Kinerja Pelayanan Publik dalam Pembuatan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah (Studi pada Kantor Pertanahan Nasional Kota Tebing Tinggi)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penilaian kinerja suatu organisasi merupakan hal mendasar yang sangat
penting untuk dilakukan. Penilaian kinerja dapat menjadi suatu tolak ukur dalam
menentukan keberhasilan suatu organisasi dalam hal pencapaian tujuan organisasi.
Penilaian kinerja dalam instansi publik sangat diperlukan guna mengetahui
seberapa jauh pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, apakah sudah sesuai
dengan harapan masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan. Selain itu penilaian
kerja dalam instansi publik juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur apakah
masyarakat sudah puas dengan kinerja pelayanan pemerintah. Dengan adanya
informasi tentang penilaian kinerja tersebut dapat dijadikan acuan untuk
memperbaiki kinerja agar lebih sistematis dan tepat arah sehingga tujuan ataupun
misi organisasi bisa tercapai dan pelayanan publik yang diberikan bisa lebih
optimal. Dengan adanya kinerja birokrasi yang tinggi maka organisasi tersebut
akan berjalan secara efektif, efisien dan responsif dalam memberikan pelayanan.
Berikut dikemukakan arti pentingnya penilaian kinerja menurut Agus
Dwiyanto (2006:47) yakni: “penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang
sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai misinya. Begitu juga dengan penilaian kerja dalam

organisasi pelayanan publik, penilaian kerja dijadikan sebagai tolak ukur dalam
menilai sudah sejauh mana kinerja pelayanan publik dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat dan apakah pelayanan yang diberikan tersebut
sudah sesuai dengan harapan dan memuaskan masyarakat sebagai pengguna jasa
tersebut.
Secara umum saat ini penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia
dapat dikategorikan “buruk”. Hal ini didasarkan oleh banyaknya keluhan dan
pengaduan masyarakat terkait pelayanan, yang sering kita dengar dan baca
diberbagai media cetak maupun media elektronik. Pelayanan yang terkesan
berbelit-belit, lambat, mahal, melelahkan, rawan akan korupsi, kolusi, dan

Universitas Sumatera Utara

nepotisme (KKN) serta kemampuan aparatur yang minim merupakan deretan
keluhan yang menggambarkan pelayanan publik yang kian memprihatinkan.
Dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dijelaskan
bahwa masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan
asas dan tujuan pelayanan. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
perundang-undangan.
Salah satu pelayanan yang diberikan oleh aparat birokrasi publik adalah
pelayanan sertifikasi tanah. Tanah merupakan salah satu hak yang dimiliki
manusia. Tanah memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, misalnya
tanah dapat dijadikan sebagai harta atau aset untuk masa depan. Fungsi pokok
tanah dalam kehidupan manusia yaitu sebagai tempat untuk hidup dan
melestarikan kehidupan mereka.
Tanah memiliki arti penting dalam kehidupan manusia. Karena memiliki
arti yang penting maka pemanfaatan dan penggunaan tanah ditujukan untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa “Bumi, air
dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
Untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui bumi,
air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya maka diperlukannya
pengaturan lebih lanjut seperti peraturan undang-undang atau peraturannya
lainnya yang mampu mewujudkan kesejahteraan tersebut. Sehubungan dengan ini
pemerintah telah membuat suatu undang-undang tentang Agraria yaitu UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA Nomor 5 tahun 1960 yang lahir pada tanggal 24

September 1960).
Salah satu jenis pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat
adalah pelayanan sertifikasi tanah. Hal ini mengingat bahwa hak atas tanah
merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh manusia. Hak-hak Atas Tanah

Universitas Sumatera Utara

dimaksud memberi kewenangan untuk mempergunakan tanah, bumi dan air serta
ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku. Selain Hak-hak Atas Tanah juga ditentukan Hak-hak atas air
dan ruang angkasa. Dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok– Pokok Agraria Pasal 16 ayat 1 menyebutkan hak – hak
atas tanah ialah :
1. Hak tanah sebagai hak guna bangunan.
2. Hak pakai.
3. Hak sewa.
4. Hak membuka tanah
5. Hak memungut hasil hutan, dan sebagainya.
Untuk memperoleh hak-hak atas tanah tersebut maka tiap-tiap individu

dapat mendaftarkan tanahnya terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan setempat.
Pendaftaran tanah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Indonesia Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 pasal 5 tentang pendaftaran tanah yang
dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Menurut Pasal 1 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah,
yang dimaksud dengan sertifikat adalah Tanda bukti yang meliputi hak atas tanah,
hak pengelolaan, hak tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak
tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan.
Pasal tersebut kemudian dikuatkan juga dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1997 pasal 31 ayat 2 tentang pendaftaran
tanah dan kekuatan pembuktian sertifikat yaitu bahwa penerbitan sertifikat yang
dimaksud agar pemegang hak tanah dapat dengan mudah membuktikan haknya,
oleh karena itu sertifikat merupakan alat bukti yang kuat. Dengan adanya landasan
hukum yang kuat apabila terjadi konflik pertanahan, pemilik sertifikat tanah
tersebut bisa menuntut pihak lain yang berusaha merebut kepemilikan tanah yang
sudah menjadi haknya.
Namun, Pada tahap pembuatan sertifikat tanah ada beberapa kendala yang
muncul seperti kondisi birokrasi yang terkesan lamban dan rumit sehingga akan


