Analisis Komposisi Botani dan Kandungan Nutrisi Hijauan Pakan Ternak pada Pastura Alami dengan Ketinggian yang Berbeda di Pulau Samosir Kabupaten Samosir Chapter III V

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Pulau Samosir Kabupaten Samosir.
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan di mulai dari Bulan Juli 2016 sampai
dengan Oktober 2016.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang di gunakan adalah sampel hijauan yang di ambil dari Pulau
Samosir, Kabupaten Samosir.
Alat
Peralatan yang digunakan meliputi: kuadran persegi 1x1 m sebagai alat
untuk mengukur produksi hijauan, gunting untuk memotong hijauan, label name
untuk memberi tanda pada sampel yang di ambil, mistar untuk mengukur tinggi
tanaman, timbangan sebagai alat menimbang bahan segar dan bahan kering, oven
sebagai alat pengeringan bahan segar untuk memperoleh bahan kering (BK),
plastik dan amplop sebagai wadah untuk menyimpan sampel, dan kamera sebagai
alat dokumentasi.

Metode Penelitian

Pengkajian Hijauan Pakan Ternak pada lahan padang penggembalaan di
Kabupaten Samosir meliputi, penentuan lahan untuk tempat penelitian
berdasarkan ketinggian tempat, pengambilan sampel hijauan, identifikasi
tanaman, menghitung produktivitas dan penentuan ranking hijauan.

Prosedur Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan tempat pengambilan sampel
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Pulau
Samosir yaitu :
a. Pada ketinggian 905 – 1200 yang terdiri dari Desa Simbolon, Desa
Simanindo, Desa Unjur 48, Desa suhi-suhi Dolok, Desa Garoga 46, Desa
Onan Runggu, Desa Parbaba Dolok dan Desa Sabungan Nihuta 2.
b. Pada ketinggian lebih 1205 mdpl atau maksimal 1690 mdpl yang terdiri
dari Desa Tanjungan, Desa Sipira 33, Desa Sipira 33, Desa Sabungan
Nihuta 1, Desa Lumban Simbolon I, dan Desa Lintong Sunut.
2. Pengambilan dan penentuan jumlah cuplikan
Pengambilan

cuplikan


dilakukan

secara

acak

dan

sistematik

(Reksohadiprodjo, 1994) yang dimulai dari titik yang telah di tentukan
kemudian cuplikan-cuplikan diambil pada jarak-jarak tertentu sepanjang garis
yang memotong padang rumput dengan langkah-langkah sebagai berikut
(Susetyo, 1980) :
a. Petak cuplikan seluas 1m² atau lingkaran dengan garis tengah 1m.
b. Petak cuplikan pertama diletakkan secara acak.
c. Petak cuplikan kedua diambil pada jarak sepuluh langkah kekanan dari
petak cuplikan pertama dengan luas yang sama. Kedua petak yang
berturut-turut tersebut membentuk satu kumpulan (Cluster).
d. Cluster selanjutnya diambil pada jarak lurus 125 m dari cluster

sebelumnya.

e. Pengambilan cuplikan pada lahan pastura alami di Kabupaten Samosir
Pulau Samosir pada dataran tinggi dan rendah dilakukan sebanyak 71
cuplikan. Pada ketinggian 905 – 1200 mdpl (pada ketinggian terendah)
pengambilan cuplikan dilakukan sebanyak 58 cuplikan dan pada
ketinggian lebih dari 1205 mdpl atau maksimal 1690 mdpl pengambilan
cuplikan dilakukan sebanyak 13 cuplikan. Setelah petak cuplikan
ditentukan, semua hijauan yang terdapat didalamnya dipotong sedekat
mungkin dengan tanah.
f. Setelah petak cuplikan ditentukan, semua hijauan yang terdapat
didalamnya dipotong sedekat mungkin dengan tanah.
g. Hijauan tersebut dimasukkan kedalam amplop dan ditimbang berat
segarnya.
h. Berdasarkan berat segar tersebut dapat di ketahui berat kering hijauan.

