Implementasi E-Government Pada Pemerintah Kota Medan (Studi Pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan)
BAB II
KERANGKA TEORI
Menurut
Rianto
(dalam
Singarimbun,
2008:29),
kerangka
teori/teoritical frame work adalah kerangka berfikir kita yang bersifat teoritis
atau konseptual mengenai masalah yang kita teliti. Teori merupakan proposisi
atau asumsi yang telah dibuktikan kebenarannya. Sebagai landasan berfikir
dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya
pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam
penelitian. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.1. Kebijakan Publik
Menurut
Chandler
dan
Plano
dalam
Tangkilisan
(2003)
berpendapat bahwa kebijakan publik adalah adalah pemanfaatan yang
strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan
masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya kebijakan
tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi
pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah
publik. Selanjutnya dikatakan bahwa Kebijakan Publik merupakan suatu
bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah
demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat
agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan
secara luas.
Menurut H. Hugh Heglo dalam Abidin kebijakan adalah suatu
tindakan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan tujuan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Anderson dalam Abidin (2004:21) mendefenisikan kebijakan
sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti
dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu.
Sedangkan menurut Woll dalam Tangkilisan kebijakan publik
adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah
dimasyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan
publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan
pemerintah yaitu:
a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh
politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan
menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan
masyarakat.
b. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan
pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan,
penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam
bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.
c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan
kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Konsep kebijakan publik ternyata juga dimaknai dan dirumuskan
secara beragam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian besar
defenisi yang dikemukakan dipengaruhi oleh masalah-masalah tertentu
Universitas Sumatera Utara
yang ingin dilihat. Pandangan pertama, ialah pendapat para ahli yang
mengidentikkan
kebijakan
publik
dengan
tindakan-tindakan
yang
dilakukan pemerintah. Beranggapan bahwa semua tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya disebut sebagai kebijakan
publik.
R.S Parker dalam Wahab, menyatakan bahwa kebijakan publik
adalah suatu tujuan tertentu, atau serangkaian asas tertentu, atau tindakan
yang dilaksanakan oleh pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam
kaitannya dengan suatu subjek atau sebagai respon terhadap keadaan yang
kritis. Sedangkan Thomas R. Dye merumuskan kebijakan publik sebagai
semua pilihan atau tindakan yang dilakukan pemerintah. Dalam hal ini
Dye beranggapan bahwa kebijakan publik itu menyangkut pilihan-pilihan
apapun yang dilakukan oleh pemerintah, baik untuk melakukan sesuatu
ataupun untuk tidak berbuat sesuatu.
Pandangan yang kedua, ialah pendapat para ahli yang memusatkan
perhatian pada implementasi kebijakan (policy implementation). Mereka
melihat kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai
tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran tertentu dan mempunyai dampak dan
akibat-akibat yang diramalkan (predictable), atau dapat diantisipasikan
sebelumnya. Seperti apa yang dikemukakan Nakamura dan Smal Wood
dalam Wahab, bahwa kebijakan publik adalah serentetan instruksi/perintah
dari para pembuat kebijakan yang ditujukan kepada para pelaksana
kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai
tujuan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Namun pada hakekatnya, bahwa pendefenisian kebijakan tetap harus
mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada
apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal
ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup
pula tahap implementasi dan evaluasi sehingga defenisi kebijakan yang
hanya menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai.
Dalam memecahkan sebuah permasalahan yang dihadapi kebijakan publik,
Dunn dalam Tangkilisan mengemukakan bahwa ada beberapa tahap
analisis yang harus dilakukan, yaitu:
1. Agenda Setting (agenda kebijakan)
Tahap penetapan agenda kebijakan ini adalah penentuan masalah publik
yang akan dipecahkan, dengan memberikan informasi mengenai kondisikondisi yang menimbulkan masalah. Dalam hal ini isu kebijakan dapat
berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat, seperti:
memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat, dan
tersedianya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah publik
tersebut.
2. Policy Formulation (formulasi kebijakan)
Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk
menyelesaikan masalah publik. Dalam menentukan kebijakan pada tahap
ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan,
dimana keputusan yang harus diambil pada posisi tidak menentu dengan
informasi yang serba terbatas. Pada tahap ini diidentifikasi kemungkinan
kebijakan yang dapat digunakan melalui prsedur forecasting untuk
Universitas Sumatera Utara
memecahkan masalah yang di dalamnya terkandung konsekuensi dari
setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih.
3. Policy Adoption (adopsi kebijakan)
Merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan yang akan
dilakukan. Terdapat di dalamnya beberapa hal yaitu identifikasi alternatif
kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan
yang dinginkan dan juga mengidentifikasi alternatif-alternatif dengan
menggunakan kriteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternatif
kebijakan lebih besar dari pada efek negative yang akan terjadi.
4. Policy Implementation (implementasi kebijakan)
Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor
(birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan
sumber daya lainnya (teknologi dan manajemen). Implementasi berkaitan
dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program,
dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir,
menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.
Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur
secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat
mendukung pelaksanaan program.
5. Policy Assesment (evaluasi kebijakan)
Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap
kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua
proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah
ditentukan atau direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan ukuran-ukuran (kriteria-kriteria) yang telah ditentukan. Evaluasi
kebijakan dapat dilakukan oleh lembaga independen maupun pihak
birokrasi pemerintah sendiri (sebagaieksekutif) untuk mengetahui apakah
program yang dibuat oleh pemerintah telah mencapai tujuannya atau tidak.
Apabila ternyata tujuan program tidak tercapai atau memiliki kelemahan,
maka perlu diketahui apa penyebabnya sehinggga kesalahan yang sama
tidak terulang di masa yang akan datang.
2.2. Implementasi
Menurut Mazmanian dan Sabatier (Wahab, 2004:64) yang dimaksud
dengan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya
dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah
atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin
diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai dan
berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya.
Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu,
biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output
kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi)
pelaksanaan, kesedian dilaksanakan keputusan tersebut oleh kelompok sasaran,
dampak nyata, baik yang dikehendaki atau yang tidak, dari output tersebut,
dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan badan yang mengambil
keputusan dan akhirnya perbaikan perbaikan penting (atau upaya untuk
melakukan perbaikan perbaikan) terhadap undang- undang/ peraturan yang
bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Meter dan Horn (Wibawa, 1994:15), mendefinisikan implementasi
kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta
baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai
tujuan sebagaimana yang dirumuskan didalam kebijakan.
Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab, 1991:51), menyatakan bahwa
implementasi adalah apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan,
yang merupakan fokus perhatian
implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang
timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya
maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau
kejadian-kejadian
Selain
itu Patton dan Sawicki (dalam Tangkilisan, 2003:78),
berpendapat bahwa implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang
diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif
mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan
kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang
eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit
dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan
interpretasi terhadap perencanaan yang dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti
dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan.
Jones dalam Tangkilisan, implementasi merupakan suatu proses yang
dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa
yang akan dan dapat dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang
mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan
yang diinginkan. Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam
implementasi, yaitu
(1) penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna
program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat
dijalankan,
(2) organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan
program ke dalam tujuan kebijakan,
(3) penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi
pelayanan, upah, dan lain-lainnya.
Proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya
menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok
sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik,
ekonomi dan sosial yang
langsung atau tidak
langsung dapat
mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif
maupun yang positif.
Kemudian dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan
publik ini dikenal dengan beberapa model, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Model Gogin
Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin,
maka perlu diidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tujuantujuan formal pada keseluruhan implementasi yakni: (1) Bentuk dan isi
kebijakan,
termasuk
di
dalamnya
kemampuan
kebijakan
untuk
mensrukturkan proses implementasi, (2) Kemampuan organisasi dengan
segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan
mendukung implementasi secara efektif, dan (3) Pengaruh lingkungan dari
masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan
antar warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.
2. Model Grindle
Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara
tujuan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang
dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari: (1)
kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi, (2) jenis atau tipe manfaat
yang dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diharapkan, (4) letak
pengambilan keputusan, (5) pelaksanaan program, dan (6) sumber daya
yang dilibatkan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari:
kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik
lembaga penguasa, dan kepatuhan serta daya tanggap.
3. Model Meter dan Horn
Model implementasi kebijakan oleh Meter dan Horn dipengaruhi
oleh enam faktor, yaitu: (1) standar kebijakan dan sasaran yang
menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh; (2)
Universitas Sumatera Utara
sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi; (3)
komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh
pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai; (4) karakteristik
pelaksanaan, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial
yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program; (5) kondisi sosial
ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan, dan (6)
sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan.
4. Model Deskriptif
William N. Dunn dalam Tangkilisan mengemukakan bahwa model
kebijakan dapat diperbandingkan dan dipertimbangkan menurut sejumlah
banyak asumsi, yang paling penting diantaranya adalah: (1) perbedaan
menurut tujuan; (2) bentuk penyajian; dan (3) fungsi metodologis model.
Dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah: (1) Model deskriptif; dan
(2) Model normatif. Tujuan model deskriptif adalah menjelaskan dan atau
meramalkan sebab dan akibat pilihan-pilihan kebijakan. Model kebijakan
ini digunakan untuk memonitor hasil tindakan kebijakan misalnya
penyampaian laporan tahunan tentang keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan di lapangan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan
adalah
sebuah
proses
pelaksanaan
kebijakan
yang
telah
direncanakan dan disetujui sebelumnya, guna mencapai tujuan sebagaimana
yang dirumuskan didalam kebijakan yang telah disetujui yang dimana proses
keberhasilannya dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari faktor internal
hingga faktor eksternal.
Universitas Sumatera Utara
2.3.E-Government
Electronic Government atau yang biasa kita dengar sebagai EGovernment menurut Keppres No. 20 Tahun 2006 E-Government adalah
pemanfaatanteknologi
informasi
dan
komunikasi
dalam
proses
pemerintahan untuk meningkatkanefisiensi, efektivitas, transparansi, dan
akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Peranan teknologi informasi
dalam
proses
bisnis
membuat
organisasi
berusaha
untuk
mengimplementasikan teknologi informasi untuk proses terintegrasi.
Menurut Heeks (2001), E-Governmentlahir karena revolusi informasi
danrevolusi pemerintahan. Berbagai kendala implementasi E-Government
di Indonesiabaik fisik maupun sosial ekonomi yang menjadi penyebabnya.
Indonesia
harusmampu
mendayagunakan
potensi teknologi untuk
keperluan:
1. Memberikan
kesempatan
yang
sama
serta
meningkatkan
ketersediaan informasidan pelayanan publik yang diperlukan untuk
memperbaiki kehidupan sosial danekonomi masyarakat, serta
memperluas jangkauannya agar dapat mencapaiseluruh wilayah
negara.
2. Memperbesar kesempatan bagi usaha kecil dan menengah untuk
berkembangdengan teknologi yang mampu memanfaatkan pasar
yang lebih luas.
3. Meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kemampuan inovasi
dalam sektor produksi, serta memperlancar rantai distribusi, agar
Universitas Sumatera Utara
daya saing ekonomi nasional dalam persaingan global dapat
diperkuat.
4. Meningkatkan transparansi dan memperbaiki efisiensi pelayanan
publik,
sertamemperlancar
interaksi
antarlembaga-lembaga
pemerintah, baik pada tingkatpusat maupun daerah, sebagai
landasan untuk membentuk pemerintahan yangefektif, bersih, dan
berorientasi pada kepentingan rakyat.
World Bank Group (2001) menyatakan .E-Government refers to the
use bygovernment agencies of information technologies (such as Wide
Area Networks, theInternet, and mobile computing) that have the ability to
transform relations withcitizens, businesses, and other arms of
government. These technologies can serve avariety of different ends:
better delivery of government services to citizens, improveinteractions
with business and industry, citizen empowerment throught access
toinformation, or more efficient government management.. Artinya
penggunaanteknologi
informasi
oleh
aparat
pemerintah
mampu
meningkatkan hubungan denganwarga negara, pelaku bisnis dan dengan
sesama pemerintah itu sendiri. Teknologi Informasimemberikan banyak
manfaat
di bidang perbaikan pelayanan pemerintah,meningkatkan
interaksi dengan pelaku bisnis dan industri, serta pemberdayaan
warganegara melalui informasi atau menjadikan manajemen pemerintahan
yang efektif danefisien.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa E-Government merupakan sebuah pemanfaatan teknologi informasi
dalam pemerintahan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dan
memungkinkan untuk menjalin hubungan dengan banyak pihak selain
masyarakat.
2.3.1.
Manfaat E-Government
Dalam bukunya Electronic Government, Prof, Richardus Eko Indrajit
menggambarkan manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya konsep EGovernment bagi suatu negara, antara lain:
•
Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholdernya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal
kinerja efektivitas danefisiensi di berbagai bidang kehidupan
bernegara;
•
Meningkatkan
transparansi,
kontrol,
dan
akuntabilitas
penyelenggaraanpemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good
Corporate Governance;
•
Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan
interaksi yangdikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk
keperluan aktivitas sehari-hari;
•
Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumbersumberpendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang
berkepentingan; dan
Universitas Sumatera Utara
•
Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara
cepat dan tepatmenjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan
dengan berbagai perubahanglobal dan trend yang ada; serta
•
Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra
pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik
secara merata dan demokratis.
2.4.Implementasi E-Government
Implementasi E-Government merupakan pelaksanaan penerapan
sistem Electronic Government pada pemerintahan dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik.
Pada pelaksanaan E-Government, informasi, komunikasi, dan transaksi
antara masyarakat dan pemerintah dilakukan via internet. Sehingga ada
beberapa manfaat yang dihasilkan seperti misalnya, komunikasi dalam sistem
administrasi berlangsung dalam hitungan jam, bukan hari atau minggu.
Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, bahkan mobile di manapun tanpa
harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan atau tempat-tempat
pelayanan umum. Akselerasi kecepatan pelayanan berarti juga merupakan
penghematan dalam waktu, energi maupun sumber daya.
