Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terpisahkan dari
kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi ini merupakan kegiatan yang melibatkan
lebih dari satu individu atau satu organ, oleh sebab itu, pembentuk berjalannya
kegiatan ekonomi adalah organ (individu dan atau korporasi dalam jumlah lebih
dari satu) yang saling membutuhkan dan saling melengkapi dalam proses kegiatan
ekonomi. Para pelaku ekonomi saling berinteraksi hingga terjadinya transaksi
ekonomi.1
Pelaku ekonomi di Indonesia pada hakekatnya sangat bervariasi, baik
mengenai eksistensinya di dalam peraturan kegiatannya maupun kedudukan
institusinya. Pada strata terendah biasanya terdiri dari pelaku ekonomi perorangan
dengan kekuatan modal yang relatif terbatas. Pada strata menengah ke atas dapat
dijumpai beberapa bentuk badan usaha, baik yang bukan badan hukum maupun
yang mempunyai status sebagai badan hukum yaitu Perseroan Terbatas dan
Koperasi sebagai suatu korporasi, Perseroan Terbatas (yang selanjutnya dapat
disebut PT), pasti mempunyai kemampuan untuk lebih mengembangkan dirinya
dibandingkan dengan badan usaha yang lain, terutama yang tidak berbentuk badan
hukum dalam menjalankan perannya sebagai pelaku ekonomi.2


1

Sri Rejeki Hartono, Pengembangan Berbagai Bentuk Korporasi Sebagai Pelaku
Ekonomi di Indonesia, (Paper presented at Makalah Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum
Nasional VIII, Denpasar, 14-18 Juli 2003), hlm. 5.
2
Ibid.

1
Universitas Sumatera Utara

Eksistensi perusahaan sebagai salah satu pelaku ekonomi di Indonesia
tidak dapat dielakkan lagi. Perusahaan sudah menjadi salah satu anggota
komunitas masyarakat. Bahkan hadirnya perusahaan di masyarakat telah membuat
tatanan baru dalam komunitas akar rumput (masyarakat bawah). Tatanan tersebut
dapat berupa tatanan ekonomi maupun tatanan sosiologis. Hadirnya perusahaan
ditengah-tengah masyarakat ini tentunya memainkan peran dalam sistem ekonomi
di Indonesia.3
Perusahaan memiliki peran penting dalam Negara Indonesia, yaitu sebagai

pendukung

pembangunan

perekonomian

nasional

yang

diselenggarakan

berdasarkan demokrasi ekonomi yang bertujuan menjaga keseimbangan,
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Peningkatan pembangunan nasional dan perkembangan kegiatan
ekonomi menyebabkan berkembangnya dunia usaha dan perusahaan. Semakin
banyak usaha yang dibangun menjadi sebuah perusahaan, maka perekonomian
negara menjadi semakin maju. Perusahaan adalah setiap badan usaha yang
menjalankan kegiatan-kegiatan dalam bidang perekonomian secara terus menerus,
bersifat tetap dan terang-terangan dengan tujuan memperoleh keuntungan

dan/atau laba yang dibuktikan dengan catatan (pembukuan).4
Pada masa kini, bentuk-bentuk perusahaan semakin beragam. Salah satu
yang sering didengar adalah perusahaan yang berbentuk sebagai perusahaan grup.

3

Titus Subastian, Peran Perusahaan PT. PMM (Prima Mitrajaya Mandiri) Kelapa Sawit
dalam Peningkatan Ekonomi Masyarakat di Desa Muara Kaman Ilir Kecamatan Muara Kaman
Kabupaten Kutai Kartanegara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman
Samarinda: Jurnal Ilmu Pemerintahan. Vol. 4, No. 3, Oktober 2016, hlm. 2.
4
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2010), hlm. 13.

2
Universitas Sumatera Utara

Perusahaan grup ini dikenal juga dengan istilah holding company. Perusahaan
group ini terdiri dari induk perusahaan dan anak perusahaan. Kemunculan
perusahaan grup ini ditandai oleh perubahan struktur organsiasi perusahaan