3. Peubah yang diamati
3.1 Komposisi Botani
Untuk mengetahui masing-masing jenis hijauan dilakukan identifikasi jenis
hijauan berdasarkan spesies serta menamai setiap jenis hijauan berdasarkan

buku panduan hijauan ataupun berdasarkan referensi lainnya. Dari identifikasi
tanaman kita dapat melakukan perhitungan komposisi botani. Komposisi
botani dihitung untuk mengetahui produk bahan segar yang di kumpulkan,
kemudian dilakukan separasi berdasarkan spesies kemudian ditimbang.
Setelah ditimbang berdasarkan spesies lalu sampel tersebut di oven. Sampel
yang telah dioven di timbang kembali dan dicatat sebagai hasil komposisi

botani. Untuk mengestimasi komposisi jenis-jenis hijauan pakan (komposisi
botani) atas dasar bahan kering digunakan metode Dry Weight Rank (DWR).

Analisis Kandungan Nutrisi
Sampel yang telah di oven kemudian di analisis kandungan nutrisinya yang
meliputi : kadar air dan bahan kering, analisis kadar abu dan bahan organik,
analisis kadar lemak kasar (ether exstract), kadar protein kasar (crude protein),
serat kasar (crude fibre).
3.2 Kadar air dan bahan kering
Air yang terkandung didalam suatu bahan pakan akan menguap seluruhnya
apabila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 1050 (selama ± 8 jam). Residu
yang tersisa disebut bahan kering (Dry matter) dan air yang teruap disebut
kadar air (Moisture).

3.3 Kadar abu dan bahan organik
Kandungan kadar abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar
hijauan dalam tanur, pada suhu 400-6000C sampai semua karbon hilang dari
sampel.
5.3 Kadar lemak kasar (Ether extract)
Kandungan lemak bahan pakan ditentukan dengan metode soxhlet yaitu
proses ekstraksi suatu bahan pakan dalam tabung soxhlet dan kemudian ether
tersebut diuapkan sehingga dapat diketahui berat lemaknya (Ether extract).
5.4 Kadar protein kasar ( Crude protein)
Kadar protein ditentukan berdasarkan cara Kjedhal disebut sebagai kadar
protein kasar (Crude protein). Protein dan komponen organik dalam sampel
di destruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi

dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali melalui destilasi. Destilat
ditampung dalam larutan asam borat, selanjutnya ion-ion borat yang terbentuk
di titrasi dengan menggunakan larutan HCl.
5.6 Kadar serat kasar ( Crude fibre)
Bahan makanan yang bebas dari air dan bebas dari lemak, direbus dengan
asam lemah. Bahan organik yang tertinggal kemudian disaring dengan
vacump pump. Hilangnya berat setelah ampas dipijarkan adalah berat serat

kasar (crude fibre).

Analisis Data
Analisis ini digunakan untuk menggambarkan keadaan umum di lokasi
penelitian dan menganalisa pola penyediaan hijauan makanan ternak pada lokasi
tersebut. Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian ditabulasi serta
dianalisis secara deskriptif. Komposisi botani ditentukan dengan menggunakan
metode “Dry Weight Rank”. Pada peubah analisis kandungan nutrisi pada
ketinggian tempat yang berbeda dilakukan uji t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Batas-batas wilayah Kabupaten Samosir adalah adalah di sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, disebelah
Selatan berbatasan dengan Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan,
di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat, dan di
sebelah

Timur


berbatasan

dengan

Kabupaten

Toba

Samosir

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2013).
Gambar 2. Peta Kabupaten Samosir

Sumber: Data Olahan Laboratorium GIS (Geographic Information System), 2016.

Secara geografis kabupaten Samosir terletak diantara 2º21’38”- 2º49’48”
LU dan 98º24’00”- 99º01’48” BT dengan ketinggian antara 904-2.157 mdpl. Luas
Wilayah sekitar 2.069,05 km² dan terdiri dari luas daratan ± 1.444,25 km² atau


sekitar 69,80%, yaitu seluruh pulau samosir yang di kelilingi oleh danau Toba dan
sebagian wilayah daratan Pulau Sumatera, dan luas wilayah Danau Toba
± 624,80 km² (30,20%). Menurut kecamatan, wilayah daratan yang paling luas
adalah kecamatan Harian dengan luas ± 560,45 km² (38,31%) diikuti oleh
kecamatan Simanindo ± 198,20 km² (13,72%), Kecamatan Palipi ± 129,55 km²
(8,97%), Kecamatan Pangururan ± 121,43 km² (8,41%), Kecamatan Nainggolan
± 87,86 km²

(60,89%), Kecamatan Onanrunggu ± 6,08 km² (4,22%)

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).
Kabupaten Samosir beriklim tropis basah dengan suhu sekitar 17ºC-29ºC
dan

rata-rata

kelembaban

udara


sebesar

85,04%.

