Analisis Tentang Konsolidasi Tanah Pada Desa Pematang Simalungun Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun Chapter III V

BAB III
SOLUSI YANG DILAKUKAN KEPADA PELAKSANAAN KNSOLIDASI
TANAH DI DESA PEMATANG SIMALUNGUN KECAMATN SIANTAR,
KABUPATEN SIMALUNGUN YANG MENGALAMI KEGAGALAN

A. Bentuk-bentuk Solusi Penanganan Masalah/Sengketa Konsolidasi Tanah di
Indonesia.
Kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest) di
bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret antara perorangan
dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum; badan hukum dengan badan
hukum dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna kepastian hukum yang
diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat
diberikan respons, reaksi, penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan
pemerintah), berupa solusi melalui Badan Pertanahan Nasional dan solusi melalui
Badan penelitian. Solusi penyelesaian sengketa tanah dapat ditempuh melalui 3 cara
yaitu 40 :
1.

Solusi Melalui BPN
Kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim/pengaduan/keberatan dari


masyarakat (perorangan/badan hukum) yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap
suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh
Pejabat tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, serta keputusan
Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tersebiut.

40

Fia S. Aji (Kanwil BPN Gorontalo), Penyelesaian sengketa Pertanahan Di Indonesia,
http://fiaji.blogspot.com/2007/09/penyelesaian-sengketa-pertanahan-fia-s.html diakses pada tanggal 09
agustus 2014.

Universitas Sumatera Utara

Dengan adanya klaim tersebut, mereka ingin mendapat penyelesaian secara
administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta merta dari pejabat yang berwenang
untuk itu. Kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap suatu keputusan tata Usaha
Negara di bidang pertanahan (sertifikasi/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah),
ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Kasus pertanahan meliputi beberapa macam antara lain mengenai masalah status

tanah, masalah kepemilikan, masalah bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar
pemberian hak dan sebagainya. Setelah menerima berkas pengaduan dari masyarakat
tersebut diatas, pejabat yang berwenang menyelesaikan masalah ini akan mengadakan
penelitian dan pengumpulan data terhadap berkas yang diadukan tersebut. Dari hasil
penelitian ini dapat disimpulkan sementara apakah pengaduan tersebut dapat diproses
lebih lanjut atau tidak dapat. Apabila data yang disampaikan secara langsung ke Badan
Pertanahan Nasional itu masih kurang jelas atau kurang lengkap, maka Badan
Pertanahan Nasional akan meminta penjelaan disertai dengan data serta saran ke Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat letak tanah yang disengketakan.
Bilamana kelengkapan data tersebut telah dipenuhi, maka selanjutnya diadakan
pengkajian kembali terhadap masalah yang diajukan tersebut yang meliputi segi
prosedur, kewenangan dan penerapan hukumnya. Agar kepentingan masyarakat
(perorangan atau badan hukum) yang berhak atas bidang tanah yang diklaim tersebut
mendapat perlindungan hukum, maka apabila dipandang perlu setelah Kepala Kantor
Pertanahan setempat mengadakan penelitian dan apabila dari keyakinannya memang
harus distatus quokan, dapat dilakukan pemblokiran atas tanah sengketa. Kebijakan ini
dituangkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 14 Januari

Universitas Sumatera Utara


1992 Nomor : 110-150 perihal pencabutan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 16
tahun 1984.
Dengan dicabutnya Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 16 Tahun 1984, maka
diminta perhatian dari Pejabat Badan Pertanahan Nasional di daerah yaitu para Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota, agar selanjutnya di dalam melakukan penetapan status quo atau
pemblokiran hanya dilakukan apabila ada penetapan Sita Jaminan (CB) dari Pengadilan.
(Bandingkan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala badan Pertanahan
nasional No 3 Tahun 1997 Pasal 126).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa apabila Kepala Kantor Pertanahan
setempat hendak melakukan tindakan status quo terhadap suatu Keputusan Tata usaha
Negara di bidang Pertanahan (Sertifikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah),
harusnya bertindak hati-hati dan memperhatikan asas-asas umum Pemerintahan yang
baik, antara lain asas kecermatan dan ketelitian, asas keterbukaan (fair play), asas
persamaan di dalam melayani kepentingan masyarakat dan memperhatikan pihak-pihak
yang bersengketa.
Terhadap kasus pertanahan yang disampaikan ke Badan Pertanahan Nasional
untuk dimintakan penyelesaiannya, apabila dapat dipertemukan pihak-pihak yang
bersengketa, maka sangat baik jika diselesaikan melalui cara musyawarah. Penyelesaian

