Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB II
TINJAUAN HUKUM TERHADAP HOLDING COMPANY DAN ANAK
PERUSAHAAN

A. Pengaturan Hukum Perusahaan di Indonesia
Perusahaan merupakan pengertian ekonomis yang banyak dipakai dalam
kegiatan usaha dan pekerjaan kehidupan sehari-hari. Istilah perusahaan baru
timbul kemudian, dimana sebelumnya lazim disebut dengan perdagangan,
sehingga pada saat itu timbulah istilah hukum dagang. Hukum dagang merupakan
hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.29
Perkembangan dunia perdagangan menyebabkan berkembangnya pula
pengertian perusahaan yang menyangkut bentuk usaha dan bidang kegiatan
usahanya. Dalam perkembangan ini munculah apa yang disebut hukum
perusahaan. Pengaturan dari hukum perusahaan ini diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata (selanjutnya dapat disebut KUHPerdata), Kitab UndangUndang Hukum Dagang (selanjutnya dapat disebut KUHD) dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Hukum perusahaan adalah hukum yang mengatur tentang seluk-beluk
perusahan yang berkaitan dengan bentuk hukum perusahaan.30 Atau dengan kata
lain, hukum perusahaan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur

29


Chatamarrasjid. Menyingkap Tabir Perseroan. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2000), hlm. 48.
30
Soedargo S. Gautama, Komala Lumanau, Liz Asnahwati. Ikhtisar Hukum Perseroan
Berbagai Negara Yang Penting Bagi Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 26.

21
Universitas Sumatera Utara

22

mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha.31 Hukum perusahaan merupakan
ketentuan khusus yang bersumber dari beberapa bab dalam KUHPerdata dan
KUHD merupakan sumber perikatan (kodifikasi) ditambah dengan peraturan
perundangan lainnya yang mengatur tentang perusahaan, yaitu hukum tertulis
yang belum dikodifikasi yang diatur di luar KUHD dan KUHPerdata.32
Pada awalnya ketentuan mengenai perseoran terbatas diatur dalam Pasal
36-56 KUHD yaitu kodifikasi hukum dagang, spesialis dari KUHPerdata yang
mulai berlaku sejak tahun 1847 dan kemudian tetap mempunyai daya berlaku
melalui Pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut “UUD 1945”) sampai dengan saat
mulai berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas (selanjutnya dapat disebut “UUPT 1995”).
Berbeda dengan firma (Fa) ataupun persekutuan komanditer (CV), yang
hingga kini pengaturan serta praktiknya tetap bersumber, baik pada KUHD
maupun KUHPerdata mengenai hukum perusahaan tidak lagi dipergunakan
KUHD. Setelah era KUHD, semula berlaku UUPT, yang disahkan pada 7 Maret
1995 dan mulai berlaku pada 7 Maret 1996, dimana ditentukan bahwa peraturan
yang ada sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi dan dengan adanya kesatuan

31

Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, (Bandung :
Nuansa Aulia, 2006), hlm. 31.
32
Undang-undang PT. Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan, Undang-undang
BUMN, Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang perbankan, Undang-undang Usaha
Perasuransian, Undang-undang Kepailitan dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


23

dan kepastian hukum mengenai perusahaan yang dapat melindungi kepentingan
pemegang saham, kepentingan umum dan kepentingan perusahaan itu sendiri.33
Pengaturan hukum perusahaan dalam KUHPerdata sebagian besar terletak
pada Buku III tentang Perikatan. Masuknya hukum perusahaan ke dalam hukum
perikatan, karena hukum perusahaan mengatur juga perikatan-perikatan yang
timbul dari lapangan harta kekayaan yang bersumber dari perjanjian, misalnya:
jual beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, check, firma (Fa),
persekutuan komanditer (CV), PT dan sebagainya.34
Beberapa ketentuan yang berlaku dalam hukum perusahaan merupakan
peraturan-perauran hukum yang masih baru. Ketentuan tersebut merupakan
ketentuan khusus terhadap ketentuan KUHD yang bersifat umum, sebagaimana
kedudukan hukum perdata (KUHPerdata) yang bersifat lex generalis, demikian
pula hukum perusahaan merupakan hukum khusus terhadap hukum dagang.
Bentuk dalam Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPerdata. Firma (Fa) dan
persekutuan komanditer (CV) diatur dalam KUHD, PT diatur dalam UUPT,
koperasi diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Yayasan diatur
dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003. Perusahaan berbentuk Badan

Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut “BUMN”) diatur dalam Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2003. Firma (Fa) dan persekutuan komanditer CV adalah bukan
badan hukum, sedangkan PT, Koperasi, Yayasan dan BUMN (Perum dan Persero)
adalah badan hukum.