Sepanjang

tahun

2015, rata-rata curah hujan per bulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan
Onan

Runggu

219,92

mm,

Kecamatan

Simanindo


168,50

mm,

Kecamatan

Pangururan 162,17 mm, Kecamatan Palipi 143,25 mm, Kecamatan

Nainggolan

92,58

mm,

dan

Kecamatan

Ronggur


Nihuta

42

mm

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).
Keadaan topografi dan kontur tanahnya beraneka ragam, yaitu datar,
berbukit, bergelombang, miring dan terjal. Struktur tanahnya labil dan
berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik. Topografi dan kontur
tanah di Kabupaten Samosir dengan komposisi kemiringan: a) 0–20 (datar) ±
10%, b) 2–150 (landai) ± 20%, c) 15-400 (miring) ± 55%, d) >400(terjal) ± 15%
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).

Penentuan Tempat Penelitian
Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa ada 63 titik pastura alami di
pulau Samosir dimana titik tersebut ditentukan berdasarkan tafsiran luas lahan dan
perkiraan yang layak untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Hasil survei yang
63 titik yang didapat kemudian dipetakan berdasarkan ketinggian tempat, kelas
kemampuan lahan dan penggunaan lahan untuk menentukan titik-titik lokasi
dimana sampel akan di ambil. Penggo longan titik-titik tempat pengambilan
sampel penelitian tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Pemetaan pastura alami berdasarkan ketinggian di Pulau Samosir
Ketinggian Tempat

905- 1200 mdpl

Lebih dari
1205 mdpl

Kelas
Kemampuan
Lahan
KKL II
KKL III
KKL IV
KKL II

Semak
belukar
-

KKL III
KKL IV

1

Penggunaan lahan
Tanah
Lahan
Sawah
terbuka
kering
4
23
1

9

3

Rawa
1

Berdasarkan hasil Tabel 1 penentuan titik-titik sampel dapat dilihat
berdasarkan kelas kemampuan lahan dimana kelas kemampuan lahan dibagi dua
bagian berdasarkan ketinggian yaitu pada ketinggian 905-1200 mdpl terdapat 3
tempat kkl yaitu pertanian lahan kering dan tanah terbuka dan pada ketinggian
lebih dari 1200 mdpl terdapat lima lokasi yaitu pada kkl IV di semak belukar,
tanah terbuka,pertanian lahan kering, rawa dan sawah.
Pengambilan titik sampel kemudian diseleksi berdasarkan analisis
yang telah dilakukan dan diambil sampel 15 titik yang dijadikan sebagai

tempat untuk pengambilan sampel penelitian. Kelima belas titik tersebut tertuang
dalam Tabel 2.
Tabel 2. Titik lokasi penelitian pada ketinggian 905-1200 mdpl dan
ketinggian diatas 1200 mdpl
No. D Desa
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Simbolon
Simanindo
Unjur 48
Garoga 46
Marlumba 49
Suhi-suhi Dolok
Parbaba Dolok
Onanrunggu
Sabungan Nihuta 2

pada

Ketinggian tempat (mdpl)
910
911
919
932
964
990
1034
1053
1149

Titik lokasi penelitian pada ketinggian >1200 mdpl
10
11
12
13
14
15

Tanjungan
Sabungan nihuta 1
Lintong Sunut
Lumban Simbolon I
Sipira 32
Sipira 33

1305
1312
1344
1345
1405
1405

Sumber : Data primer (2016).

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa penelitian di lakukan dengan
mengambil sampel di 15 titik lokasi penelitian. Pengambilan sampel pada
ketinggian 905 - 1200 mdpl berjumlah 9 titik, sementara pada ketinggian diatas
1200 berjumlah 6 titik. Pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl pastura terendah
berada pada lokasi Sigaol yang terletak pada ketinggian 910 mdpl, dengan jenis
pastura yang tersedia adalah pastura campuran. Sementara titik tertinggi terdapat
pada Peanabolak yang terletak pada ketinggian 1149 mdpl, dengan jenis rumput
yang tersedia adalah rumput lapangan. Pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl titik
terendah terdapat pada lokasi Tanjungan yang terletak pada ketinggian 1305 mdpl
dengan jenis rumput yang tersedia adalah rumput lapangan, sementara lokasi
tertinggi berada di titik Sipira 33 yang terletak pada ketinggian 1405 mdpl.

