Hubungan Tekanan Darah Dengan Fungsi Kognitif Pada Remaja

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi

Tekanan darah yang normal didefinisikan sebagai nilai tekanan darah sistolik
dan diastolik dibawah persentil 90 menurut jenis kelamin, usia dan tinggi
badan. Hipertensi didefinisikan sebagai nilai rerata tekanan darah sistolik dan
atau diastolik lebih besar atau sama dengan persentil 95 menurut jenis
kelamin, usia dan tinggi badan dalam tiga atau lebih pengukuran.
Prehipertensi dimana nilai rerata tekanan darah sistolik atau diastolik lebih
besar atau sama dengan persentil 90, tetapi dibawah persentil 95. Dan pada
remaja, tekanan darah lebih besar atau sama dengan 120/80 mmHg sudah
dipertimbangkan dalam prehipertensi. Pasien dengan tekanan darah diatas
persentil 95 sewaktu diukur di klinik, tetapi memiliki tekanan darah yang
normal di luar klinik, dikenal sebagai white-coat hypertension, dan dalam hal
ini dibutuhkan pengukuran tekanan darah secara ambulatory untuk membuat
suatu diagnosis.1,12-15
Sebaiknya
sphygmomanometer


pengukuran

tekanan

darah

menggunakan

terstandar, stetoskop yang diletakkan pada pulsasi

arteri brakialis, pada proksimal atau medial fossa kubiti, dan dibawah batas
bawah manset. Korotkof 1 dinyatakan sebagai tekanan darah sistolik dan
korotkof 5 atau mulai saat menghilangnya bunyi korotkof dinilai sebagai
tekanan darah diastolik. Idealnya, remaja yang dilakukan pengukuran darah
21
5
Universitas Sumatera Utara

tidak mengkonsumsi obat-obatan atau makanan stimulan, telah duduk

dengan tenang di kursi minimal selama 5 menit, dan duduk dengan bahu
tersandar,serta menjejakkan kaki di lantai. Posisi fossa kubiti sejajar jantung.
Ukuran manset yang sesuai, yaitu lebar manset minimal 40% dari jarak
antara olekranon-akromion, panjang manset minimal 80-100% mencakup
lingkar lengan.Ukuran manset yang sesuai menurut rentang usia remaja
tertera pada tabel 1.1,12,14
Tabel 1. Rekomendasi dimensi manset untuk pengukuran tekanan
darah11
Rentang Usia
Lebar (cm)
Panjang (cm) Lingkarlenganmaksimal
(cm)
Neonatus
4
8
10
Bayi
6
12
15

Anak
9
18
22
Remaja
10
24
26

2.2.

Epidemiologi

Prevalensi hipertensi remaja secara global tidak diketahui, dan sering sekali
tidak terdiagnosa. Usia, tinggi badan, obesitas, menjadi faktor risiko
peningkatan diagnosa dan prevalensi hipertensi pada remaja (OR:1,09;
OR:1,02; OR:2,61).3 Berdasarkan rekomendasi pengukuran tekanan darah
dengan tiga kali pengukuran yang terpisah, prevalensi hipertensi pada remaja
sekitar 1-3%.16 Prevalensi hipertensi pada rentang usia 3 – 18 tahun sekitar
3,6% dan prehipertensi sekitar 3,4%. Prevalensi hipertensi pada rentang usia

11 – 17 tahun sekitar 3,2% dan prehipertensi sekitar 15,7%. 16

6
22
Universitas Sumatera Utara

Penelitian lain menunjukkan prevalensi tekanan darah abnormal pada remaja
usia 14-17 tahun sekitar 11,5%, dengan prevalensi hipertensi sekitar 2,5%
dan prehipertensi persisten sekitar 4%.17 Adanya obesitas berkaitan dengan
peningkatan prevalensi hipertensi dan sekitar 14% prehipertensi pada
remaja, berkembang menjadi hipertensi dalam kurun waktu dua tahun
kemudian.16

2.3.

