Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan
Hygiene dan sanitasi adalah suatu istilah yang erat kaitannya satu sama
lain sehingga tidak dapat dipisahkan. Namun demikian, pengertian hygiene dan
sanitasi mempunyai perbedaan.Hygiene lebih mengarah pada kebersihan
perorangan, sedangkan sanitasi pada kebersihan faktor-faktor lingkungannya.
Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena
erat kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi
sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka
mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).
Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor
makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Rejeki, 2015).
Menurut Mubarak & Chayatin (2009), makanan adalah semua substansi
yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan dan substansisubstansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Air tidak termasuk dalam
makanan karena merupakan elemen yang vital bagi kehidupan manusia.
Sedangkan menurut Rejeki (2015), makanan adalah setiap benda padat atau cair
yang apabila ditelan akan memberi suplai energi kepada tubuh untuk pertumbuhan
atau berfungsinya tubuh manusia.
Terdapat tiga fungsi makanan.Pertama, makanan sebagai sumber energi,

panas dapat dihasilkan dari makanan seperti juga energi.Kedua, makanan sebagai
zat pembangun, karena makanan berguna untuk membangun jaringan tubuh yang

8
Universitas Sumatera Utara

9

baru, memelihara, dan memperbaiki jaringan tubuh yang sudah tua.
Ketiga, makanan sebagai zatpengatur karena makanan turut serta mengatur proses
alamai dan proses faal dalam tubuh (Mubarak & Chayatin, 2009).
Fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia adalah memelihara proses
pertumbuhan/perkembangan tubuh serta mengganti jaringan tubuh yang rusak,
memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme,
mengatur berbagai keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain.
Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia
mengingat setiap saat dapat terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh
makanan. Kasus penyakit bawaaan makanan (foodborne disease)dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Beberapa faktor tersebut antara lain kebiasaan mengolah
makanan secara tradisional, penyimpanan, serta penyajian makanan yang tidak

bersih dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi (Mubarak& Chayatin, 2009).
Untuk memelihara kesehatan masyarakat perlu sekali pengawasan
terhadap pembuatan dan penyediaan bahan-bahan makanan dan minuman agar
tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Hal-hal yang dapat membahayakan
antara lain zat-zat kimia yang bersifat racun, bakteri-bekteri pathogen dan bibit
penyakit lainnya, parasit-parasit yang berasal dari hewan, serta tumuh-tumbuhan
yang beracun (Entjang, 2000).
2.1.1 Pengertian Hygiene
Pengertian hygiene menurut Depkes RI (2004), adalah upaya kesehatan
dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya.
Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan.Membuang bagian

Universitas Sumatera Utara

10

makanan

yang


rusak

untuk

melindungi

keutuhan

makanan

secara

keseluruhan.Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan.
Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan
pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang
tersebut berada (Suyono & Budiman, 2010).
Sedangkan menurut Anwar (1997),hygiene adalah usaha kesehatan
masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan
manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan

kesehatan tersebut serta membuat lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin
pemeliharaan

kesehatan,

termasuk

usaha

melindungi,

memelihara

dan

mempertinggi derajat kesehatan manusia. Sehingga berbagai faktor lingkungan
yang tidak menguntungkan tidak sampai menimbulkan gangguan terhadap
kesehatan.
2.1.2 Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih
untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi
sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).
Menurut Suyono & Budiman (2010), sanitasi adalah suatu usaha
pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan
lingkungan hidup manusia. Sedangkan menurut Rejeki (2015), sanitasi

Universitas Sumatera Utara

11

merupakanusaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap

faktor-faktor

lingkungan yang
dapat merupakan mata rantai penularan suatu penyakit.
Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang
harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha
pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor

lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Sanitasi
meliputi kegiatan-kegiatan aseptik dalam persiapan, pengolahan, dan penyajian
makanan. Secara lebih terinci sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan makanan
mentah, penyimpanan bahan, suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi
makanan dari lingkungan, peralatan, dan pekerja, pada semua tahapan proses
(Purnawijayanti, 2001).
Sanitasi

makanan

adalah

salah

satu

usaha

pencegahan


yang

menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan
dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan manusia,
mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman
tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi
makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan,
mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan
merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan
(Sumantri, 2010).

Universitas Sumatera Utara

12

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena
adanya zat - zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan
makanan, obat -obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat–obatan
pertanian untuk kemasan makanan dan lain lain. Sanitasi makanan yang buruk

disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri,
virus, jamur, dan parasit.Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul
gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut
(Sumantri, 2010).
Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan
dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit
pada masnusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi
makanan, antara lain :
1. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan.
2. Mencegah penularan wabah penyakit.
3. Mencegah beredarnya produk-produk makanan yang dapat merugikan
masyarakat.
4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.
Di dalam upaya sanitasi makanan terdapat beberapa tahapan yang harus
diperhatikan, seperti berikut:
1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi.
2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan.
3. Keamanan terhadap penyediaan air.
4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.


Universitas Sumatera Utara

13

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,
penyajian dan penyimpanan.
6.

Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan (Chandra, 2012).
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh 3 faktor yakni faktor

fisik, kimia, dan mikrobiologi.Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang
tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik,
temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya.Untuk menghindari
kerusakanmakanan yang disebabkan faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan
dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan (Mulia, 2005).
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya
zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan,
obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas, obat-obat pertanian untuk
kemasan makanan, dan lain sebagianya (Mulia, 2005).