Berdasarkan ketersediaan lahan penggembalaan, seluruh lokasi merupakan
lahan yang potensial digunakan sebagai lahan penggembalaan alami bagi ternak
ruminansia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susetyo (1980), yang menyatakan
bahwa produktivitas hijauan pakan suatu padang penggembalaan dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ketersediaan lahan yang
memadai, dimana lahan tersebut harus mampu menyediakan hijauan pakan yang
cukup bagi kebutuhan ternak. Disamping itu faktor kesuburan tanah, ketersediaan
air, iklim dan topografi turut berpengaruh terhadap produktivitas padangan dalam
pengadaan hijauan pakan. Kualitas hijauan pakan ternak juga ditentukan oleh
komposisi hijauan dalam suatu areal padang penggembalaan dapat mengalami
perubahan dimana kondisi tanah yang kurang bagus atau mengalami kekeringan
karena musim kemarau yang berkepanjangan. Padang penggembalaan dikatakan
baik yaitu jika memiliki kapasitas tampung 0,4 hektar untuk 1 ST, atau satu hektar
lahan dapat menampung 2,5 ST/tahun.

A. Komposisi Botani Hijauan
Komposisi hijauan suatu padang penggembalaan turut menentukan kualitas
hijauan pakan. Padang penggembalaan yang mengandung hijauan yang bervariasi
antara rumput-rumputan dan leguminosa, terutama spesies tanaman yang
berkualitas baik akan meningkatkan kualitas hijauan.

Tabel 3. Komposisi Botani Hijauan dan Jumlah Frekuensi Kemunculan pada
padang penggembalaan alami di Kabupaten Samosir pada ketinggian
905-1200 mdpl
No

Jenis Hijauan

1
2

Imperata Cylindrica
Axonopus
compressus
Paspalum
conjugatum
Zoysia matrella
Melasthoma
mallabathricum
Stylosanthes capitata
Cynodon
plestosthasium
Mimosa pudica L.
Digitaria milanjana
Leptosola sinensis
Rabba-rabba
Stachytarpheta
jamaicensis
Eupathorium
adenophorum
Clonemia sp
Arachis pintoi
Hiptis brevipus
Cynodon dactilon
Desmodium
triplorum
Vigna parkeri baker
Cassia sp
Leucena sp
Gleichenia linearis
Centella asiatika
Oryza sativa
Brachiaria Mutica
Digitaria cyliaris
Sabi-sabi
Pakis
Brachiaria
decumbens
Chloris gayana
Bandotan
Total

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Komposisi Botani (gr)
Bahan
Bahan Segar
Kering
2.454,68
947,09
1.950,75
939,48