Etiologi dan Patofisiologi

Tekanan darah merupakan produk dari cardiac output dan tahanan vaskular
perifer. Peningkatan salah satu akan menyebabkan peningkatan tekanan
darah, jika satu faktor meningkat sementara faktor lainnya menurun, maka

tekanan darah tidak meningkat.1,13 Jika hipertensi disebabkan oleh suatu
proses penyakit yang lain, dinamakan hipertensi sekunder, tetapi jika
penyebab lain tidak ditemukan, maka disebut hipertensi primer. 1,12-15 Banyak
faktor termasuk herediter, diet, stres dan obesitas yang memiliki peran pada
hipertensi primer.1,3 Hipertensi sekunder paling sering terjadi pada bayi balita,
dan usia 5-12 tahun.1,18 Remaja dengan hipertensi sekunder cenderung
dijumpai abnormalitas kreatinin, ultrasonografi ginjal, dan ekokardiogram
(P=0,01; P=0,001; P=0,03).18 Banyak penyakit pada remaja yang dapat
menyebabkan hipertensi kronik atau akut, dapat dilihat pada tabel 2. 1,15
Hipertensi pada bayi prematur terkadang berhubungan dengan
kateterisasi arteri umbilikal dan trombosis arteri renalis. Hipertensi pada masa
723
Universitas Sumatera Utara

bayi biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal, koartasio aorta, penyakit
endokrin atau obat-obatan. Remaja usia sekolah lebih sering menderita
hipertensi primer.1,15
Penyebab hipertensi sekunder yang paling sering adalah abnormalitas
ginjal sekitar 90%, penyakit parenkim ginjal dan stenosis arteri renalis
menyebabkan retensi air dan garam, sehingga meningkatkan sekresi

renin.1,15,19

Penyebab

lainnya

seperti

penyakit

kardiovaskular

atau

endokrinopati yang berkaitan dengan tiroid, paratiroid dan kelenjar adrenal.1
Hipertensi sistolik dan takikardia dijumpai pada hiperparatiroid,
sementara tekanan darah diastolik biasanya tidak meningkat. Hiperkalsemia
karena

hiperparatiroid


akan

meningkatkan

tonus

vaskular

sehingga

meningkatkan tekanan darah.Gangguan adrenokortikal (aldosteronesecreting
tumor, sodium retaining congenital adrenal hyperplasia, cushing syndrome)
dapat

menyebabkan

hipertensi

melalui


peningkatan

sekresi

mineralokortikoid.1,13,15 Feokromositoma merupakan cathecolamine-secreting
tumors yang dapat menyebabkan hipertensi melalui efek epinefrin dan
norepinefrin pada jantung dan pembuluh darah. Feokromositoma dijumpai
sekitar 5% pada neurofibromatosis.1,15

24
8
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Etiologi hipertensi pada anak1
Kondisi
yang
berhubungan Kondisi
yang
berhubungan

dengan hipertensi kronis
dengan hipertensi intermiten
Ginjal
Chronic pyelonephritis
Chronic glomerulonephritis
Hydronephrosis
Congenital dysplastic kidney
Multicystic kidney
Solitary renal cyst
Vesicoureteral reflux nephropathy
Segmental
hypoplasia
(AskUpmark kidney)
Ureteral obstruction
Renal tumors
Renal trauma
Rejection
damage
following
transplantation

Postirradiation damage
Systemic lupus erythematosus
(other connective tissue diseases)
Vaskular
Coarctation
of
thoracic
or
abdominal aorta
Renal artery lesions (stenosis,
fibromuscular
dysplasia,
thrombosis,
aneurysm)
Umbilical artery catheterization
with thrombus formation
Neurofibromatosis (intrinsic or
extrinsic narrowing for vascular
lumen)
Renal vein thrombosis

Vasculitis
Arteriovenous shunt
Williams-Beuren syndrome
Moyamoya disease
Takayasu arteritis

