MUDHARABAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEM
1
MUDHARABAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih Kontemporer Perbankan
Dosen Pengampu : Imam Mustofa, M.S.I
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Siti Muslimah
141273310
KELAS D
JURUSAN S1-PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
METRO
2017
2
A. Pendahuluan
Ekonomi Islam bukan hanya ekspresi syariah yang memberikan
eksistensi sistem islam di tengah-tengah eksistensi berbagai sistem ekonomi
modern. Tapi sistem ekonomi islam lebih sebagai pandangan islam yang
kompleks hasil ekspresi akidah islam dengan nuansa yang luas dan target
yang jelas. Ekspresi akidah melahirkan corak pemikiran dan metode
aplikasinya
baik
dalam
konteks
kemasyarakatan,
kepolitikan
atau
perekonomian.
Perkembangan implementasi sistem ekonomi yang sesuai dengan
prinsip syariah diharapkan dapat mendukung tujuan pembangunan yang
antara lain adalah kesejahteraan ekonomi dan keadilan sosial. Dalam upaya
untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan peran dari seluruh pihak secara
sinergis dan bahumembahu sesuai dengan peran masing-masing. Dalam
kaitan ini, lembaga keuangan syariah diharapkan dapatmenjalankan peran dan
fungsinya secara profesional danamanah.
Manajemen bank syariah tidak banyak berbeda dengan manajemen
bank pada umumnya (bank konvesional), namun dengan adanya landasan
syariah serta sesuai dengan peraturan pemerintah yang menyangkut bank
syariah antara lain UU No, 10 Tahun 1998, sebagai revisi UU No. 7 Tahun
1992. Tentu saja baik organisasi maupun sistem operasional bank syariah
terdapat perbedaan dengan bank pada umumnya, terutama adanya dewan
pengawas syariah dalam struktur organisasi dan adanya sistem bagi hasil.
Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum
dan landasan dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara
syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Berdasarkan prinsip
ini, bank islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun
dengan pengusaha yang meminam dana. Dengan penabung bank akan
bertindak sebagai mudharib ‘pengelola’, sedangkan penabung bertindak
sebagai shahibul maal ‘penyandang dana’. Antara keduanya diadakan akad
mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak.
Meskipun demikian, dalam perkembangannya, para pengguna dana bank
3
islam tidak saja membatasi dirinya pada satu akad. Sesuai dengan jenis dan
macam usahanya, mereka ada yang memperoleh dana dengan sistem
pengkongsian, sistem jual beli, sewa-menyewa, dan lain-lain.
Seperti yang kita kenal, bank dan nasabahnya adalah dua pihak yang
tidak ingin dirugikan. Kedua belah pihak pada hakekatnya berniat
mendapatkan keuntungan, dalam perbankan syariah, niat itu dapat kita
temukan dalam konsep Mudharabah dan Musyrakahah. Sistem inilah yang
kemudian menjadi karakteristik umum dan pijakan dasar dalam pengelolaan
bank-bank islam. Dalam oprasional bank syariah, mudharabah merupakan
salah satu jenis akad pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabahnya.
Sisem mudharabah ini merupakan sistem akad kerja sama antara dua pihak
dimana ihak pertama menyediakan modalnya, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Dan keuntungan dibagi menrut kesepakatan awal.
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan sebagai
landasan dasar bagi oprasonal bank syar’iah keseluruhan. Secara syar’iah
prinsip berdasarkan kaidah mudharabah akan fungsi sebagai mitra baik
dengan penabungan demikian jugan dengan pengusaha yang meminjam dana.
B. Implementasi Akad Mudharabah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Perbankan Islam telah memanfaatkan bentuk mudharabah dan
menjadikannya
sebagai
pendongkrak
kemajuan
berbagai
proyek
pengembangan modal dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam.1 Bagi
hasil (mudharabah) atau usaha investasi ini dilakukan dengan adanya dua
pihak yang terlibat, yaitu pertama pihak yang memiliki modal dan kedua
pihak yang melakukan usaha.2
Bank telah menunjukkan peran yang penting dan berhasil sebagai
lembaga keuangan dalam menjembatani para penabung dengan para investor.