tunggal dengan model bisnis yang sederhana menjadi perusahaan grup dengan
model bisnis yang lebih kompleks.5
Holding company atau disebut juga perusahaan induk merupakan sebuah
perusahaan sentral dimana mempunyai tujuan untuk memiliki saham dalam satu
atau lebih perusahaan yang tentunya pada perusahaan lain, untuk mengatur satu
atau berjumlah lebih pada perusahaan lain tersebut. Biasanya, suatu perusahaan
holding memiliki banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis
yang sangat berbeda-beda.6 Atas kewenangan induk perusahaan untuk
mengendalikan anak perusahaan, maka induk perusahaan dianggap menjalankan
fungsi sebagai holding company.7
Berdasarkan ada/tidaknya kegiatan usaha dari induk perusahaan, holding
company dapat dibedakan atas investment dan operating holding company. Pada
investment holding company, induk perusahaan hanya melakukan penyertaan
saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung maupun
kegiatan operasional, sehingga induk perusahaan memperoleh pendapatan hanya
dari dividen yang diberikan oleh anak perusahaan. Sementara itu, pada operating
holding company, induk perusahaan menjalankan kegiatan usaha maupun

5


Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realita Bisnis Peruusahaan Grup di Indonesi, (Jakarta:
Erlangga, 2010), hlm. 31.
6
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Seri Hukum Dagang, Perusahaan Kelompok (Group
Company /Concern), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1997), hlm. 7.
7
Sulistiowati, Tanggungjawab Hukum pada Perusahaan Grup di Indonesia, (Jakarta:
Erlangga, 2013), hlm. 23.

3
Universitas Sumatera Utara

mengendalikan anak perusahaan. Kegiatan usaha induk perusahaan biasanya akan
menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh induk perusahaan tersebut.8
Dalam perkembangannya, hukum perusahaan saat ini sudah sedemikian
pesat, yang hingga dampak prakteknya dapat ditemui perusahaaan-perusahaan
berskala besar yang tidak lagi dijalankan melalui bentuk perusahaan tunggal,
melainkan dalam bentuk perusahaan group. Berbagai bentuk perusahaan group di
Indonesia dapat ditemui seperti Perusahaan Group Semen Gresik, Group Astra,
Group Bakrie, Group Bhaktie, Group Mnc dan lain sebagainya.9

Namun demikian, keberadaan holding company dalam perusahaan group
di Indonesia ternyata belum menjadi justifikasi pengakuan yuridis terhadap status
perusahaan group dengan badan hukum lainnya. Perusahaan group hanya
mengacu pada realitas bisnis tergabungnya perusahaan-perusahaan untuk
membentuk perusahaan group sebagai suatu kesatuan ekonomi. Sehingga
pembentukan holding company tersebut dibalik tujuan yang baik, ternyata dapat
juga pemanfaatan keadaan hukum dalam menjalankan kegiatan usahanya.10
Keberadaan holding company tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia dimana kerangka pengaturan terhadap
perseroan grup (holding) masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal.
Artinya, pengaturan mengenai perseroan yang tergabung dalam konstruksi
perusahaan grup menjadi bagian dari hukum perseroan. Ketentuan dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (yang selanjutnya
8

Sulistiowati, op.cit, hlm. 23.
Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, (Jakarta:
Erlangga, 2010), hlm. 3.
10
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law, (Bandung : Citra Aditya,
2014), hlm. 23.

9

4
Universitas Sumatera Utara

dapat disebut “UUPT”) dapat dijadikan rujukan yuridis, yaitu Pasal 7 ayat (1) jo
Pasal 1 angka 1, yang dalam ketentuannya memberikan hak konstitusional bagi
orang perorangan ataupun badan hukum untuk mendirikan sebuah perusahaan
baru dengan syarat didirikan oleh minimal dua orang.11
Dengan demikian, holding company yang merupakan perusahaan induk
jarang sekali untuk bisa ditembus pertanggung jawabannya, karena didalam
UUPT belum diatur secara lebih spesifik, maka dari itu perlu untuk memahami
dan mengkaji lebih dalam lagi konstruksi apa yang digunakan untuk menjerat
tindakan hukum anak perusahaan yang tentunya berhubungan dengan holding
company dalam melakukan kejahatan atau pelanggaran di tatanan hukum
perusahaan Indonesia. Adapun untuk melakukan pendekatan agar holding
company dapat bertanggung jawab adalah melirik sebuah teori piercing the
corporate veil yang semestinya didalam perusahaan haruslah dapat benar-benar
diterapkan, agar tentunya mendapatkan kebenaran materil maupun formil
mengenai suatu permasalahan kejahatan atau pelanggaran suatu korporasi. Makna

dalam piercing the corporate veil memiliki arti penyingkapan tirai atau
penerobosan terbatas perusahaan yang hampir disemua sistem hukum modern
mengadopsi teori ini, namun yang membedakan adalah pengakuan derajat dan
variasi dari pengaplikasiannya.12
Akan tetapi, tanggungjawab induk perusahaan sebagai pemegang saham
anak perusahaan tidaklah benar-benar terbatas. Pasal 3 ayat (2) UUPT telah
mengatur mengenai hapusnya tanggungjawab terbatas dari pemegang saham
11
12

Tuti Rastuti, op.cit, hlm. 100.
Munir Fuady, op.cit, hlm. 1.

