Pengaruh Harga Diri Dan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Studi Kasus di RSU dr. Pirngadi Kota Medan Provinsi Sumatera Utara

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari
pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan mencakup pelayanan yang holistik
karena kerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan tidak hanya sebatas
pada pasien dan penyakitnya saja, tetapi mencakup biologis, psikologis, sosial,
spiritual, dan ekonomi pasien. Oleh karena itu, perawat menghadapi tantangan kerja
yang berat harus memiliki kinerja yang tinggi. Kinerja perawat yang diberikan
kepada pasien harus dilakukan dengan sepenuh hati, dengan rasa percaya diri dan
motivasi yang tinggi sehingga pelayanan yang diberikan berkualitas.
Rumah sakit merupakan salah satu mata rantai di dalam pemberian pelayanan
kesehatan serta suatu organisasi dengan sistem terbuka dan selalu berinteraksi dengan
lingkungannya. Untuk mencapai suatu keseimbangan yang dinamis, rumah sakit
mempunyai fungsi utama melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan, serta sebagai tempat penelitian (Depkes RI, 2001).
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang

kesehatan dimana untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan. Tenaga kesehatan yang telah ditempatkan di fasilitas pelayanan
kesehatan wajib melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya

1
Universitas Sumatera Utara

2

(Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan RI No. 36 Bab I Pasal 1, 2014). Perawat
sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit memegang peranan penting dalam
upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Keberhasilan pelayanan kesehatan
bergantung pada partisipasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas bagi pasien (Potter & Perry, 2005).
Pelayanan keperawatan yang berkualitas sangat dipengaruhi kinerja perawat.
Kinerja perawat dapat dilihat dari hasil yang dicapai dalam memberikan asuhan
keperawatan, standar asuhan keperawatan merupakan pernyataan tingkat kinerja yang
diinginkan (Christensen, 2009). Kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien
(klien), digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah

dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang mengacu dalam
tahapan proses keperawatan, yang meliputi: Pengkajian, Diagnosis keperawatan,
Perencanan, Implementasi, Evaluasi (Nursalam, 2007). Kinerja profesional perawat
adalah penampilan kerja perawat berdasar standar kinerja profesional yang disusun
oleh PPNI (PPNI, 2004).
Kinerja perawat diaktualisasi dan didukung oleh beberapa faktor antara lain
self esteem (keyakinan nilai sendiri berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan), self
efficacy (keyakinan seseorang mengenai kemampuan dan peluangnya untuk berhasil
mencapai tugas tertentu), Moore, Lindquist, Katz, (1997).

Universitas Sumatera Utara

3

Harga diri merupakan salah satu kebutuhan tertinggi manusia. Maslow (1954)
dalam teori hierarki kebutuhannya menempatkan kebutuhan individu akan harga diri
sebagai kebutuhan pada level puncak, sebelum kebutuhan aktualisasi diri. Hal ini
terjadi karena harga diri individu mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku
yang ditampilkannya. Kebutuhan harga diri merupakan kebutuhan seseorang untuk
merasakan bahwa dirinya adalah seorang yang patut dihargai dan dihormati sebagai

manusia yang baik. Setiap individu normal pasti berharap dan menginginkan dapat
merasakan hidup sukses, dihormati dan dihargai sebagai manusia (Potter dan Patricia,
1997).
Harga diri merupakan masalah utama dalam profesi keperawatan. Perawat
mendapat penghinaan, kritikan dalam pekerjaan, tuntutan tidak masuk akal,
pengucilan dari kelompok kerja, bahasa kasar, penolakan dalam memberikan imbalan
kerja, umpan balik proses audit yang memberikan kritik destruktif, mengindikasikan
bahwa harga diri perawat masih dianggap rendah (Johnson, 2009 dalam Dimitriadou,
Koukourikos, Pizirtzidou, 2014 dan Ward, 2003). Menurut Arthur (1992) masalah
panjang dalam profesi keperawatan cenderung menggambarkan secara internasional
terkait dengan harga diri perawat yang rendah.
Coopersmith (1967) mengemukakan ciri-ciri individu berdasarkan tingkat
harga terbagi atas dua yaitu harga diri rendah dan harga diri tinggi. Beberapa masalah
yang muncul jika harga diri perawat rendah yaitu: Perawat dengan harga diri rendah
beresiko lebih besar memiliki perilaku caring buruk dibandingkan perawat dengan
harga diri tinggi mengembangkan perilaku kurang dewasa di tempat kerja dan

Universitas Sumatera Utara

4


ketidakmampuan atau keengganan berkomunikasi secara efektif dengan pasien,
cenderung menciptakan masalah dengan pasien, berada di posisi yang sulit dan
kesulitan yang signifikan dalam komunikasi dengan rekan-rekan profesi kesehatan
lainnya (Hendrawan,2005; Yamashita et al., 2005; Reeve 2000; Randle 2001;
Dimitriadou, Koukourikos, Pizirtzidou, 2014 ).
Perawat yang memiliki harga diri tinggi maka akan berdampak positif seperti:
kualitas kepemimpinan dalam keperawatan yang baik, memiliki tujuan karir yang
lebih tinggi, memiliki keakraban sosial dan kepuasan kerja, (Kvas & Seljak, 2014
dalam Lacobucci et al, 2012; Burgees, 1976; Moore, Lindquist, Katz, 1997;
Indrawati, 2014 ). Perawat dengan harga diri yang tinggi tampil lebih baik dalam
pekerjaan mereka, sedangkan perawat dengan harga diri rendah cenderung sulit untuk
melakukan pekerjaan (Randle, 2003). Memenuhi kebutuhan harga diri bagi perawat
merupakan hal yang sangat penting bagi manajemen keperawatan Swanburg (2000).
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah
motivasinya dalam bekerja. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan
banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks
belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya (Mangkunegara, 2009).
Seorang perawat yang bekerja di organisasi kesehatan dengan permasalahan
yang kompleks harus mempunyai performance yang baik. Performance diartikan

sebagai kinerja dan prestasi kerja (Wibowo, 2007). Tingkat kinerja dan kualitas
implementasi sistem layanan keperawatan bergantung pada tingkat motivasi perawat
dalam unit perawatan tersebut. Perawat yang memiliki motivasi baik adalah perawat