ini seringkali Badan Pertanahan Nasional diminta sebagai mediator di dalam
menyelesaikan sengketa hak atas tanah secara damai saling menghormati pihak-pihak
yang bersangkutan.
Berkenaan dengan itu, bilamana penyelesaian secara musyawarah mencapai kata
mufakat, maka harus pula disertai dengan bukti tertulis, yaitu dari surat pemberitahuan

Universitas Sumatera Utara

untuk para pihak, berita acara rapat dan selanjutnya sebagai bukti adanya perdamaian
dituangkan dalam akta yang bila perlu dibuat di hadapan notaries sehingga mempunyai
kekuatan pembuktian yang sempurna.
Pembatalan keputusan tata usaha Negara di bidang pertanahan oleh Kepala
Badan Pertanahan Nasional berdasarkan adanya cacat hukum/administrasi di dalam
penerbitannya. Yang menjadi dasar hukum kewenangan pembatalan keputusan tersebut
antara lain :
a.

Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok-pokok
Agraria.


b.

Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah.

c.

Keputusan Presiden No 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang
Pertanahan.

d.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertananahn Nasional No 3
Tahun 1999.
Dalam praktik selama ini terdapat perorangan/badan hukum yang merasa

kepentingannya dirugikan mengajukan keberatan tersebut langsung kepada Kepala
Badan Pertanahan Nasional. Sebagian besar diajukan langsung oleh yang bersangkutan
kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional dan sebagian diajukan melalui Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan.


2.

Melalui Badan peradilan
Apabila penyelesaian melalu musyawarah di antara para pihak yang bersengketa

tidak tercapai, demikian pula apabila penyelesaian secara sepihak dari Kepala Badan

Universitas Sumatera Utara

Pertanahan Nasional tidak dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa, maka
penyelesaiannya harus melalui pengadilan.
Setelah melaui penelitian ternyata Keputusan Tata Usaha Negara yang
diterbitkan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional sudah benar menurut hukum dan
sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka Kepala Badan Pertanahan Nasional dapat
dapat juga mengeluarkan suatu keputusan yang berisi menolak tuntutan pihak ketiga
yang keberatan atas Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan oleh pejabat
Badan Pertanahan Nasional tersebut. Sebagai konsekuensi dari penolakan tersebut
berarti Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan tersebut tetap benar dan
sah walaupun ada pihak lain yang mengajukan ke pengadilan setempat.
Sementara menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hokum tetap,

dilarang bagi Pejabat Tata Usaha Negara yang terkait mengadakan mutasi atas tanah
yang bersangkutan (status quo). Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya masalah
di kemudian hari menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berperkara maupun
pihak ketiga, maka kepada Pejabat Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang terkait
harus menerapkan asa-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu untuk melindungi
semua pihak yang berkepentingan sambil menunggu adanya putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).
Kemudian apabila sudah ada putusan hakim yang mempunyai kekuatan hokum
yang pasti, maka Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat melalaui Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yangbersangkutan mengusulkan
permohonan pembatalan suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan
yang telah diputuskan tersebut di atas. Permohonan tersebut harus dilengkapi dengan

Universitas Sumatera Utara

laporan mengenai semua data yang menyangkut subjek dan beban yang ada di atas
tanah tersebut serta segala permasalahan yang ada.
Kewenangan admistratif permohonan pembatalan suatu Surat Keputusan
Pemberian Hak Atas Tanah atau Sertifikat Hak Atas Tanah adalah menjadi kewenangan
Kepala Badan Pertanahan nasional termasuk langkah-langkah kebijaksanaan yang akan

diambil berkenaan dengan adanya suatu putusan hakim yang tidak dapat dilaksanakan.
Semua ini agar diserahkan kepada Kepala Badan Pertanahan nasional untuk menimbang
dan mengambil keputusan lebih lanjut.