Universitas Sumatera Utara

mengakibatkan sebagian besar masyarakat menjadi malas untuk mengurus
sertifikat tanah. Jika dilihat pada Masyarakat Kota Tebing Tinggi maka
masyarakat cenderung malas dalam mengurus sertifikasi tanah. Masyarakat
merasa hanya dengan memiliki saksi-saksi, akta jual beli, dan surat keputusan
pemberian hak itu sudah menjadi bukti yang kuat untuk membuktikan bahwa itu
adalah tanah mereka. Terkecuali jika mereka akan melakukan pinjaman ke bank
maka masyarakat mulai mengurus sertifikat tanahnya agar dapat dijadikan
jaminan kepada pihak bank. Dan banyak masyarakat yang tidak mengurus sendiri
sertifikat tanahnya karena masyarakat merasa jika mereka yang mengurus akan
berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga masyarakat
mengurus dengan menggunakan jasa Notaris agar sertifikat tanah mereka cepat
selesai, padahal jika mengurus sendiri biayanya akan lebih murah karena tidak
dikenakan biaya jasa Notaris.
Kota Tebing Tinggi adalah salah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi
Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 80 kilometer dari Kota Medan. Secara
geografis terletak pada posisi koordinat geografis 03 19’00’’ – 03 21’00’’ Lintang
Utara dan 98 11’ – 98 21’ Bujur Timur. Dari luas lahan yang ada di Kota Tebing
Tinggi dipergunakan oleh masyarakat dalam berbagai macam penggunaan tanah.

Luas lahan sebagian besar dipergunakan sebagai lahan pertanian mencapai 50,93
% (persen), sedang luas lahan yang terkecil dipergunakan untuk Industri mencapai
0,59 % (persen) yang dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1.1
Luas Dan Porsentase Penggunaan Tanah
Diperinci Menurut Jenisnya di Kota Tebing Tinggi Tahun 2016
JENIS PENGGUNAAN
LUAS (Ha)
1. Pemukiman
13.821,21
2. Sarana Sosekbud
240,19
3. Pertanian
(sawah,
1.959,10
kebun/tegalan)
4. Industri
22,85
5. Semak Belukar
135,60

6. Lain-lain (Termasuk
104,85
rawa-rawa)
JUMLAH
3.483,80
Sumber data : Kota Tebing Tinggi Dalam Angka Tahun 2016

PERSENTASE
35,96
6,25
50,97
0,59
3,53
2,74
100,00

Universitas Sumatera Utara

Dari jumlah bidang - bidang tanah yang ada dalam wilayah Kota Tebing
Tinggi, status hak atas bidang-bidang tanah ada yang sudah bersertipikat dan ada

yang belum bersertipikat. Bidang tanah yang sudah bersertipikat terdiri dari
Sertipikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dan Hak Pengelolaan.
Sedangkan bidang-bidang tanah yang belum bersertipikat berstatus tanah negara
yang dikuasai masyarat belum mempunyai sesuatu hak atas tanah . Jika
dibandingkan dari luas dan jumlah bidang tanah tersebut, maka ditemui bidangbidang tanah sudah bersertipikat lebih sedikit dari luas dan bidang tanah yang
belum bersertipikat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut :

Tabel 1.2
Status Tanah Dalam Persentase Luas Diperinci
Menurut Status Tanah Di Kota Tebing Tinggi
STATUS
BIDANG
LUAS (Ha)
PERSENTASE
TANAH
Sudah
33.405
1.670,25
43,45
Bersetifikat

Belum
54.338
2.173,55
56,55
Bersertifikat
JUMLAH
87.743
3.843,80
100,00
Sumber data : Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi Tahun 2016

Tabel 1.3
Banyaknya sertifikat yang dikeluarkan menurut jenis Hak Atas Tanah Di
Kota Tebing Tinggi, 2011-2015
Jenis Hak Atas
2011
2012
2013
Tanah
1

Hak Milik
1.167
1.680
2.178
Hak Guna
2
9
3
191
Bangunan
Hak Guna
3
Usaha
4
Hak Pakai
1.178
1.683
2.369
Jumlah
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi

No.

