Pemeliharaan Sapi Rakyat Membedakan Peran Kelompok Atau Kemampuan Individu Peternak Dengan Pola Tradisional Di Desa Lubuk Hulu,Kecamatan Lima Puluh,Kabupaten Batu Bara

BAB l
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Secara umum peternakan sapi yang ada di Indonesia pada saat ini sebagian besar masih

merupakan peternakan sapi rakyat dengan pola pemeliharaan yang tradisional, serta
kepemilikkan ternaknya yang relatif sedikit. Peternakan rakyat merupakan suatu usaha yang
dilakukan oleh masyarakat peternak di pedesaan yang dilakukan secara tradisional sebagai usaha
sambilan ( Mauluddin,dkk 2012). Adapun beberapa cirri-ciri peternkan rakyat dengan pola
pemeliharaan yang tradisional yaitu: tingkat kepemilikan ternaknya yang relatif kecil atau
sedikit, Peternakan sapi ini masih dikatakan peternakan rakyat karena jumlah kepemilikkan sapi
yang dimiliki hanya berkisar 2 sampai 5 ekor ternak sapi dengan pemeliharaan yang tradisional.
penggunaan teknologi dan sumber daya manusia yang terbatas, kandang peternakan sapi hanya
berupa pagar/kerengan dengan batas bamboo yang letaknya tidak jauh dengan rumah peternak
tersebut serta mengandalkan kebutuhan pakan hijauan atau limbah hasil petanian yang hanya
cukup untuk sehari, selain itu kemampuan yang dimiliki peternak dalam beternak sapi relatif
terbatas hal ini karena peternak beranggapan bahwa pemeliharaan sapi dapat dilakukan secara
sambilan dan tidak harus memiliki kemampuan yang khusus. Pemasaran ternak sapi pada saat ini

juga masih dilakukan secara sendiri-sendiri yaitu antara peternak dengan agen sapi, sistem
penjualan ini dilakukan dengan melihat bentuk badan sapi serta menaksir berat badan sapi dan
jumlah daging yang dihasilkan dari sapi tersebut. Pada saat ini kebanyakkan peternak hanya
mementingkan di bidang produksi sapi saja namun jarang yang mementingkan bagaimana cara

Universitas Sumatera Utara

pemasaran sapi jika dilakukan secara bersama dan dikoordinir oleh kelompok tanpa harus ada
perantara/agen.
Pengembangan usaha peternakan sapi rakyat pada saat ini sangat berpotensi untuk
dikembangkan, untuk menunjang program pemerintah melalui swasembada daging sapi.
Kegiatan tersebut bertujuan sebagai upaya mengurangi jumlah impor daging sapi yang sudah
dilakukan sejak tahun 2014 sampai sekarang. Semua kegiatan tersebut dimaksudkan untuk
menyediakan daging sapi bagi masyarakat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di
Indonesia. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan jumlah konsumsi protein hewani
penduduk Indonesia yang masih berkisar 53,108 kg/kapita/thn

(Siswono:2006). Dalam

mengembangkan peternakan sapi tentunya tidak terlepas dari peranan kelompok tani ternak sapi

dalam mengupayakan ternaknya agar mendapat nilai tambah serta efisien dalam pengelolaannya
di pasaran. Upaya yang perlu dilakukan untuk mengembangkan dalam membina dan
memantapkan kelompok peternak tersebut yaitu dengan memperkuat kelembagaan kelompok
petani peternak di pedesaan, selain itu peternak harus diberi motivasi agar kelompok ternak sapi
memiliki jiwa kewirausahaan sehingga dalam pemasaran sapi dilakukan hanya dengan
musyawarah di dalam kelompok tersebut. Dalam menjalin hubungan di dalam suatu kelompok
maka perlu adanya rasa saling percaya, jujur dan transparan diantara individu dan tidak saling
mencurigai di dalam kelompok tersebut.
Pemeliharaan sapi rakyat yang dilakukan peternak sebenarnya masih banyak kendala
yang dihadapi yaitu kemampuan yang dimilki peternak kurang efektif baik dalam pemasaran,
pemeliharaan dan produksi serta sebagainya. Maka pembentukkan kelompok perlu dilakukan
untuk memotivasi peternak dalm meningkatkan kemampuan, produksi dan pemeliharaan sapi
yang jauh lebih efektif. Terutama dalam hal pemasaran maka kelompok harus lebih banyak

