Pengaruh Harga Diri Dan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Studi Kasus di RSU dr. Pirngadi Kota Medan Provinsi Sumatera Utara

9

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Harga Diri
2.1.1 Definisi Harga Diri
Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara
positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh Baron dan Byrne
(2000) bahwa harga diri merupakan penilaian yang dibuat oleh setiap individu yang
mengarah pada dimensi negatif dan positif.
Gardner et. al (2004) mendefinisikan self esteem sebagai suatu keyakinan nilai
diri sendiri berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan. Persaan-perasaan self
esteem, pada kenyataan terbentuk oleh keadaan kita dan bagaimana orang lain

memperlakukan kita. Penilaian individu ini diungkapkan dalam sikap-sikap yang
dapat bersifat tinggi atau negatif. Self esteem yang tinggi akan membangkitkan rasa
percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa bahwa
kehadirannya diperlukan di dalam dunia ini. Individu dengan self esteem yang rendah
cenderung tidak berani mencari tantangan-tantangan baru dalam hidupnya, lebih
senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal-hal

yang tidak penuh dengan tuntutan, tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain,
dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia.
Coopersmith (1997) mengatakan self esteem adalah penilaian yang dibuat oleh
individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang diekspresikan melalui

9
Universitas Sumatera Utara

10

suatu bentuk sikap setuju atau tidak setuju, sehingga terlihat sejauh mana individu
menyukai dirinya sebagai individu yang mampu, penting, sukses dan berharga.
Berdasarkan beberapa definisi harga diri di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri
adalah penilaian terhadap diri sendiri yang bersifat positif atau negatif mengenai halhal yang berkaitan dengan penghargaan terhadap dirinya sendiri.
2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Harga Diri
Menurut Kozier dan Erb (1987) ada empat elemen pengalaman yang
berhubungan dengan perkembangan harga diri, yaitu :
a. Orang-orang yang berarti atau penting. Seseorang yang berarti adalah seorang
individu atau kelompok yang memiliki peran penting dalam perkembangan harga
diri selama tahap kehidupan tertentu. Orang tua, saudara kandung, teman sebaya,

guru dan sebagainya merupakan orang yang berarti dalam hidup kita. Pada
berbagai tahap perkembangan terdapat satu atau beberapa orang yang berarti.
Melalui interaksi sosial dengan orang yang berarti dan umpan balik tentang
bagaimana perasaan dan label orang yang berarti tersebut, individu akan
mengembangkan sikap dan pandangannya mengenai dirinya.
b. Harapan akan peran sosial. Pada berbagai tahap perkembangan, individu sangat
dipengaruhi oleh harapan masyarakat umum yang berkenaan dengan peran
spesifiknya. Masyarakat yang lebih luas dan kelompok masyarakat yang lebih
kecil memiliki peran yang berbeda dan hal ini tampak dalam derajat yang berbeda
mengenai keharusan dalam memenuhi peran sosial. Harapan-harapan peran sosial

Universitas Sumatera Utara

11

berbeda menurut usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, etnik dan identifikasi
karir.
c. Krisis disetiap perkembangan psikososial disepanjang kehidupan.Setiap individu
menghadapi tugas-tugas perkembangan tertentu. Individu juga akan memiliki
krisis disetiap tahapperkembangannya. Hal ini dikemukakan oleh Erikson (Monks,

dkk, 1999) dimana jika individu tersebut gagal menyelesaikan krisis tersebut dapat
menyebabkan masalah dalam diri, konsep diri, dan harga dirinya. Menurut
Erikson, tugas perkembangan pada periode remaja (usia 12-18 tahun) adalah
pencarian identitas diri, yaitu periode dimana individu akan membentuk diri (self),
gambaran diri (image), mengintegrasikan ide-ide individu mengenai dirinya, dan
tentang bagaimana cara orang lain berfikir tentang dirinya. Untuk mencapai
identitas diri yang positif atau “aku” yang sehat, remaja memerlukan orang-orang
dewasa yang penuh perhatian serta teman-teman sebaya yang kooperatif (Monks,
dkk,1999).
d. Gaya

penanggulangan

masalah.

Strategi

yang

dipilih


individu

untuk

menanggulangi situasi yang mengakibatkan stress merupakan hal yang penting
dalam menentukan keberhasilan individu untuk beradaptasi pada situasi tersebut
dan menentukan apakah harga diri dipertahankan, meningkat atau menurun.
2.1.3 Karakteristik Harga Diri
Frey dan Carlock (1987) mengungkapkan ciri-ciri individu dengan harga diri
tinggi, yaitu: menghargai dirinya sendiri, menganggap dirinya berharga, melihat
dirinya sama dengan orang lain, tidak berpura-pura menjadi sempurna,mengenali