2014

2015

1.582

961

134

93

-

-

10
1.726

6
1.060

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.4
Banyaknya sertifikat tanah yang dikeluarkan menurut status kepemilikan
tanah di Kota Tebing Tinggi , 2013-2015
No.
1
2
3
4
5
6

Status
Kepemilikan
Hak Milik
Hak Guna
Bangunan
Hak Pakai
Hak
Pengelolaan
Hak Guna
Usaha
Hipotik/ Hak
Tanggungan

2013
Rutin
Proyek
1.678
500

2014
Rutin
Proyek
1.582
500

2015
Rutin
Proyek
961
400

191

-

134

-

93

-

-

-

10

-

6

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

117

-

972

-

648

-

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi

Di Kota Tebing Tinggi, kegiatan pendaftaran tanah sudah dilaksanakan
sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang secara oprasional setelah diterbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 tahunn 1961 tentang pendaftaran tanah. Namun kegiatan
pelaksanaan pendaftaran tanah belum sepenuhnya meliputi atas bidang-bidang
tanah yang dikuasai oleh masyarakat. Hal ini dapat disebabkan, bahwa
pengetahuan masyarakat tentang arti dan pungsi pendaftaran tanah masih terbatas
sehingga dapat mengakibatkan kurangnya minat masyarakat untuk mendaftarkan
tanahnya. Disamping itu pendaftaran tanah dilaksnakan secara sederhana dan
tergantung pada perekonomian Negara. Akibat keterbatasan tersebut, maka
pelaksanaan pendaftaran tanah belum terlaksana secara menyeluruh atas bidangbidang tanah (Lubis, 2008:5)
Masalah lainnya yang timbul dalam sertifikasi tanah yang biasa juga
terjadi adalah adanya sertifikat tanah dobel. Permasalahan sertifikat dobel
disebabkan oleh kesalahan pengukuran yang bermula dari kesalahan dalam hal
penunjukan batas tanah oleh pemilik yang sah. Kesalahan penunjukan batas tanah
ini bisa terjadi karena ketidaksengajaan pemilik tanah atau memang pemilik tanah
secara sengaja melakukan hal tersebut dengan maksud dan tujuan tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Sertifikat dobel ini dapat disalahgunakan oleh pemegang sertifikat, karena dengan
adanya sertifikat dobel ini pemilik sertifikat tanah dapat mempergunakan sertifikat
yang sama untuk hal- hal yang tentunya tidak sesuai dengan hukum dan aturan
yang berlaku.
Berbagai permasalahan pertanahan yang muncul merupakan persoalan
yang harus diselesaikan dan tentu saja sudah menjadi tanggung jawab Kantor
Pertanahan Kota Tebing Tinggi selaku pemberi pelayanan sertifikasi tanah
mempunyai peran yang sangat penting dalam bidang pertanahan di kota Tebing
Tinggi. Selain menangani berbagai permasalahan tersebut, Kantor Pertanahan
Kota Tebing Tinggi juga berkewajiban melaksanakan berbagai kegiatan
pelayanan sertifikasi tanah yang salah satu di antaranya adalah peralihan hak atas
tanah.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul: Kinerja Pelayanan Publik dalam Pembuatan Sertifikat
Hak Milik atas Tanah (Studi pada Kantor Pertanahan Nasional Kota Tebing
Tinggi)

1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian tentang latarbelakang masalah diatas maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
“Bagaimana kinerja pelayanan publik dalam pembuatan sertifikat hak milik atas
tanah di Kantor Pertanahan Nasional Kota Tebing Tinggi ?

1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana kinerja pelayanan publik dalam pembuatan
sertifikat hak milik atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Kota Tebing Tinggi.
2. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca
dalam memahami kinerja pelayanan publik dalam pembuatan sertifikat
hak milik atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tebing
Tinggi.

Universitas Sumatera Utara

3. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan manfaat kepada
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tebing Tinggi dalam rangka
peningkatan kinerja terkait dengan pelayanan publik pembuatan sertifikat
hak milik atas tanah.
4. Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara akademis, penelitian ini merupakan salah satu syarat penyelesaian
program studi sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Secara ilmiah, penelitian ini bermaksud untuk menambah pengetahuan
serta mengembangkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya
ilmiah.
3. Manfaat praktis, yaitu agar penelitian ini bermanfaat bagi Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tebing Tinggi sebagai bahan
pertimbangan dalam upaya peningkatan kinerja terkait pelayanan
sertifikasi tanah.
4. Secara teoritis dan akademis menambah wawasan ilmu tentang teori-teori
administrasi negara atas permasalahan kinerja organisasi publik.

1.5 Kerangka Teori
Kerlinger mengatakan bahwa teori adalah serangkaian asumsi, konsep,
konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial
secara

sistematis

dengan

cara

merumuskan

hubungan

antar

konsep

(Singarimbun,1989:37). Sementara itu dalam bidang administrasi Hoy dan Miskel
(Sugiyono,2008:43) mengemukakan:

“Theory is a set of interrelated concepts,assumptions,and generalizations that
systematically describes and explains regularities in behavior in organizations”.
(teori adalah seperangkat konsep,asumsi,dan generalisasi yang dapat digunakan
untuk mengungkapkan dan menjelaskan prilaku dalam berbagai organisasi).