B. Bentuk Solusi Penanganan Masalah Konsolidasi Tanah di Desa Pematang
Simalungun.
1.

Pemecahan Masalah Dalam Bentuk Litigasi
Bahwa sengketa atau perkara konsolidasi tanah di Desa Pematang Simalungun

Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun. Berdasarkan penelusuran dan hasil
wawancara dengan salah satu Advocat yang menangani perkara yaitu Taufik Tahir
Yusuf Lubis, SH., bahwa menurutnya “konsolidasi tanah tersebut mengatakan bahwa
jumlah perkara dalam konsolidasi tanah di Desa Pematang Simalungun itu berjumlah
ratusan yang mana perkara tersebut, ada yang telah diselesaikan melalui jalur litigasi
dengan menggelar persidangan dalam perkara perdata dan perkara tata usaha Negara”.
Bahwa persidangan yang digelar tersebut, dilakukan di Pengadilan Negeri
Simalungun yang menangani perkara perdatanya sedangkan Pengadilan Tata Usaha
Negara Medan menagani perkara tata usaha negaranya. Dan perkara konsolidasi tanah

memang perlu penangan lapangan litigasi yang perlu di gelar dalam bentuk perkara
perdata dana perkara tata usaha Negara.

Universitas Sumatera Utara

Bahwa

contoh

kasus

dalam

perkara

tata

usaha

Negara


Nomor:

53/G/2011/PTUN-MDN. Selain disidangkan dalam perkara tata usaha Negara
sebagaimana sengketa tata usaha Negara sebagaimana yang telah disebutkan dalam
register perkara aquo, bahwa perkara sengketa tata uaha Negara sebelumnya telah
diputuskan mellaui perkara perdata dengan Register Nomor : 02Pdt.G/2006/PN-Sim,
dimana putusan perkara perdata tersebut. Berisi mengukukan kepemilikan atas tanah
yang disengketa para penggugat yaitu Sukardi, Sularmo, dan Sunanrno dalam perkara
tata usaha Negara tersebut.

2.

Pemecahan Masalah Dalam Bentuk Non Litigasi
Bahwa selain dengan jalur litigasi penyelesaian konsolidasi tanah juga dilakukan

dengan cara non litigasi yaitu denagn cara berupa mekanisme mediasi,negosasi yang
dilakukan antara orang yang diberikan tanah hasil konsolidasi tanah, atau orang
perorang yang diberikan Sertifikat Hak Milik atas tanah hasil konsolidasi tanah di Desa
Pematang Simalungun.

Konsolidasi tanah yang dilakukan dengan cara mediasi, dilakukan oleh pemilik
tanah asli denngan orang yang diberikan tanah hasil konsolidasi tanah (orang yang
memiliki Sertifikat Hak Milik hasil konsolidasi tanah). Mediasi ini dapat terjadi karena
adanya komunikasi yang baik antara pemilik tanah asli dengan pemilik tanah setelah
dilakukan konsolidasi tanah, selain itu didukung olehkesadaran pemiliktanah asli
konsolidasi. Bahwa mekanisme konsolidasi tanah terseut dilakukan dengan cara atau
prosedur yang menyalahi.

Universitas Sumatera Utara

C. Tanah Warga Yang Telah Diselesaikan Dari Masalah Kegagalan Pelaksanaan
Konsolidasi Tanah di Desa Pematang Simalungun, Kecamatan Siantar,
Kabupaten Simalungun.
Bahwa tanah-tanah warga yang telah diselesaikan melalui mekanisme
penyelesaian masalah pertanahan konsolidasi tana di Desa Pematang Simalungun,
Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun, dapat dilihat melalui beberapa Putusan
Perkara Sengketa Tata Usaha Negara Nomor: 53/G/2011/PTUN-MDN dan Perkara
Sengketa Tata Usaha Negara Nomor: 07/G/2012/PTUN-MDN, dimana putusan-putusan
ini mewakili perkara-perkara konsolidasi tanah yang terjadi di Desa Pematang
Simalungun Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, dimana pihak-pihak dalam
perkara tersebut adalah sebagai berikut :
1.