Universitas Sumatera Utara

12

keterbatasan diri,memiliki harapan untuk tumbuh dan berkembang lebih baik lagi.
Sedangkan ciri-ciri individu dengan harga diri rendah, yaitu: mengalami perasaan
ditolak, memiliki perasaan tidak puas terhadap diri sendiri , memiliki perasaan hina

atau jijik terhadap diri sendiri, memiliki perasaan remeh terhadap diri sendiri.
Coopersmith (1967) mengemukakan ciri-ciri individu berdasarkan tingkat
harga dirinya, yaitu:
a. Harga diri tinggi. 1) Menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan
sama baiknya dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya dan menghargai
orang lain. 2) Dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat
menerima kritik dengan baik. 3) Menyukai tugas baru dan menantang serta tidak
cepat bingung bila sesuatu berjalan di luar rencana. 4) Berhasil atau berprestasi di
bidang akademik, aktif dan dapat mengekpresikan dirinya dengan baik. 5) Tidak
menganggap dirinya sempurna, tetapi tahu keterbatasan diri dan mengharapkan
adanya pertumbuhan dalam dirinya. 6) Memiliki nilai-nilai dan sikap yang
demokratis serta orientasi yang realistis. 7) Lebih bahagia dan efektif menghadapi
tuntutan dari lingkungan.
b. Harga diri rendah yaitu : 1) Menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga
dan tidak sesuai, sehingga takut gagal untuk melakukan hubungan sosial. Hal ini
sering kali menyebabkan individu yang memiliki harga diri yang rendah, menolak
dirinya sendiri dan tidak puas akan dirinya. 2) Sulit mengontrol tindakan dan
perilakunya tehadap dunia luar dirinya dan kurang dapat menerima saran dan
kritikan dari orang lain. 3) Tidak menyukai segala hal atau tugas yang baru,


Universitas Sumatera Utara

13

sehingga akan sulit baginya untuk menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang
belum jelas baginya. 4) Tidak yakin akan pendapat dan kemampuan diri sendiri
sehingga

kurang berhasil

dalam

prestasi

akademis

dan

kurang dapat


mengekspresikan dirinya dengan baik. 5) Menganggap diri kurang sempurna dan
segala sesuatu yang dikerjakannya akan selalu mendapat hasil yang buruk,
walaupun dia telah berusaha keras, serta kurang dapat menerima segala perubahan
dalam dirinya. 6) Kurang memiliki nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi
yang kurang realisitis. 7) Selalu merasa khawatir dan ragu-ragu dalam menghadapi
tuntutan dari lingkungan.
2.1.4Aspek- Aspek Harga Diri
Menurut Coopersmith (1967) terdapat empat aspek : kekuatan (power),
signifikan, kebajikan (virtue) dan kompetensi:
a. Keberartian Diri (Significance)
Hal itu membuat individu cenderung mengembangkan harga diri yang rendah atau
negatif. Jadi, berhasil atau tidaknya individu memiliki keberartian diri dapat diukur
melalui perhatian dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh lingkungan.
b. Kekuatan Individu (Power)
Kekuatan di sini berarti kemampuan individu untuk mempengaruhi orang lain,
serta mengontrol atau mengendalikan orang lain, disamping mengendalikan
dirinya sendiri. Apabila individu mampu mengontrol diri sendiri dan orang lain
dengan baik maka hal tersebut akan mendorong terbentuknya harga diri yang
positif atau tinggi, demikian juga sebaliknya. Kekuatan juga dikaitkan dengan


Universitas Sumatera Utara

14

inisiatif. Pada individu yang memiliki kekuatan tinggi akan memiliki inisiatif yang
tinggi, demikian sebaliknya.
c. Kompetensi (Competence)
Kompetensi diartikan sebagai memiliki usaha yang tinggi untuk mendapatkan
prestasi yang baik, sesuai dengan tahapan usianya. Misalnya, pada remaja putra
akan berasumsi bahwa prestasi akademik dan kemampuan atletik adalah dua
bidang utama yang digunakan untuk menilai kompetensinya, maka individu
tersebut akan melakukan usaha yang maksimal untuk berhasil di bidang tersebut.
Apabila usaha individu sesuai dengan tuntutan dan harapan, itu berarti invidu
memiliki kompetensi yang dapat membantu membentuk harga diri yang
tinggi.Sebaliknya apabila individu sering mengalami kegagalan dalam meraih
prestasi atau gagal memenuhi harapan dan tuntutan, maka individu tersebut merasa
tidak kompeten.Hal tersebut dapat membuat individu mengembangkan harga diri
yang rendah.
d. Ketaatan individu dan kemampuan memberi contoh (Virtue)
Ketaatan individu terhadap aturan dalam masyarakat serta tidak melakukan

tindakan yang menyimpang dari norma dan ketentuan yang berlaku di masyarakat
akan membuat individu tersebut diterima dengan baik oleh masyarakat. Demikian
juga bila individu mampu memberikan contoh atau dapat menjadi panutan yang
baik bagi lingkungannya, akan diterima secara baik oleh masyarakat. Jadi ketaatan
individu terhadap aturan masyarakat dan kemampuan individu memberi contoh