Universitas Sumatera Utara

bergaul serta aktif dalam mengenal serta mencari pembeli yang lebih dekat dengan konsumen
sehingga nilai jual sapi serta keuntungan yang di dapat jauh lebih banyak, daripada penjualan
yang dilakukan melalui perantaraan/agen sapi.
Berdasarkan tabel di bawah rata-rata populasi sapi potong tahun 2011-2015, terlihat pada

10 provinsi memberikan kontribusi hingga 78,97% dari total populasi daging sapi potong di
Indonesia. Sentra populasi sapi potong di Indonesia terdapat di 3 (tiga) provinsi di pulau Jawa.
Sentra populasi sapi potong di Indonesia terbesar adalah di Jawa Timur dengan kontribusi
29,47% atau rata-rata 4.344,61 ribu ekor, selanjutnya Jawa Tengah dengan kontribusi 11,82%
atau rata-rata 1.741,95 ribu ekor ternak sapi dan Sulawesi Selatan dengan kontribusi 7,63% atau
rata-rata 1.124,32 ribu ekor. Sentra populasi sapi lainnya adalah NTB, NTT, Lampung, Sumatera
Utara, Bali, Aceh dan Jawa Barat, dengan kisaran kontribusi 2,85% sampai 5,85%.
Tabel 1.1 Sentra Populasi ddan Produksi Daging Sapi di Indonesia, 2011 – 2015

Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanin( Komoditas Daging Sapi 2015)

Universitas Sumatera Utara

Berbeda dengan populasi daging sapi, pada tabel diatas terlihat bahwa jumlah produksi
daging sapi dari 10 provinsi di Indonesia memberikan kontribusi hingga 75,58%. Terlihat bahwa
sentra produksi daging sapi Indonesia terdapat di 3 (tiga) provinsi di pulau Jawa. Sentra produksi
daging sapi di Indonesia tersebut antara lain yaitu di Jawa Timur merupakan yang tertinggi
dengan kontribusi 21,09% atau rata-rata 104.399 ribu ton, kemudian Jawa Barat dengan
kontribusi 14,75% atau rata-rata 73.039 ribu ton dan Jawa Tengah dengan kontribusi 12,02%
atau rata-rata 59.525 ribu ton. Posisi ke-4 sebagai sentra produksi daging sapi adalah Banten

dengan kontribusi 7,08%, selanjutnya Sumatera Barat dan Sumatera Utara, DKI Jakarta,
Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Lampung dengan kisaran kontribusi 2,44% sampai
4,72%. Untuk Provinsi DKI, meskipun populasi sapi potong sangat kecil, namun produksi cukup
tinggi. Hal ini karena DKI merupakan daerah konsumen sehingga banyak pemotongan sapi.
Konsumsi daging sapi di DKI sangat tinggi khususnya untuk konsumsi rumah tangga dan non
rumah tangga seperti hotel, restaurant dan sebagainya. Indonesia belum bisa menjadi Negara
swasembada daging sapi, untuk mencukupi permintaan daging sapi terutama di kota-kota besar
seperti Jakarta, masih banyak diperoleh dari impor.
Program swasembada daging sapi sebagai upaya penyediaan gizi bagi masyarakat, masih
mengalami kendala karena tidak diikuti oleh perbaikan genetik ternak sapi. Menurut Subandriyo
(2004), pola pemeliharaan tradisional tentu akan berdampak pada menurunnya potensi ternak
sapi yang berdampak pada penurunan mutu genetik pada anak sapi , dimana dapat diidentifikasi
melalui penurunan performa anak yang merupakan bentuk ancaman keunggulan potensi genetik
sapi. Kebanyakan masyarakat mengonsumsi daging sapi pada waktu hari-hari tertentu saj, seperti
hari raya , resepsi pernikahan, hajatan dan sebagainya. Hal ini dikarenakan harga daging sapi
yang hampir selalu naik dan tidak pernah kembali ke posisi awal. Perilaku ini disebabkan karena