Ginjal
Acute
postinfectious
glomerulonephritis
Anaphylactoid
(Henoch-Schönlein)
purpura with nephritis
Hemolytic-uremic syndrome
Acute tubular necrosis
After
renal
transplantation
(immediately and during episodes of
rejection)
After blood transfusion in patients
with azotemia
Hypervolemia
After surgical procedures on the
genitourinary tract
Pyelonephritis
Renal trauma
Leukemic infiltration of the kidney
Obstructive uropathy associated with
Crohn disease
Obat-obatan dan racun
Cocaine
Oral contraceptives
Sympathomimetic agents
Amphetamines
Phencyclidine
Corticosteroids
and
adrenocorticotropic hormone
Cyclosporine or sirolimus treatment
posttransplantation
Licorice (glycyrrhizic acid)
Lead, mercury, cadmium, thallium
Antihypertensive
withdrawal
(clonidine, methyldopa, propranolol)
Vitamin D intoxication

9
25
Universitas Sumatera Utara

Endokrin
Hyperthyroidism
Hyperparathyroidism
Congenital adrenal hyperplasia
(11β-hydroxylase and
17-hydroxylase defect)
Cushing syndrome
Kondisi
yang
berhubungan
dengan hipertensi kronis (lanjutan)
Primary aldosteronism
Apparent mineralcorticoid excess
Glucocorticoid
remedial
aldosteronism
(familial
aldosteronism type 1)
Glucocorticoid
resistance
(Chrousos syndrome)

Sistem saraf pusat dan autonom
Increased intracranial pressure
Guillain-Barré syndrome
Burns
Familial dysautonomia
Kondisi
yang
berhubungan
dengan
hipertensi
intermiten
(lanjutan)
Stevens-Johnson syndrome
Posterior fossa lesions
Porphyria
Poliomyelitis
Encephalitis
Spinal cord injury (autonomic storm)

Lain-lain
Preeclampsia
Fractures of long bones
Pseudohypoaldosteronism type 2 Hypercalcemia
After coarctation repair
(Gordon syndrome)
White cell transfusion
Pheochromocytoma
membrane
Other
neural
crest
tumors Extracorporeal
oxygenation
(neuroblastoma,
Chronic upper airway obstruction
ganglioneuroblastoma,
ganglioneuroma)
Liddle syndrome
Geller syndrome
Sistem saraf pusat
Intracranial mass
Hemorrhage
Residual following brain injury
Quadriplegia

Perubahan tonus simpatis merupakan mekanisme peningkatan
tekanan darah secara akut atau intermiten pada remaja dengan sindrom
Guillain-Barre, poliomyelitis, luka bakar dan sindrom Steven-Johnson.

10
26
Universitas Sumatera Utara

Symphatetic outflow dari sistem saraf pusat juga dapat mempengaruhi
tekanan darah pada lesi intrakranial.1,13,15
Sejumlah penyalahgunaan obat-obatan, obat-obatan terapeutik dan
racun dapat menyebabkan hipertensi. Kokain memprovokasi peningkatan
tekanan darah secara cepat dan dapat menyebabkan kejang dan perdarahan
intrakranial. Penggunaan phencyclidine dapat menyebabkan hipertensi
transien dan dapat menjadi persisten bila digunakan terus-menerus.
Penggunaan tembakau juga dapat meningkatkan tekanan darah. Obatobatan simpatomimetik seperti dekongestan hidung, appetite supressants,
dan stimulan untuk attention-deficit hyperactivity disorder menyebabkan
vasokonstriksi perifer dan menstimulasi jantung, yang besaran efeknya
bersifat individual. Kontrasepsi oral dapat menyebabkan hipertensi pada
remaja wanita,walaupun kemungkinannya kecil. Obat imunosupresan seperti
siklosporin
transplantasi

dan

takrolimus

organ,

dan

menyebabkan
efek

ini

hipertensi

mengalami

pada

resipien

eksaserbasi

dengan

penambahan steroid.1,15
Remaja dengan hipertensi primer biasanya overweight, memiliki
riwayat keluarga hipertensi dan biasanya tekanan darahnya sedikit diatas
persentil 95 untuk usia. Hipertensi primer adalah bentuk paling sering pada
dewasa dan lebih sering pada remaja daripada anak. Penyebab hipertensi
primer multifaktor, seperti: obesitas, perubahan genetik pada transpor