Tabungan dimaksud, akan bermanfaat bila diinvestasikan oleh Bank kepada
1
Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,
(Jakarta: Darul Haq, 2004), h. 181.
2
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank syariah , (Yogyakarta: UII Press,
2008), h. 13.
4
pengusaha yang membutuhkan dana, sedang para penabung tidak mempunyai
kemampuan untuk mengelola dan/atau melakukan bisnis.3 Aplikasi
mudharabah dalam Bank Islam dapat dilakukan dengan memisahkan atau
mencampurkan dana al-mudharabah. Berikut ini merupakan penjelasan lebih
lanjut mengenai hal tersebut:
1.
Pemisahan total antara dana al-mudharabah dan harta-harta lainnya,
termasuk harta mudharib.
Teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
teknik ini adalah bahwa pendapatan dan biaya dapat dipisahkan dari
masing-masing dana dan dapat dihitung dengan akurat. Selain itu,
keuntungan atau kerugian dapat dihitung dan dialokasikan dengan akurat.
Sedangkan kelemahan teknik ini terutama menyangkut masalah moral
hazard dan preferensi investasi si mudharib.
2.
Dana al-mudharabah dicampur dan disatukan dengan sumber-sumber
dana lainnya.
Sistem ini menghilangkan munculnya masalah etika dan moral
hazard seperti di atas, namun dalam sistem ini pendapatan dan biaya almudharabah tercampur dengan pendapatan dan biaya lainnya. Hal ini
menimbulkan sedikit kesulitan akunting dalam memproses alokasi
keuntungan atau kerugian antara pemegang saham dan pemegang
rekening.4
Penempatan dana dapat dilakukan dalam bentuk pembiayaan
berakad jual beli maupun syirkah atau kerja sama bagi hasil. Jika pembiayaan
berakad jual beli, maka bank akan mendapatkan margin keuntungan.
Pembagiannya tidak begitu rumit. Namun, jika pembiayaan berkaitan dengan
akad syirkah, maka pembiayaan ini membutuhkan perhitungan-perhitungan
yang cukup njilem.5
3
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah , (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 45.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h. 139.
5
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h.164.
4
5
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kedua belah pihak
dalam pembiayaan mudharabah atau bagi hasil, yaitu nisbah bagi hasil yang
disepakati dan tingkat keuntungan bisnis aktual yang didapat. Hal tersebut
akan dipelajari oleh pihak bank sebelum memutuskan menyetujui
pembiayaan usaha tersebut. Bank umumnya akan menyetujui membiayai
usaha tersebut jika tingkat keuntungan yang diharapkan cukup menjanjikan.
Oleh karena itu, bank sebagai pihak yang memiliki dana akan melakukan
perhitungan nisbah yang ada dijadikan kesepakatan pembagian pendapatan.6
Nisbah merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil.
Sebab, nisbah merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah
pihak yang melakukan transaksi. Untuk menentukan nisbah bagi hasil, perlu
diperhatikan aspek-aspek data usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang
dijalankan atau tingkat return aktual bisnis, tingkat return yang diharapkan,
nisbah pembiayaan dan distribusi pembagian hasil.7
Mudharib akan mendapatkan kontraprestasi berupa bagi hasil yang
besarnya sesuai dengan nisbah yang telah ditentukan diawal akad. Dengan
menggunakan akad mudharabah mudharib juga menanggung resiko tidak
mendapatkan keuntungan, bahkan akan kehilangan sebagian uang yang
disimpannya jika usaha yang didanai mengalami kerugian.8
Penentuan nisbah bagi hasil dibuat sesuai dengan jenis pembiayaan
mudharabah yang dipilih. Ada dua jenis pembiayaan mudharabah, yaitu
mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
1.
Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana
memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan
investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat. Jenis
6
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi
Kontemporer , diterjemahkan oleh Muhammad Ufuqul Mubin, dari judul asli Islamic Banking and
Interest A Study of The Prohibition of Riba and its Contemporery Interpretation , (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008), h. 100.
7
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah., h. 164.
8
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia , (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2009), h. 103.