33

Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas serta Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2013), hlm. 3.
34
C.S.T. Kansil, dan Christine S.T. Kansil. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum
Dalam Ekonomi) Bagian 1. (Jakarta:Pradnya Paramita, 2005), hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara

24

Berdasarkan KUHD terdapat beberapa jenis perseroan yang ada, yaitu
firma (Fa), diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD; persukutuan
komanditer (CV), diatur dalam Pasal 19 sampai dengan 21 KUHD. Sementara itu

pengaturan PT yang pada awalnya terdapat dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal
56 KUHD telah dihapus karena dalam perkembangannya ketentuan-ketentuan
dalam KUHD tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan
kebutuhan masyarakat sebagai akibat dari pertumbuhan keadaan ekonomi serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat, terutama
dalam era globalisasi seperti saat ini.35
Selain pengaturan dalam KUHPerdata dan KUHD, hukum perusahaan
juga diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait
dengan hukum perusahaan sebagai pedoman bagi masyarakat dalam menjalankan
usaha bisnisnya yaitu sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; UndangUndang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan; dan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.36
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perusahaan dan
menjadi pula sumber hukum antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan,
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, berikut
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
35
36


Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hlm. 36.
Indra Fauzi, Tanya Jawab Hukum Perusahaan, (Jakarta : Visimedia, 2009), hlm. 41.

Universitas Sumatera Utara

25

Kegiatan di Bidang Pasal Modal serta Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
berikut

Peraturan

Pemerintah

Nomor


37

Tahun

1998

tentang

Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Saham
7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan
9. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.37
Pengaturan hukum perusahaan di atas merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang
saling berkaitan dalam penerapannya. Pengaturan yang ada dalam KUHPerdata
adalah ketentuan-ketentuan yang bersifat umum, sedangkan ketentuan dalam
KUHD bersifat khusus sehingga dalam hubungan ini berlaku asas “lex specialis
derogate legi generali” yaitu hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan

hukum yang bersifat umum, dengan demikian berarti jika KUHD telah mengatur
secara khusus ketentuan tentang perusahaan, maka ketentuan dalam KUHPerdata

37

Ibid, hlm. 10-11.

Universitas Sumatera Utara

26

tidak berlaku lagi, tapi bila dalam KUHD belum diatur maka ketentuan tentang
perusahaan tersebut tunduk kepada aturan KUHPerdata.38
Demikian pula halnya dengan peraturan-peraturan lainnya tentang hukum
perusahaan yang ada di luar KUHPerdata dan KUHD. Peraturan-peraturan
tersebut bersifat khusus yang mengatur tentang bentuk usaha dan kegiatan usaha
perusahaan sehingga apabila telah diatur dalam peraturan-peraturan yang bersifat
khusus tersebut, maka ketentuan dalam KUHPerdata dan KUHD tidak berlaku
lagi.39
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen

Perusahaan, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan
secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau
laba, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.40
Menurut Kurniawan, hukum perusahaan adalah keseluruhan aturan hukum
yang mengatur tentang bentuk usaha dan jenis usaha.41 Bentuk usaha adalah
organisasi atau badan usaha yang menjadi wadah penggerak setiap jenis usaha
yang disebut bentuk hukum perusahaan. Dalam terminologi Inggris, bentuk usaha
atau bentuk hukum perusahaan disebut company atau corporation. Bentuk hukum
perusahaan diatur/diakui oleh undang-undang, baik yang bersifat perseorangan,
38

R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan.
(Jakarta : Rajawali Pers, 2007), hlm. 8.
39
Handri Raharjo, op.cit, hlm 40.
40
Indonesia (Dokumen Perusahaan, Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan, UU
No. 8 Tahun 1997, LN Tahun 1997 Nomor 18, TLN Nomor 3674.

41
Kurniawan, Hukum Perusahaan : Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan
Tidak Berbadan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2014, hlm. 9.

