Analisis Komposisi Botani dan Kandungan Nutrisi Hijauan Pakan Ternak pada Pastura Alami dengan Ketinggian yang Berbeda di Pulau Samosir Kabupaten Samosir

TINJAUAN PUSTAKA

Produktivitas Padang Penggembalaan
Dalam bahasa inggris, hal-hal yang berkaitan dengan penggembalaan
disebut pastoral. Ekosistem ini terdiri atas peternak (pastoralist) dan hewan
ternak.

Adapun

padang

penggembalaan

disebut

pastoral

ekosistem

(Iskandar 2001), lebih lanjut dijelaskan bahwa masyarakat peternak (pastoralist
society) merupakan bagian integral yang sangat penting dalam ekosistem pastoral

ini.
Secara

umum,

padang

penggembalaan

adalah

areal

untuk

menggembalakan ternak ruminansia dengan manajemen pemeliharaan diliarkan
(grazing) dalam mendukung efisiensi tenaga kerja dalam budidaya ternak. Dengan
sistem ternak diumbar di lahan tertentu pada periode tertentu, ternak bebas
memilih hijauan yang dibutuhkan, sehingga memacu produktivitas ternak itu
sendiri.


Untuk

mendukung

pengembangan

peternakan

dalam

antisipasi

ketersediaan daya dukung pakan yang semakin terbatas, saat ini telah berkembang
teknologi model integrasi ternak-tanaman (Crop Livestock System/CLS), yakni
ternak diintegrasikan dengan komoditas tanaman untuk mencapai kombinasi
optimal, sehingga input produksi menjadi lebih rendah (low input) dengan tidak
mengganggu tingkat produksi yang dihasilkan. Prinsip dan kelestarian sumber
daya


lahan

menjadi

titik

perhatian

dalam

model

ini

(Diwyanto dan Handiwirawan, 2004). Pada konsep pengembangan pola
pembibitan, faktor input produksi (biaya) dapat ditekan, karena output yang
diterima peternak adalah produksi anak dalam jangka panjang. Ketergantungan
terhadap hijauan pakan murah sangat dibutuhkan, khususnya yang bersumber dari

padang penggembalaan. Dengan sistem penggembalaan (ekstensif), peternakan

mampu memelihara ternak dengan skala besar dan memperoleh keuntungan
optimal dibandingkan pola intensif (Priyanto danYulistiani, 2005).
Berbagai aktivitas peternak mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya. Menurut Hadi (2002) sistem padang penggembalaan
merupakan kombinasi antara pelepasan ternak di padang penggembalaan bebas
dengan pemberian pakan. Di Indonesia sistem penggembalaan bebas hanya
ditemukan diwilayah timur Indonesia dimana terdapat areal padang rumput alami
yang luas. Dibeberapa tempat ternak dilepas untuk merumput di tepi jalan,
halaman rumah atau tanah kosong di sekitar desa. Sistem ini menggunakan sedikit
tenaga kerja. Peternak menggunakan system penggembalaan ini sepanjang tahun.
Pengembangan ternak ruminansia besar sangat ditentukan oleh potensi
daya dukung wilayah khususnya ketersediaan pakan ternak yang berupa hijauan
pakan (rumput dan leguminosa). Pakan ternak dapat bersumber dari rumput
budidaya di samping bersumber dari areal padang penggembalaan sebagai ajang
penggembalaan ternak. Hijauan dapat di peroleh dari hasil penanaman maupun
rumput lapang yang tersedia tanpa budidaya. Rumput lapang umumnya
berkembang di lahan di luar usaha tanaman pangan maupun pada areal padang
penggembalaan. Padang penggembalaan adalah daerah padangan tempat tumbuh
tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat merenggutnya
menurut


kebutuhannya dalam waktu

singkat

(Cullison,

1975

dalam

Reksohadiprodjo, 1985). Padang penggembalaan di Indonesia secara umum
merupakan padang penggembalaan alam yang didominasi oleh tanaman perenial,
sedikit atau tidak terdapat semak belukar, gulma (weed) dan tidak ada pohon, dan

tidak ada pengaruh tangan manusia terhadap susunan floranya. Sumber lain
menyatakan bahwa tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul dan atau
legume (jenis rumput/legum yang tahan terhadap injakan ternak) yang digunakan
untuk menggembalakan ternak (Direktorat Perluasan Areal, 2009).
Produktivitas hijauan pakan suatu