Untuk implementasi E-Government lebih ditekankan pada enam pilar
besar yaitu: Perencanaan (Technology Blue Print), Infrastruktur (Hardware
System andNetworking), Sistem Aplikasi (Software system), Procurement,
Sumber Daya Manusia (Training and Procedure), dan Sistem Integrasi
Universitas Sumatera Utara
(System Integrator). Model E-Government yang diterapkan di negara-negara
luar adalah menggunakan model empat tahapan perkembangan yang meliputi:
1. Fase pertama, berupa penampilan website (web presence) yang berisi
informasidasar yang dibutuhkan masyarakat.
2. Fase kedua, fase interaksi yaitu isi informasi yang ditampilkan lebih
bervariasi,seperti fasilitas download dan komunikasi e-mail dalam website
pemerintah.
3. Fase ketiga, tahap transaksi berupa penerapan aplikasi atau formulir untuk
secaraonline mulai diterapkan.
4. Fase keempat, fase transformasi berupa pelayanan yang terintegrasi, tidak
hanyamenghubungkan pemerintah dengan masyarakat tetapi juga dengan
organisasi lainyang terkait (pemerintah ke antarpemerintah, sektor non
pemerintah, serta sektorswasta).
Menurut Seifert dan Bonham (2003) ada empat tipe penerapan E-Government:
1. Government to Citizens
Tipe G-to-C ini merupakan aplikasi E-Government yang paling umum,
yaitudi mana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio
teknologiinformasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan
interaksi denganmasyarakat (rakyat). Dengan kata lain, tujuan dari
dibangun aplikasi EGovernment;bertipe G-to-C adalah untuk mendekatkan
pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang beragam
agar masyarakat dapat denganmudah menjangkau pemerintahannya untuk
pemenuhan berbagai kebutuhanpelayanan sehari-hari. Contoh aplikasinya
Universitas Sumatera Utara
adalah sebagai berikut: DepartemenAgama membuka situs pendaftaran
bagi mereka yang berniat untukmelangsungkan ibadah haji di tahun-tahun
tertentu sehingga pemerintah dapatmempersiapkan kuota haji dan bentuk
pelayanan perjalanan yang sesuai.
2. Government to Business
Salah satu tugas utama dari sebuah pemerintahan adalah membentuk
sebuahlingkungan bisnis yang kondusif agar roda perekonomian sebuah
negara dapatberjalan sebagaimana mestinya. Contoh dari aplikasi EGovernment berjenis G-to-B ini adalah sebagai berikut: Para perusahaan
wajib pajak dapat dengan mudahmenjalankan aplikasi berbasis web
menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah dan
melakukan pembayaran melalui internet.
3. Government to Government
Di era globalisasi ini terlihat jelas adanya kebutuhan bagi negara-negara
untuk saling berkomunikasi secara lebih intens dari hari ke hari. Berbagai
penerapan E-government bertipe G-to-G ini yang telah dikenal antara lain:
Hubungan administrasi antara kantor-kantor pemerintah setempat dengan
sejumlah kedutaan-kedutaan besar atau konsulat jendral untuk membantu
penyediaan data dan informasi akurat yang dibutuhkan oleh para warga
negara asing
yang
sedang
berada di tanah air.
Aplikasi yan
menghubungkan kantor-kantor pemerintahan setempat dengan bank-bank
asing milik pemerintah di negara lain di mana pemerintah setempat
Universitas Sumatera Utara
menabung dan menanamkan uangnya. Pengembangan suatu sistem basis
data intelijen yang berfungsi untuk mendeteksi mereka yang tidak boleh
masuk atau keluar dan wilayah negara (cegah dan tangkal).
4. Government to Employees
Pada akhirnya aplikasi E-Government
juga diperuntukkan untuk
meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri atau
karyawan pemerintahan yang bekerja di sejumlah institusi sebagai
pelayanan masyarakat. Berbagai jenis aplikasi yang dapat dibangun
dengan menggunakan format G-to-E ini salah satunya: Aplikasi terpadu
untuk mengelola berbagai tunjangan kesejahteraan, yang merupakan hak
dari pegawai hak pemerintahan sehingga yang bersangkutan dapat
terlindungi hak-hak individualnya.
Wujud nyata dari aplikasi E-Government yang telah umum
dilaksanakan dan diatur pelaksanaannya adalah pembuatan situs web
pemerintah daerah. Situs web pemerintah daerah merupakan salah satu strategi
di dalam melaksanakan pengembangan E-Government secara sistematik
melalui tahapan yang realistik dan terukur. Pengembangan E-Government di
Indonesia dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan, yaitu:
1. Tingkat 1 merupakan tingkat Persiapan berupa pembuatan situs web
sebagaimedia informasi dan komunikasi pada setiap lembaga serta
sosialisasi situs webuntuk internal dan publik.
Universitas Sumatera Utara
2. Tingkat 2 merupakan tingkat Pematangan yang berupa pembuatan situs
webinformasi
publik
yang
bersifat
interaktif
dan
pembuatan
antarmukaketerhubungan dengan lembaga lain.
3. Tingkat 3, tingkat Pemantapan yang berisi pembuatan situs web yang
bersifattransaksi pelayanan publik dan pembuatan interoperabilitas
aplikasi dan datadengan lembaga lain.
4. Tingkat 4 adalah tingkat Pemanfaatan yang berisi pembuatan aplikasi
untukpelayanan yang bersifat Government to Government (G2G),
Government toBusiness (G2B), Government to Consumers (G2C).
Pada situs web pemerintah daerah ada sejumlah kriteria yang
ditetapkan olehKementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia
(Kominfo) dalam bukupanduan penyelenggaraan situs web pemerintah daerah.
Kriteria yang diberikan merupakan gambaran ciri-ciri kunci bentuk dasar situs
web pemerintah daerah yang terdiri dari:
1. Fungsi, aksesibilitas, kegunaan; Isi informasi situs web pemerintah
daerahberorientasi pada keperluan masyarakat, yaitu menyediakan
informasi danpelayanan yang diinginkan oleh masyarakat.
2. Bekerjasama; Situs web pemerintah daerah harus saling bekerjasama
untukmenyatukan visi dan misi pemerintah. Semua dokumen pemerintah
yang pentingharus memiliki URL (Uniform Resource Locator) yang tetap,
sehingga mesinpencari (search engine) dapat menghubungkan kepada
informasi yang diinginkansecara langsung.
Universitas Sumatera Utara
3. Isi yang Efektif; Masyarakat pengguna harus mengetahui bahwa
informasitertentu akan tersedia pada situs-situs pemerintah daerah
manapun.
4. Komunikasi Dua Arah; komunikasi yang disediakan pada situs web
pemerintahdaerah dalam bentuk dua arah (interaktif). Situs web
pemerintah daerah harusmemberikan kesempatan pengguna untuk
menghubungi pihak-pihak berwenang,menjelaskan pandangan mereka,
atau membuat daftar pertanyaan mereka sendiri.