Universitas Sumatera Utara

27

persekutuan orang atau persekutuan modal, baik yang berbentuk badan hukum
maupun yang bukan badan hukum.42 Bentuk hukum perusahaan dapat diketahui
melalui anggaran dasar perusahaan yang disusun oleh pengusaha, yang dituangkan
dalam akta pendirian perusahaan yang dibuat di muka notaris.43 Kemudian jenis
usaha merupakan kegiatan yang meliputi bidang perindustrian, perdagangan,
pertanian, ekstratif, jasa serta pembiayaan.44

B. Dasar Hukum Holding Company di Indoensia
Holding company atau disebut juga perusahaan induk dalam bahasa
Indonesia adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam
satu atau lebih perusahaan lain, dan dapat mengendalikan semua jalannya proses
usaha tersebut pada setiap badan usaha yang telah dikuasai sahamnya. Dengan

melakukan pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan, diharapkan
tercapainya tujuan peningkatan atau penciptaan nilai pasar perusahaan (market
value creation) berdasarkan lini bisnis perusahaan. Perusahaan induk sering juga
disebut dengan holding company, parent company, atau controlling company.
Biasanya (walaupun tidak selamanya), suatu perusahaan induk memiliki banyak
perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang sangat berbedabeda.45
Menurut Munir Fuady perusahaan holding sering juga disebut dengan
holding company, parent company, atau controlling company. Munir Fuady

42

Tuti Rastuti, op.cit, hlm 11.
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2010), hlm. 84.
44
Tuti Rastuti, op.cit, hlm. 11.
45
Abriget, op.cit, hlm. 242.
43

Universitas Sumatera Utara

28

mengartikan holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk
memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain atau mengatur satu atau
lebih perusahaan lain tersebut.46 Holding company ialah suatu badan usha yang
didirikan dengan tujuan untuk menguasai sebagian besar saham dari badan usaha
yang akan dipengaruhinya.47
Sehubungan dengan belum lengkapnya ketentuan hukum di Indonesia
yang mengatur holding company, maka untuk dapat mencari dasar hukumnya
dapat ditemukan tersirat di dalam KUHPerdata dan KUHD. Perusahaan adalah
suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam KUHD, namun KUHD
sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun penjelasan resmi tentang
perusahaan.
1.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal48
Undang-undang ini mengartikan mengenai pengertian afiliasi, yaitu pada

Pasal 1 butir 1 dimana salah satu hubungan yang dianggap sebagai afiliasi adalah
hubungan antara dua perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi
atau dewan komisaris yang sama, hubungan antara perusahaan dari pihak, baik
langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh
perusahaan tersebut, hubungan antara dua perusahaan yang dikendalikan baik
langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang sama, serta hubungan antara
perusahaan dan pemegang saham utama.

46

Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1999), hlm. 84.
47
Komaruddin, Ekonomi Perusahaan dan Manajemen, (Bandung: Alumni, 2009), hlm.
161.
48
Indonesia (Pasar Modal), Undang-Undang Tentang Pasar Modal, UU No.8 Tahun
1995, LN Nomor 64 Tahun 1995, TLN Nomor 3608.

Universitas Sumatera Utara

29

2.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat49
Holding company dan tidak terdapat ketentuan yang mengatur secara

khusus mengenai holding company di Indonesia. Muncul keraguan bahwa “pelaku
usaha” yang dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam Pasal 1
angka 5 yang merumuskan definisi pelaku usaha yaitu “setiap orang perorangan
atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”,
termasuk pula holding company atau tidak.50
Apabila dikatakan bahwa holding company termasuk dalam konteks
pengertian “pelaku usaha” dalam undang-undang tersebut maka holding company
di Indonesia haruslah memenuhi unsur-unsur pelaku usaha dan bila dipandang
bahwa holding company sebagai pemegang saham dalam perseroan maka harus
turut pula bertanggungjawab atas perbuatan anak perusahaanya sesuai dengan
ketentuan dalam UUPT.51

49

Indonesia (Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat), Undangundang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No.5 Tahun
1999, LN Nomor 33 Tahun 1999, TLN Nomor 3817.
50
Pocut Eliza, Analisis Dan Evaluasi Hukum Mengenai Peningkatan Peran Badan Usaha
Milik Negara Sebagai Agen Pembangunan Di Bidang Pangan, Infrastruktur dan Perumahan,
(Jakarta ; Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2016), hlm. 85.
51
Ery Maha Putra, I Dewa Made Suartha & I Made Dedy Priyanto, Tanggung Jawab
Holding Company (Induk Perusahaan) Terhadap anak Perusahaan Dalam Larangan Praktek
Monopoli Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Jurnal Hukum Bisnis Vo.2 No.6 tahun
2013.