5
Universitas Sumatera Utara

terhadap tanggungjawab hukum suatu perusahaan. Pasal 3 ayat (2) UUPT
mengatur bahwa hapusnya tanggungjawab terbatas pemegang saham perseroan
disebabkan oleh adanya perbuatan hukum, itikad tidak baik maupun kerugian
pada perseroan. Hapusnya tanggungjawab terbatas pemegang saham perseroan

dikenal sebagai piercing the corporate veil. Piercing the corporate veil di negaranegara common law berbentuk doktrin karena tidak diatur dalam suatu peraturan
perundang-undangan tertentu. Sementara itu, dimasukannya piercing the
corporate veil dalam UUPT menunjukkan bahwa Indonesia telah mengadaptasi
doktrin piercing the corporate veil menjadi prinsip hukum dalam UUPT.13
Penerapan piercing the corporate veil tidak hanya dapat dilakukan oleh
pemegang saham perseroan, melainkan juga oleh setiap pihak yang dalam
kedudukannya memungkinkan terjadinya penyimpangan atau dilakukannya halhal yang dapat, atau dilakukannya hal-hal yang sepatutnya dilakukan, yang
bermuara pada terjadinya kerugian bagi perseroan, sehingga perseroan tidak dapat
atau tidak sanggup lagi memenuhi seluruh kewajibannya. Artinya, pengurus
perseroan dapat dimintakan pertanggungjawaban pribadinya, atas kerugian
perseroan.14
Maka dari itu perlu untuk memahami dan mengkaji lebih dalam lagi
konstruksi hukum yang dapat digunakan untuk menjerat tindakan hukum anak
perusahaan yang tentunya berhubungan dengan holding company dalam
melakukan kejahatan atau pelanggaran di tatanan hukum perusahaan Indonesia15

13

Sulistiowati, op.cit, hlm. 8.
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, (Jakarta :

Forum Sahabat, 2008), hlm. 27.
15
Munir Fuuady, op.cit, hlm. 1.
14

6
Universitas Sumatera Utara

dalam hal ini dengan menggunakan teori piercing the corporate veil untuk
menjembatani kepentingan ekonomi dan bentuk jamak yuridis dari suatu holding
company tersebut.16
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka teori piercing the corporate veil
menurut penulis menarik untuk dipahami dan dikaji lebih dalam lagi untuk
mencapai suatu filosofi hukum tercapainya keadilan. Atas dasar pertimbangan
tersebut, penulis memilih penulisan skripsi dengan judul: “Penerapan Prinsip
Piercing The Corporate Veil terhadap Holding Company dalam Tindakan
Hukum Anak Perusahaan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas”.
B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini adalah:

1.

Bagaimana hubungan hukum antara holding company dan anak
perusahaan di Indonesia?

2. Apakah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengatur penerapan
prinsip piercing the corporate veil?
3. Apakah holding company bertanggung jawab atas tindakan hukum anak
perusahaan?
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas
maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
16

Try Widiyono, Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the
Corporate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif Kedepannya, (Jakarta: Fakultas
Hukum Universitas Islam Jakarta, Lex Jurnalica, hlm. 28.

7
Universitas Sumatera Utara

a. Untuk mengetahui hubungan hukum antara holding company dan anak
perusahaan di Indonesia.
b. Untuk mengetahui penerapan prinsip piercing the corporate veil
berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
c. Untuk mengetahui tanggung jawab holding company atas tindakan
hukum anak perusahaan.
2. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam aspek
teoritis maupun aspek praktis.
a. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangsih ilmu pengetahuan dan saran pemikiran di bidang hukum
perusahaan khususnya mengenai penerapan prinsip piercing the
corporate veil terhadap holding company atas tindakan hukum anak
perusahaan guna menjaga keseimbangan dan menimalisasi terjadinya
penyimpangan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya
di Indonesia.
b. Manfaat praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman dan
sudut pandang kepada masyarakat tentang upaya mewujudkan keadilan
dalam perkara bisnis terkait kegiatan perusahaan yang seyogyanya
tidak diperbolehkan melakukan perbuatan melawan hokum, sekaligus
sebagai saran bagi pemerintah tentang pentingnya untuk merevisi

8
Universitas Sumatera Utara

peraturan perundang-undangan khusunya tentang badan hukum
terutama PT mengenai holding company.