6
mudharabah ini tidak ditentukan masa berlakunya, didaerah mana usaha
tersebut akan dilakukan, tidak ditentukan line of trade, line of industry
atau line of service yang akan dikerjakan. Namun kebebasan ini bukan
kebebasan yang tak terbatas sama sekali. Modal yang ditanamkan tetap
tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang
dilarang oleh Islam seperti untuk spekulasi, perdagangan minuman keras,
peternakan babi, ataupun berkaitan dengan riba dan lain sebagainya.
Dalam mudharabah
mutlaqah, pengelola
dana memiliki
kewenangan untuk melakukan apa saja dalam pelaksanaan bisnis bagi
keberhasilan tujuan mudharabah itu.9 Namun, apabila ternyata pengelola
dana melakukan kelalaian atau kecurangan, maka pengelola dana harus
bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya.
Sedangkan apabila terjadi kerugian atas usaha itu, yang bukan karena
kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka kerugian itu akan
ditanggung oleh pemilik dana.10
2.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik
dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana,
lokasi, cara, dan objek investasi atau sektor usaha. Misalnya, tidak
mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana
lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan
tanpa penjamin atau mengharuskan pengelola dana untuk melakukan
investasi sendiri tanpa melalui pihak ketika, mudharabah jenis ini juga
disebut investasi terikat.
Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syaratsyarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus
bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya,
termasuk konsekuensi keuangan.11
9
Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia , (Jakarta: Salemba Empat,2013), h.
10
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 224.
M. Nur Yasin, Hukum Ekonomi Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2009), h. 195.
130-131.
11
7
Akad Mudharabah
(1)
(1)
100%
0%
Rugi
100% Modal
Bank Syariah
Keahlian
Usaha
(2)
Pak Hadi
(2)
(3)
Pengembalian Modal
50% (Nisbah)
Laba
(3a)
50% (Nisbah)
(3a)
Skema Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan
Keterangan:
1.
(1) Pak Hadi mengajukan pembiayaan dengan akad mudharabah ke
sebuah bank syariah;
2.
(2) Bank syariah memberikan modal seluruhnya untuk kegiatan bisnis
percetakan;
3.
(2) Tenaga untuk menjalankan modal seluruhnya dari pihak pak Hadi;
4.
(3) Pak Hadi mengembalikan modal kepada bank dengan cara
mengangsur;
5.
(3a) Keuntungan dibagi bersama antara pihak bank dengan pihak pak
Hadi dengan proporsi;12
C. Contoh Akad Mudharabah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Ibu Utami mengajukan pembiayaan dengan akad mudharabah
kepada Bank untuk melakukan usaha piscok meler. Bank memberikan modal
kepada ibu Utami sebesar Rp 5.000.000 sebagai modal usaha pada tanggal 1
12
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah., h. 166.
8
Januari 2017 dengan nisbah bagi hasil Bank 40% : Ibu Utami 60% yang
diangsur 10x selama 10 bulan.
Laporan laba rugi penjualan piscok meler per hari:
Laba kotor
: Rp 400.000
Biaya-biaya
: (Rp 200.000)
Laba bersih
: Rp 200.000
Penyelesaian:
Laba bersih / bulan
= Rp. 200.000 x 30 Hari
= Rp. 6.000.000
Angsuran pada bulan 1
= Rp. 500.000
= Rp. 6.000.000 – Rp. 500.000
= Rp. 5.500.000
Keuntungan Bank / bulan
= Rp. 5.500.000 x 40%
= Rp. 2.200.000
Keuntungan Ibu Utami / bulan
= Rp. 5.500.000 x 60%
= Rp. 3.300.000
Jadi Angsuran yang diterima Bank
= Rp. 2.800.000
D. Kesimpulan
Perbankan Islam telah memanfaatkan bentuk mudharabah dan
menjadikannya
sebagai
pendongkrak
kemajuan
berbagai
proyek
pengembangan modal dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. Bagi
hasil (mudharabah) atau usaha investasi ini dilakukan dengan adanya dua
pihak yang terlibat, yaitu pertama pihak yang memiliki modal dan kedua
pihak yang melakukan usaha.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kedua belah pihak
dalam pembiayaan mudharabah atau bagi hasil, yaitu nisbah bagi hasil yang
disepakati dan tingkat keuntungan bisnis aktual yang didapat. Nisbah
merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil. Sebab, nisbah
merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah pihak yang
melakukan transaksi. Penentuan nisbah bagi hasil dibuat sesuai dengan jenis
9
pembiayaan mudharabah yang dipilih. Ada dua jenis pembiayaan
mudharabah, yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
Apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian atau
kecurangan, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensikonsekuensi yang ditimbulkannya. Sedangkan apabila terjadi kerugian atas
usaha itu, yang bukan karena kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka
kerugian itu akan ditanggung oleh pemilik dana.