Perkara Nomor : 53/G/2011/PTUN-MDN, dimana para pihaknya adalah Sukardi,
Sularmo, Sularno sebagai penggugat melawan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Simalungun. 41

2.

Perkara nomor : 07/G/PTUN-MDN 42 , dimana para pihaknya adalah Mariana Br.
Ritonga sebagai Penggugat melawan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten
Simalungun sebagai “Tergugat”, dan Kiberia Br. Sinaga 43 sebagai “Turut
tergugat” .

D. Analisis Kasus Perkara No. 53/G/2011/PTUN-MDN Atas Konsolidasi Tanah di
Desa Pematang Simalungun
Dalam perkara Nomor 53/G/2011/PTUN-MDN tentang duduk perkaranya
adalah sebagai berikut :

41

Putusan Perkara Nomor : 53/G/2011/PTUN-MDN
Putusan Perkara Nomor : 07/G/2012/PTUN-MDN
43
Adalah pihak yang namanya terdapat dalam Sertifikat hasil konsolidasi tanah, dimana tanah
Mariama Br. Ritonga yang diambil bahagiannya.
42

Universitas Sumatera Utara

1.

Objek Gugatan
Bahwa yang menjadi objek gugatan dalam perkara ini adalah Sertifikat Hak

Milik No. 534 tanggal 30 Maret 1989, surat ukur No. 1250 dengan luas 1412 M2 atas
nama Rosdiana Br. Sinaga yang dikeluarkan/diterbitkan oleh tergugat yang terletak di
nagori/desa Pematang Simalungun, Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun Provinsi
Sumatera Utara.
2.

Kepentingan diajukannya gugatan
a. Bahwa penggugat merupakan ahli waris dari (Alm. Mukijan) dan (Almh.
Sukinem) berdasarkan Surat Keterangan Nomor : 749/16/12.07.03.2020.2/2011
tertanggal 4 Juli 2011 yang diterbitkan oleh Pangulu/Kepala Desa pematang
Simalungun Provinsi Sumatera Utara.
b. Bahwa, tanah aquo didapatkan oleh para penggugat dari orang tua penggugat,
dimana orang tua para penggugat mendapatkan tanah ini dari Perkebunan PT.
Putra Jasa, yang merupakan tanah garapan untuk masyarakat, sebelum tahun
1968. Dan mulai tahun 1968 sampai dengan sekarang, tanah aquo dikerjakan
atau dikelola, diusahai oleh Penggugat mulai tahun 1968 sampai dengan
sekarang.
c. Bahwa, tenggang waktu pengusahaan yang dilakukan oleh para Penggugat
tersebut, Penggugat menguasai dengan menanami tanaman singkong, coklat,
serta diatas tanah tersebut para penggugat membangun gubuk sebagai tempat
tinggal para penggugat di saat berkebun di tanah tersebut.
d. Bahwa tanpa sepengetahuan para penggugat di atas tanah para penggugat
tersebut telah ada Sertifikat Hak Milik sebagaimana yang telah disbeutkan di
atas. Dan sepengetahuan tergugat adanya Sertifikat Hak Milik tersebut, dari

