LAPORAN KUNJUNGAN APRESIASI SENI DAN BUD

LAPORAN KUNJUNGAN APRESIASI SENI DAN BUDAYA KELAS X DI
YOGYAKARTA

Oleh:
MUTIA RATNASARI
X MIA 2 / 30

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ini Telah Disetujui Oleh Guru Pembimbing dan Disahkan Oleh
Kepala Sekolah
Pada Tanggal

Maret 2014

Pembimbing

R. Anang Mustofa, S.Pd
NIP

: 19690913 199803 1 008


Mengesahkan
Kepala SMA N 1 Sleman

Dra. Hermintarsih
NIP

: 19640404 198903 2 010

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas taufik dan hidayahNya, kami bisa menyusun karya tulis ini dengan baik.Sebagai tanda bukti bahwa kami telah
mengunjungi obyek-obyek penelitian.
Karya tulis ini telah kami lengkapi dengan gambar-gambar dan informasi dari obyekobyek penelitian yang telah kami kunjungi.
Upaya penyusunan acara ini tidak lepas dari bantuan dan arahan dari berbagai pihak,
maka kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Yang terhormat ibu Dra.Hermintarsih selaku kepala sekolah SMA N 1 Sleman
2. Yang terhormat bapak R. Anang Mustofa, S.Pd selaku wali kelas X MIA 1 dan pembimbing
kami
3. Yang terhormat ibu Hj. Sumaryati, S.Pd selaku ketua paniti
4. Yang tercinta rekan-rekan kelas X yang turut berpartisipasi dalam kunjungan ini

Karya tulis yang kami susun ini jauh dari kesempurnaan. Kami memohon maaf jika ada
kesalahan dalam penyusunan karya tulis ini. Untuk itu kami mohon kritik dan saran demi
kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga karya tulis sederhana ini, dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Sleman, 15 Maret 2014

Penyusun

Daftar Isi

Lembar pengesahan
Kata pengantar
Daftar isi
Bab I pendahuluan
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penelitian
D. Manfaat penelitian
Bab II Pembahasan
A. Museum Purbakala Sangiran

B. Obyek Wisata Tawangmangu Karanganyar

ii
iii
iv

3
15

Jawa Tengah
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Lampiran
Daftar pustaka

16
17
18
22


1
1
1
2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pelaksanaan kunjungan museum merupakan kegiatan wajib sekolah. Kunjungan moseum
ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali.Kunjungan moseum ini diikuti oleh kelas X karena pada
agenda sekolah kunjungan museum dilaksanakan pada kelas X.
Dipilihnya objek museum purbakala Sangiran karena untuk mengetahui lebih jelas gambaran
evolusi nenek moyang peradaban manusia. Di sana kita semua dapat mengetahui secara
gambling bagaimana nenek moyang kita ber-evolusi, di sana kita disuguhkan berbagai bukti
sejarah. Mulai dari tulang belulang atau fosil-fosil manusia, tumbuhan ,dan hewan purba. Di
museum kita juga disuguhkan film mengenai penelitian dan penggalian fosil-fosil makhluk
purbakala oleh berbagai peneliti di penjuru dunia. Dipilihnya objek wisata Tawangmangu karena
di sana kita dapat melihat keindahan alam berupa air terjun yang indah dan kita dapat

membuktikan kebenaran mitos tentang pembuktian jumlah anak tangga saat naik dan turun yang
pada papan tertulis sebanyak 1250 anak tangga.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Museum Purbakala Sangiran?
2. Dimana letak Museum Purbakala Sangiran?
3. Bagaimana sejarah diberi nama Grojogan Sewu?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah Museum Purbakala Sangiran
2. Untuk mengetahui letak Museum Purbakala Sangiran
3. Untuk mengetahui sejarah nama Grojogan Sewu

D. Manfaat
Penulisan karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
A. Penulis :
1. Menambah wawasan siswa.
2. Menggali potensi siswa untuk dimanfaatkan sebagai sarana menambah nilai sosial dan rasa ingin
tahu perkembangan sejarah Indonesia.

3. Untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air.
4. Meningkatkan ketaqwaaan atas ciptaan Tuhan YME.

B. Pembaca :
1. Penulisan ini diharapkan dapat membuka wawasan masyarakat tentang sejarah evolusi nenek
moyang di Indonesia.
2. Dapat membuka kepedulian masyarakat tentang museum sejarah di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Moseum Purbakala Sangiran
a) Wilayah Sangiran Museum Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa, Indonesia.Sangiran memiliki area sekitar
48 km². Secara fisiografis sangiran terletak pada zona Central Depression, yaitu berupa dataran
rendah yang terletak antara gunung api aktif, Merapi dan Merbabu di sebelah barat serta Lawu di
sebelah timur.
Secara administratif Sangiran terletak di Kabupaten Sragen (meliputi 3 Kecamatan yaitu
Kecamatan Kalijambe, Gemolong dan Plupuh serta Kecamatan Gondangrejo) dan kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah.Sangiran terletak di desa Krikilan, Kec. Kalijambe ( + 40 km dari
Sragen atau + 17 km dari Solo) situs ini menyimpan puluhan ribu fosil dari jaan pleistocen ( + 2
juta tahun lalu).
Situs Sangiran merupakan daerah perbukitan yang mencakup kawasan seluas 32 km²
dengan bentangan arah dari utara ke selatan kurang lebih 8 km dan dari barat ke timur kurang

lebih 4 km². Daerah ini meliputi 12 kelurahan di 4 kecamatan, yaitu kecamatan kalijember,
gemolong, plupuh, dan godangrejo. Daerah sangiran memiliki sebuah sungai yang membelah
daerah tersebut menjadi dua yaitu kali cemara yang bermuara di bengawan solo.
Fosil-fosil purba ini merupakan 65 % fosil hominid purba di Indonesia dan 50% di seluruh
dunia. Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya
disimpan di gudang penyimpanan. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya, berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.070/0/1977, tanggal 5 Maret 1977. Selanjutnya
keputusan itu dikuatkan oleh Komite World Heritage UNESCO pada peringatannya yang ke-20
di Merida, Mexico yang menetapkan kawasan Sangiran sebagai kawasan World Heritage
(warisan dunia) No. 593.

b) Sejarah Situs Sangiran
Sejarah Museum Sangiran bermula dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Von
Koeningswald sekitar tahun 1930-an. Di dalam kegiatannya Von Koeningswald dibantu oleh
Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan pada masa itu.Setiap hari Toto Marsono atas perintah Von
Koeningswald mengerahkan penduduk Sangiran untuk mencari “balung buto” (Bahasa Jawa =
tulang raksasa).Demikian penduduk Sangiran mengistilahkan temuan tulang-tulang berukuran
besar yang telah membatu yang berserakan di sekitar ladang mereka.Balung buto tersebut adalah
fosil yaitu sisa-sisa organisme atau jasad hidup purba yang terawetkan di dalam bumi.