Universitas Sumatera Utara

5

yang memiliki energi untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang
diharapkan (Sugiharto et all, 2012). Pengetahuan dari teori-teori motivasi sangat
perlu untuk memperbaiki penampilan kerja dari perawat. Perawat secara individu
mempunyai kebutuhan dan tujuan yang berbeda (Swanburg, 2000). Berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg bahwa terdapat dua faktor yang
mendorong karyawan termotivasi dalam berkerja, yaitu faktor intrinsik (motivator
factors) dan ekstrinsik (hygiene factors) (Herzberg, 1966).
Masalah yang sering muncul dari motivasi ekstrinsik perawat yaitu: Gaji, gaji
merupakan faktor motivasi yang paling penting bagi perawat untuk memperbaiki
kinerja mereka. Adanya uang tambahan diluar dari gaji pokok merupakan faktor
motivasi terbesar yang memperngaruhi kinerja perawat dan faktor yang sangat kuat
terhadap kejadian turn over perawat di rumah sakit ( Dar, Zehra, Ahmad, 2014; Yin

dan Yang 2001 ( dalam Lephalala, Ehlers, Oosthuizen, 2008 ). Rendahnya gaji,
ketidaklayakan struktur pelayanan dan kompensasi juga merupakan faktor rendahnya
motivasi diantara perawat yang menyebabkan timbulnya beranekaragam protes dari
pasien (Dar, Zehra, Ahmad, 2014). Kurangnya pengawasan (supervisi) yang
dilakukan oleh kepala ruangan dan tidak adanya sanksi yang jelas agar perawat serius
dalam melakukan pekerjaan (Ginting dan Setiawan 2012). Selain itu, kurang
sungguh-sungguhnya organisasi untuk membuat perawat lebih produktif, berguna dan
menjadi pegawai yang memuaskan membuat perawat tidak memiliki kinerja yang
baik, (Swanburg, 2000). Kompensasi, promosi dan gaji tambahan memiliki dampak

Universitas Sumatera Utara

6

yang signifikan terhadap motivasi perawat, Ajayi (2004 dalam Dar, Zehra, Ahmad,
2014).
Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan, diperoleh data bahwa perawat kurang percaya
diri dalam bekerja, baik bekerja dengan tim pelayanan kesehatan lainnya terutama
dengan dokter, sehingga perawat lebih mengutamakan pekerjaan non keperawatan

yang dianggap lebih penting sehingga pendokumentasian asuhan keperawatan di RS
Pirngadi masih di bawah 60 %.

Kurangnya fasilitas pendukung pelayanan

keperawatan membuat kurangnya pemberian asuhan keperawatan kepada pasien.
Selain itu belum adanya penghargaan secara proporsional atas hasil pelaksanaan
asuhan keperawatan, baik dalam pemberian jasa pelayanan maupun pengusulan
kenaikan pangkat. Penciptaan iklim motivasi di ruang rawat yang jarang dilakukan
oleh kepala ruangan seperti pemanggilan staf secara periodik untuk memberi
semangat kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang
dianggapnya tidak dikuasainya, memahami dan membantu staf perawat apabila
memiliki permasalahan serta adanya kesenjangan yang terjadi antara perawat senior
dan junior seperti pembagian pekerjaan dan disiplin menciptakan kondisi kerja yang
kurang baik.
Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
pengaruh harga diri dan motivasi ekstrinsik perawat pelaksana terhadap kinerja kerja
perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.

Universitas Sumatera Utara


7

1.2 Rumusan Masalah Penelitian
a. Apakah ada pengaruh harga diri perawat pelaksana dalam menjalankan
profesinya terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi
Medan ?
b. Apakah ada pengaruh motivasi ekstrinsik perawat pelaksana dalam menjalankan
profesinya terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi
Medan ?

1.3 Tujuan Penelitian
a.

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh harga diri perawat pelaksana dalam
menjalankan profesinya terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Pirngadi Medan.

b.


Untuk mengetahui apakah ada pengaruh motivasi ekstrinsik perawat pelaksana
dalam menjalankan profesinya terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Pirngadi Medan.

1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam upaya pengembangan sumber daya manusia dalam
hal ini untuk meningkatkan kinerja perawat di rumah sakit dengan mengangkat
harga diri dan meningkatkan motivasi perawat.

Universitas Sumatera Utara

8

b. Bagi Penelitian Keperawatan
Diharapkan dengan penelitian ini dapat memperkaya bahasan masalah tentang
harga diri dan motivasi perawat yang berhubungan dengan kinerja perawat di
rumah sakit.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan masukan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan hasil penelitian

ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti berikutnya.
d. Bagi Peneliti
Mendapatkan tambahan pengetahuan dan praktek dalam proses penelitian tentang
pengaruh harga diri dan motivasi eksternal terhadap kinerja perawat di rumah
sakit.

Universitas Sumatera Utara