11
27
Universitas Sumatera Utara

kalsium dan natrium, reaktivitas otot polos vaskular, sistem renin-angiotensin,
overaktivitas sistem saraf simpatik, dan resistensi insulin. 1,13,15
Remaja dari orang tua hipertensi menunjukkan respon fisiologi yang
berbeda terhadap stres atau tugas kompetitif, yaitu peningkatan frekuensi
jantung dan tekanan darah dibandingkan remaja dengan orang tua
normotensi. Beberapa remaja dengan riwayat orang tua hipertensi,
mengekskresikan katekolamin urin metabolit yang lebih banyak atau respon
terhadap asupan natrium yang banyak dengan peningkatan berat badan dan
tekanan darah. Efek ini lebih kelihatan terutama pada populasi ras kulit hitam
dibandingkan ras kulit putih.1,15
2.4.

Manifestasi Klinis, Diagnosis dan Tatalaksana

Remaja usia lebih dari 3 tahun, sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan
darah rutin pada saat berkunjung ke dokter. Beberapa kondisi pada remaja
usia dibawah 3 tahun yang sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan tekanan
darah, diantaranya: riwayat prematur, berat badan lahir rendah, riwayat
perawatan intensif pada neonatus, penyakit jantung bawaan, infeksi saluran
kemih berulang, hematuria atau proteinuria, malformasi ginjal ataupun
urologik, riwayat keluarga penyakit ginjal kongenital, transplantasi organ
padat, keganasan atau transplantasi sumsum tulang, pengobatan dengan
obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah, penyakit sistemik yang
berhubungan dengan hipertensi (neurofibromatosis, tuberous sklerosis, dan
lain-lain), terbukti adanya peningkatan tekanan intrakranial. 11 Tabel 3 dan 4
28
12
Universitas Sumatera Utara

menunjukkan nilai tekanan darah pada remaja menurut jenis kelamin, usia
dan tinggi badan (lampiran).11
Remaja dengan peningkatan tekanan darah yang berat akan
meningkatkan risiko kejadian ensefalopati hipertensi, kejang, cerebrovascular
accident dan gagal jantung kongestif.1,11-15 Penelitian klinis menunjukkan
bahwa level tekanan darah berhubungan dengan penebalan tunika mediaintima arteri karotis dan arteri besar lainnya pada dewasa muda.20 Remaja
sehat yang memiliki tekanan darah batas atas rentang normal, menunjukkan
penurunan aliran darah arteri brakialis yang dimediasi vasodilatasi (adanya
penebalan arteri besar).11 Peningkatan tekanan darah walaupun ringan dapat
menyebabkan perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah bahkan pada
remaja yang asimptomatik.21
Hipertrofi ventrikel kiri merupakan bukti klinis dari kerusakan target
organ yang disebabkan oleh hipertensi pada remaja. Pengukuran massa
ventrikel kiri dengan menggunakan ekokardiografi, LVH dilaporkan pada
34%–38% remaja dan remaja dengan peningkatan tekanan darah yang
ringan yang tidak diobati.22,23 Penelitian pada 130 remaja dan remaja dengan
peningkatan tekanan darah yang persisten, dilaporkan 55% mengalami
peningkatan massa ventrikel kiri dibandingkan tekanan darah persentil 90,
dan 14% memiliki indeks massa ventrikel kiri diatas 51 g/m2,sebuah nilai
pada

hipertensi

dewasa

yang

berkaitan

dengan

empat

kali

risiko

kardiovaskular. Pemeriksaan geometri ventrikel kiri menunjukkan 17%
29
13
Universitas Sumatera Utara