Universitas Sumatera Utara

Kerangka teori adalah bagian dari penlitian,tempat peneliti memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variable pokok, sub variable
atau pokok masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto,1999:92).
Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berpikir, yaitu
kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu
menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari
sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih (Nawawi, 1993:40).

1.5.1 Kinerja
1.5.1.1 Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata-kata job performance dan disebut juga actual
performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai
oleh seorang karyawan. Kinerja menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti
“suatu yang dicapai” atau prestasi yang dicapai akan diperlihatkan sehingga
kinerja dapat diartikan sebangai prestasi kinerja oleh individu perusahaan.
Menurut Simamora (2003:45) kinerja adalah ukuran keberhasilan organisasi
dalam mencapai misinya. Menurut Simanjuntak (2005:11) yang mengemukakan
kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
Menurut Moenir (2006:121) bahwa kinerja merupakan sebagai hasil-hasil
fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode
waktu tertentu. Kinerja birokrasi/perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil
dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan/birokrasi. Manajemen kinerja
adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk menigkatkan kinerja
perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan
kelompok kerja di organisasi tersebut. Dengan adanya aktivitas gambaran kinerja
maka

kemampuan

seseorang

pegawai

dapat

diukur

kemampuan

dan

profesionalitas kerjanya jika dilihat dari konsep totalitas kinerja diatas perlu
dilengkapi juga dengan dimensi kualitas yang bersifat strategis dalam konteks
pelayanan administrasi yang seutuhnya, yaitu kerja professional, intelektual serta
disiplin dan efesien dalam bekerja. Dan pencapaian kinerja mempunyai syaratsyarat efektif data atau informasi yang berkaitan dengan indikator yang

Universitas Sumatera Utara

bersangkutan, harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan atau
penyesuaian pelaksanan dan hasil pelaksanaan kegiatan kerja dalam organisasi,
pencapaian tugas penting dan berguna untuk menunjukkan keberhasilan
memasukan, serta mengeluarkan hasil dan manfaat.spesifik jelas sehingga dapat
dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan dalam interpretasi penyelesaian
kerja.
Benardin dan Russel (Keban, 2004:192) mengartikan kinerja sebagai
”....the record of outcomes produced on a specified job function or activity during
a specied time period...”. Dalam definisi ini, aspek yang ditekankan adalah
catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan
atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian, kinerja
hanya mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pegawai selama
periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai.
The Scribner-Bantam English Dictionary (Sedarmayanti, 2003 : 147)
kinerja (performance) berasal dari akar kata “to perform” yang mempunyai
beberapa “entries” berikut :
a. To do carry out; execute. (Melakukan, menjalankan,melaksanakan).
b. To discharge of fulfil; as a vow. (Memenuhi atau menjalankan kewajiban
suatu nazar).
c. To portray, as character in a play. (Menggambarkan suatu karakter dalam
suatu permainan).
d. To render by the voice or musical instrument. (Menggambarkannya
dengan suara atau alat musik).
e. To

execute

or

complete

an

undertaking.

(melaksanakan

atau

menyempurnakan tanggung jawab).
f. To act a part in play. (Melakukan suatu kegiatan dalam suatu permainan).
g. To perform music. (Memainkan pertunjukan music).
h. To do what is expected of a person or machine. (Melakukan sesuatu yang
diharapkan oleh seseorang atau mesin).
1.5.1.2 Aspek-Aspek Kinerja
Umar (Mangkunegara, 2005;46) membagi aspek-aspek kinerja menjadi: mutu
pekerjaan, kejujuran karyawan, inisiatif, kehadiran, sikap,kerjasama, keandalan,

Universitas Sumatera Utara

pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab, dan pemanfaatan waktu kerja.
Adapun standar pekerjaan menjadi dua aspek, yaitu aspek kuantitatif dan aspek
kualitatif.


Aspek kuantitatif meliputi: proses kerja dan kondisi pekerjaan, waktu yang
dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, jumlahkesalahan dalam
melaksanakan pekerjaan, dan jumlah serta jenispemberian pelayanan dalam
bekerja.



Sedangkan aspek kualitatif meliputi: ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan,
tingkat kemampuan dalam bekerja, kemampuanmenganalisis data/ informasi,
kemampuan/ kegagalan menggunakanmesin/ peralatan, serta kemampuan
mengevaluasi.
1.5.1.3 Indikator Kinerja

Dalam Mahsun (2006 : 71) definisi indikator kinerja adalah ukuran
kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu
sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Sementara menurut Lohman (Mahsun,
2006 : 71) indikator kinerja (performance indicators) adalah suatu variabel yang
digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif efektivitas dan efisiensi
proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi.
Ada berbagai macam indikator yang dapat digunakan untuk menilai
kinerja organisasi publik. Menurut Mahsun (2006 : 77) jenis indikator kinerja
pemerintah daerah meliputi :
a. Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.
Indikator ini mengukur jumlah sumber daya seperti anggaran (dana),
sumber daya manusia, peralatan, material dan masukan lain, yang
dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan. Dengan meninjau distribusi
sumber daya manusia, suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi
sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategis yang
ditetapkan. Tolok ukur ini dapat pula digunakan untuk perbandingan
(benchmarking) dengan lembaga-lembaga relevan.
b. Indikator

proses

(Process).