Implementasi mudharabah dalam lembaga keuangan syariah:
mudharib mengajukan pembiayaan dengan akad mudharabah ke sebuah bank
syariah; shahibul mal memberikan modal seluruhnya untuk kegiatan bisnis;
Tenaga untuk menjalankan modal seluruhnya dari pihak mudharib; mudharib
mengembalikan modal kepada bank dengan cara mengangsur; dan
Keuntungan dibagi bersama antara shahibul mal dengan mudharib dengan
proporsi.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Ash-Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam.
Jakarta: Darul Haq. 2004
Muhammad. Sistem dan Prosedur Operasional Bank syariah. Yogyakarta: UII
Press. 2008
Zainuddin Ali. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika. 2010
Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani. 2001
Imam Mustofa. Fiqih Mu’amalah Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers. 2016
Abdullah Saeed. Bank Islam dan Bunga Studi Kritis Larangan Riba dan
Interpretasi Kontemporer . diterjemahkan oleh Muhammad Ufuqul
Mubin. dari judul asli Islamic Banking and Interest A Study of The
Prohibition of Riba and its Contemporery Interpretation . Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2008
Abdul Ghofur Anshori. Perbankan Syariah di Indonesia . Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. 2009
Sri Nurhayati. Akuntansi Syariah di Indonesia . Jakarta: Salemba Empat. 2013
Rachmat Syafe’i. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001
M. Nur Yasin. Hukum Ekonomi Islam. Malang: UIN Malang Press. 2009
MUDHARABAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih Kontemporer Perbankan
Dosen Pengampu : Imam Mustofa, M.S.I
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Siti Muslimah
141273310
KELAS D
JURUSAN S1-PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
METRO
2017
2
A. Pendahuluan
Ekonomi Islam bukan hanya ekspresi syariah yang memberikan
eksistensi sistem islam di tengah-tengah eksistensi berbagai sistem ekonomi
modern. Tapi sistem ekonomi islam lebih sebagai pandangan islam yang
kompleks hasil ekspresi akidah islam dengan nuansa yang luas dan target
yang jelas. Ekspresi akidah melahirkan corak pemikiran dan metode
aplikasinya
baik
dalam
konteks
kemasyarakatan,
kepolitikan
atau
perekonomian.
Perkembangan implementasi sistem ekonomi yang sesuai dengan
prinsip syariah diharapkan dapat mendukung tujuan pembangunan yang
antara lain adalah kesejahteraan ekonomi dan keadilan sosial. Dalam upaya
untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan peran dari seluruh pihak secara
sinergis dan bahumembahu sesuai dengan peran masing-masing. Dalam
kaitan ini, lembaga keuangan syariah diharapkan dapatmenjalankan peran dan
fungsinya secara profesional danamanah.
Manajemen bank syariah tidak banyak berbeda dengan manajemen
bank pada umumnya (bank konvesional), namun dengan adanya landasan
syariah serta sesuai dengan peraturan pemerintah yang menyangkut bank
syariah antara lain UU No, 10 Tahun 1998, sebagai revisi UU No. 7 Tahun
1992. Tentu saja baik organisasi maupun sistem operasional bank syariah
terdapat perbedaan dengan bank pada umumnya, terutama adanya dewan
pengawas syariah dalam struktur organisasi dan adanya sistem bagi hasil.
Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum
dan landasan dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara
syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Berdasarkan prinsip
ini, bank islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun
dengan pengusaha yang meminam dana. Dengan penabung bank akan
bertindak sebagai mudharib ‘pengelola’, sedangkan penabung bertindak
sebagai shahibul maal ‘penyandang dana’. Antara keduanya diadakan akad
mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak.