mengalami hipertrofi konsentrik, pola yang berkaitan dengan peningkatan
risiko kardiovaskular pada dewasa,dan 30% mengalami hipertrofi eksentrik,
yang berkaitan dengan risiko intermediat untuk kejadian kardiovaskular. 11,24
Ekokardiografi direkomendasikan sebagai alat primer untuk evaluasi
kerusakan target organ dengan melihat ada tidaknya LVH. Remaja yang
menderita hipertensi sebaiknya menjalani ekokardiografi untuk melihat
adanya LVH. Titik potong penilaian adanya LVH adalah 51 g/m2. Penilaian
indeks massa ventrikel kiri sangat membantu dalam keputusan klinis. Adanya
LVH merupakan indikasi terapi farmakologi yang intensif untuk menurunkan
tekanan darah. Pasien yang sudah mengalami LVH, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ekokardiografi secara periodik.11
Terapi hipertensi meliputi terapi non-farmakologis (perubahan gaya
hidup) dan terapi farmakologis.1,11,12 Terapi gaya hidup seperti pengurangan
berat badan pada hipertensi terkasit obesitas, pencegahan peningkatan berat
badan yang abnormal akan membatasi peningkatan tekanan darah.
Modifikasi diet sangat direkomendasikan untuk remaja yang mengalami
prehipertensi, sama halnya dengan yang mengalami hipertensi. 25-27Aktifitas
fisik regular dan pembatasan aktifitas sedentary akan meningkatkan usaha
manajemen berat badan dan mencegah peningkatan tekanan darah
selanjutnya.28 Dukungan keluarga sangat penting untuk kesuksesan terapi. 11

30
14
Universitas Sumatera Utara

Indikasi terapi farmakologis pada remaja termasuk hipertensi sekunder
dan respon yang tidak adekuat dengan modifikasi gaya hidup.1,11,29 Terapi
farmakologis sebaiknya dimulai dengan obat tunggal, obat antihipertensi
yang dapat digunakan pada remajameliputi: ACE inhibitor, angiontensin
receptor blocker, beta-blocker, calcium channel blocker, dan diuretik. Tabel 5
dan 6 menunjukkan obat-obatan dan dosis yang digunakan untuk terapi obat
antihipertensi.29,30 Target penurunan tekanan darah untuk hipertensi primer
tanpa komplikasi adalah dibawah persentil 95, dan untuk hipertensi dengan
penyakit ginjal kronik, diabetes, atau kerusakan target organ terkait
hipertensi, maka tekanan darah sebaiknya diturunkan dibawah persentil 90
menurut jenis kelamin, usia dan tinggi badan.1,11,29

31
15
Universitas Sumatera Utara

32
16
Universitas Sumatera Utara

2.5 Gangguan fungsi kognitif pada remaja dengan hipertensi
2.5.1. Fungsi kognitif pada anak
Fungsi kognitif merupakan fungsi neurodevelopmental yang merupakan
fungsi dasar otak yang dibutuhkan untuk belajar dan produktifitas.31 Fungsi
kognitif terdiri dari beberapa domain: perhatian, membuat keputusan,
pengetahuan umum, judgment, bahasa, memori, persepsi, perencanaan,
menjelaskan, dan visuo-spasial.32 Perkembangan fungsi kognitif terbagi

33
17
Universitas Sumatera Utara

menjadi empat tahap yaitu: tahap sensorimotorik (0-24 bulan), tahap
praoperasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-11 tahun) dan tahap
operasional formal (11 tahun ke atas).33
Banyak hal yang mempengaruhi fungsi kognitif, dan fungsi kognitif
mencakup banyak hal, sehingga gangguan fungsi kognitif cukup luas.
Gangguan fungsi kognitif pada remaja usia sekolah terdiri dari: gangguan
belajar (disleksia, diskalkuli), gangguan bahasa reseptif, gangguan bahasa
ekspresif, hiperaktivitas, disabilitas intelektual, sampai kepada gangguan
ringan berupa skor fungsi kognitif yang sedikit lebih rendah dari teman
sebaya.8,31 Prevalensi gangguan neurologik di Kenya sekitar 2,9%, dimana
prevalensi gangguan fungsi kognitif sebesar 2,4% dan gangguan motorik
sebesar 0,5%.7 Prevalensi disabilitas intelektual di Amerika Serikat bervariasi
antara