D. Keaslian Penulisan
Skripsi “Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil terhadap Holding
Company dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau dari UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”, yang diangkat
menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Untuk mengetahui keaslian penulisan, dilakukan penelusuran terhadap
berbagai judul skrispi yang tercatat pada katalog skripsi Program Kekhususan
Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan tidak
ditemukan judul yang sama. Melalui surat tertanggal 10 Mei 2017 yang
dikeluarkan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara / Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama
ditemukan dalam Arsip Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari penulis dengan
masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian yang
dimaksud. Namun, skripsi ini juga tidak lepas dari beberapa sumber maupun
tulisan terdahulu yang menjadi inspirasi, referensi dan tolak ukur bagi penulis
dalam pengerjaan skripsi ini. Untuk itu, penulis dengan rendah hati ingin berterma
kasih dengan mencantumkan nama penulis serta judul tulisan sebagai bentuk

9
Universitas Sumatera Utara

penghargaan kepada para penulis yang membahas seputar topik terkait yang juga
dibahas dalam penulisan skripsi ini, diantaranya sebagai berikut:
1. Rustamaji Purnomo (Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Medan Tahun 2008)

dengan judul “Penerapan Doktrin Piercing The

Corporate Veil pada Perseroan Terbatas (Studi Kasus PT. Djaya Tunggal
dan PT. Bank Perkembangan Asia)”
2. Muhammad Syafii (Program Studi Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2016)
dengan juudul “Piercing The Corporate Veil terhadap Holding Company
dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan”
3. Ratna Yuliani (Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Tahun 2013) dengan judul “Tanggung Jawab Induk Perusahaan terhadap
Anak Perusahaan Dalam Suatu Perusahaan Kelompok”
Penulisan skripsi ini juga bersumber dari beberapa karya tulis penulis lain
baik yang dipublikasikan maupun tidak, sehingga telah diberikan penghargaan
dengan mengutip nama penulis secara lengkap dan benar, baik pada catatan kaki
maupun pada daftar pustaka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh penulis.

E. Tinjauan Kepustakaan
Adapun judul yang dikemukakan penulis adalah “Penerapan Prinsip
Piercing The Corporate Veil terhadap Holding Company dalam Tindakan
Hukum Anak Perusahaan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun

10
Universitas Sumatera Utara

2007

Tentang Perseroan Terbatas”, maka sebelum diuraikan lebih lanjut

terlebih dahulu penulis akan memberikan penjelasan tentang judul dengan maksud
untuk menghindarkan dari kesalahpahaman dan memberikan batasan yang jelas.
1.

Penerapan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “penerapan” memiliki arti

“proses”, “cara”

yang bertujuan untuk “menerapkan (menjadikan atau

menyebabkan perbuatan penerapan)”. 17
2.

Prinsip
Kata ”prinsip” memiliki arti “asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar

berpikir, bertindak, dan sebagainya); dasar.”18
3.

Piercing the Corporate Veil
Penyingkapan tabir perusahaan atau dalam bahasa inggris disebut piercing

the corporate veil merupakan suatu teori yang digunakan untuk menembus prinsip
tanggung jawab terbatas yang ada pada perusahaan. Dengan berlakunya UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, teori tersebut secara
sah diakui dalam ranah Hukum Indonesia yang diarahkan kepada pihak pemegang
saham, direksi, bahkan dalam hal yang sangat khusus juga terhadap dewan
komisaris dari suatu perseroan terbatas19
Dalam ilmu hukum perusahaan, istilah piercing the corporate law
merupakan suatu doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk

17

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 1996), hlm. 1506.
18
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahsa Indonesia Moderen, (Jakarta : Pustaka Amani,
2000), hlm. 273.
19
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2000) hlm. 11.

11
Universitas Sumatera Utara

membebani tanggung jawab ke pundak orang atau perusahaan lain, atas perbuatan
hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku (badan hukum), tanpa
melihat kepada fakta bahwa perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh
perseroan pelaku tersebut. 20
Menurut Black's Law Dictionary 7th edition, piercing the corporate
veil adalah
“The judicial act of imposing personal liability on otherwise immune
corporate officers, directors, and shareholders for the corporation's
wrongful acts.”
"Tindakan peradilan untuk memberlakukan tanggung jawab pribadi
terhadap pejabat perusahaan, direktur, dan pemegang saham perusahaan
yang salah, atas tindakan salah korporasi."