Fosil-fosil tersebut kemudian dikumpulkan di Pendopo Kelurahan Krikilan untuk bahan
penelitian Von Koeningswald, maupun para ahli lainnya.Fosil-fosil yang dianggap penting
dibawa oleh masing-masing peneliti ke laboratorium mereka, sedang sisanya dibiarkan
menumpuk di Pendopo Kelurahan Krikilan.
Setelah Von Koeningswald tidak aktif lagi melaksanakan penelitian di Sangiran, kegiatan
mengumpulkan fosil masih diteruskan oleh Toto Marsono sehingga jumlah fosil di Pendopo
Kelurahan semakin melimpah.Dari Pendopo Kelurahan Krikilan inilah lahir cikal-bakal Museum
Sangiran.
Untuk menampung koleksi fosil yang semakin hari semakin bertambah maka pada tahun
1974 Gubernur Jawa Tengah melalui Bupati Sragen membangun museum kecil di Desa Krikilan,
Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Saragen di atas tanah seluas 1000 m². Museum tersebut diberi
nama “Museum Pestosen”. Seluruh koleksi di Pendopo Kelurahan Krikilan kemudian
dipindahkan ke Museum tersebut.Saat ini sisa bangunan museum tersebut telah dirombak dan
dialihfungsikan menjadi Balai Desa Krikilan.
Sementara di Kawasan Cagar Budaya Sangiran sisi selatan pada tahun 1977 dibangun juga
sebuah museum di Desa Dayu, Kecamatan Godangrejo, Kabupaten Karanganyar. Museum ini
difungsikan sebagai basecamp sekaligus tempat untuk menampung hasil penelitian lapangan di
wilayah Cagar Budaya Sangiran sisi selatan.Saat ini museum tersebut sudah dibongkar dan
bangunannya dipindahkan dan dijadikan Pendopo Desa Dayu.
Tahun 1983 pemerintah pusat membangun museum baru yang lebih besar di Desa

Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.Kompleks Museum ini
didirikan di atas tanah seluas 16.675 m². Bnagunannya antara lain terdiri dari Ruang Pameran,
Ruang Pertemuan/ Seminar, Ruang Kantor/ Administrasi, Ruang Perpustakaan, Ruang Storage,

Ruang Laboratorium, Ruang Istirahat/ Ruang Tinggal Peneliti, Ruang Garasi, dan Kamar Mandi.
Selanjutnya koleksi yang ada di Museum Plestosen Krikilan dan Koleksi di Museum Dayu
dipindahkan ke museum yang baru ini.Museum ini selain berfungsi untuk memamerkan fosil
temuan dari kawasan Sangiran juga berfungsi untuk mengkonservasi temuan yang ada dan
sebagai pusat perlindungan dan pelestarian kawasan Sangiran.
Tahun 1998 Dinas Praiwisata Propinsi Jawa Tengah melengkaspi Kompleks Museum
Sangiran dendan Bnagunan Audio Visual di sisi timur museum.Dan tahun 2004 Bupati Sragen
mengubah interior Ruang Knator dan Ruang Pertemuan menjadi Ruang Pameran Tambahan.
Tahun 2003 Pemerintah pusat merencanakan membuat museum yang lebih representative
menggantikan museum yang ada secara bertahap.Awal tahun 2004 ini telah selesai didirikan
bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk
Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio
visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang
pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
c) Proses Terbentuknya Sangiran
Pada awalnya sangiran merupakan lautan dangkal.Pada saat itu keadaan bumi masih belum

stabil seperti sekarang, di beberapa bagian bumi seringkali mendapatkan pergerakan di dalam
perut bumi yang disebabkan adanya dorongan tekanan endogen.Sangiran juga mengalami hal
serupa, karena adanya dorongan tenaga endogen (dari dalam bumi) terjadi pengankatan dan
pelipatan pada permukaan laut sangiran. Akibat dn pelipatan permukaan maka terbentuklah
daratan-daratan yang mengisolasi sebagaian lautan tersebut sehingga menjadi danau dan rawarawa.
Saat terjadinya masa glacial (pembekuan), permukaan air laut menyusut, itu disebabkan
karena adanya pembekuan es di kutub utara maka muncullah daratan di permukaan bumi. Danau
dan rawa sangiran yang terbentuk dari lautan dangkal juga menjadi daratan kering.
Proses pembentukan situs sangiran erat kaitannya dengan aktivitas gunung lawu tua.
Kubah sangiran diperkirakan terbentuk akibat gaya kompresi dari runtuhan gunung Lawu tua,
gaya endogen berupa pengakatan dan pelipatan tanah serta gaya gravitasi bumi. Gaya kompresi
yang sama juga menyebabkan terbentuknya kubah-kubah lain seperti: Kubah Gemolong, Kubah
Gamping, Kubah Bringinan, Kubah Gesingan, dan Kubah Munggur.