Universitas Sumatera Utara

sekretaris Desa Pematang Simalungun, Arfandy Harahap, yang menyatakan
bahwa dahulu ada proyek LC (Land Consolidation) di Desa Pematang
Simalungun ini, yang salah satu tanah warga yang terkena proyek ini adalah
tanah milik para Penggugat.
e. Akan tetapi para penggugat tidak mengetahuinya karena pelaksanaan LC
(konsolidasi tanah) para penggugat dan sebahagian warga yang tanahnya terkena
proyek tersebut, tidak ada diundang untuk musyawarah pelaksanaan konsolidasi
tanah tersebut.
f. Bahwa pelaksanaan konsolidasi tanah tersebut telah memberikan dampak
negative yang sangat merugikan bagi warga di Desa Pematang Simalungun,
yang tidak mengerti sama sekali adanya pelaksanaan proyek konsolidasi
tersebut.
g. Bahwa dengan keadaan yang demikian, panitia konsolidasi tanah dalam proyek
tersebut, di indikasi telah melakukan penyalahgunaan kewenangan di dalam
melaksanakan proyek konsolidasi tersebut.
h. Bahwa dengan keadaan yang demikian, panitia konsolidasi tanah dalam proyek
tersebut, di indikasi telah melakukan penyalahgunaan kewenangan di dalam
melaksanakan proyek konsolidasi tersebut.

3.

Alasan Diajukannya Gugatan
Bahwa jelas dengan keadaan yang demikian, maka panitia pelaksanaan

konsolidasi tanah di Desa Pematang Simalungun yang dalam hal ini adalah Kantor
Pertanahan Kabupaten Simalungun, telah melakukan pelanggaran hukum tentang
pelaksanaan konsolidasi tanah serta peraturan tentang pemerintahan yang bersih dan

Universitas Sumatera Utara

baik, selain peraturan tentang mekanisme pelaksanaan konsolidasi tanah, panitia
pelaksana konsolidasi itu juga melangar Peraturan pemerintah No.10 Tahun 1961
tentang pendaftaran tanah yang telah diganti dengan Peraturan Pemeirntah No. 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Atas dasar hal tersebut para penggugat melalui
Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara menuntut Majelis Hakim yang menyidangkan
perkara ini dengan amar putusan sebagai berikut :
1.

Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.

2.

Menyatakan batal atau tidak sah sertifikat Hak Milik No. 534 tanggal 30 Maret
1989, Surat Ukur No. 1250, seluas 1412 M2 atas nama Rosdiana Br. Sinaga yang
terletak di Nagori Desa Pematang Simalungun Kecamatan Siantar Kaubupaten
Simalungun.

3.

Memerintahkan tergugat untuk mencabut Surat Sertifikat Hak Milik No. 534
tanggal 30 Maret 1989, surat ukur No. 1250, seluas 1412 M2 atas nama Rosdiana
Br. Sinaga. Yang terletak di Nagori/Desa Pematang Simalungun Kecamatan Siantar
Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

4.

Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara ini.
Dan putusan dalam perkara ini, Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini,

memutuskan perkara ini, dengan putusan mengabulkan gugatan para penggugat untuk
seluruhnya. Yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
1.

Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.

2.

Menyatakan batal Sertifikat Hak Milik Nomor: 534/Desa Rambung Merah, tanggal
30 Maret 1989, Surat Ukur Nomor: 1250, tanggal 30 Maret 1989, luas 1.412 M2
atas nama Rosdiana Br. Sinaga.

Universitas Sumatera Utara

3.

Mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut Sertifikat Hak Milik Nomor:
534/Desa Rambung Merah, tanggal 30 Maret 1989 luas 1.412 M2 atas nama
Rosdiana Br. Sinaga, dan mencoret dari daftar buku tanah pada Kantor Pertanahan
Kabupaten Simalungun.

4.

Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara dalam sengketa ini sebesar Rp
294.000,- (dua ratus Sembilan puluh empat ribu rupiah).