5. Evaluasi Kesuksesan; Situs-situs web pemerintah daerah harus memiliki
sistem untuk mengevaluasi kesuksesan, dan menentukan apakah situs
webnya memenuhi kebutuhan penggunanya. Artinya Situs-situs web
pemerintah daerah harus mengumpulkan, minimal statistik angka
pengguna, pengunjung, jumlah halaman, permintaan yang sukses dan tidak
sukses, halaman yang sering dikunjungi dan jarang dikunjung, halaman
rujukan utama. Informasi tambahan mengenai siapa yang menggunakan
situs ini, tingkat transfer data. Evaluasi empat bulanansangatlah
direkomendasikan.
6. Kemudahan Menemukan Situs; pihak pemda harus mempromosikan situs
webnyadan mendaftarkannya ke mesin pencari.
7. Pelayanan yang diatur dengan baik; Pihak pemda harus menggunakan
sumberyang terpercaya; strategi yang jelas, tujuan, dan target pengguna;
serta strategipengembangan masa depan, termasuk langkah menuju pusat
data yang dinamisdari media digital lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Elemen Sukses Implementasi E-government
1. Support
Elemen pertama dan paling krusial yang harus dimiliki oleh
pemerintah adalah keinginan (intent) dari berbagai kalangan pejabat publik
dan politik untuk benar-benar menerapkan konsep E-Government, bukan
hanya sekedar mengikuti zaman atau justru menentang inisiatif yang berkaitan
dengan prinsip-prinsip E-Government. Tanpa adanya unsur “political will” ini,
mustahil berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan E-Government
dapat berjalan dengan mulus. Karena budaya birokrasi cenderung bekerja
berdasarkan
model
manajemen
“top
down”,
maka
jelas
dukungan
implementasi program E-Government yang efektif harus dimulai dari para
pimpinan pemerintahan yang berada pada level tertinggi (Presiden dan para
pembatunya – Menteri) sebelum merambat ke level-level di bawahnya (Eselon
1, Eselon 2, Eselon 3, dan seterusnya). Yang dimaksud dengan dukungan di
sini juga bukanlah hanya pada omongan semata, namun lebih jauh lagi
dukungan yang diharapkan adalah dalam bentuk halhal sebagai berikut:
•
Disepakatinya kerangka E-Governmentsebagai salah satu kunci sukses
negara dalam mencapai visi dan misi bangsanya, sehingga harus diberikan
prioritas tinggi sebagaimana kunci-kunci sukses lain diperlakukan;
•
Dialokasikannya sejumlah sumber daya (manusia, finansial, tenaga,
waktu, informasi, dan lain-lain) di setiap tataran pemerintahan untuk
membangun konsep ini dengan semangat lintas sektoral;
Universitas Sumatera Utara
•
Dibangunnya berbagai infrastruktur dan superstruktur pendukung agar
tercipta lingkungan kondusif untuk mengembangkan E-Government
•
Disosialisasikannya
konsep
E-Governmentsecara
merata,
kontinyu,
konsisten, dan menyeluruh kepada seluruh kalangan birokrat secara
khusus dan masyarakat secara umum melalui berbagai cara kampanye
yang simpatik.
2. Capacity
Yang dimaksud dengan elemen kedua ini adalah adanya unsur
kemampuan atau keberdayaan dari pemerintah setempat dalam mewujudkan
“impian” E-Governmentterkait menajdi kenyataan. Ada tiga hal minimum
yang paling tidak harus dimiliki oleh pemerintah sehubungan dengan elemen
ini, yaitu:
•
Ketersediaan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan berbagi
inisiatif E-Government, terutama yang berkaitan dengan sumber daya
finansial;
•
Ketersedaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai karena
fasilitas ini merupakan 50% dari kunci keberhasilan penerapan konsepEGovernment; dan
•
Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan
keahlian yang dibutuhkan agar penerapan E-Governmentdapat sesuai
dengan asas manfaat yang diharapkan.
Perlu diperhatikan di sini bahwa ketiadaan satu atau lebih elemen
prasyarat tersebut janganlah dijadikan alasan tertundanya sebuah pemerintah
Universitas Sumatera Utara
tertentu dalam usahanya untuk menerapkan E-Government, terlebih-lebih
karena banyaknya fasilitas dan sumber daya krusialyang berada di luar
jangkauan (wilayah kontrol) pemerintah. Justru pemerintah harus mencari cara
yang efektif agar dalam waktu cepat dapat memiliki ketiga prayarat tersebut,
misalnya melalui usaha-usaha kerja sama dengan swasta, bermitra dengan
pemerintah daerah/negara tetangga, merekrut SDM terbaik dari sektor non
publik, mengalihdayakan (outsourcing) berbagai teknologi yang tidak
dimiliki, dan lain sebagainya.
3. Value
Elemen pertama dan kedua merupakan dua buah aspek yang dilihat
dari sisi pemerintahselaku pihak pemberi jasa (supply side). Berbagai inisiatif
E-Governmenttidak akan adagunanya jika tidak ada pihak yang merasa
diuntungkan dengan adanya implementasi konsep tersebut; dan dalam hal ini,
yang menentukan besar tidaknya manfaat yang diperoleh dengan adanya eGovernment bukanlah kalangan pemerintah sendiri, melainkan masyarakat
dan mereka yang berkepentingan (demand side). Untuk itulah maka
pemerintah harus benarbenar teliti dalam memilih prioritas jenis aplikasi EGovernment apa saja yang harus didahulukan pembangunannya agar benarbenar memberikan value (manfaat) yang secara signifikan dirasakan oleh
masyarakatnya. Salah dalam mengerti apa yang dibutuhkan masyarakat justru
akan mendatangkan bumerang bagi pemerintah yang akan semakin
mempersulit meneruskan usaha mengembangkan konsep E-Government.
Universitas Sumatera Utara
Perpaduan antara ketiga elemen terpenting di atas akan membentuk
sebuah nexus atau pusat syaraf jaringan E-Governmentyang akan merupakan
kunci sukses utama penjamin keberhasilan. Atau dengan kata lain,
pengalaman memperlihatkan bahwa jika elemen yang menjadi fokus sebuah
pemerintah yang berusaha menerapkan konsep E-Governmentberada di luar
area tersebut (ketiga elemen pembentuk nexus) tersebut, maka probabilitas
kegagalan proyek tersebut akan tinggi.
2.4. Definisi Konsep
Dalam Singarimbun (2008:34), konsep diartikan sebagai generalisasi
dari
sekelompok
fenomena
tertentu
sehingga
dapat
dipakai
untuk
menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Tujuan diperlukannya konsep
adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari variabel yang akan
diteliti. Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan adalah sebuah proses pelaksanaan kebijakan yang telah
direncanakan dan disetujui sebelumnya, guna mencapai tujuan
sebagaimana yang dirumuskan didalam kebijakan yang telah disetujui
yang dimana proses keberhasilannya dipengaruhi oleh banyak faktor
mulai dari faktor internal hingga faktor eksternal.
