%

2 Tidak 28 25.00%

Total 112 100.00%

Tabel 4.25. AdaAtau Tidaknya Upaya Perusahaan Untuk Meminimalisir Resiko Akibat Mesin

No

Adakah Upaya Perusahaan Untuk

Meminimalisir Resiko Jumlah Persentase

1 Ya 31 27.68%

2 Tidak 81 72.32%

Total 112 100.00%

Dari Tabel 4.24 dan Tabel 4.25 di atas dapat diketahui bahwa 75,00% responden bekerja dengan mesin yang memang membahayakan keselamatan, namun hanya 27,68% responden yang berpendapat bahwa perusahaan memang berupaya untuk meminimalisasi terjadinya bahaya akibat penggunaan mesin tersebut, dan sisanya sebanyak 72,32% belum melihat upaya tersebut.

2. Faktor sikap dan perilaku pekerja

Faktor manusia merupakan salah satu faktor yang berkontribusi dalam kecelakaan. Tabel di bawah ini akan menjelaskan kondisi keselamatan kerja para responden di PT Sinar Baja Elektrik


(75)

Tabel 4.26. Pernah Atau Tidaknya Mengalami Kecelakaan Kerja

No

Pernahkah Anda Mengalami Kecelakaan

Kerja Jumlah Persentase

1 Ya 65 58.04%

2 Tidak 47 41.96%

Total 112 100.00%

Pada Tabel 4.26 di atas, kecelakaan kerja yang dimaksudkan adalah kecelakaan kerja yang sampai mengakibatkan pekerja yang mengalaminya tidak bsa meneruskan pekerjaan pada hari itu karena harus beristirahat atau juga pergi ke rumah sakit atau puskesmas terdekat.

Adapun terjadinya kecelakaan kerja ringan yang masih memungkinkan untuk meneruskan pekerjaan (terjatuh misalnya) dapat dilihat pada tabel 4.29 di bawah ini.

Tabel 4.27 Pernah Atau Tidaknya Mengalami Kecelakaan Kerja Ringan.

No

Pernahkah Anda Mengalami Kecelakaan Kerja

Ringan Jumlah Persentase

1 Ya 85 75.89%

2 Tidak 27 24.11%

Total 112 100.00%

IV. 2. Analisa Reliabilitas

Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Cronbach’s Alpha ini digunakan untuk mengestimasi reliabiltas setiap skala (variabel atau observasi indikator). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :


(76)

Tabel 4.28. Analisa Reliabilitas

No Variabel Penelitian

Cronbach Alpha

N of

items ∑ N

Persentase N

1 Pengelolaan kesehatan kerja (X1) 0.67 12 112 100%

2

Pengelolaan keselamatan

karyawan (X2) 0.676 6 112 100%

3 Kondisi kesehatan karyawan (Y1) 0.699 3 112 100% 4 Terjadinya kecelakaan kerja (Y2) 0.686 2 112 100%

Wikipedia (2001) mengatakan bahwa reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang artinya keterpercayaan, keterandalan, konsistensi dan sebagainya. Hasil pengukuran dapat dipercaya bila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur tidak berubah. Reliabilitas instrumen adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode alpha Cronbach diukur berdasarkan skala alpha Cronbach 0 sampai 1. Jika skala itu itu dikelompok ke dalam lima kelas dengan reng yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterprestasikan sebagai berikut :

1. Nilai alpha Cronbach 0,00 s.d. 0,20, berarti kurang reliabel 2. Nilai alpha Cronbach 0,21 s.d. 0,40, berarti agak reliabel 3. Nilai alpha Cronbach 0,42 s.d. 0,60, berarti cukup reliabel 4. Nilai alpha Cronbach 0,61 s.d. 0,80, berarti reliabel


(1)

1

1

0,50

0

1

0,50

1

2

1,00

1

2

1,00

0

1

0,50

1

1

0,50

1

1

0,50

1

2

1,00

1

2

1,00

1

1

0,50

0

1

0,50

1

1

0,50

1

1

0,50

1

1

0,50

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

1

0,50

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(2)

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

1

2

1,00

0

0

0,00

1

2

1,00

1

1

0,50

1

2

1,00

0

0

0,00

1

1

0,50

1

1

0,50

0

0

0,00

0

0

0,00

0

0

0,00

0

0

0,00

0

0

0,00

1

1

0,50

1

1

0,50

0

0

0,00

0

0

0,00

0

0

0,00


(3)

LAMPIRAN C

CONTOH PERHITUNGAN

1.

Perhit ungan jum lah sam pel :

Pengambilan

sample size

(n) dari populasi (N) yang sudah diketahui dapat

pula menggunakan table berikut ini yang sudah merupakan

guideline

generalisai sains untuk memutuskan

sample size.

Tabel C.1. Menentukan jumlah sampel(n) berdasarkan jumlah populasi(N)

N

n

N

n

N

n

10

10

140

103

420

201

15

14

150

108

440

205

20

19

160

113

460

210

25

24

170

118

480

214

30

28

180

123

500

217

35

32

190

127

550

226

40

36

200

132

600

234

45

40

210

136

650

242

50

44

220

140

700

248

55

48

230

144

750

254

60

52

240

148

800

260

65

56

250

152

850

265

70

59

260

155

900

269

75

63

270

159

950

274

80

66

280

162

1000

278

85

70

290

165

1100

285

90

73

300

169

1200

291

95

76

320

175

1300

297

100

80

340

181

1400

302

110

8

360

186

1500

306

120

92

380

191

1600

310

130

97

400

189

1700

313

(sumber : Uma Sekaran, 1992)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(4)

Untuk jumlah sampel diketahui sebesar 146 pekerja, jumlah minimum

sampel yang diperlukan untuk melakukan penelitian dapat menggunakan

perbandingan dengan tabel di atas.

Sehingga 150x = 15768

X= 105


(5)

LAMPIRAN D

FOTO

Gambar D.1. Toilet di produksi1 Gambar D.2. Toilet di produksi 2

Gambar D.3. Karyawan produksi 1 Gambar D.4. Mesin pembuatan frame

Gambar D.5. Karyawan produksi1 Gambar D.6.karyawan prouksi 2

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(6)

Gambar D.8. Kondisi saat istirahat

Gambar D.7. Mesin I produksi2