Universitas Sumatera Utara

30

Bila pelaku usaha terbukti melakukan perbuatan pelanggaran terhadap
ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat maka Komisi Pengawas Persaingan
Usaha sebagai komisi yang mengawasi pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut
memiliki kewewenangan untuk mejatuhkan sanksi berupa tindakan adiministratif
terhadap pelaku usaha. Tindakan administratif tersebut sanksi atas perbuatan
melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terdiri atas dua
pidana pokok yang diatur dalam Pasal 48 dan pidana tambahan dalam Pasal 49.52
Holding company dalam kedudukan sebagai pelaku usaha dapat dituntut
untuk untuk memenuhi kewajiban sebagai pelaku usaha di Indonesia dengan
konsekuensi yuridis yang diatur dalam undang-undang dan bertanggungjawab atas
perbuatan anak perusahaannya yang melakukan perbuatan praktek monopoli lewat
pertanggungjawaban renteng.53
3.

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Pengurus
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)54
Setiap orang juga dapat dinyatakan pailit sepanjang memenuhi ketentuan

dalam Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan dan Pengurus Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) (yang selanjutnya disebut “UU Kepailtan dan
PKPU”). Debitur secara terbukti memenuhi syarat di atas dapat dinyatakan pailit,

Arifin Ma’ruf, Pelanggaran Persaingan Usaha dan Problematika Eksekusi Atas Putusan
KPPU, Supremasi Hukum Vol. 5, No. 2, Desember 2016, hlm.104.
53
Munir Fuady, op.cit, hlm. 93.
54
Indonesia (Kepailitan dan PKPU), Undang-undang Tentang Kepailitan dan Pengurus
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), UU No.37 Tahun 2004, LN Nomor 131 Tahun
2004, TLN Nomor 4443.
52

Universitas Sumatera Utara

31

baik debitur perorangan maupun badan hukum. Menurut Imran Nating, pihak
yang dapat dinyatakan pailit antara lain:55
a. Orang perorangan yakni baik laki-laki maupun, menjalankan perusahaan
atau tidak, yang telah menikah maupun yang belum menikah. Jika
permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitur perorangan
yang telah menikah, permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas
persetujuan suami atau istrinya, kecuali antara suami istri tersebut tidak
ada pencampuran harta.
b. Harta peninggalan (warisan) yakni harta warisan dari seseorang yang
meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal
dunia itu semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar
utangnya, atau harta warisannya pada pada saat meninggal dunia si
pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya. Dengan demikian,
debitur yang telah meninggal dunia masih saja dinyatakan pailit atas harta
kekayaannya apabila ada kreditor yang mengajukan permohonan tersebut.
Akan tetapi permohonan tidak ditujukan bagi para ahli waris.
c. Perkumpulan perseroan (holding company) yakni UU Kepailtan dan
PKPU tidak mensyaratkan bahwa permohonan kepailitan terhadap holding
company dan anak-anak perusahaannya harus diajukan dalam satu
dokumen yang sama. Permohonan-permohonan selain dapat diajukan
dalam satu permohonan, juga dapat diajukan terpisah sebagai dua
permohonan.

55

Imran Nating, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Puscaka Utama Grafiti, 2002), hlm. 42.

Universitas Sumatera Utara

32

d. Penjamin (guarantor) yakni penanggungan utang atau borgtocht adalah
suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditor
mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitur apabila debitur
yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya.
e. Perkumpulan bukan badan hukum yakni perkumpulan yang bukan
berbadan hukum ini menjalankan suatu usaha berdasarkan perjanjian
antara anggotanya, tetapi perkumpulan ini bukan merupakan badan
hukum, artinya tidak ada pemisahan harta perusahaan dan harta kekayaan
pribadi, yang termasuk dalam perkumpulan ini antara lain Maatscappen
(persekutuan perdata), persekutuan firma, dan persekutuan komanditer.
f. Bank yakni UU Kepailitan dan PKPU membedakan antara debitur bank
dan bukan bank. Pembedaan tersebut dilakukan dalam hal siapa yang
dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit.
g. Perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian yakni sebagaimana bank, UU Kepailitan
dan PKPU juga membedakan perusahaan efek dengan debitur lainnya.
4.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas dalam terminologi hukum Belanda dikenal dengan

sebutan naamloze vennootschap (NV). Berasal dari kata “namaloze” dan
“vennotschap”. “namaloze” diartikan sebagai tanpa nama atau namnya hilang.
Sedangkan “vennorschap” diartikan sebagai persekutuan. Dengan demikian,
“namaloze vennotschap” diartikan sebagai persekutuan atau perusahaan tanpa
nama atau perusahaan yang tidak memakai nama sekutunya pada nama