Tenaga endogen yang terjadi berulang-berulang mengakibatkan permukan tanah di
sangiran naik akibatnya adanya dorongan di dalam dan membentuk bukit.Kemudian karena
aktivitas gunung lawu membuat tanah perbukitan longsor dan membentuk kubah, tanah di sekitar
sungai cemarapun ikut longsor.Akibat dari hal tersebut, terbentuklah lapisan tanah yang berbeda
dari lapisan tanah permukaan.Lapisan tanah yang terbentuk adalah lapisan dari jaman purbakala
dimana hsil dari terbentuknya tanah sangiran membuat para ahli purbakala dan masyarakat

sekitar menemukan bukti-bukti kehidupan masa prasejarah.Higga kini lapisan tanah (stratigrafi)
yang dapat ditemukan dan diteliti terdapat 4 lapis.
Situs sangiran merupakan daerah perbukitan yang terbentuk dari fragmen-fragmen batu
gamping foraminifera dan batu pasir yang tercampur dengan Lumpur saat masa halosen. Juga
yang endapan alivial yang terdiri dari campuran lempung, pasir, kerikil, dan krakal dengan
ketebalan kurang lebih 2 meter yang dapat terlihat di sungai cemara. Sungai cemara yang
mengalir didaerah sangiran merupakan sungai anteseden yang menyayat kubah sangiran.Hal ini
menyebabkan struktur kubah dan stratifigrafi tanah daerah sangiran dapat dipelajari dengan baik.
Tersingkapnya tanah di tepi sungai cemara menunjukan aktivitas erosi dan sedimentasi
yang intensif pada masa sekarang. Proses erosi tersebut mengakibatkan munculnya fosil-fosil
binatang maupun manusia purba di permukaan tanah sehingga sering ditemukan fosil-fosil
setelah turun hujan.
Akibat dari dorongan tenaga endogen pada awalnya, aktivitas erosi dan sedimentasi yang
tinggi maka menyebabkan pengangkatan dan pelipatan tanah sangiran, sehingga lapisan tanah
sangiran terbagi dari 4 lapisan (dari lapisan teratas) yaitu Formasi Notopuro, Formasi Kabuh,
Formasi Pucangan dan Formasi Kalibeng.
d) Formasi Lapisan Sangiran
Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, formasi penyusun daerah sangiran
merupakan urutan dari pengendapan syn-orogenic danpost-orogenic (proses pengendapan bahan
rombakan yang terjadi pada dan setelah terangkatnya perbukitan Kendeng yang berada disebelah
utara Sangiran), kecuali formasi tertua.
Urutan formasi yang menyusun daerah Sangiran adalah Formasi Kalibeng, Pucangan, Kabuh dan
Notopuro.

1.

Formasi Kalibeng
Formasi ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan, Kecamatan Klaijambe dan

Kabupaten Sragen. Umur formasi ini adalah Pliosen (2 juta -1,8 juta tahun yang lalu). Persebaran
Dormasi Kalibeng ditemukan disekitar Kubah Sangiran, dan membentuk perbukitan yang landai.
Ketebalan formasi ini mencapai 126,5 m. satuan litologinya berupa lempung abu-abu kebiruan
setebal 107 m, pasir lanau setebal 4,2 – 6,9 m, batu gamping balanus setebal 0 - 10,1M.
Pada formasi ini banyak ditemukan fosil-fosil Foraminifera dan Moluska laut. Antara lain
ditemukan : arca (anadara), arcitectonica, lopha (alectryonia), Conus, Mirex, Chlamis, Pecten,
Prunum, Turicula, renella spinoca, anomia, arcopsis, linopsis, dan turitella acoyana. Fosil-fosil
tersebut merupakan ciri dari lingkungan pengendapan laut dangkal.
2.