Universitas Sumatera Utara

peternak sapi tidak mampu merespon perubahan harga daging sapi yang terjadi karena siklus

produksi yang lama, teknologi budidaya yang sangat rendah serta pola pikir peternak dalam
mengembangkan ternaknya yang masih jauh terbelakang. (Nansi Margret Santa, dkk)

Tabel 1.3 Tingkat konsumsi daging sapi di tiga Negara asean yaitu :
4.5

46,67 kg

4

24,96 kg

3.5
3

7,1 kg

2.5
Series 1


2

1.5
1

0.5
0

malaysia

indonesia

filipina

Berdasarkan tabel di atas tingkat konsumsi daging sapi untuk rakyat Indonesia pada saat
ini baru mencapai 7,1 kilogram per tahun. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat
konsumsi daging sapi oleh rakyat Malaysia dan Filipina, yaitu masing-masing sekitar 46,87
kilogram pertahun dan 24,96 kilogram per tahun (Siswono 2006). Padahal seperti yang kita
ketahui bahwa daging sapi pada dasarnya merupakan salah satu bahan pangan yang sangat
penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, dan merupakan komoditas ekonomi yang

mempunyai nilai yang sangat strategis serta sebagai pendukung dalam pembangunan di dalam
peternakan masyarakat.
Indonesia masih mengimpor daging sapi sekitar 3.500 ton per tahun, sedangkan jumlah
sapi bakalan yaitu sekitar 350.000 ekor per tahun. Maka strategi yang diterapkan untuk mencapai

Universitas Sumatera Utara

swasembada daging sapi tersebut adalah meningkatkan jumlah sapi 1,5 – 2 juta ekor. Kemudian
melakukan jaringan betina Pada tahun 2005, produksi daging sapi 463.800 ton dengan populasi
ternak sapi potong 10,4 juta ekor (Statistik produktif 150.000-200.000 ekor per tahun). Induk
sapi betina yang produktif dihindari untuk masuk rumah potong. Tentunya tidak lupa
mengintensifikasi program Inseminasi Buatan (IB), dan penanganan penyakit hewan.
(Peternakan, 2006).
Pola pemeliharaan sapi rakyat dengan pemeliharaan yang tradisional berbeda dengan pola
pemeliharaan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di dalam bidang
peternakan tersebut. Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa peternakan sapi rakyat yang dilakukan
dengan pola pemeliharaan yang tradisional yaitu: 1) menggunakan teknologi yang terbatas yaitu
pada saat membersihkan kandang sapi hanya menggunakan peralatan manual seperti
angkong/dorongan,menggunakan goni, memakai cangkul, sekop atau garuk,


2) Jumlah

kepemilikan ternak sapi yang sedikit, 3) mengandalkan kebutuhan pangan atau hijaun yang
hanya cukup untuk sehari semalam, 4) perkawinan sapi dilakukan dengan cara alami, 5)
menggunakan obat-obatan yang berasal dari alam, 6) kandang sapi yang hanya berupa
kerengan/pagar yang dibatasi oleh bamboo, beralaskan tanah dan tidak memiliki penutup berupa
seng dan dinding yang berada tidak jauh dari rumah peternak, 7) memberi bakaran/bediang pada
sapi, 8) dilakukan sebagai pekerjaan sampingan/sambilan, 9) member minum sapi dengan
campuran bahan mineral seperti garam dan air cucian beras, 10) memberi jamu pada sapi yang
terbuat dari kunyit, gula merah, asam jawa dan air, 11) sumber daya yang dimiliki peternak
terbatas.
Sedangkan peternakan sapi yang dilakukan oleh perusahaan dengan pola pemeliharaan
yang sudah maju/modern yaitu 1) menggunakan input teknologi yang sudah canggih, 2)