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
MANFAAT KONSOLIDASI TANAH
DI DESA PEMATANG SIMALUNGUN
A. Prinsip Dasar Konsolidasi Tanah serta Upaya Pencapaian Tujuan Konsolidasi
Secara Umum
Pelaksanaan pembangunan saat ini menghadapi tugas yang sangat berat karena
kebanyakan daerah di Indonesia tumbuh secara alamiah tanpa berlandaskan pada tata
ruang yang mantap. Tetapi juga karena urbanisasi yang berlangsung sangat cepat dan
dalam waktu yang relative singkat. Pertumbuhan penduduk yang melesat sangat cepat
menuntut pengadaan aneka aktifitas dan dalam suatu tata ruang yang utama di daerah
perkotaan ataupun kabupaten. 45
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu alternative
model pembangunan tanah perkotaan tanpa pembebasan tanah yaitu dengan cara
konsolidasi tanah perkotaan (KTP). Melalui konsolidasi tanah perkotaan. Ini diharapkan
akan dapat mengatasi berbagai kelemahan model pembangunan konvensional seperti
pembebasan tanah, dalam pengadaan fasilitas-fasilitas umum dan lingkungan yang
teratur.46
Konsolidasi lahan merupakan salah satu bentuk kegiatan pengelolaan tata guna
lahan melalui pengaturan kembali penggunaan lahan dan penguasaan bidang-bidang
tanah. Konsolidasi tanah sudah cukup popular di banyak Negara seperti di Negara
Jepang, Taiwan, Jerman, dan Indonesia sebagai salah satu instrument penataan ruang.
Sasaran dari kegiatan ini adalah penataan kembali penggunaan dan penguasaan tanah
pada suatu kawasan yang kondisinya kurang memenuhi syarat menjadi kawasan yang
lebih baik.

Universitas Sumatera Utara

Model-model konsolidasi tanah bervariasi karena struktur penguasaan bidangbidang taah di beberapa Negara yang berbeda-beda. Secara garis besar ada 3 model
konsolidasi tanah. Di Eropa misalnya, konsolidasi lahan pertanian merupakan upaya
menyatukan penguasaan seseorang atas bidang-bidang tanah yang tersebar menjadi 1
hamparan agar lebih mudah dalam pengelolaannya. Menata kembali bentuk dan letak
bidang tanah serta pemecahan bidang menjadi jumlah kapling lebih banyak (Land
division) dalam rangka penataan wilayah.

Prinsip-prinsip dasar Konsolidasi Tanah
a.

Pengaturan kembali letak persil.

b.

Adanya keseimbangan besarnya pembiayaan yang diwujudkan dalam bentuk
sumbangan tanah untuk pembangunan (STUP) dengan peningkatan nilai tanah
setelah konsolidasi terlaksana.

c.

Pengamanan hak atas tanah dengan pemberian sertifikat tanah

d.

Adil dalam pengorbanan da perolehan manfaat

e.

Partsisipasi aktif para pemilik tanah

Upaya-upaya dalam pencapaian tujuan Konsolidasi Tanah
1.

Setiap bidang tanah memperoleh akses jalan (factor penunjang)

2.

Bentuk bidang tanah dibuat teratur sesuai dengan sifat dan tujuan penggunaan
tanahnya.

3.

Luas tanah ditata sesuai kebutuhan

4.

Tata letak (layout) kawasan disesuaikan dengan keutuhan pola hunian atau pola
usaha, sekaligus mendukung penyediaan sarana prasarana.

Universitas Sumatera Utara

5.

Penataan terpadu sejak awal.

B. Tujuan dan Manfaat Konsolidasi Tanah
1.

Tujuan Konsolidasi Tanah
Secara umum pelaksanaan konsolidasi tanah di Desa Pematang Simalungun

adalah untuk menyiapkan sebuah lahan pemukiman yang bersifat siap huni sesuai
dengan bentuk hunian yang sehat dan nyaman, sebagaimana program pemerintah
tentang kasiba (pemukiman siap bangun) dan lasiba (lingkungan siap bangun).
Program kasiba dan lasiba yang direncanakan pemerintah, dan adanya perhatian
khusus akan itu oleh pemerintah diatur di dalam peraturan Menteri Negara Perumahan
Republik Indonesia, yang tujuan utamanya untuk menghasilkan kualitas kehidupan
masyarakat yang baik, melalui pemukiman yang baik dan nyaman bagi masyarakat.
Diharapkan dengan pelaksanaan konsolidasi tanah tersebut, tersusun suatu
sistem yang baik atas peningkatan mutu kehidupan masyarakat kearah yang lebih
modern dan masyarakat yang maju.

2.