padang

penggembalaan dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ketersediaan lahan yang
memadai, dimana lahan tersebut harus mampu menyediakan hijauan pakan yang
cukup bagi kebutuhan ternak. Disamping itu faktor kesuburan tanah, ketersediaan
air, iklim dan topografi turut berpengaruh terhadap produktivitas padangan dalam
pengadaan hijauan pakan. Kualitas hijauan pakan ternak ditentukan oleh
komposisi hijauan dalam suatu areal pertanaman atau padang penggembalaan
yang dapat mengalami perubahan susunan karena pengaruh iklim, kondisi tanah
dan pengaruh pemanfaatan oleh ternak. Beberapa padang penggembalaan yang
baik mempunyai kapasitas tampung 0,4 hektar untuk 1 ST atau satu hektar lahan
dapat menampung 2,5 ST/tahun (Susetyo, 1980).

Komposisi Botani Padang Penggembalaan
Komposisi hijauan suatu padang penggembalaan turut menentukan
kualitas hijauan pakan. Padang penggembalaan yang mengandung hijauan yang
bervariasi antara rumput-rumputan dan leguminosa, terutama spesies tanaman

yang berkualitas baik akan meningkatkan kualitas hijauan (Anonimus, 1978).
Perubahan susunan komponen akan selalu terjadi pada padang
penggembalaan. Hal ini mungkin terjadi karena disebabkan oleh kondisi tenak,
musim dan pengaruh pemanfaatan oleh ternak. Perubahan-perubahan ini
menyebabkan tidak pernah konstannya komposisi botani padang penggembalaan.

Analisis komposisi botani diperlukan untuk mengetahui kondisi pastura yang
dapat mempengaruhi produksi dan kualitas hijauan yang dihasilkan. Analisis
komposisi botani dapat dilakukan secara manual dengan melihat secara langsung
komposisi botani yang ada di suatu pastura. Namun hal ini akan tentu menjadi
masalah dalam menentukan akurasi jenis botani dan waktu yang diperlukan untuk
melihat kondisi yang ada secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan metode
analisis komposisi botani yang di kenal diantaranya :
1. Metode langsung
Pemisahan dengan menggunakan tangan dan penimbangan hijauan
makanan ternak yang telah dipotong. Metode ini makin akurat jika digunakan
jumlah sampel yang cukup banyak, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama
dengan fasilitas yang memadai.
2. Metode pendugaan
Estimasi persentase berat pada hijauan makanan ternak yang telah di

potong, estimasi persentasi berat in situ dikebun/lapangan dan estimasi unit yang
berat dari tiap-tiap spesies di kebun/lapangan. Metode ini lebih cepat tetapi kurang
teliti karena faktor-faktor subjektif.
Kuantitas produksi hijauan dalam kuadran 1 m². Menetapkan Proper Use
Factor (PUF) tergantung pada jenis ternak yang digembalakan, spesies hijauan,
dan kondisi tanah padang penggembalaan. Penggunaan padang penggembalaan
ringan, sedang, dan berat nilai PUFnya masing-masing 25-30%, 40-45%, dan 6070%. Analisis komposisi botani yang meliputi suatu vegetasi padangan
menunjukkan gambaran tentang adanya spesies-spesies tertentu serta proporsinya
di padangan tersebut. Beberapa teknik telah digunakan untuk menganalisa

vegetasi, antara lain dengan menimbang berat masing-masing komponen.
Penimbangan masing-masing spesies atau kultiva merupakan metode yang paling
tepat dan obyektif dalam menentukan komposisi botani suatu padangan dimana
masing-masing komponen diekspresikan dalam persentase dan total produksi
bahan kering. Sampel yang dipakai dapat diambil dari hijauan yang dipotong pada
saat mengukur produksi atau unit contoh yang secara spesifik dipakai untuk
mengukur komposisi dari masing-masing spesies. Jumlah contoh yang bervariasi,
tetapi diperkirakan 0,5 kg dianggap sudah cukup untuk pelaksanaan analisis
(Subagyo et al., 1988).
Kuantitas produksi hijauan dalam kuadran 1 m². Menetapkan Proper Use