Universitas Sumatera Utara

33

perusahaannya. Makna dari naamloze ini untuk membedakan dengan perusahaan
yang memunculkan nama sekutu pada nama perusahaannya.56 Pada hukum
perusahaan Inggris, PT dikenal dengan istilah limited company. Company
memberikan

makna

bahwa

lembaga

usaha

yang

dilaksanakan

atau

diselenggarakan itu tidak seorang diri, tetapi terdiri atas beberapa orang yang
tergabung dalam suatu badan.57
Perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yang pertama kata “perseroan” dan
kedua kata ‘terbatas”. Kedua kata tersebut memiliki maksud tersendiri, kata
“perseroan” merujuk pada modal PT yang terdiri dari saham-saham. Sedangkan
kata “terbatas” merujuk maksud pada tanggungjawab setiap pemegang saham
yang terbatas pada jumlah nominal saham yang dimilikinya.58
Sebenarnya apa yang diatur dalam UUPT bukanlah hal yang baru. UUPT
ini merupakan revisi dari UUPT lama.59 Berdasarkan Pasal 1 UUPT pengertian
perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.60
Pasal 2 UUPT mengatur bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentang dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan,

ketertiban

umum

dan/atau

kesusilaan.

Berdasarkan

56

Tuti Rastuti, op.cit, hlm 114.
Kurniawan, Hukum Perusahaan : Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan
Tidak Berbadan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2014), hlm. 57.
58
Ramlan, Hukum Dagang, (Malang : Setara Press, 2016), hlm. 51.
59
Rudhy Prasetya, Teori & Praktek Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014),
hlm. 1.
60
Indonesia (Perseroan Terbatas), op.cit, Pasal 1.
57

Universitas Sumatera Utara

34

ketentuan Pasal 2 UUPT ini, setiap perusahaan wajib memiliki kegiatan usaha
tertentu, sehingga model investment holding company melalui kepemilikan saham
atau investasi di perusahaan lain tidak dapat dianggap sebagai bentuk usaha.61

C. Hubungan Hukum antara Holding Company dan Anak Perusahaan
Pada dasarnya UUPT sebagai landasan aturan main daripada bentuk badan
hukum perseroan terbatas tidak mengatur secara jelas mengenai hubungan hukum
yang terikat antara induk perusahaan dengan anak perusahaan. Namun
pertumbuhan pesat jumlah perusahaan di Indonesia dipengaruhi oleh motif
mencapai keunggulan yang kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif
jangka panjang untuk menyalahgunakan dana-dana yang telah dikumpulkan
ataupun perintah peraturan perundang-undangan yang mendorong terbentuknya
holding company tersebut.62
Holding company merupakan suatu induk perusahaan yang bertujuan
untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur
satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Biasanya, suatu holding company
memiliki banyak anak perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang bisnis
yang berbeda-beda.63
Keberadaan holding company sendiri di Indonesia, tidak mendapatkan
legitimasi yang utuh perihal status dan kedudukan antara induk dengan anak
perusahaan, hal ini dikarenakan tidak adanya definisi secara jelas mengenai

61

Ibid, Pasal 2.
Sri Rejeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : Mandar Maju,
2000), hlm. 89.
63
Ibid.
62