2. E-Government merupakan sebuah pemanfaatan teknologi informasi
dalam pemerintahan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dan
memungkinkan untuk menjalin hubungan dengan banyak pihak selain
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
3. Implementasi E-Governmentadalah pelaksanaan penerapan sistem
Electronic Governmentpada pemerintahan dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi yang ditujukan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik
Universitas Sumatera Utara
KERANGKA TEORI
Menurut
Rianto
(dalam
Singarimbun,
2008:29),
kerangka
teori/teoritical frame work adalah kerangka berfikir kita yang bersifat teoritis
atau konseptual mengenai masalah yang kita teliti. Teori merupakan proposisi
atau asumsi yang telah dibuktikan kebenarannya. Sebagai landasan berfikir
dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya
pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam
penelitian. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.1. Kebijakan Publik
Menurut
Chandler
dan
Plano
dalam
Tangkilisan
(2003)
berpendapat bahwa kebijakan publik adalah adalah pemanfaatan yang
strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan
masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya kebijakan
tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi
pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah
publik. Selanjutnya dikatakan bahwa Kebijakan Publik merupakan suatu
bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah
demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat
agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan
secara luas.
Menurut H. Hugh Heglo dalam Abidin kebijakan adalah suatu
tindakan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan tujuan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Anderson dalam Abidin (2004:21) mendefenisikan kebijakan
sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti
dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu.
Sedangkan menurut Woll dalam Tangkilisan kebijakan publik
adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah
dimasyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan
publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan
pemerintah yaitu:
a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh
politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan
menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan
masyarakat.
b. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan
pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan,
penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam
bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.
c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan
kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Konsep kebijakan publik ternyata juga dimaknai dan dirumuskan
secara beragam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian besar
defenisi yang dikemukakan dipengaruhi oleh masalah-masalah tertentu
Universitas Sumatera Utara
yang ingin dilihat. Pandangan pertama, ialah pendapat para ahli yang
mengidentikkan
kebijakan
publik
dengan
tindakan-tindakan
yang
dilakukan pemerintah. Beranggapan bahwa semua tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya disebut sebagai kebijakan
publik.
R.S Parker dalam Wahab, menyatakan bahwa kebijakan publik
adalah suatu tujuan tertentu, atau serangkaian asas tertentu, atau tindakan
yang dilaksanakan oleh pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam
kaitannya dengan suatu subjek atau sebagai respon terhadap keadaan yang
kritis. Sedangkan Thomas R. Dye merumuskan kebijakan publik sebagai
semua pilihan atau tindakan yang dilakukan pemerintah. Dalam hal ini
Dye beranggapan bahwa kebijakan publik itu menyangkut pilihan-pilihan
apapun yang dilakukan oleh pemerintah, baik untuk melakukan sesuatu
ataupun untuk tidak berbuat sesuatu.
Pandangan yang kedua, ialah pendapat para ahli yang memusatkan
perhatian pada implementasi kebijakan (policy implementation). Mereka
melihat kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai
tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran tertentu dan mempunyai dampak dan
akibat-akibat yang diramalkan (predictable), atau dapat diantisipasikan
sebelumnya. Seperti apa yang dikemukakan Nakamura dan Smal Wood
dalam Wahab, bahwa kebijakan publik adalah serentetan instruksi/perintah
dari para pembuat kebijakan yang ditujukan kepada para pelaksana
kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai
tujuan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Namun pada hakekatnya, bahwa pendefenisian kebijakan tetap harus
mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada
apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal
ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup
pula tahap implementasi dan evaluasi sehingga defenisi kebijakan yang
hanya menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai.
Dalam memecahkan sebuah permasalahan yang dihadapi kebijakan publik,
Dunn dalam Tangkilisan mengemukakan bahwa ada beberapa tahap
analisis yang harus dilakukan, yaitu:
1. Agenda Setting (agenda kebijakan)
Tahap penetapan agenda kebijakan ini adalah penentuan masalah publik
yang akan dipecahkan, dengan memberikan informasi mengenai kondisikondisi yang menimbulkan masalah. Dalam hal ini isu kebijakan dapat
berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat, seperti:
memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat, dan
tersedianya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah publik
tersebut.
2. Policy Formulation (formulasi kebijakan)
Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk
menyelesaikan masalah publik. Dalam menentukan kebijakan pada tahap
ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan,
dimana keputusan yang harus diambil pada posisi tidak menentu dengan
informasi yang serba terbatas. Pada tahap ini diidentifikasi kemungkinan
kebijakan yang dapat digunakan melalui prsedur forecasting untuk
Universitas Sumatera Utara
memecahkan masalah yang di dalamnya terkandung konsekuensi dari
setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih.
3. Policy Adoption (adopsi kebijakan)
Merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan yang akan
dilakukan. Terdapat di dalamnya beberapa hal yaitu identifikasi alternatif
kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan
yang dinginkan dan juga mengidentifikasi alternatif-alternatif dengan
menggunakan kriteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternatif
kebijakan lebih besar dari pada efek negative yang akan terjadi.
4. Policy Implementation (implementasi kebijakan)
Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor
(birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan
sumber daya lainnya (teknologi dan manajemen). Implementasi berkaitan
dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program,
dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir,
menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.
Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur
secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat
mendukung pelaksanaan program.
5. Policy Assesment (evaluasi kebijakan)
Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap
kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua
proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah
ditentukan atau direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan ukuran-ukuran (kriteria-kriteria) yang telah ditentukan. Evaluasi
kebijakan dapat dilakukan oleh lembaga independen maupun pihak
birokrasi pemerintah sendiri (sebagaieksekutif) untuk mengetahui apakah
program yang dibuat oleh pemerintah telah mencapai tujuannya atau tidak.
Apabila ternyata tujuan program tidak tercapai atau memiliki kelemahan,
maka perlu diketahui apa penyebabnya sehinggga kesalahan yang sama
tidak terulang di masa yang akan datang.
2.2. Implementasi
Menurut Mazmanian dan Sabatier (Wahab, 2004:64) yang dimaksud
dengan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya
dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah
atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin
diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai dan
berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya.
Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu,
biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output
kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi)
pelaksanaan, kesedian dilaksanakan keputusan tersebut oleh kelompok sasaran,
dampak nyata, baik yang dikehendaki atau yang tidak, dari output tersebut,
dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan badan yang mengambil
keputusan dan akhirnya perbaikan perbaikan penting (atau upaya untuk
melakukan perbaikan perbaikan) terhadap undang- undang/ peraturan yang
bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Meter dan Horn (Wibawa, 1994:15), mendefinisikan implementasi
kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta
baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai
tujuan sebagaimana yang dirumuskan didalam kebijakan.
Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab, 1991:51), menyatakan bahwa
implementasi adalah apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan,
yang merupakan fokus perhatian
implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang
timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya
maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau
kejadian-kejadian
Selain
itu Patton dan Sawicki (dalam Tangkilisan, 2003:78),
berpendapat bahwa implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang
diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif
mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan
kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang
eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit
dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan
interpretasi terhadap perencanaan yang dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti
dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan.
Jones dalam Tangkilisan, implementasi merupakan suatu proses yang
dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa
yang akan dan dapat dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang
mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan
yang diinginkan. Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam
implementasi, yaitu
(1) penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna
program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat
dijalankan,
(2) organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan
program ke dalam tujuan kebijakan,
(3) penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi
pelayanan, upah, dan lain-lainnya.
Proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya
menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok
sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik,
ekonomi dan sosial yang
langsung atau tidak
langsung dapat
mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif
maupun yang positif.
Kemudian dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan
publik ini dikenal dengan beberapa model, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Model Gogin
Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin,
maka perlu diidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tujuantujuan formal pada keseluruhan implementasi yakni: (1) Bentuk dan isi
kebijakan,
termasuk
di
dalamnya
kemampuan
kebijakan
untuk
mensrukturkan proses implementasi, (2) Kemampuan organisasi dengan
segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan
mendukung implementasi secara efektif, dan (3) Pengaruh lingkungan dari
masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan
antar warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.
2. Model Grindle
Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara
tujuan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang
dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari: (1)
kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi, (2) jenis atau tipe manfaat
yang dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diharapkan, (4) letak
pengambilan keputusan, (5) pelaksanaan program, dan (6) sumber daya
yang dilibatkan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari:
kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik
lembaga penguasa, dan kepatuhan serta daya tanggap.
3. Model Meter dan Horn
Model implementasi kebijakan oleh Meter dan Horn dipengaruhi
oleh enam faktor, yaitu: (1) standar kebijakan dan sasaran yang
menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh; (2)
Universitas Sumatera Utara
sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi; (3)
komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh
pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai; (4) karakteristik
pelaksanaan, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial
yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program; (5) kondisi sosial
ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan, dan (6)
sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan.
4. Model Deskriptif
William N. Dunn dalam Tangkilisan mengemukakan bahwa model
kebijakan dapat diperbandingkan dan dipertimbangkan menurut sejumlah
banyak asumsi, yang paling penting diantaranya adalah: (1) perbedaan
menurut tujuan; (2) bentuk penyajian; dan (3) fungsi metodologis model.
Dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah: (1) Model deskriptif; dan
(2) Model normatif. Tujuan model deskriptif adalah menjelaskan dan atau
meramalkan sebab dan akibat pilihan-pilihan kebijakan. Model kebijakan
ini digunakan untuk memonitor hasil tindakan kebijakan misalnya
penyampaian laporan tahunan tentang keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan di lapangan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan
adalah
sebuah
proses
pelaksanaan
kebijakan
yang
telah
direncanakan dan disetujui sebelumnya, guna mencapai tujuan sebagaimana
yang dirumuskan didalam kebijakan yang telah disetujui yang dimana proses
keberhasilannya dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari faktor internal
hingga faktor eksternal.
Universitas Sumatera Utara
2.3.E-Government
Electronic Government atau yang biasa kita dengar sebagai EGovernment menurut Keppres No. 20 Tahun 2006 E-Government adalah
pemanfaatanteknologi
informasi
dan
komunikasi
dalam
proses
pemerintahan untuk meningkatkanefisiensi, efektivitas, transparansi, dan
akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Peranan teknologi informasi
dalam
proses
bisnis
membuat
organisasi
berusaha
untuk
mengimplementasikan teknologi informasi untuk proses terintegrasi.
Menurut Heeks (2001), E-Governmentlahir karena revolusi informasi
danrevolusi pemerintahan. Berbagai kendala implementasi E-Government
di Indonesiabaik fisik maupun sosial ekonomi yang menjadi penyebabnya.
Indonesia
harusmampu
mendayagunakan
potensi teknologi untuk
keperluan:
1. Memberikan
kesempatan
yang
sama
serta
meningkatkan
ketersediaan informasidan pelayanan publik yang diperlukan untuk
memperbaiki kehidupan sosial danekonomi masyarakat, serta
memperluas jangkauannya agar dapat mencapaiseluruh wilayah
negara.
2. Memperbesar kesempatan bagi usaha kecil dan menengah untuk
berkembangdengan teknologi yang mampu memanfaatkan pasar
yang lebih luas.
3. Meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kemampuan inovasi
dalam sektor produksi, serta memperlancar rantai distribusi, agar
Universitas Sumatera Utara
daya saing ekonomi nasional dalam persaingan global dapat
diperkuat.
4. Meningkatkan transparansi dan memperbaiki efisiensi pelayanan
publik,
sertamemperlancar
interaksi
antarlembaga-lembaga
pemerintah, baik pada tingkatpusat maupun daerah, sebagai
landasan untuk membentuk pemerintahan yangefektif, bersih, dan
berorientasi pada kepentingan rakyat.
World Bank Group (2001) menyatakan .E-Government refers to the
use bygovernment agencies of information technologies (such as Wide
Area Networks, theInternet, and mobile computing) that have the ability to
transform relations withcitizens, businesses, and other arms of
government. These technologies can serve avariety of different ends:
better delivery of government services to citizens, improveinteractions
with business and industry, citizen empowerment throught access
toinformation, or more efficient government management.. Artinya
penggunaanteknologi
informasi
oleh
aparat
pemerintah
mampu
meningkatkan hubungan denganwarga negara, pelaku bisnis dan dengan
sesama pemerintah itu sendiri. Teknologi Informasimemberikan banyak
manfaat
di bidang perbaikan pelayanan pemerintah,meningkatkan
interaksi dengan pelaku bisnis dan industri, serta pemberdayaan
warganegara melalui informasi atau menjadikan manajemen pemerintahan
yang efektif danefisien.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa E-Government merupakan sebuah pemanfaatan teknologi informasi
dalam pemerintahan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dan
memungkinkan untuk menjalin hubungan dengan banyak pihak selain
masyarakat.
2.3.1.
Manfaat E-Government
Dalam bukunya Electronic Government, Prof, Richardus Eko Indrajit
menggambarkan manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya konsep EGovernment bagi suatu negara, antara lain:
•
Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholdernya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal
kinerja efektivitas danefisiensi di berbagai bidang kehidupan
bernegara;
•
Meningkatkan
transparansi,
kontrol,
dan
akuntabilitas
penyelenggaraanpemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good
Corporate Governance;
•
Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan
interaksi yangdikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk
keperluan aktivitas sehari-hari;
•
Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumbersumberpendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang
berkepentingan; dan
Universitas Sumatera Utara
•
Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara
cepat dan tepatmenjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan
dengan berbagai perubahanglobal dan trend yang ada; serta
•
Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra
pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik
secara merata dan demokratis.
2.4.Implementasi E-Government
Implementasi E-Government merupakan pelaksanaan penerapan
sistem Electronic Government pada pemerintahan dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik.
Pada pelaksanaan E-Government, informasi, komunikasi, dan transaksi
antara masyarakat dan pemerintah dilakukan via internet. Sehingga ada
beberapa manfaat yang dihasilkan seperti misalnya, komunikasi dalam sistem
administrasi berlangsung dalam hitungan jam, bukan hari atau minggu.
Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, bahkan mobile di manapun tanpa
harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan atau tempat-tempat
pelayanan umum. Akselerasi kecepatan pelayanan berarti juga merupakan
penghematan dalam waktu, energi maupun sumber daya.