Factor (PUF) tergantung pada jenis ternak yang digembalakan, spesies hijauan,
dan kondisi tanah padang penggembalaan. Penggunaan padang penggembalaan
ringan, sedang, dan berat nilai PUF nyamasing-masing 25-30%, 40-45%, dan 6070%. Analisis komposisi botani yang meliputi suatu vegetasi padangan
menunjukkan gambaran tentang adanya spesies-spesies tertentu serta proporsinya
di padangan tersebut. Beberapa teknik telah digunakan untuk menganalisa
vegetasi, antara lain dengan menimbang berat masing-masing komponen.
Penimbangan masing-masing spesies atau kultiva merupakan metode yang paling
tepat dan obyektif dalam menentukan komposisi botani suatu padangan dimana
masing-masing komponen diekspresikan dalam persentase dan total produksi
bahan kering. Sampel yang dipakai dapat diambil dari hijauan yang dipotong pada
saat pada saat mengukur produksi atau unit contoh yang secara spesifik dipakai
untuk mengukur komposisi dari masing-masing spesies. Jumlah contoh yang

bervariasi, tetapi diperkirakan 0,5 kg dianggap sudah cukup untuk pelaksanaan
analisis (Subagyo et al., 1988).
Dalam

perkembangannya,

diperkenalkan


metode

“rank”

atau

perbandingan yang memberikan persentase relative tentang kedudukan masingmasing spesies (relative importance persentage). Metode ini digunakan untuk
menaksir komposisi botani pada rumput atas dasar bahan kering tanpa melakukan
pemotongan dan pemisahan spesies hijauan (Iskandar, 2001).

Jenis-jenis Rumput pada Padang Penggembalaan
Hijauan merupakan sumber makanan utama bagi ternak ruminansia untuk
dapat bertahan hidup, berproduksi serta berkembang biak. Produksi ternak yang
tinggi perlu didukung oleh ketersediaan hijauan yang cukup dan kontiniu dimana
sumber utama makanan ternak adalah dari rerumputan (BET, 1997).
Digitaria decumbens (Rumput Pangola)
Digitaria decumbens yang dikenal juga sebagai rumput panggola adalah
rumput yang baik untuk pangonan, cepat tumbuh, hidup bertahun-tahun dan
disukai ternak. Tumbuhnya menjalar dan cepat membentuk hamparan yang lebat.

Berasal dari Afrika dan tumbuh subur di daerah-daerah yang tidak terlalu panjang
musim keringnya. Rumput panggola tumbuh baik di daerah basah. Dengan
pengairan yang baik akan tumbuh lebar di daerah kering dan juga dapat bertahan
di tempat yang kering atau tergenang air, didataran rendah, maupun didataran
tinggi. Untuk mempertahankan kelestarian produksi hijauannya, hendaklah
dipelihara kelembapan tanah dengan pengelolaan air yang baik. Dengan
pemupukan yang baik serta pengelolaan yang teliti, rumput ini menghasilkan
sebanyak 125 ton/ ha dalam setahun. Rumput panggola tahan terhadap penyakit

tananan dan disukai oleh ternak. Tiap ha dapat menampung 9 atau 10 ekor sapi
selama beberapa bulan dengan menghasilkan kenaikan berat badan ± 450g sehari
(Tafal, 1981).
Ageratum Conyzoides (Bandotan)
Bandotan

(Ageratum

Conyzoides)

ialah

gulma

famili

Asteraceae/Compositae yang umbuh di sawah-sawah, ladang, semak belukar,
halaman kebun, tepi jalan, tanggul, dan tepi air. Jenis gulma satu musim.
Tanaman ini selain menggangu tanaman budidaya juga dapat dimanfaatkan
sebagai biopestisida (Yasin, 1993).
Imperata cylindrica (Alang-alang)
Nama ilmiahnya adalah Imperata cylindrica, atau dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai bladygrass, spear grass, silver-spike atau cogongrass. Alangalang dapat berkembang biak dengan cepat, dengan benih-benihnya yang tersebar
cepat bersama angin, atau melalui rimpangnya yang cepat menembus tanah yang
gembur. Alang-alang (Imperata cylindrica) biasanya tumbuh pada lahan bekas
hutan yang rusak dan terbuka, bekas ladang, sawah yang mengering, tepi jalan
dan lain-lain. Sampai taraf tertentu, kebakaran vegetasi dapat merangsang
pertumbuhan alang-alang (Jayadi, 1991). Jenis rumput ini dapat tumbuh pada
elevasi 0 sampai ketinggian 300 meter dpl dengan curah hujan 500-5000 mm/thn
(Dwidjoseputro, 2009).
Chloris gayana (Rumput Rhodes)
Tanaman ini berasal dari Afrika Timur dan Selatan. Merupakan jenis
rumput berumur panjang dan membentuk rumpun yang lebat. Rumput ini
berkembang dengan stolon yang membentuk akar-akar pada buku-bukunya.