Dalam

indikator

proses,

organisasi

merumuskan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun
tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Rambu yang paling

Universitas Sumatera Utara

dominan dalam proses adalah tingkat efisiensi dan ekonomis pelaksanaan
kegiatan tersebut. Efisiensi berarti besarnya hasil yang diperoleh dengan
pemanfaatan sejumlah input. Sedangkan yang dimaksud dengan ekonomis
adalah bahwa suatu kegiatan dilaksanakan lebih murah dibandingkan
dengan standar biaya atau waktu yang telah ditentukan untuk itu.
c. Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat
dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau non fisik.
Indikator atau tolok ukur keluaran digunakan untuk mengukur keluaran
yang dihasikan dari suatu kegiatan. Dengan membandingkan keluaran,
instansi dapat menganalisis apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai
dengan rencana. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai
kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran
kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karena itu,
indikator keluaran, harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi.
Misalnya untuk kegiatan yang bersifat penelitian, indikator kinerja
berkaitan dengan keluaran paten dan publikasi ilmiah.
d. Indikator hasil (Outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya

keluaran

pada

jangka

menengah

(efek

langsung).

Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan indikator keluaran.
Indikator outcome lebih utama dari sekedar output. Walaupun produk telah
berhasil dicapai dengan baik, belum tentu outcome kegiatan tersebut telah
tercapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih
tinggi yang mungkin mencakup kepentingan banyak pihak. Dengan
indikator outcome, organisasi akan dapat mengetahui apakah hasil yang
telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi
masyarakat banyak.
e. Indikator manfaat (Benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan
akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan
manfaat yang diperoleh dari indikator hasil. Manfaat tersebut baru tampak
setelah bebrapa waktu kemudian, khususnya dalam jangka menengah dan

Universitas Sumatera Utara

panjang. Indikator manfaat menunjukkan hal yang diharapkan dapat
diselesaikan dan berfungsi dengan optimal (tepat lokasi dan waktu).
f. Indikator dampak (Impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif
maupun negatif.
Ratminto dan Winarsih (2005: 174) menjelaskan bahwa indikatorindikator kinerja sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks penelitian
yang dilakukan dalam proses penemuan dan penggunaan indikator tersebut.
Beberapa indikator tersebut antara lain:
1.

McDonald dan Lawton (Winarsih, 2005:174) mengemukakan: output
orientedmeasures throughput, efficiency, effectiveness.
a. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan
tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam
suatu penyelenggaraan pelayanan publik.
b. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun
misi organsiasi.

2. Salim dan Woodward (Winarsih, 2005:174-175) mengemukakan: economy,
efficiency, effectiveness, equity.
a. Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumber daya yang sesedikit
mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.
b. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan
tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam
suatu penyelenggaraan pelayanan publik.
c. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun
misi organisasi.
d. Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan
dengan memperhatikan aspek-aspek kemerataan.
3. Lenvinne

(Winarsih,

2005:175)

mengemukakan:

responsiveness,

responsibility, accountability.
a. Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap provider
terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers.

Universitas Sumatera Utara

b. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan
tidak melanggar ketentuanketentuan yang telah ditetapkan.
c. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan
dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh
stake holders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.
Selanjutnya menurut Dwiyanto (2006 : 50-51 ) ada beberapa indikator
yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik yaitu sebagai
berikut :
a. Produktivitas.
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga
efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai
rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu
sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba
mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan
memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang
diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.
b. Kualitas Layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung semakin menjadi penting dalam
menjelaskan kinerja organisasi pelayaan publik. Banyak pandangan
negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena
ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari
organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap
layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan
utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja
adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia
secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas
pelayanan seringkali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi
publik, akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat
terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu
ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan.

Universitas Sumatera Utara

Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja
organisasi publik.
c. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat.

Secara

singkat

responsivitas

disini

menunjuk

pada

keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu
indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan
kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya,
terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang
rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan
kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan
organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik.
Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya
memiiki kinerja yang jelek pula.
d. Responsibilitas
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi
publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang
benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit
maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu
ketika berbenturan dengan responsivitas.
e. Akuntabilitas
Akuntabilitas Publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan
kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat publik yang dipilih
oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena
dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan
kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep dasar akuntabilitas publik
dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan
organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak.