Untuk implementasi E-Government lebih ditekankan pada enam pilar
besar yaitu: Perencanaan (Technology Blue Print), Infrastruktur (Hardware
System andNetworking), Sistem Aplikasi (Software system), Procurement,
Sumber Daya Manusia (Training and Procedure), dan Sistem Integrasi
Universitas Sumatera Utara
(System Integrator). Model E-Government yang diterapkan di negara-negara
luar adalah menggunakan model empat tahapan perkembangan yang meliputi:
1. Fase pertama, berupa penampilan website (web presence) yang berisi
informasidasar yang dibutuhkan masyarakat.
2. Fase kedua, fase interaksi yaitu isi informasi yang ditampilkan lebih
bervariasi,seperti fasilitas download dan komunikasi e-mail dalam website
pemerintah.
3. Fase ketiga, tahap transaksi berupa penerapan aplikasi atau formulir untuk
secaraonline mulai diterapkan.
4. Fase keempat, fase transformasi berupa pelayanan yang terintegrasi, tidak
hanyamenghubungkan pemerintah dengan masyarakat tetapi juga dengan
organisasi lainyang terkait (pemerintah ke antarpemerintah, sektor non
pemerintah, serta sektorswasta).
Menurut Seifert dan Bonham (2003) ada empat tipe penerapan E-Government:
1. Government to Citizens
Tipe G-to-C ini merupakan aplikasi E-Government yang paling umum,
yaitudi mana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio
teknologiinformasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan
interaksi denganmasyarakat (rakyat). Dengan kata lain, tujuan dari
dibangun aplikasi EGovernment;bertipe G-to-C adalah untuk mendekatkan
pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang beragam
agar masyarakat dapat denganmudah menjangkau pemerintahannya untuk
pemenuhan berbagai kebutuhanpelayanan sehari-hari. Contoh aplikasinya
Universitas Sumatera Utara
adalah sebagai berikut: DepartemenAgama membuka situs pendaftaran
bagi mereka yang berniat untukmelangsungkan ibadah haji di tahun-tahun
tertentu sehingga pemerintah dapatmempersiapkan kuota haji dan bentuk
pelayanan perjalanan yang sesuai.
2. Government to Business
Salah satu tugas utama dari sebuah pemerintahan adalah membentuk
sebuahlingkungan bisnis yang kondusif agar roda perekonomian sebuah
negara dapatberjalan sebagaimana mestinya. Contoh dari aplikasi EGovernment berjenis G-to-B ini adalah sebagai berikut: Para perusahaan
wajib pajak dapat dengan mudahmenjalankan aplikasi berbasis web
menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah dan
melakukan pembayaran melalui internet.
3. Government to Government
Di era globalisasi ini terlihat jelas adanya kebutuhan bagi negara-negara
untuk saling berkomunikasi secara lebih intens dari hari ke hari. Berbagai
penerapan E-government bertipe G-to-G ini yang telah dikenal antara lain:
Hubungan administrasi antara kantor-kantor pemerintah setempat dengan
sejumlah kedutaan-kedutaan besar atau konsulat jendral untuk membantu
penyediaan data dan informasi akurat yang dibutuhkan oleh para warga
negara asing
yang
sedang
berada di tanah air.
Aplikasi yan
menghubungkan kantor-kantor pemerintahan setempat dengan bank-bank
asing milik pemerintah di negara lain di mana pemerintah setempat
Universitas Sumatera Utara
menabung dan menanamkan uangnya. Pengembangan suatu sistem basis
data intelijen yang berfungsi untuk mendeteksi mereka yang tidak boleh
masuk atau keluar dan wilayah negara (cegah dan tangkal).
4. Government to Employees
Pada akhirnya aplikasi E-Government
juga diperuntukkan untuk
meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri atau
karyawan pemerintahan yang bekerja di sejumlah institusi sebagai
pelayanan masyarakat. Berbagai jenis aplikasi yang dapat dibangun
dengan menggunakan format G-to-E ini salah satunya: Aplikasi terpadu
untuk mengelola berbagai tunjangan kesejahteraan, yang merupakan hak
dari pegawai hak pemerintahan sehingga yang bersangkutan dapat
terlindungi hak-hak individualnya.
Wujud nyata dari aplikasi E-Government yang telah umum
dilaksanakan dan diatur pelaksanaannya adalah pembuatan situs web
pemerintah daerah. Situs web pemerintah daerah merupakan salah satu strategi
di dalam melaksanakan pengembangan E-Government secara sistematik
melalui tahapan yang realistik dan terukur. Pengembangan E-Government di
Indonesia dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan, yaitu:
1. Tingkat 1 merupakan tingkat Persiapan berupa pembuatan situs web
sebagaimedia informasi dan komunikasi pada setiap lembaga serta
sosialisasi situs webuntuk internal dan publik.
Universitas Sumatera Utara
2. Tingkat 2 merupakan tingkat Pematangan yang berupa pembuatan situs
webinformasi
publik
yang
bersifat
interaktif
dan
pembuatan
antarmukaketerhubungan dengan lembaga lain.
3. Tingkat 3, tingkat Pemantapan yang berisi pembuatan situs web yang
bersifattransaksi pelayanan publik dan pembuatan interoperabilitas
aplikasi dan datadengan lembaga lain.
4. Tingkat 4 adalah tingkat Pemanfaatan yang berisi pembuatan aplikasi
untukpelayanan yang bersifat Government to Government (G2G),
Government toBusiness (G2B), Government to Consumers (G2C).
Pada situs web pemerintah daerah ada sejumlah kriteria yang
ditetapkan olehKementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia
(Kominfo) dalam bukupanduan penyelenggaraan situs web pemerintah daerah.
Kriteria yang diberikan merupakan gambaran ciri-ciri kunci bentuk dasar situs
web pemerintah daerah yang terdiri dari:
1. Fungsi, aksesibilitas, kegunaan; Isi informasi situs web pemerintah
daerahberorientasi pada keperluan masyarakat, yaitu menyediakan
informasi danpelayanan yang diinginkan oleh masyarakat.
2. Bekerjasama; Situs web pemerintah daerah harus saling bekerjasama
untukmenyatukan visi dan misi pemerintah. Semua dokumen pemerintah
yang pentingharus memiliki URL (Uniform Resource Locator) yang tetap,
sehingga mesinpencari (search engine) dapat menghubungkan kepada
informasi yang diinginkansecara langsung.
Universitas Sumatera Utara
3. Isi yang Efektif; Masyarakat pengguna harus mengetahui bahwa
informasitertentu akan tersedia pada situs-situs pemerintah daerah
manapun.
4. Komunikasi Dua Arah; komunikasi yang disediakan pada situs web
pemerintahdaerah dalam bentuk dua arah (interaktif). Situs web
pemerintah daerah harusmemberikan kesempatan pengguna untuk
menghubungi pihak-pihak berwenang,menjelaskan pandangan mereka,
atau membuat daftar pertanyaan mereka sendiri.