Rumput ini mudah tertekan oleh jenis rumput-rumput yang lebih agresif
seperti Cynodon plectostachyus. Tinggi tanaman bisa mencapai 60-150 cm.
Rumput ini dapat tumbuh pada tanah berstruktur ringan sampai berat dengan
ketinggian tempat 0-3.000 mdpl dan bercurah hujan 762-1.270 mm/tahun. Chloris
gayana disebut juga rumput Rhodes dapat di potong setelah umur 40 sampai 60
hari (Sutedi et al., 2004).
Panicum maximum (Rumput Benggala)
Hijauan merupakan pakan yang berperan penting bagi ternak ruminansia
dan proporsinya sangat besar dalam ransum. Rumput benggala (Panicum
maximum) sangat cocok untuk dijadikan rumput potong bagi ternak karena
mempunyai tekstur daun yang halus sehingga disukai oleh ternak ruminansia.
Rumput benggala mengandung bahan kering 20 %, abu 3,1 %, lemak kasar 0,5 %,
serat kasar 6,1 %, dan protein kasar 2,6 % (Rahalus et al., 2014).
Karakteristik rumput benggala adalah tanaman tumbuh tegak membentuk
rumpun mirip padi. Termasuk rumput tahunan, kuat, berkembang baik yang
berupa rumpun/pols yang sangat besar, dengan akar serabut menembus dalam
tanah, batangnya tegak dan berongga tak berbulu. Tinggi tanaman 1,00-1,50 m,
dengan seludang-seludangnya berbulu panjang pada pangkalnya, lidah kadangkadang berkembang biak. Daun bentuk pita yang sangat banyak jumlahnya itu
terbangun garis, lancip bersembir kasar, berwarna hijau, panjang 40–105 cm
dengan lebar 10-30 mm dan jenis rumput ini juga memiliki biji dimana
diameternya berkisar antara 2,25 sampai 2,50 mm, tiap kg biji mengandung
1,2-1,5 juta butir (Sajimin et al., 2013).

Brachiaria humidicola
Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput agresif yang tumbuh
rendah. Tanaman ini berkembang secara vegetatif dengan stolon. Hal ini karena
rumput tersebut mempunyai sifat stolonifer yang dapat membentuk anakan yang
banyak sehingga dapat membentuk rumpun yang lebih lebat. Setiap buku yang
bersinggungan dengan tanah dapat mengeluarkan akar dan timbul anakan. Stolon
begitu cepat menyebar sehingga bila ditanam di lapangan segera membentuk
hamparan. Rumput Brachiaria humidicola mempunyai helai daun berwarna hijau
terang

(brigth

green),

lebar

5-16

mm

dan

panjang

12-25

cm

(Skerman dan Riveros, 1990).
Hijauan pakan ternak yang sangat baik untuk pertumbuhan ternak
kambing adalah hijauan Brachiaria ruziziensis yang memiliki kegunggulan
palatabilitas dan produksi yang tinggi 120 ton BK/ha/tahun, telah beradaptasi baik
dan tersebar diberbagai agroklimat di Indonesia. Limbah dari hasil tanaman
pangan dan hijauan yang berada di bawah naungan pohon perkebunan kelapa
sawit yang potensial didaerah setempat merupakan salah satu sumber daya yang
cukup potensial sebagai pakan ternak dan tersedia dalam jumlah besar dan relatif
tersedia sepanjang waktu. Secara biologis ternak kambing cukup produktif dan
adaptif

dengan

kondisi

lingkungan

setempat,

sehingga

memudahkan

pengembangannya (Rusdiana dan Hutasoit, 2014).
Pennisetum purpureum (Rumput Gajah)
Produksi ternak yang tinggi perlu didukung oleh ketersediaan hijauan yang
cukup dan kontiniu. Sumber utama hijauan pakan adalah berasal dari rumput.
Salah satu rumput yang sangat potensial dan sering diberikan pada ternak