Universitas Sumatera Utara

Sumberdaya yang dimiliki sudah dikatakan baik yaitu merupakan orang ahli dalam bidang
peternkan, 3) skala kepemilikan ternak sapi yang relatif banyak, 4) pengembangbiakkan sapi
dilakukan dengan cara inseminasi buatan (perkawinan buatan), 5) menggunakan obat-obatan
buatan yang sudah diolah dengan cara modern, 6) kotoran sapi dimanfaatkan dengan sebaikbainya,7)


sebagai pekerjaan utama bukan sambilan, 8) tidak hanya mengandalkan rumput

hijauan yang hanya cukup sehari, 8) kandang sapi yang terbuat dari batu (permanen), 9)
menambahkan larutan tetes tebu ke dalam air minum sapi, 10) memberikan vitamin secara rutin
kepada ternak sapi, 11) pemasaran yang dilakukan tidak hanya di dalam negri saja melainkan
sudah mampu mengekspor ke Negara lain. Pemeliharaan yang dilakukan dari mulai input
teknologi dan kemampuan peternaknya sudah modern.
Desa Lubuk Hulu merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten
Batu Bara. Desa Lubuk Hulu merupakan desa yang baru terbentuk melalui pemekaran dari Desa Lubuk

Besar. Desa Lubuk Hulu ini memiliki jumlah penduduk sekitar 1.721 jiwa dan 300 kk dengan
jumlah laki-laki yaitu 798 jiwa dan perempuan 928 jiwa yang terbagi atas 5 dusun. Masyarakat
Desa Lubuk Hulu bermata pencaharian sebagai petani, wiraswasta, karyawan Swasta, Karyawan
BUMN, PNS, mengajar (honor) dan beternak sapi sebagai pekerjaan sampingan dan penghasilan
tambahan masyarakat tersebut. Masyarakat desa Lubuk Hulu hampir sebagian besar memelihara
ternak sapi yaitu sekitar 300 individu memiliki peternakan sapi. Pada bulan november tahun
2016 terbentuklah komunitas/kelompok peternak sapi yang setiap kelompoknya terdiri dari 15
orang anggota dengan tujuan agar lebih memudahkan segala masalah yang dihadapi mereka.
Masyarakat berprinsip bahwa beternak adalah sebagai tabungan yang dapat menolong

masyarakat pada masa-masa sulit. Dengan terbentuknya komunitas / kelompok peternak sapi
kemungkinan besar masyarakat dapat mengatasi segala kendala yang dihadapi ketika beternak
agar menghasilkan sapi yang berkualitas serta akhirnya memiliki nilai jual sapi yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat Desa Lubuk Hulu ini memberi makan ternak sapi dengan cara mengandalkan hijauan
yang ada di sekitar perkebunan sawit yang terletak tidak terlalu jauh dari tempat tinggal peternak
tersebut.
Desa Lubuk Hulu ini memiliki potensi yang cukup bagus untuk usaha pengembangan
ternak sapi karena didukung oleh sumber daya alam (lahan dan pakan) dan peluang pasar yang
memadai. Ternak sapi memiliki harga jual yang lumayan tinggi di pasaran sehingga menjadi
masukan dan pendapatan bagi para peternak. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu
Bara telah melakukan beberapa langkah untuk mengembangkan peternakan di wilayah Desa
Lubuk Hulu. Salah satu dari kebijakan pemerintah tersebut yaitu dengan memberi bantuan
berupa ternak sapi kepada kelompok peternak sapi sejumlah 25 ekor sapi serta kendaraan (viar)
untuk mecari makan sapi-sapi tersebut. Dalam hal ini masyarakat mengalami beberapa kendala
yaitu kurangnya modal dalam melaksanakan kegiatan berkelompok ternak tersebut, sehingga
masyarakat harus membayar iuran per bulan. Iuran tersebut digunakan masyarakat untuk
kebutuhan dalam kegiatan kelompok ternak. Pola pemeliharaan ternak sapi di desa Lubuk Hulu

ini pun masih bersifat tradisonal. Beternak sapi sudah bukan kata yang asing lagi bagi
masyarakat desa Lubuk Hulu, karena peternakan rakyat ini sudah dilakukan secara turun
temurun dengan pemeliharaan yang tradisional.
Keberhasilan pengembangan usaha ternak sapi pada dasarnya ditentukan oleh kerja
sama antara petani peternak dan pemerintah melalui pendekatan kelompok.