Manfaat Konsolidasi Tanah
Adapun yang menjadi manfaat atas pelaksanaan konsolidasi tanah baik

dilakukan di perkotaan ataupun konsolidasi tanah di pedesaan adalah sebagai berikut :
1.

Mempercepat penyelesaian pembangunan prasarana dan fasilitas perkotaan yang
sesuai dengan tata kota dan dilakukan secara berkesinambungan, seperti jalan,
saluran, taman terbuka dan tempa-tempat evakuasi;

2.

Meningkatkan daya guna tanah karena bentuk persil-persil tanah yang semula tidak
beraturan menjadi teraturan dan persegi, masing-masing menghadap jalan dan siap
dibangun;

Universitas Sumatera Utara

3.

Menghemat pengeluaran pemerintah untuk ganti rugi tanah dan biaya
pembangunan prasarana dan fasilitas kota, karena biaya-biaya tersebut ditanggung
secara adil;

4.

Meskipun akan terjadi pengurangan luas pemilikan tanah, akan tetapi nilai dan daya
dukung tanah akan semakin meningkat;

5.

Menghindari dan mengurangi pemindahan penduduk dari lokasi semula (bencana),
karena setelah konsolidasi para pemilik akan menerima kembali tanahnya dalam
bentuk dan kondisi yang lebih menguntungkan;

6.

Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sekaligus mengurangi
tingkat kerawana sosial akibat perbedaan lingkungan pemukiman;

7.

Mempercepat kegiatan administrasi pertanahan dan menunjang system perpajakan
tanah yang lebih akurat dan lebih adil;

8.

Mencegah spekulasi dan kenaikan harga tanah karena dapat dinikmati langsung
oleh pemilik asal sehingga terdorong terciptanya kestabilan harga tanah.

9.

Persil-persil tanah pengganti biaya pembangunan dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan penyediaan rumah murah;

Hasil Dari Konsolidasi Tanah
a.

Tertatanya penggunaan, pengusaha dan pemilikan tanah;

b.

Terbangunnya sarana fisik lingkungan (jalan, saluran, pertokoan, sarana pendidikan
dan kesehatan);

c.

Tersedianya ruang-ruang terbuka untuk keperlaun taman kota, rute dan ruang
evakuasi;

Universitas Sumatera Utara

d.

Adanya kepastian hokum atas kepemilikan tanah bagi peserta konsolidasi tanah.

Prinsip-Prinsip Dasar Konsolidasi Tanah
1.

Kegiatan pembangunan oleh rakyat, dari rakyat, untuk rakyat.

2.

Dapat dikerjasamakan dengan pihak lain

3.

Kesepakatan 85% peserta

4.

Ada sumbangan tanah untuk pembangunan

5.

Ada tanah pengganti biaya pelaksanaan

6.

Kepastian hak atas tanah dengan lingkungan yang tertata

3.

Manfaat Konsolidasi Tanah di Desa Pematang Simalungun, Kecamatan
Siantar, Kabupaten Simalungun.
Suatu program pemerintah diharapkan memiliki hasil atau dampak yang positif

bagi masyarakat dimana diadakannya pembangunan tersebut, pelaksanaan konsolidasi
tanah di Desa Pematang Simalungun, secara otomatis sudah pasti memberikan manfaat
bagi masyarakat di Desa Pematang Simalungun.
Adapun berbagai manfaat yang diterima oleh masyarakat di Desa Pematang Simalungun
atas pelaksanaan konsolidasi tanah yaitu;
a.

Terciptanya jalan pedesaan yang dahulunya keadaan tanah di Desa Pematang
Simalungun tempat terjadi pelaksanaan konsolidasi tersebut, berupa tanah
persawahan yang belum memiliki jalan yang baik di Desa tersebut.

b.

Tersedianya lahan untuk fasilitas pedesaan, seperti fasilitas rumah ibadah, balai
desa, kantor desa dan fasilitas lainnya yang diperlukan oleh masyarakat di Desa
Pematang Simalungun.

c.