1–3%,

gangguan

belajar

7,66%,

remaja

hiperaktif

6,69%,

developmental delay 3,65% dan autis sekitar 0,47%.34,35
Perkembangan fungsi kognitif pada remaja dipengaruhi beberapa
faktor:

kondisi

prenatal/perinatal,

genetik,

kondisi

medis,

psikologis,

lingkungan dan juga pengaruh sosio-kultural. Gangguan membaca dapat
bersifat familial dan diturunkan,dan dapat berhubungan dengan lokus gen
tertentu pada kromosom 6 dan 15. Sindrom DiGeorge berhubungan dengan
disfungsi neurodevelopmental meliputi disabilitas intelektual, defisit visuospasial, fungsi eksekutif, perhatian, working memory, verbal learning,
aritmatika, dan bahasa.31
18
34
Universitas Sumatera Utara

Lesi neuroanatomi juga berhubungan dengan gangguan kognitif.
Regio parietotemporal kiri dan oksipitotemporal kiri berbeda antara remaja
dengan disleksia dan remaja yang tidak memiliki kesulitan membaca. Sirkuit
neural, terutama pada korteks parietal penting dalam kompetensi matematika
dan peran white matter dalam pembelajaran aktif dan ingatan. Faktor risiko
perinatal yang berhubungan dengan disfungsi neurodevelopmental adalah
berat badan lahir sangat rendah, pertumbuhan janin terhambat yang berat,
ensefalopati hipoksik-iskemik perinatal, dan paparan alkohol dan narkotika
pada masa prenatal. Peningkatan risiko gangguan akademik dan lobus
frontalis berhubungan dengan lingkungan toksin seperti timbal, kokain, infeksi
meningitis, HIV, cedera otak yang mengakibatkan perdarahan, leukomalasia
periventrikular atau cedera kepala.31,32,36,37
Trauma

psikologi

pada

tahap

awal

perkembangan

dapat

menyebabkan perubahan struktural dan neurokemikal pada perkembangan
otak yang dapat menyebabkan disfungsi neurodevelopmental. Trauma
ataupun

penyalahgunaan

pada

tahap

awal

perkembangan

dapat

menyebabkan hambatan regulasi sistem di otak pada korteks orbitofrontal
dan mempengaruhi fungsi hemisfer kanan dan berhubungan dengan risiko
masalah pada pengolahan informasi, ingatan, dan lobus frontalis yang
berhubungan dengan konsentrasi dan self-regulation.31 Faktor sosiokultural
dan lingkungan berpotensi menyebabkan disfungsi neurodevelopmental, dan

19
35
Universitas Sumatera Utara

biasanya disebabkan oleh kombinasi dari banyak faktor.31,38 Aktifitas fisik dan
obesitas juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif.39,40
Banyak tools yang dikembangkan untuk menilai fungsi kognitif pada
anak, seperti: Differential Ability Scales, Second Edition (DAS-II) 2007,
Reynolds Intelectual Assessment Scales (RIAS) 2003, Stanford Binet
Intellegence Scales, Fifth Edition (SB-5), 2003. Wechsler Intellegence Scale
for Children, Fifth Edition (WISC-V), 2014, Wechsler Preschool and Primary
Scale of Intellegence, Fourth Edition (WPPSI-IV), 2012, Woodcock Johnson
IV Test of Cognitive Abilities (WJ IV-COG), 2014, Wechsler Abreviated Scale
of Intellegence, Second Edition (WASI-II), 2012, dan lain sebagainya.32
Sementara tools yang digunakan untuk menilai penurunan fungsi kognitif,
seperti: Mini Mental State Examination, Modified Mental State Examination,
Cognitive Assessment Screening Tool, Montreal Cognitive Assessment, dan
lain sebagainya.36,37,41Montreal Cognitive Assessment merupakan tools yang
lebih baik melihat penurunan fungsi kognitif dibandingkan Mini Mental State
Examination.37
Tes fungsi kognitif Wechsler merupakan yang paling umum digunakan,
dan baik digunakan dalam menilai gangguan pada disabilitas intelektual dan
gangguan perhatian pada remaja hiperaktif.42-43 Wechsler Intellegence Scale
for Children digunakan untuk remaja usia 6 – 16 tahun 11 bulan. Test
Wechsler memiliki 4 subset: Verbal Comprehension Index (VCI) yang terdiri