Meskipun demikian, dalam perkembangannya, para pengguna dana bank
3
islam tidak saja membatasi dirinya pada satu akad. Sesuai dengan jenis dan
macam usahanya, mereka ada yang memperoleh dana dengan sistem
pengkongsian, sistem jual beli, sewa-menyewa, dan lain-lain.
Seperti yang kita kenal, bank dan nasabahnya adalah dua pihak yang
tidak ingin dirugikan. Kedua belah pihak pada hakekatnya berniat
mendapatkan keuntungan, dalam perbankan syariah, niat itu dapat kita
temukan dalam konsep Mudharabah dan Musyrakahah. Sistem inilah yang
kemudian menjadi karakteristik umum dan pijakan dasar dalam pengelolaan
bank-bank islam. Dalam oprasional bank syariah, mudharabah merupakan
salah satu jenis akad pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabahnya.
Sisem mudharabah ini merupakan sistem akad kerja sama antara dua pihak
dimana ihak pertama menyediakan modalnya, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Dan keuntungan dibagi menrut kesepakatan awal.
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan sebagai
landasan dasar bagi oprasonal bank syar’iah keseluruhan. Secara syar’iah
prinsip berdasarkan kaidah mudharabah akan fungsi sebagai mitra baik
dengan penabungan demikian jugan dengan pengusaha yang meminjam dana.
B. Implementasi Akad Mudharabah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Perbankan Islam telah memanfaatkan bentuk mudharabah dan
menjadikannya
sebagai
pendongkrak
kemajuan
berbagai
proyek
pengembangan modal dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam.1 Bagi
hasil (mudharabah) atau usaha investasi ini dilakukan dengan adanya dua
pihak yang terlibat, yaitu pertama pihak yang memiliki modal dan kedua
pihak yang melakukan usaha.2
Bank telah menunjukkan peran yang penting dan berhasil sebagai
lembaga keuangan dalam menjembatani para penabung dengan para investor.
Tabungan dimaksud, akan bermanfaat bila diinvestasikan oleh Bank kepada
1
Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,
(Jakarta: Darul Haq, 2004), h. 181.
2
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank syariah , (Yogyakarta: UII Press,
2008), h. 13.
4
pengusaha yang membutuhkan dana, sedang para penabung tidak mempunyai
kemampuan untuk mengelola dan/atau melakukan bisnis.3 Aplikasi
mudharabah dalam Bank Islam dapat dilakukan dengan memisahkan atau
mencampurkan dana al-mudharabah. Berikut ini merupakan penjelasan lebih
lanjut mengenai hal tersebut:
1.
Pemisahan total antara dana al-mudharabah dan harta-harta lainnya,
termasuk harta mudharib.
Teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
teknik ini adalah bahwa pendapatan dan biaya dapat dipisahkan dari
masing-masing dana dan dapat dihitung dengan akurat. Selain itu,
keuntungan atau kerugian dapat dihitung dan dialokasikan dengan akurat.
Sedangkan kelemahan teknik ini terutama menyangkut masalah moral
hazard dan preferensi investasi si mudharib.
2.
Dana al-mudharabah dicampur dan disatukan dengan sumber-sumber
dana lainnya.
Sistem ini menghilangkan munculnya masalah etika dan moral
hazard seperti di atas, namun dalam sistem ini pendapatan dan biaya almudharabah tercampur dengan pendapatan dan biaya lainnya. Hal ini
menimbulkan sedikit kesulitan akunting dalam memproses alokasi
keuntungan atau kerugian antara pemegang saham dan pemegang
rekening.4
Penempatan dana dapat dilakukan dalam bentuk pembiayaan
berakad jual beli maupun syirkah atau kerja sama bagi hasil. Jika pembiayaan
berakad jual beli, maka bank akan mendapatkan margin keuntungan.
Pembagiannya tidak begitu rumit. Namun, jika pembiayaan berkaitan dengan
akad syirkah, maka pembiayaan ini membutuhkan perhitungan-perhitungan
yang cukup njilem.5
3
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah , (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 45.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h. 139.