Universitas Sumatera Utara

Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang
dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target.
Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma
yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki
akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan
nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.
Kumorotomo (Hessel, 2006 : 52) menggunakan beberapa kriteria untuk
dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, antara lain
adalah berikut ini.
1. Efisiensi.
Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi
pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor
produksi serta pertimmbangan yang berasal dari rasionalitas ekonmomis.
Apabila diterapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas,
dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.
2. Efektivitas.
Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut
tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai,
misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.
3. Keadilan
Keadilan

mempertanyakan

distribusi

dan

alokasi

layanan

yang

diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat
kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya
mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilainilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut
pemerataan pembangunan, layanan pada kelompok pinggiran dan
sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.
4. Daya Tanggap
Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta,
organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara
atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria
organisasi

tersebut

secara

keseluruahan

harus

dapat

Universitas Sumatera Utara

dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya
tanggap ini
1.5.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Simanjutak (2005: 52) kinerja dipengaruhi oleh :

1. Kualitas dan kemampuan pegawai. Yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
pendidikan/ pelatihan, etos kerja, motivasi kerja, sikap mental, dan kondisi
fisik pegawai.

2. Sarana pendukung, yaitu hal yang berhubungan dengan lingkungan kerja
(keselamatan kerja, kesehatan kerja, sarana produksi, teknologi) dan hal-hal
yang berhubungan dengan kesejahteraan pegawai (upah/ gaji, jaminan sosial,
keamanan kerja).

3. Supra sarana, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kebijaksanaan
pemerintah dan hubungan industrial manajemen.
Menurut Sedarmayanti (2007:56), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
antara lain :


Sikap dan mental (motivasi kerja, disiplin kerja, dan etika kerja),



Pendidikan,



Keterampilan,



Manajemen kepemimpinan,



Tingkat penghasilan,



Gaji dan kesehatan,



Jaminan sosial,



Iklim kerja,



Sarana dan prasarana,



Teknologi, dan



Kesempatan berprestasi.
Menurut Mathis dan Jackson (Sedarmayanti, 2007:58) dalam pembahasan

mengenai permasalahan kinerja karyawan maka tidak terlepas dari berbagai macam
faktor yang menyertai diantaranya :
1. Faktor kemampuan (ability)
Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ)
dan kemampuan reality (knowledge dan skill) artinya pegawai yang memiliki IQ

Universitas Sumatera Utara

diatas rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka akan lebih mudah mencapai
kinerja diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang
sesuai dengan keahliannya.
2. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi
(situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang
terarah untuk mencapai tujuan kerja.
Menurut Sedarmayanti (2007:70), instrumen pengukuran kinerja merupakan
alat yang dipakai dalam mengukur kinerja individu seorang pegawai yang meliputi,
yaitu :
1. Prestasi Kerja, hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik secara
kualitas maupun kuantitas kerja.
2. Keahlian, tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam
menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam
bentuk kerjasama, komunikasi, insentif, dan lain-lain.
3. Perilaku, sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan
dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku disini juga
mencakup kejujuran, tanggung jawab dan disiplin.
4. Kepemimpinan, merupakan aspek kemampuan manajerial dan seni dalam
memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan
pekerjaan secara tepat dan cepat, termasuk pengambilan keputusan, dan
penentuan prioritas.

Menurut Keban (2004 : 203) untuk melakukan kajian secara lebih
mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penilaian kinerja
di Indonesia, maka perlu melihat beberapa faktor penting sebagai berikut :
1. Kejelasan tuntutan hukum atau peraturan perundangan untuk melakukan
penilaian secara benar dan tepat. Dalam kenyataannya, orang menilai
secara subyektif dan penuh dengan bias tetapi tidak ada suatu aturan
hukum yang mengatur atau mengendaikan perbuatan tersebut.
2. Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan
proses yang sangat menentukan efektivitas penilaian kinerja. Aturan main
menyangkut siapa yang harus menilai, kapan menilai, kriteria apa yang

Universitas Sumatera Utara

digunakan dalam sistem penilaian kinerja sebenarnya diatur dalam
manajemen sumber daya manusia tersebut. Dengan demikian manajemen
sumber daya manusia juga merupakan kunci utama keberhasilan sistem
penilaian kinerja.
3. Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu
organisasi dengan tujuan penilaian kinerja. Apabila paradigma yang dianut
masih berorientasi pada manajemen klasik, maka penilaian selalu bias
kepada pengukuran tabiat atau karakter pihak yang dinilai, sehingga
prestasi yang seharusnya menjadi fokus utama kurang diperhatikan.
4. Komitmen para pemimpin atau manajer organisasi publik terhadap
pentingnya penilaian suatu kinerja. Bila mereka selalu memberikan
komitmen yang tinggi terhadap efektivitas penilaian kinerja, maka para
penilai yang ada dibawah otoritasnya akan selalu berusaha melakukakan
penilaian secara tepat dan benar.
Ruky (Hessel, 2005: 180) mengidentifikasikan faktor-faktor yang
berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai
berikut:
1. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan
untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi,
semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi
tingkat kinerja organisasi tersebut;
2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi;
3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan
ruangan, dan kebersihan;
4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada
dalam organisasi yang bersangkutan;
5. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi
agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organsiasi;
6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi,
imbalan, promosi, dan lain-lainnya.