Universitas Sumatera Utara

15

bagi masyarakat dapat menimbulkan penerimaan lingkungan yang tinggi terhadap
individu tersebut. Penerimaan lingkungan yang tinggi ini mendorong terbentuknya
harga diri yang tinggi, demikian pula sebaliknya.
Sedangakan Menurut Maslow ada dua aspek utama yang mempengaruhi harga
diri individu, yaitu :
a. Penghargaan dari diri sendiri
Penghargaan dari sendiri adalah berupa keyakinan bahwa individu merasa aman
dengan keadaan dirinya, merasa berharga dan adekuat. Keberartian ini dikaitkan
dengan penerimaan, perhatian, dan afeksi yang ditunjukkan oleh lingkungan. Bila
lingkungan memandang individu memiliki arti, nilai, serta dapat menerima

individu apa adanya maka hal itu memungkinkan individu untuk dapat menerima
dirinya sendiri, yang pada akhirnya mendorong individu memiliki harga diri tinggi
atau yang positif. Sebaliknya bila lingkungan menolak dan memandang individu
tidak berarti maka individu akan mengembangkan penolakan dan mengisolasi diri.
Sulit untuk mengetahui apakah orang lain sebenarnya menghargai atau tidak, oleh
sebab itu individu perlu merasa yakin bahwa orang lain berpikir baik tentng
dirinya. Ada banyak cara supaya orang lain menghargai individu, antara lain
melalui reputasi, status sosial, popularitas, prestasi, atau keberhasilan lainnya di
dalam lingkungan masyarakat, kerja, sekolah, dan lain-lain.
b. Penghargaan dari orang lain,antara lain prestasi.
Penghargaan dari orang lain dalam hal ini individu butuh penghargaan atas apaapa yang dilakukannya disini individu akan berusaha memenuhi kebutuhan akan

Universitas Sumatera Utara

16

harga diri, apabila kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memilikinya telah terpenuhi
atau terpuaskan.
2.1.5 Komponen-komponen Harga Diri
Menurut Frey dan Carlock (1987) harga diri memiliki 2 komponen yang

saling berhubungan. Komponen-komponen tersebut adalah :
a. Merasa mampu, yaitu perasaan bahwa individu mampu mencapai tujuan yang
diinginkannya. Menjadi mampu berarti individu memiliki keyakinan pikiran,
perasaan dan perilaku yang sesuai dengan realita dirinya. Apabila individu mampu
atau berhasil dalam tujuannya maka harga dirinya meningkat.
b. Merasa berguna, yaitu perasaan individu bahwa ia berguna untuk hidup. Merasa
berguna berarti menguatkan diri dan menghormati dirinya sendiri. Individu yang
memandang dirinya sebagai individu yang tidak layak akan menurunkan harga
dirinya.
2.1.6 Pembentukan Harga Diri
Salah satu fungsi dari konsep diri adalah mengevaluasi diri, hasil dari evaluasi
diri ini disebut harga diri. Harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak
kecil, tetapi faktor yang dipelajari dan terbentuk sepanjang pengalaman individu.
Seperti yang dikatakan oleh Branden (Frey & Carlock, 1987) bahwa harga diri
diperoleh melalui proses pengalaman yang terus menerus terjadi dalam diri
seseorang. Menurut Mead (Suryabrata, 1993) harga diri terbentuk secara sosial.
Keluarga menjadi struktur sosial yang penting, karena interaksi antar anggota
keluarga terjadi disini. Perilaku seseorang di dalam keluarga dapat mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

17

perilaku anggota keluarga yang lain. Branden (1981) mengatakan bahwa proses
terbentuknya harga diri sudah mulai dari saat bayi merasa tepukan pertama kali
diterimannya dari orang yang menangani proses kelahiran. Dalam proses selanjutnya
harga diri dibentuk dari perlakuan yang diterima individu dari lingkungannya,
misalnya apakah individu selalu dirawat, dimanja, atau diperhatikan oleh orangtua
atau perlakuan lain yang berlawanan dengan perlakuan tersebut.
Penelitian mengenai harga diri sepanjang rentang kehidupan menyatakan
bahwa harga diri pada masa kanak-kanak cenderung tinggi, menurun pada masa
remaja, dan meningkat selama masa dewasa awal sampai dewasa madya, kemudian
menurun pada masa dewasa akhir (Robins, dkk dalam Shaffer, 2008). Pada studi ini,
ditemukan juga bahwa harga diri pria lebih tinggi daripada wanita pada hampir semua
rentang kehidupan, dan khususnya harga diri pada wanita rendah selama masa
remaja.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri terbentuk
melalui perlakuan-perlakuan yang diterima individu dari lingkungannya yang
diperoleh melalui penghargaan, penghormatan, penerimaan,dan interaksi individu
dengan lingkungannya.

2.2 Motivasi
2.2.1 Pengertian Motivasi
Menurut Robin dan Judge (2008), motivasi didefinisikan sebagai proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.