20
36
Universitas Sumatera Utara

dari similarities, vocabulary dan comprehension; Perceptual Reasoning Index
(PRI) yang terdiri dari: block design, picture concepts dan matrix reasoning;
Working Memory Index (WMI) terdiri dari: digit span dan coding; Processing
Speed Index terdiri dari: letter-number sequencing dan symbol search.44 Digit
span pada tes Wechsler memiliki sensitivitas 51% dan spesifisitas 92-96%
dalam menilai gangguan kognitif.45

2.5.2. Hipertensi dan gangguan fungsi kognitif pada anak
Hipertensi pada dewasa dapat menyebabkan gangguan kognitif, terutama
pada prefrontal korteks dan lesi white matter, dan dapat juga menyebabkan
gangguan perilaku.46-48 Bukti dari gangguan fungsi kognitif pada remaja
dengan hipertensi masih merupakan hal baru.49 Hipertensi pada remaja
masih underdiagnosed dan pengaruhnya terhadap otak remaja masih belum
diperhitungkan secara keseluruhan.4 Kebanyakan data mengenai pengaruh
hipertensi terhadap sistem saraf remaja berhubungan dengan ensefalopati
hipertensi. Peningkatan tekanan darah yang berat dan akut dapat
menyebabkan kejang, iskemia, strok hemoragik, dan ensefalopati hipertensi.
Hipertensi emergensi ini dapat bermanifestasi menjadi posterior reversible
encephalopathy syndrome (PRES).50
Peningkatan tekanan darah ≥ persentil 90 menurut usia berhubungan
dengan penurunan fungsi kognitif, dan pemberian obat-obatan antihipertensi
berhubungan dengan perbaikan fungsi kognitif.4
37
21
Universitas Sumatera Utara

Autoregulasi serebral menjaga aliran darah serebral konstan bila
tekanan rata-rata arteri dalam rentang 60 – 150 mmHg. Pembuluh darah
akan vasokonstriksi untuk memproteksi otak dari hiperperfusi. Jika tekanan
darah sistemik melebihi kemampuan autoregulasi, peningkatan tekanan akan
ditransmisikan kepembuluh darah distal yang menyebabkan kerusakan
dinding vaskular karena stres mekanik. Efek ini akan merusak blood-brain
barrier, menimbulkan ekstravasasi cairan dan produk darah. Kerusakan
endotel juga mengaktifkan kaskade koagulasi, dan menyebabkan iskemia
jaringan.4
Hipertensi

mempengaruhi

pembuluh

darah

besar

dan

kecil,

menyebabkan stroke dan defisit kognitif. Gangguan pembuluh darah besar
meningkatkan kejadian aterosklerosis, penebalan arteri dan perubahan
dinding pembuluh darah yang menyebabkan lesi fokal pada otak, yang
mengakibatkan kehilangan jaringan otak. Gangguan pembuluh darah kecil
berupa remodelling vaskular, abnormalitas endotel dan gangguan regulasi
aliran serebral.4 Hipertensi kronis menyebabkan pengurangan daya ingat
untuk memori jangka pendek, temper tantrum, gangguan tidur, kelelahan,
dan kehilangan konsentrasi dan berkaitan dengan meningkatnya kejadian
ADHD, ODD, depresi dan kecemasan, hal ini akan menimbulkan gangguan
belajar dan akhirnya gangguan kognitif.4,50
Penelitian

di

Amerika

Serikat

pada

tahun

1988-1994

yang

menyertakan 5077 remaja usia 6 – 16 tahun oleh The National Health and
38
22
Universitas Sumatera Utara