5. Evaluasi Kesuksesan; Situs-situs web pemerintah daerah harus memiliki
sistem untuk mengevaluasi kesuksesan, dan menentukan apakah situs
webnya memenuhi kebutuhan penggunanya. Artinya Situs-situs web
pemerintah daerah harus mengumpulkan, minimal statistik angka
pengguna, pengunjung, jumlah halaman, permintaan yang sukses dan tidak
sukses, halaman yang sering dikunjungi dan jarang dikunjung, halaman
rujukan utama. Informasi tambahan mengenai siapa yang menggunakan
situs ini, tingkat transfer data. Evaluasi empat bulanansangatlah
direkomendasikan.
6. Kemudahan Menemukan Situs; pihak pemda harus mempromosikan situs
webnyadan mendaftarkannya ke mesin pencari.
7. Pelayanan yang diatur dengan baik; Pihak pemda harus menggunakan
sumberyang terpercaya; strategi yang jelas, tujuan, dan target pengguna;
serta strategipengembangan masa depan, termasuk langkah menuju pusat
data yang dinamisdari media digital lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Elemen Sukses Implementasi E-government
1. Support
Elemen pertama dan paling krusial yang harus dimiliki oleh
pemerintah adalah keinginan (intent) dari berbagai kalangan pejabat publik
dan politik untuk benar-benar menerapkan konsep E-Government, bukan
hanya sekedar mengikuti zaman atau justru menentang inisiatif yang berkaitan
dengan prinsip-prinsip E-Government. Tanpa adanya unsur “political will” ini,
mustahil berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan E-Government
dapat berjalan dengan mulus. Karena budaya birokrasi cenderung bekerja
berdasarkan
model
manajemen
“top
down”,
maka
jelas
dukungan
implementasi program E-Government yang efektif harus dimulai dari para
pimpinan pemerintahan yang berada pada level tertinggi (Presiden dan para
pembatunya – Menteri) sebelum merambat ke level-level di bawahnya (Eselon
1, Eselon 2, Eselon 3, dan seterusnya). Yang dimaksud dengan dukungan di
sini juga bukanlah hanya pada omongan semata, namun lebih jauh lagi
dukungan yang diharapkan adalah dalam bentuk halhal sebagai berikut:
•
Disepakatinya kerangka E-Governmentsebagai salah satu kunci sukses
negara dalam mencapai visi dan misi bangsanya, sehingga harus diberikan
prioritas tinggi sebagaimana kunci-kunci sukses lain diperlakukan;
•
Dialokasikannya sejumlah sumber daya (manusia, finansial, tenaga,
waktu, informasi, dan lain-lain) di setiap tataran pemerintahan untuk
membangun konsep ini dengan semangat lintas sektoral;
Universitas Sumatera Utara
•
Dibangunnya berbagai infrastruktur dan superstruktur pendukung agar
tercipta lingkungan kondusif untuk mengembangkan E-Government
•
Disosialisasikannya
konsep
E-Governmentsecara
merata,
kontinyu,
konsisten, dan menyeluruh kepada seluruh kalangan birokrat secara
khusus dan masyarakat secara umum melalui berbagai cara kampanye
yang simpatik.
2. Capacity
Yang dimaksud dengan elemen kedua ini adalah adanya unsur
kemampuan atau keberdayaan dari pemerintah setempat dalam mewujudkan
“impian” E-Governmentterkait menajdi kenyataan. Ada tiga hal minimum
yang paling tidak harus dimiliki oleh pemerintah sehubungan dengan elemen
ini, yaitu:
•
Ketersediaan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan berbagi
inisiatif E-Government, terutama yang berkaitan dengan sumber daya
finansial;
•
Ketersedaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai karena
fasilitas ini merupakan 50% dari kunci keberhasilan penerapan konsepEGovernment; dan
•
Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan
keahlian yang dibutuhkan agar penerapan E-Governmentdapat sesuai
dengan asas manfaat yang diharapkan.
Perlu diperhatikan di sini bahwa ketiadaan satu atau lebih elemen
prasyarat tersebut janganlah dijadikan alasan tertundanya sebuah pemerintah
Universitas Sumatera Utara
tertentu dalam usahanya untuk menerapkan E-Government, terlebih-lebih
karena banyaknya fasilitas dan sumber daya krusialyang berada di luar
jangkauan (wilayah kontrol) pemerintah. Justru pemerintah harus mencari cara
yang efektif agar dalam waktu cepat dapat memiliki ketiga prayarat tersebut,
misalnya melalui usaha-usaha kerja sama dengan swasta, bermitra dengan
pemerintah daerah/negara tetangga, merekrut SDM terbaik dari sektor non
publik, mengalihdayakan (outsourcing) berbagai teknologi yang tidak
dimiliki, dan lain sebagainya.
3. Value
Elemen pertama dan kedua merupakan dua buah aspek yang dilihat
dari sisi pemerintahselaku pihak pemberi jasa (supply side). Berbagai inisiatif
E-Governmenttidak akan adagunanya jika tidak ada pihak yang merasa
diuntungkan dengan adanya implementasi konsep tersebut; dan dalam hal ini,
yang menentukan besar tidaknya manfaat yang diperoleh dengan adanya eGovernment bukanlah kalangan pemerintah sendiri, melainkan masyarakat
dan mereka yang berkepentingan (demand side). Untuk itulah maka
pemerintah harus benarbenar teliti dalam memilih prioritas jenis aplikasi EGovernment apa saja yang harus didahulukan pembangunannya agar benarbenar memberikan value (manfaat) yang secara signifikan dirasakan oleh
masyarakatnya. Salah dalam mengerti apa yang dibutuhkan masyarakat justru
akan mendatangkan bumerang bagi pemerintah yang akan semakin
mempersulit meneruskan usaha mengembangkan konsep E-Government.
Universitas Sumatera Utara
Perpaduan antara ketiga elemen terpenting di atas akan membentuk
sebuah nexus atau pusat syaraf jaringan E-Governmentyang akan merupakan
kunci sukses utama penjamin keberhasilan. Atau dengan kata lain,
pengalaman memperlihatkan bahwa jika elemen yang menjadi fokus sebuah
pemerintah yang berusaha menerapkan konsep E-Governmentberada di luar
area tersebut (ketiga elemen pembentuk nexus) tersebut, maka probabilitas
kegagalan proyek tersebut akan tinggi.
2.4. Definisi Konsep
Dalam Singarimbun (2008:34), konsep diartikan sebagai generalisasi
dari
sekelompok
fenomena
tertentu
sehingga
dapat
dipakai
untuk
menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Tujuan diperlukannya konsep
adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari variabel yang akan
diteliti. Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan adalah sebuah proses pelaksanaan kebijakan yang telah
direncanakan dan disetujui sebelumnya, guna mencapai tujuan
sebagaimana yang dirumuskan didalam kebijakan yang telah disetujui
yang dimana proses keberhasilannya dipengaruhi oleh banyak faktor
mulai dari faktor internal hingga faktor eksternal.
2. E-Government merupakan sebuah pemanfaatan teknologi informasi
dalam pemerintahan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dan
memungkinkan untuk menjalin hubungan dengan banyak pihak selain
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
3. Implementasi E-Governmentadalah pelaksanaan penerapan sistem
Electronic Governmentpada pemerintahan dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi yang ditujukan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik
Universitas Sumatera Utara