2015

Tabel 1.4 kelompok peternak sapi
Jumlah kelompok /
Jumlah anggota
Jumlah sapi
komunitas
1 kelompok/ komunitas
17-18 anggota
25 ekor sapi

2016

1 komunitas/ kelompok

Tahun

15 anggota

25 ekor sapi

Kepemilikan
sapi setiap orang
1-2 ekor sapi per
orang
1-2 ekor sapi per
orang

Sumber : wawancara 2017

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tabel wawancara pada tahun 2015 di atas sudah terbentuk kelompok /
komunitas peternakan sapi di desa Lubuk Hulu. yang beranggotakan 17-18 orang dengan ternak
sapi sejumlah 25 ekor. Namun kelompok ternak sapi ini tidak bertahan lama, dan bahkan
dikarenakan kurangnya kekompakan anggota, kurangnya tanggung jawab dan masih banyak
terjadi kecurangan di dalam kelompok tersebut. Namun pada tahun 2016, masyarakat
memutuskan untuk membentuk kembali kelompok peternak sapi yang beranggotakan 15 orang
dengan ternak sapi sejumlah 25 ekor sapi yang berasal dari bantuan Pemerintah melalui Dinas
Peternakan Kabupaten Batubara. Kelompok peternak sapi ini awalnya memang sudah terbentuk
pada tahun 2012 namun dengan sapi-sapi kepemilikan secara individu dan berada di kandang
ternak masing-masing, bukan sapi milik kelompok dan untuk dirawat bersama. Tujuan
dibentuknya kelompok tersebut agar saat terjadi suatu kendala kepada peternak sapi seperti
kehilangan sapi dan sebagainya maka individu dapat melapor ke ketua kelompok untuk bisa
mencari sapi-sapi secara bersama. Biasanya sapi yang di gembala terkadang salah satu dari sapisapi tersebut tidak ikut pulang. Sehingga perlunya kelompok dalam mengatasi segala masalah
yang ada di dalam peternakan teresebut. Masyarakat berharap setiap anggota yang masuk dalam
kelompok peternakan sapi tidak hanya sekedar menulis nama saja tapi juga harus menunnjukkan
rasa tanggung jawab di dalam kelompok peternak sapi tersebut.
Gambar 1. Peternakan sapi di dalam pagar (kerengan)

Universitas Sumatera Utara

Pagar (kerengan) ini berfungsi sebagai tempat istirahat sapi-sapi sewaktu kandang sapi
dibersihkan. Biasanya di dalam pagar ini sapi-sapi hanya diberi minum dengan tambahan
campuran bahan mineral seperti garam dan tetes tebu, serta sebagai tempat berjemur sapi-sapi.
Setelah semalaman sapi-sapi berdiri dan diikat lalu pada pukul delapan pagi sapi-sapi
dikeluarkan dari kandang tanpa diikat agar sapi dapat bebas berjalan dan tidur di dalam pagar
(kerengan). Pagar (kerengan) sapi milik kelompok ternak sudah dapat dikatakan modern karena
beralaskan lantai yang sudah di semen
Gambar 2. Kandang kelompok peternak sapi

Universitas Sumatera Utara

Kandang ini befungsi sebagai tempat berteduh sapi-sapi dari hujan dan trik matahari.
Sapi-sapi akan di masukkan kandang pada pukul 4 sore sampai pukul 8 pagi untuk diberi makan.
Semalaman sapi diikat dalam posisi berdiri di dalam kandang di dekat tempat makanan sapi yang
sudah diberi batasan. Sapi-sapi akan dikeluarkan dari kandang oleh anggota kelompok yang
bedan dirtugas berjaga pada malam hari dan dimasukkan kandang kembali pada pukul empat
sore. Kandang sapi yang berada di kelompok peternakan tersebut dapat dikatakan sudah modren
karena bentuknya yang permanen, terbuat dari batu bata, semen, besi, dan lantainya yang sudah
di semen serta menggunakan atap berupa seng. Setiap hari kandang sapi akan di bersihkan oleh
petugas kebersihan yang berjaga di peternakan sapi sapi pada malam hari

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah bertujuan untuk mengetahui suatu permasalahan yang lebih mengarah
pada fokus penelitian yang akan dilakukan. Adapun yang menjadi rumusan masalah peneliti
adalah

Universitas Sumatera Utara

1. Bagaimana peran kelompok dan kemampuan peternak sapi dalam meningkatkan
peternakan sapi di Desa Lubuk Hulu, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara?
2. Bagaimanakah sistem pemeliharaan ternak sapi yang dilakukan peternak sapi di Desa
Lubuk Hulu, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara?