Formasi Pucangan
Formasi Pucangan ini terdiri dari dua satuan litologi yaitu satuan breksi laharik dan

satuan napal bercampur batu lempung. Ketebalan formasi ini mencapai 157,5 m. sedang umur
formasi ini adalah plestosen bawah ( 1,8juta-900ribu).
Satuan breksi laharik, terbentuk akibat pengendapan banjir lahar hujan yang diselingi
pengendapan sungai normal dilingkungan air payau. Ketebalan satuan ini berkisar antara 0,7-46
m. satruan ini termasuk Formasi Pucangan Bawah, berumur Plestosen Bawah. Kandungan fosil
pada lapisan ini sangat jarang.Namun diantaranya ditemukan sedikit fosil moluska laut jenis
anadara, korbicula, dan murex.
Satuan napal dan batu lempung, termasuk Formasi Pucangan Atas, yang berumur plestosen
bawah. Satuan ini berwarna abu-abu muda sampai tua, yang bila lapuk berwarna hitam.
Ketebalan lapisan ini mencapai 113,5 m. pada satuan ini ditemukan tiga horizon moluska laut
yang bercampur dengan gigi ikan hiu, yang menandakan bahwa pada masa itu pernah terjadi
transgresi laut, meskipun mungkin kejadiannya sangat singkat.
Moluska laut yang lain ditemukan berasosiasi dengan kayu, belerang, peat, bulus dan
buaya yang menunjukkan lingkungan payau-payau tepi laut. Selain horizon moluska laut,
ditemukan juga lapisan tanah Diatome yang berwarna putih kecoklatan, dengan penyebaran
yang cukup lama.

3.

Formasi Kabuh
Formasi ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan, Kecamatan Klaijambe dan

Kabupaten Sragen. Umur formasi ini adalah Plestosen atas sampai plestosen tengah (900ribu200ribu tahun yang lalu).
Formasi kabuh mempunyai ketebalan 5,8 – 58,6 M. lapisan ini mempunyai kandungan litologi
berupa lempung lanau , pasir, besi dan kerikil. Satuan litologi tersebut ditemukan berselangseling dengan lapisan konglomerat dan batu lempung vulkanik (tuf).Dibawah lapisan ini
ditemukan lapisan batu pasir, konglomerat “calcareous” dengan ketebalan lebih dari 2M yang
merupakan ciri lingkungan transisi antara lautan dan daratan.
Lapisan tuf yang terkandung dalam formasi kabuh dibedakan atas lapisan tuf bawah, tuf
tengah, dan tuf atas. Lapisan tuf bawah terletak pada formasi kabuh dengan ketebalan 4,2 – 20
M, lapisan tuf tengah terdapat pada formasi kabuh dengan ketebalan 5,8 – 20M, dan lapisan tuf
atas pada formasi kabuh atas dengan ketebalan 3,4-16M.
Kandungan fosil formasi kabuh meliputi hewan vertebrata dan moluska air payau. Fosil
vertebrata yang ditemukan antara lain : bovidae, babi, buaya, bulus, banteng, gajah dan rusa.
Sedang fosil moluska air payau yang ditemukan meliputi astartea, melania, dan corbicula.Selain
itu ditemukan pula fosil cetakan daun.
4.

Formasi Notopuro ( mad volcano)
Formasi notopuro terletak secara tidak selaras diatas formasi kabuh dengan ketebalan

sekitar 47 M. satuan litologinya berupa : kerikil, pasir, lanau, lempung, air tawar, lahar pumisan
dan tuf. Lapisan lahaar yang terkandung dalam lapisan ini, berdasarkan letaknya dibagi 3 yaitu :
lapisan lahar atas, lapisan lahar teratas dan lapisan pumiceatas. Berdasarkan adanya lapisan lahar
tersebut, formasi notopuro dibedakan menjadi 3 : formasi notopro bawah, formasi notopuro
tengah dan formasi notopuro atas.
Lapisan notopuro bawah dimulai lapisan lahar atas sampai lapisan lahar teratas, dengan
ketebalan antara 3,2- 2,89 M. Kandungan litologinya berupa pasir tufan dengan kerikil fluvial,
lanau, lempung, fragmen kerikil andesit dan formasi tuf andesit.
Formasi notopuro tengah mulai muncul pada lapisan lahar atas sampai lapisan lahar
teratas, dengan ketebalan maksimum 20M.formasi ini mengandung pasir bercampur kerikil dan

