Pengaruh Perilaku Individu dan Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu
kejadian luar biasa dengan kematian yang besar, hal ini tampak dari kenyataan yang
sedang terjadi sekarang ini. Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai risiko untuk
terjangkit penyakit DBD, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya
sudah tersebar luas diperumahan penduduk maupun fasilitas umum di seluruh
Indonesia (Widoyono, 2005).
Kejadian luar biasa akibat serangan nyamuk Ae. aegypti ini masih menjadi
fenomena di Asia Tenggara khususnya Indonesia (Shafitri, 2010). Thailand
merupakan negara peringkat pertama yang melaporkan banyak kasus DBD yang
dirawat dirumah sakit. Sedangkan Indonesia termasuk peringkat kedua berdasarkan
jumlah kasus DBD di wilayah Asia Tenggara (Soegijanto, 2008).
Permasalahan yang dihadapi pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun sejak
pertama kali berjangkitnya wabah penyakit demam berdarah dengue (DBD) pada

tahun 1968, sampai sekarang belum ada titik terangnya. Dari tahun ketahun penderita
DBD makin meningkat dengan penyebaran yang semakin luas (Shafitri, 2010).
Fakta di lapangan, dari sekian penyakit yang perlu diwaspadai seiring
datangnya musim penghujan, penyakit DBD inilah yang harus menjadi fokus

Universitas Sumatera Utara

masyarakat. Di Indonesia sepanjang tahun 2010 ini kasus DBD sudah mencapai ±
12.639. Apalagi pascabencana, baik gempa bumi, tanah longsor, banjir maupun
tsunami yang melanda beberapa kota di Indonesia beberapa waktu lalu (Shafitri,
2010).
DBD dilaporkan untuk pertama kalinya di Indonesia yaitu berupa kejadian
luar biasa dengan insiden DBD tertinggi dilaporkan tahun 1987 dengan jumlah kasus
22.760 dengan 1.039 kasus meninggal (CFR= 4,6%), tahun 2009 di Indonesia tercatat
jumlah kasus DBD 154.855 dengan 1.384 kasus meninggal, sedangkan di kota
Surabaya mencatat 58 kasus DBD dengan 24 kematian (CFR=41,5%) (Soegijanto,
2008).
Di Indonesia, dari rentang tahun 1996 sampai dengan 2000 angka kesakitan
DBD terendah terjadi pada tahun 1999 dan tertinggi terjadi pada tahun 1996. Tahun
2000 terjadi kejadian luar biasa (KLB) di 4 Kabupaten dan 3 kota. Kabupaten yang

mengalami KLB adalah kabupaten Gresik, Kediri, Pacitan dan Madiun. Sedangkan
kota yang mengalami KLB adalah kota Madiun, Mojokerto dan Probolinggo
(Soegijanto, 2008).
Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia dengan jumlah pasien yang cenderung meningkat serta
daerah penyebaran yang meluas. DBD terutama menyerang anak-anak namun dalam
beberapa tahun terakhir cenderung semakin banyak dilaporkan kasus DBD pada
orang dewasa (Depkes RI, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Awal kejadian luar biasa penyakit virus dengue setiap lima tahun selanjutnya
mengalami perubahan menjadi tiga tahun, dua tahun dan akhirnya setiap tahun diikuti
dengan adanya kecenderungan peningkatan infeksi virus dengue pada bulan-bulan
tertentu. Hal ini terjadi, kemungkinan berhubungan erat dengan a) perubahan iklim
dan kelembaban nisbi; b) terjadinya migrasi penduduk dari daerah yang belum
ditemukan infeksi virus dengue ke daerah endemis penyakit virus dengue atau dari
pedesaan keperkotaan; c) meningkatnya kantung-kantung jentik nyamuk Ae. aegypti
di perkotaan terutama daerah yang kumuh pada bulan-bulan tertentu (Soegijanto,
2008).

Angka kejadian DBD di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menurut data
dari Badan Pusat Statistik, dari tahun 2002 sampai 2004 terjadi peningkatan. Pada
tahun 2002 terdapat 92 kasus, tahun 2003 terdapat 128 kasus dan tahun 2004 menjadi
252 kasus (BPS NAD, 2005). Sedangkan pada tahun 2007 terdapat 777 kasus DBD
dan tahun 2008 meningkat menjadi 890 kasus dengan angka kematian mencapai 14
pasien (Dinkes NAD, 2009).
Data dari Dinas Kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2008
pasien penderita DBD tercatat 1.573 kasus (IR=35,36) dengan angka kematian 20
pasien (CFR=1,27%) (Dinkes NAD, 2009).
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon dari bulan
Januari – Desember 2010 tercatat 132 kasus dan belum terdapat angka kematian
(RSU Datu Beru Takengon, Aceh Tengah, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Tengah dari bulan Januari-Desember 2010 tercatat 128 kasus dan belum ada terdapat
angka kematian (Dinkes. Kab. Aceh Tengah, 2010).
Berdasarkan teori yang ada, nyamuk Ae. aegypti yang merupakan nyamuk
penular DBD tidak dapat hidup dan tinggal pada daerah dengan ketinggian 1000