ruminansia adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum). Rumput gajah
(Pennisetum purpureum) cv. Taiwan ini mempunyai produksi yang cukup tinggi,
anakan yang banyak dan mempunyai akar yang kuat, batang yang tidak keras serta
mempunyai ruas-ruas yang pendek, daunnya lebih lebar dari rumput gajah
varietas lainnya yaitu varietas Hawaii dan varietas Afrika, dan tidak mempunyai
bulu-bulu halus pada permukaan daunnya sehingga sangat disukai oleh ternak
(BET, 1997).
Chloris gayana (Rumput Rodesia)
Rumput Rodesia (Chloris gayana) merupakan rumput asli daerah Afrika
Selatan dan Timur yang meluas ke Afrika Barat. Tanaman ini mempunyai umur
yang panjang dapat mencapai tinggi−1,5
1 m. Batangnya bercabang -cabang dan
lebat berkembang pesat dengan stolon. Helai daun halus, tidak berbulu dan
panjang sekitar 50 cm dengan lebar 0,5
−1,0 cm

. Tanaman ini berbunga, dapat

tumbuh baik pada setiap jenis tanah namun responsif terhadap tanah yang subur
dengan pH 6,5–7,0. Rumput ini termasuk jenis rumput yang tahan kering dan
mempunyai kandungan protein 8-9% (Jayady,1991).
Cynodon plectostachyus (Rumput Bintang Afrika)
Tanaman tahunan berstolon yang tumbuh cepat menutup tanah
membentuk hamparan yang padat. Tinggi tanaman bisa mencapai 120 cm. Jenis
rumput ini berasal dari Afrika Timur tetapi umum terdapat di daerah-daerah
tropis. Cukup tahan terhadap penggembalaan. Dapat tumbuh pada semua jenis
tanah dengan ketinggian tempat yang rendah dan curah hujan berkisar 500-800
mm/tahun. Rumput ini peka terhadap pemupukan N. Biasanya diperbanyak

dengan sobekan rumpun (pols) atau stolon. Jenis rumput ini disukai oleh ternak
(Siregar, 1996).
Paspalum conjugatum (Rumput Paitan)
Rumput paitan merupakan jenis hijauan pakan ternak yang berasal dari
Amerika dan Asia Tenggara. Paspalum conjugatum banyak digunakan sebagai
pakan ternak terutama kerbau, sehingga sering juga disebut rumput kerbau.
Rumput paitan atau rumput kerbau sangat disukai oleh ternak ruminansia seperti
kerbau, kambing, sapi, dan domba. Paitan tumbuh dengan baik di daerah dengan
ketinggian hingga 1700 meter dpl. Rumput ini tumbuh dengan cara stolon
berakarserabut dan tinggi bias mencapai 40-60 cm.

Jenis rumput ini Sering

ditemukan di lapangan atau tumbuh dibawah pohon (Sutaryono et al., 2002).

Analisis Proksimat
Analisa proksimat informasi umum mengenai kualitas bahan pakan dapat
diketahui dari hasil analisa proksimat yang telah digunakan lebih dari 100 tahun
yang lalu. Analisa tersebut disebut sebagai analisa Weende analisa proksimat
yang dikembangkan pada tahun 1860 oleh Henneberg dan Stohmann di Jerman
(Aquaculture, 2008). Analisa proksimat merupakan uji analisa suatu bahan pakan
yang telah lama ada dan dapat digunakan untuk menduga nilai nutrien dan nilai
energi dari bahan atau campuran pakan yang berasal dari bagian komponen bahan
pakan tersebut (NRC, 1994).
Analisa proksimat dibagi ke dalam enam fraksi zat makanan yaitu kadar
air, abu, protein kasar, lemak, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(Amrullah, 2004).

Air
Bahan
Makanan

Abu
Bahan
Kering

Protein
Bahan
Organik

Lemak
Bahan
Organik
Tanpa N

Serat Kasar
Karbohidrat
Bahan
Ektrak
Tanpa N

Gambar 1. Skema Analisa Proksimat Bahan Pakan (Amrullah, 2004)