Universitas Sumatera Utara

18

Sementara motivasi umum berkaitan dengan usaha mencapai tujuan apa pun yang akan
mempersempit fokus menjadi tujuan-tujuan organisasional untuk mencerminkan perilaku
yang berhunbungan dengan pekerjaan.

Kata motivasi (motivation) kata dasarnya motif (motive) yang berarti
dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Nawawi (2008),
mendefinisikan motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab
seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar.
Motivasi menurut Griffin (2003) adalah sekelompok faktor yang menyebabkan
individu berperilaku dalam cara-cara tertentu.
Motivasi berasal dari kata motif. Motif adalah suatu perangsang keinginan
(want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang; setiap motif mempunyai
tujuan tertentu yang ingin dicapai. Motivasi menurut Hasibuan (1995) adalah
pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar
mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya
untuk mencapai kepuasan.
2.2.2 Teori Motivasi oleh Frederick Herzberg yaitu Teori Dua Faktor
(motivation hygiene theory)
Menurut Herzberg dalam Robin dan Judge (2008), faktor-faktor yang
menghasilkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang
menimbulkan ketidakpuasan kerja. Artinya,

para

manager

yang berusaha

menghilangkan faktor-faktor yang mengakibatkan ketidakpuasan mungkin saja
berhasil mewujudkan ketenangan kerja dalam organisasi, akan tetapi ketenangan

Universitas Sumatera Utara

19

kerja itu belum tentu bersifat motivasional bagi para pekerja . Herzberg
menyimpulkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan hasil dari dua
faktor yang berbeda (Herzberg, Mousner dan Snyderman, 2005: 59): faktoryang
memotivasi (pemuas) dan faktor higiene (faktor ketidakpuasan) masing-masing
adalah sebagai berikut:
Pemuas
a. Prestasi
b. Penghargaan
c. Pekerjaan itu sendiri
d. Tanggung jawab
e. Kenaikan pangkat
f. Perkembangan
Ketidakpuasan
a. Kebijakan perusahaan
b. Pengawasan
c. Kondisi kerja
d. Hubungan dengan yang lain
e. Gaji
f. Status
g. Keamanan kerja
h. Kehidupan pribadi

Universitas Sumatera Utara

20

Para maneger hanya akan menyenangkan perasaan para bawahannya, tetapi
tidak memberikan motivasi kepada mereka. Karena itulah Herzberg menggunakan
istilah “hiegene” bagi faktor-faktor yang menyenangkan para pekerja seperti
kebijaksanaan

dan

administrasi

perusahaan,

kebijaksanaan organisasi, supervisi,

teknik

pelaksanaan

berbagai

hubungan interpersonal, kondisi

kerja,

pengawasan, dan imbalan kerja yang ketika sesuaidengan pekerjaan, membuat para
karyawan puas. Ketika faktor-faktor ini sesuai, karyawan tidak akan merasa tidak puas.

Herzberg menggunakan istilah „hygiene‟ dalam pengertian yang berhubungan
dengan medis yaitu yang berfungsi menghilangkan berbagai resiko di lingkungan
kerja (Duttweiler, 2006: 371). Herzberg mengidentifikasi dan membandingkan
dinamika higiene dan motivasi sebagaimana dijelaskan berikut:
a. Dinamika Higiene
Dasar psikologis kebutuhan higiene adalah menghindari resiko dari lingkungan kerja.
1. Sumber yang menimbulkan resiko jumlahnya tidak terbatas
2. Perbaikan higiene hanya berpengaruh jangka pendek
3. Kebutuhan higiene bersiklus secara alami
4. Kebutuhan higiene merupakan hal yang menentukan
5. Tidak ada jawaban akhir untuk kebutuhan hygiene
b. Dinamika Motivasi
Dasar psikologis motivasi adalah kebutuhan perkembangan pribadi (Herzberg,
2006:101).
1. Daya pendorong (motivator) untuk kepuasan jumlahnya terbatas.

Universitas Sumatera Utara

21

2. Perbaikan motivator (daya pendorong) berpengaruh jangka panjang.
3. Kebutuhan motivator (daya pendorong) tidak ada batasnya.
4. Tidak ada jawaban untuk kebutuhan motivator (daya pendorong).
Menurut Herzberg, higiene tidak bisa memotivasi, dan jika hal ini digunakan
untuk mencapai tujuan bisa jadi mengakibatkan hasil yang negatif dalam jangka
panjang. Lingkungan yang sehat mencegah ketidakpuasan kerja, tetapi lingkungan
yang demikian tidak dapat mengarahkan seseorang ke penyesuaian diri yang minimal,
yaitu ketidak adaan kepuasan. Kebahagiaan „positif‟ kelihatannya membutuhkan
pencapaian pertumbuhan psikologis (Herzberg, 2006: 78).
Faktor higiene selalu dan kemungkinan lebih mudah diukur, dikendalikan dan
digerakkan daripada motivator (faktor pendorong). Motivator lebih rumit dan
subjektif, dan sering terlalu sukar untuk diukur. Tetapi sejauh para pimpinan
berkonsentrasi pada higiene, tetapi di lain pihak mengabaikan daya pendorong, maka
akan memungkinkan para pekerja akan mencari faktor hygiene yang lebih jauh
(Hamner dan Organ, 2005: 155). Hal ini akan berakibat negatif dalam pengembangan
tenaga kerja yang memiliki motivasi.
Kepuasan pekerjaan yang terbentuk dari dua sifat yang unipolar tidak unik
tetapi tetap menjadi konsep yang sulit untuk dipahami. Kebalikan dari kepuasan
pekerjaan bukan ketidak puasan pekerjaan tetapi lebih pada tidak ada kepuasan dalam
pekerjaan. Jadi kebalikan dari ketidakpuasan pekerjaan adalah kepuasan pekerjaan,
bukan ketidakpuasan dengan pekerjaan seseorang (Herzberg, 2006: 76).