lanau tufan, kecuali pada lapisan lahar yang terletak didasar. Pada formasi ini tidak ditemukan
fosil mammalian sama sekali.
Formasi notopuro atas dimulai dari lapisan pumiceatas secara tidak selaras terletak diatas formasi
notopuro tengah dan bawah, ketebalan formasi ini mencapai 25 M dan tersebar di daerah
sangiran sebelah utara dan daerah sangiran sebelah timur. Kandungan litologinya berupa tuf dan
bola-bola pumisan.

e) Pembagian Ruang di Museum Sangiran
1. Ruang Pamer 1 bertemakekayaan Sangiran dan berbagai fosil yang ditemukan di daerah
Sangiran oleh Prof. Dr. Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald dan sejumlah peneliti
lainnya. Di Ruang ini banyak fosil yang berhasil ditemukan, antara lain fosil binatang darat
(gajah, harimau, dll), binatang air (kudanil, buaya, dll), bebatuan dan berbagai peralatan yang
terbuat dari batu yang dulu pernah dibuat dan digunakan manusia purba yang tinggal di
Sangiran.
Di Ruang Pamer 1, juga terdapat buku kegiatan digital yang berisi tentang Evolusi Manusia
Purba. Buku ini berisi tentang Teori Darwin, Teori Migrasi dan tokoh lainnya lengkap dengan
penjelasan mengenai temuan.

2. Ruang Pamer 2, bertema Langkah-Langkah Kemanusiaan dan berisi diorama manusia purba
serta profil para peneliti Indonesia setelah merdeka. Langkah-langkah kemanusiaan dijelaskan
pada teori evolusi.Mulai dari Seleksi Alam, Adaptasi danVariasi. Seleksi Alammenjelaskan
tentang keturunan suatu makhluk tampaknya sama dengan induk atau saudaranya, kemudian
makhluk yang mampu menyesuaikan diri (adaptasi) akan bertahan hidup dan hingga bisa
menciptakan suatu variasi.Setiap makhluk yang dilahirkan itu mempunyai unsur keturunan
masing-masing, unik. Di Ruang Pamer 2, di sini terdapat beberapa diorama lain dari yang lain.
Terdapat diorama G.H.R. von Koenigswald .Seorang geolog dan salah satu penemu tengkorak
“Sangiran II” yang kemudian disebut sebagai Pithecanthropus erectus. Koenigswald terlihat
gagah, tapi bajunya sepertinya terlalu kecil.Selain diorama para penetili, terdapat patung manusia
purba.Patung Manusia purba disajikan seakan-akan menggambarkan kegiatan mereka ketika
masa itu.Disana tampak menggambarkan menyalakan api dengan sebuah alat. Menurut

keterangan dari pemandu, meski ada patung yang menggambarkan sedang menyalakan api,
namun sampai sekarang belum ditemukan fosil alat yang digunakan untuk menyalakan api.
Entah itu menggunakan batu atau sejenisnya, tapi sampai sekarang belum ditemukan.Masih
banyak patung yang menggambarkan kegiatan mereka pada jaman dahulu, misalnya; berburu,
masak dan makan bersama.
3.