5
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h.164.
4
5
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kedua belah pihak
dalam pembiayaan mudharabah atau bagi hasil, yaitu nisbah bagi hasil yang
disepakati dan tingkat keuntungan bisnis aktual yang didapat. Hal tersebut
akan dipelajari oleh pihak bank sebelum memutuskan menyetujui
pembiayaan usaha tersebut. Bank umumnya akan menyetujui membiayai
usaha tersebut jika tingkat keuntungan yang diharapkan cukup menjanjikan.
Oleh karena itu, bank sebagai pihak yang memiliki dana akan melakukan
perhitungan nisbah yang ada dijadikan kesepakatan pembagian pendapatan.6
Nisbah merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil.
Sebab, nisbah merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah
pihak yang melakukan transaksi. Untuk menentukan nisbah bagi hasil, perlu
diperhatikan aspek-aspek data usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang
dijalankan atau tingkat return aktual bisnis, tingkat return yang diharapkan,
nisbah pembiayaan dan distribusi pembagian hasil.7
Mudharib akan mendapatkan kontraprestasi berupa bagi hasil yang
besarnya sesuai dengan nisbah yang telah ditentukan diawal akad. Dengan
menggunakan akad mudharabah mudharib juga menanggung resiko tidak
mendapatkan keuntungan, bahkan akan kehilangan sebagian uang yang
disimpannya jika usaha yang didanai mengalami kerugian.8
Penentuan nisbah bagi hasil dibuat sesuai dengan jenis pembiayaan
mudharabah yang dipilih. Ada dua jenis pembiayaan mudharabah, yaitu
mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
1.
Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana
memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan
investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat. Jenis
6
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi
Kontemporer , diterjemahkan oleh Muhammad Ufuqul Mubin, dari judul asli Islamic Banking and
Interest A Study of The Prohibition of Riba and its Contemporery Interpretation , (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008), h. 100.
7
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah., h. 164.
8
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia , (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2009), h. 103.
6
mudharabah ini tidak ditentukan masa berlakunya, didaerah mana usaha
tersebut akan dilakukan, tidak ditentukan line of trade, line of industry
atau line of service yang akan dikerjakan. Namun kebebasan ini bukan
kebebasan yang tak terbatas sama sekali. Modal yang ditanamkan tetap
tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang
dilarang oleh Islam seperti untuk spekulasi, perdagangan minuman keras,
peternakan babi, ataupun berkaitan dengan riba dan lain sebagainya.
Dalam mudharabah
mutlaqah, pengelola
dana memiliki
kewenangan untuk melakukan apa saja dalam pelaksanaan bisnis bagi
keberhasilan tujuan mudharabah itu.9 Namun, apabila ternyata pengelola
dana melakukan kelalaian atau kecurangan, maka pengelola dana harus
bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya.
Sedangkan apabila terjadi kerugian atas usaha itu, yang bukan karena
kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka kerugian itu akan
ditanggung oleh pemilik dana.10
2.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik
dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana,
lokasi, cara, dan objek investasi atau sektor usaha. Misalnya, tidak
mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana
lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan
tanpa penjamin atau mengharuskan pengelola dana untuk melakukan
investasi sendiri tanpa melalui pihak ketika, mudharabah jenis ini juga
disebut investasi terikat.
Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syaratsyarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus
bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya,
termasuk konsekuensi keuangan.11
9
Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia , (Jakarta: Salemba Empat,2013), h.
10
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 224.
M. Nur Yasin, Hukum Ekonomi Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2009), h. 195.
130-131.
11
7
Akad Mudharabah
(1)
(1)
100%
0%
Rugi
100% Modal
Bank Syariah
Keahlian
Usaha
(2)
Pak Hadi
(2)
(3)
Pengembalian Modal
50% (Nisbah)
Laba
(3a)
50% (Nisbah)
(3a)
Skema Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan
Keterangan:
1.
(1) Pak Hadi mengajukan pembiayaan dengan akad mudharabah ke
sebuah bank syariah;
2.
(2) Bank syariah memberikan modal seluruhnya untuk kegiatan bisnis
percetakan;
3.