meter dari permukaan air laut, sedangkan daerah kabupaten Aceh Tengah merupakan
daerah dataran tinggi dengan ketinggian 1.500 meter dari permukaan air laut.
Terjangkitnya DBD di Kabupaten Aceh Tengah dimulai setelah terjadi Tsunami di
Nanggroe Aceh Darussalam.
Tempat potensial untuk perindukan nyamuk Ae. aegypti adalah tempat
penampungan air (TPA) yang digunakan sehari-hari, yaitu drum, bak mandi, bak WC,
gentong, ember dan lain-lain. Tempat perindukan lainnya yang non TPA adalah vas
bunga, ban bekas, botol bekas, tempat minum burung, tempat sampah dan lain-lain,
serta TPA alamiah, yaitu lubang pohon, daun pisang, pelepah daun keladi, lubang
batu dan lain-lain. Adanya kontainer di tempat ibadah, pasar dan saluran air hujan
yang tidak lancar di sekitar rumah juga merupakan tempat perkembangbiakan yang
baik (Soegijanto, 2008).
Perilaku masyarakat tentang pencegahan pada umumnya masih kurang.
Menurut pengertian dasar, perilaku masyarakat bisa dijelaskan merupakan suatu
respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Respon atau reaksi

Universitas Sumatera Utara

manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif

(tindakan yang nyata atau practice) (Notoatmodjo, 2007).
Secara teoritis munculnya KLB/Wabah DBD antara lain disebabkan karena
adanya pertumbuhan penduduk yang yang tidak memiliki pola tertentu, urbanisasi
yang tidak terencana dan terkontrol, mobilitas penduduk yang tinggi, sistem
pengelolaan limbah padat berupa wadah yang dapat menjadi tempat penampungan air
seperti kaleng bekas, kulit buah dan lain-lain yang tidak saniter dan sarana
penyediaan air bersih yang tidak memadai, berkembangnya penyebaran nyamuk yang
efektif, meningkatnya pergerakan dan penyebaran virus dengue, perkembangan
hiperendemisitas dan melemahnya infrastruktur kesehataan masyarakat (Depkes RI,
2003).
Faktor mobilitas penduduk, kepadatan penduduk maupun perilaku masyarakat
yang berhubungan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) juga berpotensi
menimbulkan kejadian luar biasa/wabah. Himbauan tentang pencegahan DBD baik
dari media massa dan media elektronik masih terus disosialisasikan dan sloganslogan/spanduk telah dipasang dengan tujuan menggugah perilaku masyarakat agar
berpartisipasi mencegah meningkatnya kasus DBD (Depkes RI, 2004).
Di Kabupaten Aceh Tengah, pada bulan Mei 2008 terdapat 2 kasus DBD dan
pada bulan Desember tahun 2008 terdapat 1 kasus DBD. Semua kasus dijumpai pada
wilayah kerja Puskesmas Bebesen. Tempat tinggal penderita umumnya berada di
wilayah yang lokasinya di daerah perkotaan (Dinkes Aceh Tengah, 2009).


Universitas Sumatera Utara

Jumlah kasus DBD pada tahun 2009 di Kabupaten Aceh Tengah sebanyak 43
kasus, dengan kasus terbanyak dijumpai pada wilayah kerja puskesmas Kota,
Bebesen dan Kebayakan. Tempat tinggal penderita umumnya berada di wilayah yang
lokasinya di daerah perkotaan (Dinkes Aceh Tengah, 2010).
Jumlah kasus DBD yang ditemukan di Kabupaten Aceh Tengah dari bulan
Januari sampai dengan bulan Oktober 2011 adalah bulan Januari 2 kasus, Februari 12
kasus, Maret 8 kasus, April 4 kasus, Mai 7 kasus, Juni tidak ada kasus DBD, Juli 1
kasus, Agustus 2 kasus, September 6 kasus dan oktotober terdapat 13 kasus DBD
(Dinkes Aceh Tengah, 2011)
Jumlah kasus DBD di Aceh Tengah pada tahun 2010 ditemukan sebanyak 128
kasus, dengan kasus DBD terbanyak dijumpai pada wilayah kerja Puskesmas Kota,
Bebesen dan Kebayakan. Sama seperti tahun 2008 dan 2009, tempat tinggal kasus
juga umumnya berada di wilayah yang lokasinya di daerah perkotaan (Dinkes Aceh
Tengah, 2011).
Penderita DBD yang ada di Kabupaten Aceh Tengah, awalnya tertular
penyakit DBD setelah berpergian keluar kota yaitu Kota Banda Aceh pada tahun
2007. Pada tahun selanjutnya penderita DBD dikarenakan mobilisasi dan nyamuk Ae.
albopictus (Dinkes Aceh Tengah, 2010)