Universitas Sumatera Utara

1.5.2 Pelayanan
Konsep pelayanan yang diberikan oleh Ivancevich, Loronzi, Skinner dan
Crosby (Winarsih, 2006 : 2) : “Pelayanan adalah Produk-produk yang tidak kasat
mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan
menggunakan peralatan.” Definisi yang lebih rinci juga dijelaskan oleh bronroos
(Winarsih, 2006 : 2) sebagaimana yang dikutip dibawah ini :
“Pelayanan adalah suatu aktifitas atau serangkaian aktifitas yang bersifat
tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya
interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang
disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk
memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.”
Selanjutnya yang dimaksud pelayanan umum menurut Moenir (Hessel,
2005:208) pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang
lain secara langsung. Pelayanan yang diperlukan manusia pada dasarnya ada dua
jenis, yaitu layanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia dan layanan
administratif yang diberikan oleh orang lain selaku anggota organisasi baik itu
organisasi masa atau negara.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sinambela,2006:4) dijelaskan
pelayanan sebagai hal, cara atau hasil pekerjaan melayani. Pelayanan publik juga
dapat diartikan pengabdian serta pelayanan kepada masyarakat berupa usaha yang
dijalankan dan pelayanan itu diberikan dengan memegang teguh syarat-syarat
efisiensi, efektivitas, ekonomis serta manajemen yang baik dalam pelayanan
kepada masyarakat dengan baik dan memuaskan (Lukman, 2006:82).
Menurut Kotler (Sinambela, 2006 : 4), pelayanan adalah setiap kegiatan
yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan
kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Menurut Monir (Pasolong, 2007:128)

pelayanan adalah proses

pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.

Jika

dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas birokrat
terhadap masyarakat (Sinambela, 2008 : 6)
1.5.2.1 Pelayanan Publik
Pelayanan publik menurut Kurniawan (Pasolong, 2007:128) adalah
pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang

Universitas Sumatera Utara

mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan
tatacara yang telah ditetapkan.
Sementara menurut Joko Widodo pelayanan publik yang harus dilakukan
oleh birokrasi adalah suatu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi
masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public service) oleh
birokrasi publik dimaksud untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari
suatu negara kesejahteraan (welfare state).
Definisi pelayanan sendiri menurut Keputusan Mentri Penerapan Aparatur
Negara No.81/1993 adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan
Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan perundang-undangan.
1.5.2.2 Asas dan Tujuan Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna,
penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan berdasarkan
Undang-Undang No. 25 tahun 2009 (pasal 4), yaitu:
1. Kepentingan umum
Artinya, pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan
pribadi dan atau golongan.
2. Kepastian hukum
Artinya, jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan
pelayanan.
3. Kesamaan hak
Artinya, pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender dan status ekonomi.
4. Keseimbangan hak dan kewajiban
Artinya, pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus
dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.
5. Keprofesionalan
Artinya, pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai
dengan bidang tugas.

Universitas Sumatera Utara

6. Partisipatif
Artinya, peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif
Artinya, setiap warga negara memperoleh pelayanan yang adil.
8. Keterbukaan
Artinya, setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan
memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.
9. Akuntabilitas
Artinya,

proses

penyelengaraan

pelayanan

harus

dapat

dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan
Artinya, pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga
tercipta keadilan dalam pelayanan.
11. Ketepatan waktu
Artinya, penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai
dengan standar pelayanan.
12. Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan
Artinya, setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah dan
terjangkau.

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan
masyarakat. Untuk mencapai kepuasaan itu dituntut kualitas pelayanan prima
yang tercermin dari:
1. Transparansi
Yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas

Universitas Sumatera Utara

Yaitu pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
3. Kondisional
Yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektivitas.
4. Partisipatif
Yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak
Yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek
apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain
6. Keseimbangan hak dan kewajiban
Yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi
dan penerima pelayanan publik.

1.5.2.3 Kriteria Pelayanan Publik
Menurut Zethaml & Farmer (Pasolong, 2007 : 133), ada tiga karakteristik
utama tentang pelayanan, yaitu:
1. Intangibility
Pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan hasil pengalaman dan
bukan objeknya.Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung, diukur,
diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Berbeda
dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites
kualitasnya sebelum disampaikan pada pelanggan.
2. Heterogeinity
Pemakai jasa atau klien atau pelanggan memilk kebutuhan yang sangat
heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin mempunyai
prioritas berbeda. Demikian pula performance sering bervariasi dari suatu
prosedur ke prosedur lainnya bahkan dari waktu ke waktu.
3. Inseparability

Universitas Sumatera Utara

Produksi

dan

konsumsi

suatu

pelayanan

tidak

terpisahkan.