(2) Tenaga untuk menjalankan modal seluruhnya dari pihak pak Hadi;
4.
(3) Pak Hadi mengembalikan modal kepada bank dengan cara
mengangsur;
5.
(3a) Keuntungan dibagi bersama antara pihak bank dengan pihak pak
Hadi dengan proporsi;12
C. Contoh Akad Mudharabah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Ibu Utami mengajukan pembiayaan dengan akad mudharabah
kepada Bank untuk melakukan usaha piscok meler. Bank memberikan modal
kepada ibu Utami sebesar Rp 5.000.000 sebagai modal usaha pada tanggal 1
12
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah., h. 166.
8
Januari 2017 dengan nisbah bagi hasil Bank 40% : Ibu Utami 60% yang
diangsur 10x selama 10 bulan.
Laporan laba rugi penjualan piscok meler per hari:
Laba kotor
: Rp 400.000
Biaya-biaya
: (Rp 200.000)
Laba bersih
: Rp 200.000
Penyelesaian:
Laba bersih / bulan
= Rp. 200.000 x 30 Hari
= Rp. 6.000.000
Angsuran pada bulan 1
= Rp. 500.000
= Rp. 6.000.000 – Rp. 500.000
= Rp. 5.500.000
Keuntungan Bank / bulan
= Rp. 5.500.000 x 40%
= Rp. 2.200.000
Keuntungan Ibu Utami / bulan
= Rp. 5.500.000 x 60%
= Rp. 3.300.000
Jadi Angsuran yang diterima Bank
= Rp. 2.800.000
D. Kesimpulan
Perbankan Islam telah memanfaatkan bentuk mudharabah dan
menjadikannya
sebagai
pendongkrak
kemajuan
berbagai
proyek
pengembangan modal dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. Bagi
hasil (mudharabah) atau usaha investasi ini dilakukan dengan adanya dua
pihak yang terlibat, yaitu pertama pihak yang memiliki modal dan kedua
pihak yang melakukan usaha.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kedua belah pihak
dalam pembiayaan mudharabah atau bagi hasil, yaitu nisbah bagi hasil yang
disepakati dan tingkat keuntungan bisnis aktual yang didapat. Nisbah
merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil. Sebab, nisbah
merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah pihak yang
melakukan transaksi. Penentuan nisbah bagi hasil dibuat sesuai dengan jenis
9
pembiayaan mudharabah yang dipilih. Ada dua jenis pembiayaan
mudharabah, yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
Apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian atau
kecurangan, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensikonsekuensi yang ditimbulkannya. Sedangkan apabila terjadi kerugian atas
usaha itu, yang bukan karena kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka
kerugian itu akan ditanggung oleh pemilik dana.
Implementasi mudharabah dalam lembaga keuangan syariah:
mudharib mengajukan pembiayaan dengan akad mudharabah ke sebuah bank
syariah; shahibul mal memberikan modal seluruhnya untuk kegiatan bisnis;
Tenaga untuk menjalankan modal seluruhnya dari pihak mudharib; mudharib
mengembalikan modal kepada bank dengan cara mengangsur; dan
Keuntungan dibagi bersama antara shahibul mal dengan mudharib dengan
proporsi.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Ash-Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam.
Jakarta: Darul Haq. 2004
Muhammad. Sistem dan Prosedur Operasional Bank syariah. Yogyakarta: UII
Press. 2008
Zainuddin Ali. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika. 2010
Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani. 2001
Imam Mustofa. Fiqih Mu’amalah Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers. 2016
Abdullah Saeed. Bank Islam dan Bunga Studi Kritis Larangan Riba dan
Interpretasi Kontemporer . diterjemahkan oleh Muhammad Ufuqul
Mubin. dari judul asli Islamic Banking and Interest A Study of The
Prohibition of Riba and its Contemporery Interpretation . Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2008
Abdul Ghofur Anshori. Perbankan Syariah di Indonesia . Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. 2009
Sri Nurhayati. Akuntansi Syariah di Indonesia . Jakarta: Salemba Empat. 2013
Rachmat Syafe’i. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001
M. Nur Yasin. Hukum Ekonomi Islam. Malang: UIN Malang Press. 2009