Universitas Sumatera Utara

35

holding company dan tidak adanya konkret yang mengatur dengan tegas mengenai
hak dan kewajiban antara induk perusahaan dengan anak perusahaan.
Hubungan hukum yang terjadi pada holding company adalah hubungan
yang timbul akibat adanya suatu ikatan berdasarkan kepemilikan saham. Hal ini
menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang satu sama lain
harus saling mematuhinya. Hak dan kewajiban yang ada di dalamnya dapat
melahirkan tanggung jawab yang lebih dominan dipegang oleh perusahaan
holding sebagai pemilik saham. Tanggung jawab tersebut berlaku sebatas berapa
besar saham yang dimiliki oleh holding company.64
Hak dan kewajiban holding company dan anak secara hukum terletak pada
sisi sebagai pemegang saham dan disisi lain sebagai suatu badan hukum dalam
menajalankan kegiatan usahanya, dalam hal ini disebut PT. Secara hukum hak dan
kewajiban masing masing adalah terletak daripada dimana posisi masing-masing
ini berada. Apabila disoroti oleh hukum karena berlandaskan pada prinsip
perseroan tunggal tidak ada problem didalamnya, namun apabila dicermati secara
ekonomi ternyata induk dan anak perusahaan ini memiliki hubungan. Hubungan
keduanya inilah yang dikhawatirkan akan menjadi problem kedepannya. Dengan
begitu maka hukum mengambil peranan penting untuk merumuskan konsep
dalam mencegah terjadinya problem dalam menajalan kegiatan usahanya dengan
melihat relitas bisnis yang terjadi.65

64

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Perusahaan Kelompok (Group Company/Concern),
Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum (Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 1994), hlm. 39.
65
Rudhi Prasetya, op.cit, hlm. 6.

Universitas Sumatera Utara

36

Realitas yang terjadi bahwa induk mempunyai peran atau dalam hal ini
hak dan kewajibannya dengan pedekatan hukum perseroan.66 Prinsip hukum yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT, bahwa pemegang
saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang
dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan
melebihi saham yang dimiliki.67
Hak dan kewajiban holding company dan anak secara hukum terletak pada
sisi sebagai pemegang saham dan disisi lain sebagai suatu badan hukum dalam
menajalankan kegiatan usahanya, dalam hal ini disebut PT. Secara hukum hak dan
kewajiban masing masing adalah terletak daripada dimana posisi masing-masing
ini berada. Apabila disoroti oleh hukum karena berlandaskan pada prinsip
perseroan tunggal tidak ada problem didalamnya, namun apabila dicermati secara
ekonomi ternyata induk dan anak perusahaan ini memiliki hubungan. Hubungan
keduanya inilah yang dikhawatirkan akan menjadi problem kedepannya. Dengan
begitu maka hukum mengambil peranan penting untuk merumuskan konsep
dalam mencegah terjadinya problem dalam menajalan kegiatan usahanya dengan
melihat relitas bisnis yang terjadi.68
Pasal 3 ayat (1) UUPT dapat disimpulkan memuat dua prinsip hukum pada
induk dan anak perusahaan yaitu :69
1. Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
perikatan yang dibuat atas nama perseroan. Prinsip hukum ini menegaskan

66

Tri Budiyono, Hukum Perusahaan. (Salatiga : Penerbit Griya Media, 2011), hlm. 74.
,Indonesia (Perseroan Terbatas), op.cit, Pasal 3.
68
Tri Budiyono,op.cit, hlm. 74.
69
Sulistiowati, op.cit, hlm. 4.
67

Universitas Sumatera Utara

37

perseroan sebagai badan hukum. Schilfgaarde menegaskan rechtpersoons
betekent dragger van rechten en plichten atau badan hukum merupakan
penyandang hak dan kewajiban. Sebagai badan hukum perseroan meiliki
kemandirian yuridis yang terlepas dari orang-perorangan yang berada
dalam perseroan tersebut atau personan in standi.
2. Pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan
melebihi saham yang dimiliki. Prinsip hukum ini dikenal dengan limited
liability. Induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan
memperoleh perlndungan atas belakunya prinsip hukum limited liability
sehingga tidak bertanggung jawab atas kerugian anak perusahaan melebihi
saham yang dimilki.
Tergabungnya anak perusahaan dalam suatu perusahaan induk tidaklah
menghapuskan status badan hukum anak-anak perusahaan. Induk sebagai
pemegang saham anak perushaan, tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum
anak perusahaan dan tidak beratanggung jawab atas kerugian anak perusahaan
melebihi saham yang dimiliki. Pengesahan status badan hukum anak perusahaan
memberikan manfaat keapda induk perusahaan berupa berlakunya prinsip hukum
perseroan sebagai badan hukum dan limited liability. Pada prinsipnya, anak
perusahaan tidaklah harus berbentuk perseroan. Akan tetapi induk perusahaan
tidak akan memperoleh manfaat dari berlakuknya prinsip hukum limited
liability.70