Konsekuensinya didalam industri pelayanan kualitas tidak direkayasa
kedalam produksi disektor pabrik kemudian disampaikan kepada
pelanggan. Kualitas terjadi selama interkasi antara klien/pelanggan dengan
penyedia jasa.
Menurut Keputusan MenPAN Nomor 06/1995 tentang Pedoman
Penganugerahan Piala Abdisatyabakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan
Percontohan, sebagaimana tertera pada lampirannya diatur mengenai kriteria
pelayanan masyarakat yang baik, yaitu sebagai berikut:
1. Kesederhanaan
Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur atau tata cara pelayanan
diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit,
mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
pelayanan.
2. Kejelasan dan Kepastian
Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:
a.

Prosedur atau tatacara pelayanan.

b.

Persyaratan pelayanan.

c.

Unit

kerja

dan

atau

pejabat

yang

berwenang

dan

bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan.
d.

Rincian biaya atau tarif pelayanan dan tatacara pembayarannya.

e.

Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

3. Keamanan
Kriteria ini mengandung arti bahwa proses serta hasil pelayanan dapat
memberi rasa aman, kenyamanan, dan dapat memberikan kepastian hukum
bagi masyarakat.
4. Keterbukaan
Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur, tatacara, persyaratan, satuan
kerja/pejabat penanggungjawab pemberi layanan, waktu penyelesaian,
rincian biaya/tarif, serta hal-hal yang berkaitan dengan proses pelayanan
wajib diinformasikan pada masyarakat agar mudah diketahui.
5. Efisien

Universitas Sumatera Utara

Kriteria ini mengandung arti:
a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan
langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk
pelayanan yang diberikan.
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan peryaratan dalam hal
proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan
adanya

kelengkapan

persyaratan

dari

satuan

kerja/instansi

pemerintahan lain yang terkait.
6. Ekonomis
Kriteria ini mengandung arti bahwa biaya pelayanan harus ditetapkan
secara wajar dengan memperhatikan:
a. Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak
menuntut biaya yang terlalu tinggi diluar kewajaran.
b. Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar.
c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Keadilan Merata
Kriteria ini mengandung arti bahwa cakupan/jangkauan pelayanan harus
diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan
diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
8. Ketepatan Waktu
Kriteria ini mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan masyarakat
dapat diselesaikan dalam kurun waktu telah ditentukan.

1.5.2.4 Jenis-Jenis Pelayanan Publik
Bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan
dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu:
1. Pelayanan administratif
Pelayanan yang diberikan olah unit pelayanan berupa pencatatan,
penelitian, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara
keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya
sertifikat, rekomendasi, keterangan, dan lain-lain. Contoh pelayanan ini,

Universitas Sumatera Utara

antara lain : Sertifikat tanah, IMB, pelayanan administrasi kependudukan
(KTP, akte kelahiran, akte kematian), dan lain sebagainya.
2. Pelayanan barang
Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan
dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi termasuk
penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit/individu)
dalam suatu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan
produk akhir berwujud benda atau yang dianggap benda yang memberikan
nilai tambah secara langsung bagi penggunanya. Contoh pelayanan ini,
antara lain: listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon, dan lain
sebagainya.
3. Pelayanan jasa
Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana
serta

penunjangnya.

Pengoperasiannya

berdasarkan

suatu

sistem

pengoperasian tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang
mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis
terpakai dalam jangka waktu tertentu. Contoh pelayanan ini, antara lain :
Pelayanan angkutan darat/air/udara, pelayanan kesehatan, perbankan, pos,
dan lain sebagainya.
Ketiga jenis pelayanan tersebut, orientasinya adalah pelanggan atau
masyarakat (publik). Artinya, kinerja pelayanan publik instansi pemerintah harus
berorientasikan publik sehingga dapat mengubah paradigma aparatur dari
“dilayani” menjadi “melayani”.

Hakikat pelayanan publik adalah pemberian

pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban
aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan
kinerja pelayanan publik senantiasa menyangkut tiga unsur pokok, yaitu : unsur
kelembagaan penyelenggara pelayanan, proses pelayanan serta sumber daya
manusia pemberi layanan. Dalam hubungan ini maka upaya peningkatan kinerja
pelayanan publik senantiasa berkenaan dengan pengembang tiga unsur tersebut
(Surjadi, 2009 : 9).

Universitas Sumatera Utara

1.5.2.5 Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima
pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan penerima
pelayanan.
Berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63 tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik,
standar pelayanan dikembangkan menjadi 14 unsur yang “relevan”, “valid” dan
“reliebel”, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks
kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administrative yang
diperlukan

untuk

mendapatkan

pelayanan

sesuai

dengan

jenis

pelayanannya.
c. Kejelasan tugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas dalam
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung
jawab).
d. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan
tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan pelayanan.
e. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
f. Kecepatan petugas pelayanan, yaitu ti