Ruang Pamer 3, bertema tentang Homo Erectus dan berisi replika kehidupan species Homo
erectus. Pada tahun 2004, ditemukan sisa-sisa prasejarah dari goa Leang Boa di Flores yang
kemudian terkenal dengan namaHomo Floresiensis. Temuan ini menggemparkan dunia, karena
dia merupakan individu dewasa tetapi berpostur pendek, dengan tinggi bandan kira-kira 106 cm.
Hidup pada 18.000-13.000 tahun yang lalu. Berdasarkan penelitian perkakas yang ditemukan,
Homo Floresiensis tergolong manusia yang cerdas, mampu menggunakan alat kayu dan bambu
sebagai alat utama untuk mengadakan pemburuan.

f)

Koleksi Museum Sangiran
1. Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus mojokertensis
(Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus, Homo
soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens .
2. Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon
trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis
palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng),
dan Cervus sp (rusa dan domba).
3. Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu,
Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kurakura), dan foraminifera .
4. Batu-batuan , antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis
5. Alat-alat batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu dan
kapak perimbas-penetak
6. Koleksi lainnya

a) Fosil kayu yang terdiri dari:
1. Fosil kayu

Temuan dari Dukuh Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Karanganyar. Ditemukan pada tahun 1995 pada lapisan tanah lempung warna abu-abu ditemukan
pada formasi pucangan
 Fosil batang pohon
Temuan dari Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Fosil ini
ditemukan pada tahun 1977 pada lapisan tanah lempung Warna abu-abu dari endapan ditemukan
pada Formasi pucangan
b) Tulang hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan di kawasan cagar sangiran pada tanggal 23 november 1975 di tanah lapisan
lempung warna abu –abu Formasi kabuh bawah.
c) Tulang paha
Ditemukan dari Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4
Februari 1989 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari endapan ditemukan pada
formasi pucangan atas.
d) Tengkorak kerbau
Ditemukan oleh Tardi Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu
Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat kekuningkunginan yang bercampur pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan penanggalan geologi
berumur 700.000-500 tahun
e) Gigi Elephas Namadicus
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran Pada tanggal 12 Desember 1975, Pada lapisan
tanah pasir bercampur kerikil berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh
f)

Fragmen gajah purba
Hidup di daerah cagar budaya sangiran. Jenisnya adalah:
 Mastodon
 Stegodon
 Elephas

g) Tulang rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus

Ditemukan oleh Supardi pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran
Kecamatan kalijambe Kabupaten Sragen pada lapisan lempung warna abu – abu dari endapan
pucangan atas.
h) Ruas tulang belakang (Vertebrae)
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran pada tanggal 15 Desember 1975 di lapisan tanah
pasir berwarna abu – abu pada formasi kabuh bawah.
i)

Tulang jari (Phalanx)
Ditemukan di situs sangiran pada tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan tanah pasir kasar
warna cokelat kekuning-kuningan pada formasi kabuh.

j)

Rahang atas Elephas Namadicus
Rahang ini dilengkapi sebagian gading ditemukan oleh Atmo di Dukuh Ngrejo, Desa
Samomorubuh Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen pada tanggal 24 April 1980 pada lapisan
Grenz bank antara formasi pucangan dan kabuh.

k) Tulang kaki depan bagian atas (Humerus)
Bagian fosil ditemukan oleh Warsito Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen pada tanggal 28 Desember 1998 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari
formasi pucangan atas kala pleistosen bawah
l)

Tulang kering
Ditemukan oleh Warsito di Dukuh Bubak Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe,
Kabupaten Sragen pada tanggal 4 januari 1993 lapisan tanah lempung warna abu – abu dari
formasi pucangan atas.

m) Fosil Molusca
a.

Klas Pelecypoda

b. Klas Gastropoda
n) Binatang air
 Tengkorak buaya (Crocodilus Sp.) ditemukan pada tanggal 17 Desember 1994 oleh Sunardi di
Dukuh Blimbing, Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen pada formasi
pucangan
 Kura – kura (Chlonia Sp.) ditemukan pada tanggal 1 Februari 1990 oleh hari Purnomo Dukuh
Pablengan, Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen pada Formasi pucangan

 Ruas tulang belakang ikan ditemukan pada tanggal 20 November 1975 oleh Suwarno di Desa
Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada formasi pucangan