Universitas Sumatera Utara

22

Herzberg juga berpendapat “penghilangan dalam faktor-faktor higiene dapat
menyebabkan ketidak puasan pekerjaan, tetapi perbaikannya tidak menyebabkan
kepuasan kerja.” (Herzberg, 2006: 61). Hersay menjelaskan tentang perkataan
hygiene:

faktor-faktor

higiene,

ketika

terpenuhi,

berkecenderungan

untuk

menghilangkan ketidakpuasan dan keterbatasan kerja, tetapi sedikit untuk memotivasi
seseorang untuk melakukan kinerja yang terbaik atau meningkapatkan kapasitasnya
(Hersey dan Blanchard, 2002: 59).
Ada tiga kondisi pisikologi yang penting yang sangat mempengaruhi
kepuasan pekerja:
1. Pengalaman yang berarti terhadap pekerjaan itu sendiri
2. Tanggung jawab terhadap pekerjaan dan hasilnya
3. Pengetahuan tentang hasin dan umpan balik kinerja
Semakin banyak pekerjaan yang dirancang untuk meningkatkan kondisi ini,
semakin puas terhadap pekerjaan (Burke, 2007: 35). Dimensi ketidakpuasan
pekerjaan secara psikhologis berbeda dengan kepuasan pekerjaan, tetapi juga
berhubungan dengan fenomena eskalasi, atau orang sering menyebutnya dasar
meningkatnya ekpekstasi: semakin banyak orang menerima semakin banyak yang
mereka inginkan. Ini memperjelas eskalasi Herzberg tentang pernyataan zero point.
Mathis berpendapat bahwa: Faktor higiene memberikan sebuah dasar yang harus
dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh jika ingin menghindari ketidakpuasan.
Tetapi, meskipun semua kebutuhan untuk perbaikan dipenuhi, orang masih tidak
termotivasi untuk bekerja lebih keras (Mathis, 2007: 55)

Universitas Sumatera Utara

23

Herzberg berpendapat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan
pekerjaan pada dasarnya adalah faktor-faktor intrinsik, sedangkan faktor-faktor yang
menyebabkan ketidakpuasan pekerjaan adalah faktor ekstrinsik.Kelompok faktorfaktor intrinsik mencakup pekerjaan itu sendiri, pencapaian, kemajuan, pengakuan
dan tanggung jawab. Faktor ekstrinsik mencakup supervisi, hubungan antar personal,
kondisi pekerjaan, gaji, kebijakan perusahaan, dan administrasi (Caston dan Braoto,
1985, 270 dalam Andjarwati, 2015)
Herzberg berpendapat bahwa apabila pimpinan ingin memberi motivasi pada
para bawahannya, yang perlu ditekankan adalah faktor–faktor yang menimbulkan
rasa puas yaitu dengan mengutamakan faktor–faktor motivasional yang sifatnya
intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik yaitu:
1. Keberhasilan
Agar seorang bawahan dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya, maka pimpinan
harus memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil. Pimpinan
juga harus memberi semangat kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan
sesuatu yang dianggapnya tidak dikuasainya. Apabila dia berhasil melakukan hal
tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilannya. Hal ini akan
menimbulkan sikap positif dan keinginan selalu ingin melakukan pekerjaan yang
penuh tantangan.

Universitas Sumatera Utara

24

2. Pengakuan
Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan. Pengakuan dapat
dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan keberhasilannya
langsung di tempat kerja, memberikan surat penghargaan, hadiah berupa uang
tunai, medali, kenaikan pangka tatau promosi.
a.

Pekerjaan itusendiri
Pimpinan membuat usaha–usaha yang nyata dan meyakinkan sehingga
bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya, harus
menciptakan kondisi untuk menghindari kebosanan yang mungkin muncul
dalam pekerjaan serta menempatkan karyawan sesuai dengan bidangnya.

b.

TanggungJawab
Untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap bawahan, maka
pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat, dengan memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu
memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan
membuat bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan.

c.