Nutrition Examination Survey III, yang menilai hubungan peningkatan
tekanan darah pada remaja terhadap fungsi kognitif dengan menggunakan
Wechsler Intelligence Scale for Children, Revised (WISC-R) dan Wide Range
Achievement Test, Revised (WRAT-R). Penelitian ini menunjukkan bahwa
remaja dengan tekanan darah sistolik ataupun diastolik ≥ persentil 90
memiliki hasil tes kemampuan matematika yang lebih rendah dibandingkan
remaja dengan tekanan darah < persentil 90.8
Penelitian prospektif di Republik of Seychelles pada tahun 2006-2007
mengenai hubungan fungsi kognitif dengan tekanan darah yang melibatkan
687 remaja usia 12 – 15 tahun dengan menggunakan Cambridge
Neurological Test Automated Battery (CANTAB), the Woodcock Johnson
Test of Scholastic Achievement (WJTA), the Finger Tapping test (FT) dan the
Kaufman Brief Intelligence Test (K-BIT). Pada penelitian ini tidak ditemukan
perbedaan fungsi kognitif terhadap perbedaan tekanan darah sistolik,
diastolik dan mean arterial pressure (MAP), tetapi penelitian ini tidak
membandingkan antara peningkatan tekanan darah dengan tekanan darah
yang normal.6
Penelitian di Amerika tahun 2010 tentang pengaruh hipertensi primer
terhadap gangguan belajar pada remaja yang mengikutsertakan 201 remaja
usia 10 – 18 tahun, melaporkan bahwa remaja yang menderita hipertensi
primer memiliki prevalensi gangguan belajar yang lebih tinggi dibandingkan

39
23
Universitas Sumatera Utara

normal, dan cenderung mengalami gangguan belajar (OR:4,1; 95% CI:1,8 –
9,4).51
Penelitian di Amerika tahun 2010 mengenai pengaruh hipertensi kronis
terhadap gangguan reaktivitas vaskular pada otak anak, dengan jumlah
subjek 56 remaja usia 7 – 20 tahun, dibagi dalam 2 kelompok, yaitu yang
diberikan obat antihipertensi dan yang tidak diterapi, dilakukan penilaian tes
hiperkapnik. Remaja dengan hipertensi yang tidak diterapi memiliki reaktivitas
yang lebih rendah terhadap kondisi hiperkapni dibandingkan remaja dengan
tekanan darah yang sudah normal. Tekanan darah diastolik berbanding
terbalik dengan reaktivitas vaskular (r=-0,351, P=0,026), hal ini semakin
memperjelas peran disfungsi reaktivitas serebral dalam gangguan kognitif
pada remaja dengan hipertensi, juga menunjukkan bahwa tekanan darah
diastolik merupakan prediktor kerusakan target organ serebral. 52
Penelitian di Amerika tahun 2009 yang melibatkan 32 remaja
hipertensi dan 32 kontrol normotensi usia 10 – 18 tahun, membandingkan
fungsi eksekutif melalui form Behavior Rating Inventory of Executive Function
BRIEF yang diisi oleh orang tua dan fungsi internalisasi dan eksternalisasi
menggunakan Child Behavior Checklist CBCL yang juga diisi oleh orang tua.
Hasilnya menunjukkan bahwa remaja dengan hipertensi dan obesitas
memiliki gangguan eksekutif yang signifikan dibandingkan normotensi, dan
remaja dengan hipertensi saja memiliki nilai internalisasi dan eksternalisasi
yang lebih rendah.53
40
24
Universitas Sumatera Utara

Penelitian di Amerika tahun 2010, yang merupakan follow-up dari
penelitian

sebelumnya

di

tahun

2009,

mengenai

pengaruh

terapi

antihipertensi selama 1 tahun terhadap remaja usia 10-18 tahun yang
menderita hipertensi dengan target penurunan tekanan darah