70

Ibid, hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara

38

Memori penjelasan Pasal 29 UUPT telah memuat pengertian anak
perusahaan. Anak perusahan adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus
dengan perseroan lainnya yang terjadi karena :
1. Lebih dari 40% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk
perusahaannya.
2. Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk
perusahaannya dan/atau
3. Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan dan pemberhentikan sangat
dipengaruhi oleh induk perusahaannya.71
Hubungan antara holding company dan anak perusahaan, antara lain :
1. Holding company dan anak perusahaan mempunyai pengurus, komisaris,
atau pegawai yang sama.
2. Anak perusahaan mempunyai modal yang sangat kecil.
3. Holding company membayar gaji, upah, kerugian dan ekspenses lainnya
dari anak perusahaan.
4. Holding company memiliki seluruh atau hampir seluruh saham anak
perusahaan.
5. Holding company membiayai anak perusahaan.
6. Anak perusahaan mempunyai bisnis hanya dengan holding company.
7. Anak perusahaan tidak mempunyai aset lain kecuali aset yang dialihkan
dari holding company.

71

Sulistiowati, op.cit, hlm. 24.

Universitas Sumatera Utara

39

8. Holding company menggunakan aset anak perusahaan seperti asetnya
sendiri
9. Pihak ekskutif anak perusahaan lebih memperhatikan kepentingan holding
company daripada kepentingan anak perusahaan.
Anak perusahaan pada umumnya berbentuk perseroan terbatas, merupakan
suatu badan hukum (legal entity) yang memiliki kedudukan mandiri dan terpisah
dengan badan hukum lainnya. Anak perusahaan merupakan penyandang hak dan
kewajiban sendiri sebagai badan hukum, serta memiliki kekayaan sendiri yang
terpisah dengan harta kekayaan pemegang sahamnya. Tidak terkecuali dalam hal
ini apakah pemegang sahamnya tersebut adalah holding company atau tidak.72
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan dalam bab ini, dapat ditarik
kesimpulan bahwa perusahaan induk yang sering disebut sebagai holding
company,

parent

company,

atau

controlling

companny

memilik

banyak perusahaan anak yang bergerak dalam bidang bisnis yang beragam
sedangkan

perusahaan-perusahaan

yang

manajemen

dan

operasionalnya

dikendalikan oleh perusahaan induk disebut dengan sebagai perusahaan anak
(subsidiary company. Hubungan antara keduanya disebut sebagai hubungan
affiliasi dimana perusahaan anak merupakan unit perusahaan yang terpisah dan
mandiri secara yuridis dari perusahaan induk. Selain itu, dengan adanya
perusahaan anak, jika terjadi sesuatu terhadap usaha yang dijalankan oleh anak
perusahaan, holding company hanya bertanggungjawab sebatas saham yang

72

Munir Fuady, op. cit., hlm. 133.

Universitas Sumatera Utara

40

dimilikinya dalam anak perusahaan, karena keduanya adalah entitas yang terpisah
(separate entity).
Setiap badan hukum berbentuk perseroan akan mengacu kepada UUPT
sebaga landasan hukum dimana berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UUPT dapat
disimpulkan bahwa hubungan hukum holding company dan anak perusahaan
masing-masing merupakan badan hukum dengan kemandirian yuridis dimana
holding company bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih
perusahaan lain (dalam hal ini anak perusahaan) dan dapat mengendalikan semua
jalannya proses usaha pada setiap badan usaha yang telah dikuasai sahamnya.
Dengan melakukan pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan,
diharapkan tercapainya tujuan peningkatan atau keuntungan berdasarkan target
bisnis perusahaan, namun, tergabungnya anak perusahaan dalam suatu holding
company tidaklah menghapuskan status badan hukum anak-anak perusahaan.
Holding company atau induk perusahaan sebagai pemegang saham anak
perusahaan memperoleh perlndungan atas belakunya prinsip hukum limited
liability sehingga holding company sebagai pemegang saham anak perushaan,
tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum anak perusahaan dan tidak
bertanggung jawab atas kerugian anak perusahaan melebihi saham yang dimiliki.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 25 16

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

1 40 16

Analisis Hukum Mengenai Penerapan Asas Piercing The Corporate Veil Atas Tanggung Jawab Direksi Pada Sebuah Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 19 68

PIERCING THE CORPORATE VEIL TERHADAP HOLDING COMPANY DALAM TINDAKAN HUKUM ANAK PERUSAHAAN

8 51 258

EKSISTENSI DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI ATAS TERJADINYA KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS.

0 0 13

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 10

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 1

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 20

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Chapter III V

0 0 67

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 1 7