Pengembangan
Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi bawahan.Pimpinan
dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih
menantang, tidak hanya jenis pekerjaan yang berbeda tetapi juga posisi
yang lebih baik. Apabila sudah berhasil dilakukan, pimpinan dapat

Universitas Sumatera Utara

25

memberikan rekomendasi

tentang bawahan

yang akan mendapat

promosi/menaikkan pangkatnya atau yang memperoleh kesempatan untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.
Faktor–faktor motivasional yang sifatnya ekstrinsik yaitu:
a. Kebijaksanaan dan Administrasi
Pimpinan dalam menjalankan proses kegiatan kepemimpinannya di organisasi
menetapkan kebijaksanaan dalam membuat keputusan. Seluruh kegiatan
administrasi pimpinan berhak mengetahuinya dan menetapkan kebijakan Pimpinan
juga melakukan upaya untuk mengorganisir pekerjaan agar dipatuhi/dilaksanakan
karyawan. Kebijaksanaan administrasi juga wajib dimiliki pemimpin dalam
mengorganisir karyawan.
b. Hubungan Antar Pribadi
Pemimpin harus mempunyai kemampuan dalam menciptakan hubungan kerja
yang menyenangkan, mengajak bawahan berkomunikasi dalam menyelesaikan
tugas atau pekerjaan. Didalam kegiatan saat menyelesaikan suatu pekerjaan
sesama karyawan harus saling menghargai dalam bekerja, jika ada karyawan baru,
tim yang telah ada wajib membantu dalam beradaptasi agar kenyamanan dalam
bekerja

dapat

tercapai.

Apabila

ada

anggota

karyawan

mengalami

kemalangan/musibah sesama karyawan harus saling menolong.

Universitas Sumatera Utara

26

c. Kondisi Kerja
Kondisi lingkungan tempat kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan, baik
dari sisi kenyamanan dan kebersihan di ruangan. Hubungan yang harmonis antara
karyawan dengan atasan juga sangat mempengaruhi harmonisasi dalam bekerja.
Jika adanya hubungan yang harmonis antara sesama karyawan maka akan terjadi
saling memberikan dukungan yang bersifat positif dalam bekerja. Peraturan,
fasilitas dan karyawan yang ada di dalam suatu kegiatan organisasi dalam bekerja
ini mendukung dalam terciptanya kegiatan yang positif bagi orang lain, juga
didukung harus adanya prosedur/aturan dalam bekerja yang jelas dalam
melaksanakan setiap pekerjaan oleh karyawan.
d. Gaji
Setiap organisasi menawarkan hasil yang nyata sebagai hal yang menarik,
menahan dan memberi penghargaan pada staf. Konsekuensi motivasional dari gaji
tersebut membuat organisasi mampu berkompetisi dengan organisasi lainnya
untuk menarik, dan menahan staf (Sitorus & Panjaitan, 2011).
e. Supervisi
Supervisi adalah memberikan bantuan, bimbingan/pengajaran, dukungan pada
seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kebijakan dan
prosedur, mengembangkan keterampilan baru, pemahaman yang lebih luas tentang
pekerjaannya sehingga dapat melakukan lebih baik.
Supervisi bertujuan untuk mengusahakan lingkungan dan kondisi kerja
seoptimal mungkin termasuk suasana kerja di antara staf dan memfasilitasi

Universitas Sumatera Utara

27

penyediaan alat-alat yang dibutuhkan baik kuantitas maupun kualitas sehingga
memudahkan untuk melaksanakan tugas. Lingkungan kerja harus diupayakan agar
staf merasa bebas untuk melakukan yang terbaik yang dapat dilakukan staf.
Supervisi mempunyai empat fungsi dalam upaya untuk mencapai tujuan
organisasi. Fungsi tersebut adalah perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan
evaluasi.
Komponen penting dari proses supervisi adalah delegasi, dan delegasi mulai
dari tingkat manajemen puncak, supervisor mendelegasikan tugas kepada staf agar
segera dapat melaksanakannya. Komponen pendelegasian adalah partisipasi
melaksanakan tugas dalam organisasi dan menyelesaikan tugas dan tanggung jawab
terhadap pasien sesuai wewenang yang diberikan. Delegasi adalah penting agar
manajer atau supervisor dapat melakukan tugas-tugas manajerial lainnya. Delegasi
juga dapat memberdayakan staf, menimbulkan komitmen yang lebih besar,
membantu pertumbuhan dan perkembangan profesional, kebanggaan, serta
merupakan mekanisme untuk melatih staf menerima tanggung jawab yang lebih besar
(Sitorus & Panjaitan, 2011).
2.2.3 Identifikasi Motivasi
Ada berbagai macam dorongan dalam upayanya untuk memperluas pegawai
yang mempengaruhi efisiensi dan kualitas dari operasi pemerintah yang menjadi pusat
perbaikan produktivitas.Motivasi sebagai suatu kondisi dalam diri individu yang
mendorong dan mengarahkan kegiatan individu tidak dapat diamati secara langsung,