Komposisi Botani (%)
Bahan
Bahan
Segar
Kering
21,51
21,39
17,11
21,22

Frekuensi
19
30

1.443,39

604,45

12,66

13,65

12

168,62
777,56

383,21
290,76

10,25
6,82

8,65
6,57

13
18

510,77
453,77

51,27
176,10

4,48
3,98

3,42
3,98

15
6

336,34
327,21
327,21
265,65
256,53

133,60
143,18
102,02
148,40
69,35

2,95
2,87
2,87
2,33
2,25

3,02
3,23
2,30
3,35
1,57

14
5
2
3
3

197,48

54,15

1,73

1,22

3

153,92
149,36
02,65
97,91
73,97

27,26
52,49
25,13
26,38
29,02

1,35
1,31
0,89
0,85
0,64

0,62
1,19
0,57
0,60
0,66

2
3
2
2
15

69,55
66,13
45,60
37,62
37,62
31,92
27,36
18,24
12,54
2,28
2,28

27,74
21,00
16,34
15,35
9,75
8,90
13,32
7,22
2,00
0,89
1,09

0,61
0,58
0,40
0,33
0,33
0,28
0,24
0,16
0,11
0,02
0,02

0,63
0,47
0,37
0,35
0,22
0,20
0,30
0,16
0,05
0,02
0,02

9
1
4
3
4
1
1
2
1
1
1

1,14
1,14
11.401,20

0,45
0,29
4.427,67

0,01
0,01
100

0,01
0,01
100

1
1
-

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa komposisi botani hijauan pada
ketinggian 905-1200 mdpl yang paling tertinggi adalah Imperata cylindrica yaitu
sebesar 2.454,68 g dengan kandungan BK 947,09 g diikuti rumput Axonopus
compressus 1.950,75 g dengan kandungan BK 939,48 g dan Paspalum
conjugatum 1.443,39 g dengan kandungan BK 604,45 g. Komposisi berat segar
yang paling kecil berada pada Bandotan dengan persentase 1,14 g dengan
kandungan BK 0,29 g. Sementara komposisi botani legum yang paling tinggi
adalah Mimosa pudica L. 2,95% diikuti oleh Chloris gayana 1,14 g dengan
kandungan BK 0,45 g.
Komposisi botani setiap jenis hijauan berbeda-beda yang dihitung
berdasarkan total produksi bahan segar pada masing-masing spesies. Selain itu
perbedaan komposisi botani hijauan yang tertinggi yaitu Alang-alang (Imperata
cylindrica) karena Alang-alang (Imperata cylindrica) dapat berkembang biak
dengan cepat disebabkan cepatnya perkembangan dan penyebaran serta mudah
tumbuh dan tahan terhadap injakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Jayadi (1991) yang menyatakan bahwa Alang-alang (Imperata cylindrica) dapat
berkembang biak dengan cepat dengan benih-benihnya yang tersebar cepat
bersama angin, atau melalui rimpangnya yang cepat menembus tanah yang
gembur. Alang-alang (Imperata cylindrica) biasanya tumbuh pada lahan bekas
hutan yang rusak dan terbuka, bekas ladang, sawah yang mengering, tepi jalan
dan lain-lain. Sampai taraf tertentu, kebakaran vegetasi dapat merangsang
pertumbuhan

alang-alang.

Hal

ini

juga

didukung

dengan

pernyataan

Dwidjoseputro (2009) yang menyatakan bahwa jenis rumput ini dapat tumbuh

pada elevasi 0 sampai ketinggian 300 meter dpl dengan curah hujan 500-5000
mm/thn.
Persentase komposisi berdasarkan berat botani hijauan pada pastura alami
di Pulau Samosir pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl.
Tabel 4. Komposisi Botani Hijauan dan Jumlah Frekuensi Kemunculan Hijauan
pada Pastura alami di Pulau Samosir pada ketinggian lebih dari 1200
mdpl
NO

Jenis Hijauan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Axonophus compressus
Paspalum conjugatum
Flemingia macrofilia
Imperata cylindrical
Centella aciatica
Euphatorium adenophorum
Zoysia matrella
Stylosanthes capitata
Amaratus S.p
Cynodon plestosthasium
Mimosa pudica L.
Chloris gayana
Rumput lumut
Paspalum notatum
Leucena S.p
Total

Komposisi Botani
(gr)
Berat
Berat
Segar
Segar
1321,0 636,19
329,43 137,95
61,71
19,70
50,71
19,56
44,09
11,42
38,59
10,58
35,54
11,65
19,13
5,66
17,82
6,04
10,28
3,99
5,49
2,18
5,49
2,14
4,07
2,03
2,64
1,44
2,64
0,94
1953
871,55

Komposisi
Botani (%)
Berat Berat
Kering Kering
67,64
73,00
16,87
15,83
3,16
2,26
2,60
2,25
2,26
1,31
1 ,98
1,21
1,82
1,34
0,98
0,65
0,91
0,69
0,53
0,46
0,28
0,25
0,28
0,25
0,21
0,23
0,14
0,17
0,14
0,11
100
100

Frekuensi

10
5
1
1
2
1
1
2
1
2
1
1
1
1
2

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa jenis botani hijauan pada ketinggian
lebih dari 1200 mdpl yang paling tertinggi adalah Axonophus compressus dengan
persentase produksi berat segar 67,64% dan persentase berat berat bahan kering
73%. Jenis hijauan dengan persentase tertinggi kedua adalah Paspalum conjugatum
dengan persentase produksi berat segar 16,86% dengan dan persentase hijauan
15,83%. Serta tertinggi ketiga adalah Flemingia macrofilia dengan persentase
produksi 3,15% dengan persentase berat berat bahan kering 2,26%. Sementara