1.3 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki tujuan yang akan
dicapai. Tujuan penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk
mendalami segala aspek kehidupan. Selain itu juga merupakan sarana untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis. Berdasarkan rumusan masalah
diatas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran kelompok masyarakat peternak sapi rakyat pemeliharaan
dengan pola tradisional di Desa Lubuk Hulu
2. Untuk mengetahui kemampuan masyarakat dalam beternak sapi sehinnga
menghasilkan sapi dengan kualitas yang bagus serta memiliki harga jual yang
tinggi.
3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan pemerintah daerah dengan para peternak
sapi di desa Lubuk Hulu, Kecamatan Lima Puluh.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian
Setiap penelitian di haruskan mempunyai manfaat bagi diri-sendiri maupun bagi
masyarakat, terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan sosial. Adapun manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini adalah:
a . Manfaat teoritis
1. Diharapkan dapat menambah wawasan, informasi, pemahaman serta dapat
memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
ilmu pengetahuan sosial.
2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran sebagai penambahan wawasan
terhadap peneliti sendiri, mahasiswa dan relasi manapun.
3. Serta diharapkan dapat menjadi referensi baru sebagai bahan rujukan dari hasil
penelitian ini yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya.
b . Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan , dari masalah dan menjadi rujukan untuk
menciptakan suasana harmonis, diantara pihak-pihak terkait, bagi setiap lokasi peternakan
khususnya peternak sapi, di Desa Lubuk Hulu, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara
diantaranya :
1. Dapat meningkatkan peran masyarakat terhadap peternakan sapi, untuk lebih
menumbuhkan rasa kepercayaan diri serta tanggung jawab peternak dalam memajukan
peternakan sapi rakyat.
2. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah setempat untuk lebih
memahami kondisi masyarakat dalam beternak sapi agar nilai jual sapi lebih tinggi dan
berkualitas.

Universitas Sumatera Utara

3. Sebagai acuan peternak dengan peternak lainnya dalam meningkatkan kerjasama untuk
menciptakan hubungan yang harmonis, dan masyarakat sekitar.
4. Diharapkan para peternak dapat saling berinteraksi, sehingga mempunyai dampak yang
saling membutuhkan, saling meningkatkan, saling memperkuat, sehingga akan
meningkatkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam beternak sapi .
5. Untuk mengetahui kemampuan masyarakat dalam beternak sapi rakyat pemeliharaan
dengan pola tradisional serta kendala-kendala apa saja yang dihadapi masyarakar dalm
beternak sapi.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

3 35 127

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 10

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 1

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 1 10

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 19

Pemeliharaan Sapi Rakyat Membedakan Peran Kelompok Atau Kemampuan Individu Peternak Dengan Pola Tradisional Di Desa Lubuk Hulu,Kecamatan Lima Puluh,Kabupaten Batu Bara

0 0 24

Pemeliharaan Sapi Rakyat Membedakan Peran Kelompok Atau Kemampuan Individu Peternak Dengan Pola Tradisional Di Desa Lubuk Hulu,Kecamatan Lima Puluh,Kabupaten Batu Bara

0 0 4

Pemeliharaan Sapi Rakyat Membedakan Peran Kelompok Atau Kemampuan Individu Peternak Dengan Pola Tradisional Di Desa Lubuk Hulu,Kecamatan Lima Puluh,Kabupaten Batu Bara

0 1 14

Pemeliharaan Sapi Rakyat Membedakan Peran Kelompok Atau Kemampuan Individu Peternak Dengan Pola Tradisional Di Desa Lubuk Hulu,Kecamatan Lima Puluh,Kabupaten Batu Bara

0 0 1

Pemeliharaan Sapi Rakyat Membedakan Peran Kelompok Atau Kemampuan Individu Peternak Dengan Pola Tradisional Di Desa Lubuk Hulu,Kecamatan Lima Puluh,Kabupaten Batu Bara

0 0 10