Universitas Sumatera Utara

28

yang dapat diamati adalah tingkah laku yang didorong oleh motif-motif tertentu serta
mewujudkan adanya motif itu.
Alat ukur motivasi yang dipergunakan dalam penelitian lebih pada faktor-faktor
yang berhubungan dengan motivasi yang terdiri dari faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
Faktor-faktor ekstrinsik motivasi karyawan antara lain hubungan atasan dan bawahan,
hubungan sesama rekan kerja, peraturan dan kebijakan perusahaan, kondisi kerja, dan
kompensasi. Sedangkan faktor-faktor intrinsik motivasi kerja antara lain usia,
pengalaman, pendidikan, kesehatan, etos kerja, keterampilan dan kepribadian. Motivasi
kerja karyawan yang tinggi dapat dilihat dari kemauan karyawan untuk bekerja keras,
bekerja sama dengan sesama rekan kerja, dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

2.3 Kinerja
2.3.1 Pengertian Kinerja
Menurut manajemen sumber daya manusia, kinerja merupakan hasil yang
lebih dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan seseorang dalam melaksanakan
kerja atau tugas. Sedangkan menurut Byars dalam Suharto dan Budi (2005), kinerja
diartikan sebagai hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan
dan perbuatan dalam situasi tertentu.
Simamora (2002) mengemukakan bahwa kinerja karyawan (employee
performance) adalah tingkat pada tahap mana karyawan mencapai persyaratan-

persyaratan pekerjaan. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai serta

Universitas Sumatera Utara

29

merujuk pada tindakan pencapaian karyawan atas tugas yang diberikan. Kinerja
merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan, untuk menyelesaikan tugas
atau pekerjaan seseorang harus memiliki derajat pekerjaan dan tingkat kesediaan
tertentu, kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk
mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan
dan bagaimana mengerjakannya (Rivai, 2003).
2.3.2 Karateristik Kinerja
Sebuah studi tentang kinerja menunjukkan beberapa karakteristik karyawan
mempunyai kinerja tinggi, yaitu : 1) berorientasi pada prestasi. Karyawan yang
kinerjanya tinggi memiliki keinginan yang kuat membangun sebuah mimpi tentang
apa yang mereka inginkan untuk dirinya; 2) percaya diri. Karyawan yang kinerjanya
tinggi memiliki sikap mental positif yang mengarahkannya untuk bertindak dengan
tingkat percaya yang tinggi; 3) pengendalian diri. Karyawan yang kinerjanya tinggi
mempunyai rasa displin diri yang sangat tinggi; 4) Kompetensi. Karyawan yang
kinerjanya tinggi telah mengembangkan kemampuan spesifik atau kompetensi
berprestasi dalam daerah pilihan mereka; 5) Persisten. Karyawan yang kinerjanya
tinggi mempunyai pirantipekerja didukung oleh suasana psikologis, dan bekerja
terus-menerus untuk mencapai tujuan.
2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pencapaian Kinerja
Menurut Mangkunegara (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah :

Universitas Sumatera Utara

30

a. Faktor kemampuan.
Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+ skill). Artinya, karyawan yang
memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil adalah mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih
mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, karyawan perlu ditempatkan
pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the
right man on the right job).

b. Faktor motivasi.
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi
situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan
yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (Mangkunegara, 2001).Sikap mental
harus siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya,
seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan
target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja. Ada
hubungan positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja.
Mitchell dan Larson dalam Anshori dan Arfah (2005) menyatakan bahwa kinerja
menunjukkan bahwa hasil perilaku yang dinilai oleh beberapa kriteria atau standar mutu.
Secara teoritis tingkat motivasi kerja yang tinggi akan berdampak langsung terhadap
tingginya kinerja karyawan. Akumulasi kinerja karyawan merupakan determinan
fundamental terhadap terbentuknya kinerja organisasi dan juga kinerja karyawan yang
menunjukkan tingkat yang meningkat.

Universitas Sumatera Utara

31

2.3.4 Indikator Kinerja Perawat Pelaksana
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui
kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan
tanggung jawabnya (Nursalam, 2007). Praktik keperawatan profesional mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut : otonomi dalam bekerja, bertanggung jawab dan
bertanggunggugat, pengambilan keputusan yang mandiri, kolaborasi dengan disiplin
ilmu lain,pemberian pembelaan (advocacy) dan memfasilitasi kepentingan pasien.
Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus
dikembangkan

dan

terintegrasi

sepenuhnya

dalam

pelaksanaan

pelayanan

kesehatan.Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan di ruang
rawat inap dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan,
pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan
kesehatanutama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi
keperawatannya (Nursalam, 2007).
Sistem pelayanan perawatan rawat inap terdiri dari :
a. Masukan, yaitu : perawat, pasien dan fasilitas perawatan
b. Proses, yaitu : intervensi keperawatan, interaksi tenaga perawat-pasien meliputi:
keramahan, sopan santun, kepedulian, penampilan dan sebagainya. Kemudian
fasilitas keperawatan meliputi efisiensi, kenyamanan dan keamanan.
c. Keluaran, yaitu : berupa kualitas pelayanan keperawatan meliputi kebutuhan yang
terpenuhi, aman, nyaman dan pasien merasa puas.