Kabupaten Aceh Tengah memiliki iklim tropis, dimana musim kemarau
biasanya jatuh pada bulan Januari sampai dengan Juli. Musim hujan berlangsung dari
bulan Agustus sampai bulan Desember. Rata-rata curah hujan berkisar antara 1.082
sampai dengan 2.409 milimeter per tahun dengan jumlah hari hujan antara 113

Universitas Sumatera Utara

sampai dengan 160 hari per tahun. Suhu udara lumayan sejuk yaitu 20,10o C, bulan
terpanas adalah bulan April dan Mei yaitu 20,60 C dan terdingin pada bulan
September yaitu 19,700C. Keadaan udara tidak terlalu lembab dengan rata-rata
kelembaban nisbi 80% (Dinkes Aceh Tengah, 2009).
Di Kabupaten Aceh Tengah

rumah penduduk yang satu dengan lainnya

mempunyai jarak yang dekat yaitu ±1,5 m, ada juga yang letak rumahnya
berdampingan antara satu rumah dengan rumah yang lainnya khususnya di daerah
perkotaannya. Serta masih adanya perilaku masyarakat Aceh Tengah yang
menampung air hujan menggunakan drum, bak air dan tempayan untuk keperluan
sehari-hari tanpa melakukan pengurasan tempat penampungan air tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Aceh Tengah pada tahun 2007 ditemukannya nyamuk Ae. albopictus yang
merupakan nyamuk penyebab terjadinya DBD di daerah Kabupaten Aceh Tengah.
Teori penyebab kejadian DBD di Kabupaten Aceh Tengah karena perilaku
individu dan pengaruh lingkungan fisik yang salah satunya adalah mobilitas
penduduk dari kabupaten ke ibukota provinsi, dan juga perubahan iklim yang terjadi
di daerah dataran tinggi gayo (Dinkes Aceh Tengah, 2010).
Uraian di atas mengidentifikasikan, bahwa ada pengaruh yang bermakna
antara perilaku individu (pengetahuan, sikap dan tindakan) dan lingkungan fisik
(jarak rumah, TPA dan keberadaan jentik) terhadap kejadian demam berdarah
dengue. Dengan demikian ingin mengetahui lebih dalam tentang perilaku individu
(pengetahuan, sikap dan tindakan) dan lingkungan fisik (jarak rumah, TPA dan

Universitas Sumatera Utara

keberadaan jentik) terhadap kejadian demam berdarah dengue di daerah dataran
tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah.

1.2


Permasalahan
Melihat adanya angka kejadian demam berdarah dengue di Kabupaten Aceh

Tengah yang merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1500
meter di atas permukaan laut yang tercatat data di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Tengah dari bulan Januari – Desember 2010 sebanyak 128 kasus DBD, maka
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1.2.1

Belum diketahuinya bagaimana pengaruh perilaku individu terhadap kejadian
penyakit DBD di Kabupaten Aceh Tengah tahun 2010

1.2.2 Belum diketahuinya bagaimana pengaruh lingkungan fisik terhadap kejadian
penyakit DBD di Kabupaten Aceh Tengah tahun 2010

1.3

Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh perilaku individu dan lingkungan fisik terhadap


kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Aceh Tengah.

1.4

Hipotesis
Ada pengaruh perilaku individu dan lingkungan fisik terhadap kejadian

penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Aceh Tengah

Universitas Sumatera Utara

1.5

Manfaat Penelitian
1.5.1

Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
khususnya ilmu kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan
pengaruh perilaku individu dan lingkungan fisik terhadap kejadian

penyakit DBD.

1.5.2

Masyarakat
Sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk dapat berperilaku
lebih baik dan memperhatikan lingkungan fisik di sekitarnya sehingga
dapat mencegah dan mengurangi kejadian penyakit DBD.

1.5.3

Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah
Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah
melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah dalam rangka
pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD dan sebagai masukan
dalam menentukan kebijakan operasional dan strategi yang efisien dan
komprehensif dalam pelaksanaan penanggulangan DBD yang terjadi
pada masyarakat Kabupaten Aceh Tengah.

Universitas Sumatera Utara