jenis komposisi botani terendah yaitu Leucena sp. dengan persentase 0,14%
dengan persentase berat berat bahan kering 0,11%.
Komposisi botani pada ketinggian 905-1200 mdpl dan lebih dari
1200 mdpl memiliki produksi botani yang berbeda. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Mcllroy (1976) yang menyatakan bahwa, komposisi botani padang
penggembalaan tidak selalu konstan. Perubahan susunan komponen dipengaruhi
oleh musim, kondisi tanah dan sistem penggembalaan. Komposisi suatu padang
penggembalaan dipengaruhi oleh curah hujan, ketinggian tempat dan pengelolaan
penggembalaan.
Perbandingan komposisi botani di Pulau Samosir pada ketinggian 9051200 mdpl dan lebih dari 1200 mdpl dapat dilihat melalui penggolongan hijauan
makan ternak pada 3 penggolangan yaitu rumput dan legum dan gulma hal ini
terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan jumlah spesies hijauan pada padang penggembalaan alami
di Kabupaten Samosir pada ketinggian 905-1200 dan diatas 1200 mdpl
Jenis Botani

Ketinggian (905-1200 mdpl)

Rumput (%)
Legum (%)
Gulma (%)

85,98
7,99
6.00

Ketinggian (>1200 mdpl)
98,76
1,01
0,23

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa komposisi jenis rumput yang lebih
mendominasi padang penggembalaan di Pulau Samosir dibandingkan jenis legum.
Jenis botani hijauan yang paling dominan pada kedua ketinggian yaitu Axonophus
compressus, Imperata

cilindryca dan Paspalum conjugatum. Axonopus

compressus ( rumput karpet) merupakan rumput menahun dan memiliki tunas
yang menjalar dan bercabang. Rumput ini dapat tumbuh pada dataran tinggi dan
dataran rendah. Axonopus Compressus memiliki perakaran tunggang dan

memiliki banyak cabang serta akar rumput berwarna coklat keputih-putihan
(Tjitrosoepomo, 2001), tingginya persentase rumput disebabkan rumput mudah
sekali tumbuh dan berkembang pada hampir semua jenis tanah dan pada berbagai
jenis iklim. Hal ini sesuai tidak sesuai dengan pernyataan Reksohadiprodjo
(1985), menyatakan padang rumput yang baik perbandingan komposisi botanis
dengan leguminosa adalah 60% rumput dan 40% leguminosa.
Dari hasil analisis komposisi botani pada padang penggembalaan alami di
Pulau Samosir terdapat pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl hijauan legum
hampir tidak ada. Hal ini pada saat penelitian dilakukan dalam keadaan kemarau
panjang. Tidak tumbuhnya legume diakibatkan oleh perenggutan ternak kerbau
sehingga mengakibatkan legume susah untuk bertumbuh kembali. Hal lain yang
mengakibatkan legume untuk susah tembuh yaitu tumbuhan legume tidak tahan
injakan terutama injakan ternak ruminansia besar.
Subagyo (1988), yang menyatakan bahwa

Hal ini diperkuat oleh

faktor iklim yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan atau tanaman makanan ternak adalah
radiasi, panjang hari, suhu, kelembaban dan curah hujan. Selain itu, tingginya
komposisi jenis rumput di kedua lokasi diduga karena pertumbuhan rumput lebih
cepat daripada leguminosa. Hal ini karena jenis rumput umumnya tumbuh
membentuk rumpun, memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga tahan injakan
dan renggutan ternak, regrowth- nya cepat, rhizomanya merayap dan membentuk
tanaman baru yang cepat menyebar jika mengalami pemotongan baik oleh ternak
maupun defoliasi.

Analisis Kandungan Nutrisi
Untuk mengetahui kandungan nutrisi pada hijauan yang paling dominan
dilakukan analisis proksimat. Hal ini di sajikan dalam Tabel 6 berikut :
Tabel 6. Hasil Analisis Kandungan Nutrisi Hijauan (berdasarkan BK)
Jenis Hijauan
Euphatorium adenophorum
Stylosantes capitata
Paspalum conjugatum
Cynodon dactylon
Flemingia M.
Zoysia matrella
Axonopus compressus
Imperata cilindrica
rabba-rabba
Centella asiatica
Melastoma malabatricum
Mimosa pdica
Leptosola sinensis
Starkuak
Stacytarpheta jamaisensis