Bahwa dengan adanya konsolidasi penataan perumahan masyarakat di Desa
Pematang Simalungun terbentuk rapi dan teratur.

Universitas Sumatera Utara

d.

Tersedianya Kasiba dan Lasiba yang diharapkan dari sebuah masyarakat.
Demikianlah keuntungan-keuntungan yang didapatkan masyarakat Desa

Pematang Simalungun dari pelaksanaan konsolidasi tanah di Desa Pematang
Simalungun Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN/SARAN
A. Kesimpulan
1.

Konsolidasi tanah di Desa Pematang Simalungun dianggap telah mengalami
kegagalan, karena konsolidasi tanah tersebut telah memberikan dampak negative
kepada masyarakat di Desa Pematang Simalungun, dalam bentuk pengurangan
yang digunakan untuk konsolidasi tanah masyarakat sangatlah signifikan dan dapat
dikatakan perampasan hak dari masyarakat, karena selain pengambilan tanah
masyarakat secara mencolok, pelaksanaan konsolidasi tanah juga tidak sesuai
dengan prosedur pelaksanaan konsolidasi tanah sebagaimana aturan hukum yang
mengatur pelaksanaan konsolidasi tanah yang ada di Indonesia. Konsolidasi tanah
di Desa Pematang Simalungun juga ditemukan penyalahgunaan wewenang dari
panitia pelaksanaan konsolidasi tanah pada masa itu.

2.

Adapun yang menjadi solusi pelaksanaan konsolidasi tanah di Desa Pematang
Simalungun atas kesalahan yang terjadi atas kegagalan pelaksanaan konsolidasi
tanah tersebut, adalah dengan mengajukan gugatan pada Pengadilan Negeri
Simalungun sebagai gugatan perdata dan mengajukan gugatan tata usaha Negara di
Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Selain menempuh gugatan pada Pengadilan
sebagai upaya penyelesaian masalah konsolidasi tanah di Desa Pematang
Simalungun melalui jalur litigasi, maka penyelesaian masalah dengan cara non
litigasi juga ditempuh untuk melakukan penyelesaian masalah konsolidasi tanah,
melalui jalur mediasi, negoisasi dan rekonsiliasi sebagai jalur no litigasi.

3.

Secara umum konsolidasi tanah di Desa Pematang Simalungun memberikan
manfaat bagi warga masyarakat di Desa Pematang Simalungun hal ini dapat dilihat

Universitas Sumatera Utara

dari, adanya bentuk Kasiba (kawasan siap bangun) dan Lasiba ( lahan siap huni).
Adanya ketersediaan lahan yang berguna untuk pembangunan prasarana yang
menunjang kualitas hidup masyarakat di Desa Pematang Simalungun, Seperti
pembangunan jalan, pembangunan balai desa serta ketersediaan lahan untuk
kepentingan umum lainnya.

B. Saran
1.

Seharusnya

program

pemerintah

tersebut,

harus

mensejahterakan

rakyat,

pelaksanaan konsolidasi sebagai pemaksimalan penggunaan fungsi tanah, sebenarbenarnya dijalankan secara prosedural oleh panitia pelaksanaan konsolidasi tanah
beserta peserta konsolidasi tanah tersebut, diharapkan semua stakeholder yang
terlibat didalamnya harus berpedoman pada hokum yang berlaku serta selalu
berpijak pada aturan konsolidasi berkaitan dengan pelaksanaan konsolidasi tanah
tersebut.
2.

Diharapkan kegagalan pelaksanaan konsolidasi tanah di Desa Pematang
Simalungun, dapat diselesaikan melalui proses mediasi untuk mempercepat
penyelesaian masalah konsolidasi tanah tersebut, dan penggunaan jalur litigasi
diharapkan merupakan upaya terakhir di dalam penyelesaian pelaksanaan
konsolidasi tanah tersebut.

3.

Pelaksanaan konsolidasi di Desa Pematang Simalungun seharusnya memberikan
manfaat kepada masyarakat di Desa Pematang Simalungun sebagaimana tujuan
diadakannya konsolidasi tanah tersebut.

Universitas Sumatera Utara