Prinsip piercing the corporate veil ini berkaitan dengan prinsip tanggung
jawab terbatas yang dianut oleh PT. Dalam suatu PT, tanggung jawab dari
pemegang saham, direksi dan komisaris atas perbuatan PT dibatasi. Dalam hal
seperti ini pengadilan akan mengabaikan status badan hukum dari perusahaan
tersebut serta membebankan tanggung jawab kepada pihak “pribadi” dan “pelaku”
dari perseroan tersebut dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab terbatas dari
perseroan sebagai badan hukum yang biasanya dinikmati oleh mereka.21
Prinsip piercing the corporate veil ini diadopsi dalam UUPT, yaitu dalam:
1.

Pasal 3 ayat (2), yang mengatur mengenai pengecualian tanggung
jawab terbatas pada pemegang saham dalam PT:
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku

apabila:
20
21

Ibid.
Munir Fuady, op.cit., hlm. 7.

12
Universitas Sumatera Utara

a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum ata tidak
terpenuhi;
b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan sematamata untuk kepentingan pribadi;
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan
melawan hukum yang dilakukan perseroan; atau
d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung

secara

melawan

hukum

menggunakan

kekayaan

perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak
cukup untuk melunasi utang perseroan.
2.

Pasal 104, tentang pengecualian tanggung jawab terbatas dewan
direksi dalam hal kepailitan yang terjadi karena kesalahan atau
kelalaian direksi.

3.

Pasal 115, tentang pengecualian tanggung jawab terbatas dewan
komisaris dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian
dewan komisaris melakukan pengawasan terhadap pengurusan
perseroan.22

Shanti Rachmadsyah, “Hukum Perusahaan”, Diakses dari http://www.
hukumonline.com/klinik/detail//lt4bf2cc7d1817b/hukum-perusahaan, pada tanggal 19 Juni 2017,
pukul 01:48 WIB.
22

13
Universitas Sumatera Utara

4.

Holding Company
Holding company atau disebut juga perusahaan induk dalam bahasa

Indonesia adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam
satu atau lebih perusahaan lain, dan dapat mengendalikan semua jalannya proses
usaha tersebut pada setiap badan usaha yang telah dikuasai sahamnya. Dengan
melakukan pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan, diharapkan
tercapainya tujuan peningkatan atau penciptaan nilai pasar perusahaan (market
value creation) berdasarkan lini bisnis perusahaan. Perusahaan induk sering juga
disebut dengan holding company, parent company, atau controlling company.
Biasanya (walaupun tidak selamanya), suatu Perusahaan induk memiliki banyak
perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang sangat berbedabeda.23
5.

Tindakan Hukum
Tindakan hukum atau perbuatan hukum adalah segala perbuatan manusia

yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak-hak dan
kewajiban. Perbuatan hukum terdiri atas:24
a. Perbuatan hukum sepihak
Perbuatan hukum sepihak ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
pihak saja tetapi memunculkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula.
Misalnya: pembuatan surat wasiat (Pasal 875 KUH Perdata), pemberian hibah
suatu benda (Pasal 1666 KUH Perdata).

23

Abriget, Black’s Law Dictionary 7th St. (Paull Minnesotta: West Publishing Co, 2000),

hlm. 242.
24

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23.

14
Universitas Sumatera Utara

b. Perbuatan hukum dua pihak
Perbuatan hukum dua pihak ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua pihak tersebut.
Misalnya: persetujuan jual beli (Pasal 1457 KUH Perdata), perjanjian sewamenyewa (Pasal 1548 KUH Perdata).
6.

Anak Perusahaan
Anak Perusahaan (subsidiary corporation), yaitu suatu anak perusahaan

dimana persentase kepemilikan saham oleh induk perusahaan adalah mayoritas,
umumnya melebihi 50% dari saham anak perusahaan. Pengendalian yang
dilakukan oleh induk perusahaan antara lain kewenangan untuk mengusulkan
kepada Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) mengenai
susunan pengurus perseroan melalui RUPS atau kebijakan yang dianggap penting
bagi perusahaan.25

F. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
dapat diuraikan sebagai berikut:
1.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam

pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum
normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang

Hukum Perseroan Terbatas, “Pengetahuuan Hukum Perseroan Terbatas dan
Permasalahannya
di
Indonesia:
Pengendaliian
Perseroan
Terbatas”,
http://www.hukumperseroanterbatas.com/direksi-perusahaan/pengendalian-perseroan-terbatas/,
(diakses pada tanggal 30 Mei 2017, pukul 13.46 WIB).
25

15
Universitas Sumatera Utara

tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder yang lebih dikenal dengan nama
dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.26
Penelitian hukum ini menggunakan penelitian hukum normatif karena penulis
mengumpulkan dan menganalisa hukum yang berlaku tentang pelanggaran
kontrak secara material yang berasal dari bahan hukum primer, sekunder dan
tersier.
2.

Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah bahan hukum

primer, sekunder dan tersier.
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat,
seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai peraturan
hukum nasional yang mengikat, antara lain:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
3) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan (“UU Wajib Daftar Perusahaan)
5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
(“UUPT 1995”).
6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (“UUPT”)
26

Soerjono Soekamto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2010), hlm. 33.

16
Universitas Sumatera Utara

7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (“UU
Pasar Modal).
8) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat)
9) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) (UU
Kepailitan dan PKPU)
10) Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
(UU Dokumen Perusahaan)
11) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badang Usaha Milik
Negara (“UU BUMN”).
12) Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (“UU
Perbankan”)
13) Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan (“UU OJK”)
14) Peraturan

Pemerintah

Nomor

37

Tahun

1998

tentang

1995

tentang

Penggabungan, Peleburan dan Pengambilan Saham
15) Peraturan

Pemerintah

Nomor

45

Tahun

Penyelenggaraan Kegiatan di Pasar Modal
16) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara
Pemeriksaan di Pasar Modal.

17
Universitas Sumatera Utara

b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum
primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, tulisan
ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang berkaitan
dengan materi penulisan skripsi ini.
c. Bahan hukum tersier
Petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder yang berasal dari kamus hukum, ensiklopedia, majalah
dan sebagainya.
3.

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah metode library research (penelitian kepustakaan),

yaitu teknik

pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,
literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya
dengan masalah yang dipecahkan.27
4.

Analisis Data
Data primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis,

kemudian dianalisis dengan menggunkan metode deduktif dan induktif. Metode
deduktif dilakukan dengan cara analisis dari kesimpulan umum dan generalisasi
yang diuraikan menjadi contoh kongkrit atau fakta untuk menjelaskan
kesimpulan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan cara menerjemahkan

27

Tampil Anshari Siregar, Metedologi Penelitian Hukum, (Medan : Pustaka Bangsa
Press, 2005), hlm. 21.

18
Universitas Sumatera Utara

berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga
diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan pertanyaan penelitian.28

G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam lima bab dan tiap-tiap bab berbagi atas
beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari
skripsi ini:
Bab I mengenai pendahuluan merupakan gambaran umum yang berisi
tentang Latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II mengenai tinjauan hukum terhadap holding company dan anak
perusahaan di Indonesia. Berisikan tentang pengaturan hukum perusahaan di
Indonesia, dasar hukum holding company di Indoensia dan hubungan hukum
antara holding company dan anak perusahaan.
Bab III mengenai penerapan prinsip piercing the corporate veil dalam
perseroan terbatas. Berisikan tentang sejarah prinsip piercing the corporate veil,
pengaturan prinsip piercing the corporate veil dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 dan penerapan piercing the corporate veil dalam peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan perseroan terbatas.
Bab IV mengenai tanggungjawab holding company dalam tindakan
hukum anak perusahaan. Bab ini berisi tentang penerapan prinsip piercing the
corporate veil dalam tindakan hukum anak perusahaan, dampak penerapan prinsip
piercing the corporate veil dalam perseroan terbatas dan bentuk tanggung jawab
28

Ibid., hlm. 103.

19
Universitas Sumatera Utara

holding company terhadap tindakan hukum anak perusahaan setelah diterapkan
prinsip piercing the corporate veil.
Bab V mengenai kesimpulan dan saran merupakan bab penutup dari
seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat
berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

20
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 25 16

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

1 40 16

Analisis Hukum Mengenai Penerapan Asas Piercing The Corporate Veil Atas Tanggung Jawab Direksi Pada Sebuah Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 19 68

PIERCING THE CORPORATE VEIL TERHADAP HOLDING COMPANY DALAM TINDAKAN HUKUM ANAK PERUSAHAAN

8 51 258

EKSISTENSI DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI ATAS TERJADINYA KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS.

0 0 13

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 10

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 1

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 20

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Chapter III V

0 0 67

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 1 7