BK
82,90
90,11
91,19
91,6
90,44
92,69
91,88
91,3
90,25
90,37
91,72
90,92
89,54
91,12
90,93

ABU
9,44
9,09
6,61
9,88
11,69
5,51
10,79
9,40
8,27
10,05
5,74
4,74
10,56
11,08
5,23

PK
8,65
9,89
9,03
8,74
14,21
14,53
10,44
13,21
9,17
9,07
11,88
9,42
13,88
15,13
14,48

SK
15,67
27,64
35,78
29,54
32,45
31,86
28,17
29,02
26,82
18,24
26,77
30,11
27,06
22,83
18,24

LK
0,73
1,37
0,53
0,73
1,56
1,55
1,41
1,68
1,63
1,33
0,24
1,05
1,22
1,32
0,03

Beta-N
48,43
42,12
39,24
42,71
30,53
39,24
41,07
37,99
44,36
51,68
47,09
45,6
36,82
40,76
52,95

Berdasarkan hasil analisis kandungan bahan kering (BK) teringgi pada
jenis hijauan Zoysia matrella yaitu 92.69%, diikuti oleh rumput Axonopus
compressus 91.88% dan Imperata cylindrica 91.30%. Sementara kandungan BK
terendah yaitu Euphatorium adenophorum (teklan) 82,90 %. Kadar abu tertinggi
didapat pada hijauan Flemingia macrofilia 11.69%, kadar PK tertinggi yaitu pada
rumput Zoysia matrella 14.53%, SK tertinggi Paspalum conjugatum 35.78%, LK
tertinggi Imperata Cylindrica 1.68% dan kandungan Beta-N tertinggi yaitu
Centella aciatica 51.68%. Tingginya kandungan BK suatu tanaman dipengaruhi
oleh kondisi tanah yang mengalami kekeringan sehingga hijauan yang tumbuh
juga mengalami krisis air sehingga kadar BK tanaman pun meningkat. Hal ini
sesuai dengan kondisi di lokasi penelitian karena pada daerah penelitian

mengalami kemarau yang sangat panjang sehingga tanaman pada lahan pastura
mengalami krisis air atau kekeringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Williamson et al., (1993) yang menyatakan bahwa kandungan BK pada musim
hujan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini
disebabkan oleh pengairan pada saat musim penghujan yang menyebabkan
tanaman tidak mengalami krisis air dan pertumbuhan tanaman akan semakin baik
karena kadar air pada tanaman akan semakin meningkat sehingga kadar bahan
kering hijauan menjadi rendah pada saat panen. Berbeda dengan musim kemarau,
pada saat tanaman mengalami krisis air maka kadar bahan kering (BK) tanaman
tersebut akan semakin meningkat.
Krisis air pada tanaman dapat meningkatkan kadar BK hijauan dan dapat
menurunkan kadar PK atau LK tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitorus
dan Siregar (1978), yang menyatakan bahwa iklim merupakan kombinasi dari
unsur-unsur suhu, kelembaban, curah hujan, angin dan tekanan udara yang
mempengaruhi hijauan. Faktor iklim yang terpenting di Indonesia adalah curah
hujan, suhu dan kelembaban. Pada musim hujan produksi hijauan cukup banyak,
sedangkan pada musim kemarau sebaliknya dan ternak menderita kelaparan,
selain itu pada musim kemarau kadar protein dan mineral dalam rumput-rumputan
akan menurun. Kondisis lingkungan selama pertumbuhan tanaman, menentukan
komposisi kimia dan nilai makanan hijauan tersebut. Lopez (1978) menyatakan
bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimia dan nilai
makanan dari rumput antara lain, umur hijauan, musim, kandungan air atau
kelembaban dan kesuburan tanah.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada ketinggian 905-1200 m dpl memiliki komposisi botani lebih beragam
dengan 31 spesies dengan perbandingan rumput 85,98 % , legume 47,99%, gulma
6,00 % dan komposisi botani yang paling mendominasi adalah Imperata
cylindrical. Sementara pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl terdapat 15 spesies
dengan perbandingan rumput 98,76 % , legume 1,01% , gulma 0,23 % komposisi
botani hijauan tertinggi adalah Axonopus compressus.
Saran
Disarankan untuk melakukan perbaikan pastura alami dengan melakukan
penanaman dan perawatan hijauan yang telah tersedia. Serta perlu adanya pastura
buatan untuk meningkatkan komposisi botani mempertahankan kuantitas spesies
unggulan dan penanaman spesies baru sehingga hijauan pakan ternak di Pulau
Samosir dapat terpenuhi.