Universitas Sumatera Utara

32

d. Sistem

informasi

manajemen

dan

pengendalian.

Pelaksanaan

tindakan

keperawatan merupakan langkah ke empat dari proses keperawatan. Dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan perawat harus bekerja sama dengan anggotanya
(tim), petugas kesehatan dan dengan pasien beserta keluarga.
Nursalam (2007), menyatakan bahwa dalam menilai kualitas pelayanan
keperawatan kepada pasien (klien), digunakan standar praktik keperawatan yang
merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar
praktik keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia
yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : (1) Pengkajian,(2)
Diagnosis keperawatan, (3) Perencanan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi.
1. Standar I : Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan, meliputi:
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan
fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.
b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan,
rekam medis, dan catatan lain.
c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi: status kesehatan
klien masa lalu, status kesehatan klien masa kini, status biologis-psikologissosial-spiritual, respons terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan
yang optimal dan risiko-risiko tinggi masalah.

Universitas Sumatera Utara

33

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (Lengkap, Akurat, Relevan,
dan Baru).
2. Standar II : Diagnosis Keperawatan
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis
keperawatan. Kriteria proses :
a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah
klien,dan perumusan diagnosis keperawatan.
b. Diagnosis keperawatan terdiri atas: masalah, penyebab, dan tanda atau gejala,
atau terdiri atas masalah dan penyebab.
c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosis keperawatan.
d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.
3. Standar III : Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
dan meningkatkan kesehatan klien, meliputi:
a. Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana
tindakan keperawatan.
b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
d. Mendokumentasi rencana keperawatan.

Universitas Sumatera Utara

34

4. Standar IV : Implementasi
Perawat

mengimplementasikan

tindakan

yang

telah

diidentifikasi

dalamrencana asuhan keperawatan, meliputi:
a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
c.

Melakukan tindakan

keperawatan untuk mengatasi

kesehatan

klien.

Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang
digunakan.
e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respons klien.
5. Standar V : Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam
pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan, meliputi:
a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat
waktu, dan terus-menerus.
b. Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan
kearah percapaian tujuan.
c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.
d. Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
e. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Universitas Sumatera Utara

35

Dengan

standar

asuhan

keperawatan

tersebut,

maka

pelayanan

keperawatanmenjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai
tingkatpenampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat
dinilai (Nursalam, 2007).

2.4. Landasan Teori

Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara
positif atau negatif (Santrock, 1998). Harga diri yang tinggi akan membangkitkan
rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa bahwa
kehadirannya diperlukan di dalam dunia ini. Individu dengan Harga diri yang rendah
cenderung tidak berani mencari tantangan-tantangan baru dalam hidupnya, lebih
senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal-hal
yang tidak penuh dengan tuntutan, tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain,
dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia.
Motivasi eksternal melupakan motivasi yang berada diluar diri seseorang yang
meliputi supervisi, hubungan antar personal, kondisi pekerjaan, gaji, kebijakan
perusahaan, dan administrasi (Herzberg, 2006).
Harga diri dan motivasi dalam kinerja keperawatan menentukan kualitas
pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap kepuasan pasien dan keluarga
terhadap pelayanan perawatan. Semakin kuat harga diri dan motivasi perawat maka
semakin baik juga kinerjanya dan akan memberikan pengaruh yang baik bagi kualitas
rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

36

2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen

Variabel Dependen

Harga Diri
Harga diri ;

a. Penghargaan dari diri
sendiri.
b. Penghargaan dari orang lain
( Maslow, 1954)
Harga diri ;

a. Keberartian diri
(Significnace )

Kinerja Perawat
Pelaksana

b. Kekuatan individu (Power )
c. Kompetensi (Competence)
d. Ketaatan individu atau
Kemampuan memberikan
Motivasi Ekstrinsik ;
a. Kebijakan dan administrasi
b. Hubungan antar pribadi

Standar praktik asuhan
keperawatan;
a.
b.
c.
d.
e.

Pengkajian
Diagnosa
Intervensi
Implementasi
Evaluasi
(PPNI, 2004 )

c. Kondisi kerja
d. Supervisi
e. Gaji
(Herzberg, 1967)

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

37

Gambar 2.1 menunjukan pengaruh harga diri yang terdiri atas variabel (1)
Penghargaan dari diri sendiri, (2) Penghargaan dari orang lain, (3) Keberartian diri
(Significnace), (4) Kekuatan individu (Power ), (5) Kompetensi (Competence), (6)
Ketaatan individu atau Kemampuan memberikan contoh ( Virtue) dan motivasi
ekstrinsik dengan sub variabel yaitu: (1) Kebijakan dan administrasi, (2) Hubungan
antar pribadi, (3) Kondisi kerja, (4) Supervisi, (5) Gaji terhadap kinerja perawat yang
dinilai dari standar kinerja asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

Universitas Sumatera Utara