Sedangkan sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor
mikrobiologi karena adanya kontaminasi bakteri, virus, jamur, dan parasit.Akibat
buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang
mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005).
2.2 Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan
Prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat
faktor penyehatan makanan yaitu faktor tempat/bangunan, peralatan, orang dan
bahan makanan.Penyehatan makanan adalah upaya untuk mengendalikan empat
faktor yaitu tempat, orang, alat dan makanan yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan makanan.Untuk mengetahui

Universitas Sumatera Utara

14

faktor-faktor tersebut yang dapat menimbulkan penyakit atau keracunan makanan,
maka perlu dianalisis terhadap rangkaian kegiatan 6 (enam) prinsip hygiene dan
sanitasi

makanan.


Diantaranya

yaitu

pemilihan

bahan

baku

makanan,

penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan bahan
makanan jadi, pengangkutan makanan dan penyajian serta pengemasan makanan
(Rejeki, 2015).
2.2.1 Pemilihan Bahan Makanan
Pilihlah bahan makanan yang masih segar, masih utuh, tidak retak atau
pecah. Untuk makanan yang cepat membusuk tidak boleh terdapat kotoran dan
tidak berulat.Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik
serta kesegarannya terjamin, terutama bahan–bahan makanan yang mudah
membusuk atau rusak.Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang
baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber
tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya.Sanitasi
makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya
kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit (Sumantri, 2010).
Bahan makanan yang akan diolah harus dalam keadaan baik, utuh, segar,
dan tidak busuk. Dianjurkan membeli bahan makanan di tempat yang telah
diawasi oleh pemerintah seperti pasar, swalayan, atau supplier bahan makanan
yang telah berizin.Sedangkan untuk bahan tambahan makanan seperti zat pewarna
harus terdaftar pada Departemen Kesehatan.
Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak
termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI

Universitas Sumatera Utara

15

No.1098/Menkes/SK/VII/2003). Bahan tambahan disebut aman bila memenuhi 4
(empat) kriteria, yaitu :
1. Tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan.
2. Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikutnya.
3. Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat faktor-faktor luar.
4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit penyebab penyakit.
2.2.2 Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan
agar tidak lekas rusak. Tempat penyimpanan bahan baku makanan harus dalam
keadaan bersih, kedap air dan tertutup, serta penyimpanan bahan baku makanan
terpisah dari makanan jadi. Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik
adalah lemari es atau freezer.Freezer sangat membantu penyimpanan bahan
makanan jika dibandingkan dengan tempat penyimpanan yang lain seperti lemari
makan atau laci-laci penyimpanan makanan. Freezer tidak mengubah penampilan,
cita rasa dan tidak pula merusak nutrisi bahan makanan yang disimpan selama
batas waktu penyimpanan (Depkes RI, 2003).
Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh
masyarakat.Mengingat sifat bahan makanan yang berbeda-beda dan dapat
membusuk, sehingga kualitasnya dapat terjaga.Tempat penyimpanan bahan
makanan dalam keadaan bersih, tertutup dan tidak menjadi tempat bersarang
serangga dan tikus (Depkes RI, 2003).
Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No.
1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah :

Universitas Sumatera Utara

16

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam
keadaan bersih.
2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi.
3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan
makanan yaitu :
a. Dalam suhu yang sesuai.
b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm.
c. Kelembaban penyimpanan alam ruangan 80-90%.
4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak
menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm.
b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm.
c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.
5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak
sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan.
Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri),
sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan.
Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out
(FIFO).
Peyimpanan

makanan

kering

harus

memenuhi

syarat

kesehatan

diantaranya yaitu :
a. Suhu cukup sejuk, udara kering dengan ventilasi yang baik.
b. Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak lembab.

Universitas Sumatera Utara

17

c. Rak-rak berjarak minimal 15 cm dari dinding lantai dan 60 cm dari
langit- langit.
d.

Rak mudah dibersihkan (Sumantri, 2010).

Menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 penyimpanan
bahan makanan mentah dilakukan dalam suhu sebagai berikut :
Tabel 2.1 Lama Penyimpanan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan
Lama Penyimpanan
-10°C

-5°C s/d 0°C
10°C

-5°C
10°C

25°C

25°C

2.2.3 Pengolahan Makanan
Persyaratan pengolahan makanan mencakup empat aspek yang perlu
mendapat perhatian yaitu :
1. Tempat pengolahan makanan
Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimana makanan diolah,
tempat pengolahan ini sering disebut dapur. Dapur mempunyai peranan yang
penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan
lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang baik
harus memenuhi persyaratan sanitasi.
2. Tenaga pengolah makanan/penjamah makanan
Penjamah makanan menurut Depkes RI (2004), adalah orang yang secara
langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan,

Universitas Sumatera Utara

18

pembersihan,

pengolahan

pengangkutan

sampai

penyajian.Dalam

proses

pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar peranannya.
Penjamah makanan ini mempunyai peluang untuk menularkan penyakit. Banyak
infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain staphylococcus
ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, kuman clostridium perferingens,
streptococcus, salmonella dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu, penjamah
makanan harus selalu dalam keadaan sehat dan terampil.
3. Cara pengolahan makanan
Cara pengolahan makanan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakankerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahann yang salah.
4. Peralatan
Peralatan harus dicuci dahulu sebelum digunakan dalam setiap
pengolahan, peralatan harus selalu dibersihkan setelah digunakan, serta peralatan
tidak gompel atau retak (Sumantri, 2010).
2.2.4 Penyimpanan Makanan Jadi
Penyimpanan makanan jadi dapat digolongkan menjadi dua yaitu tempat
penyimpanan makanan pada suhu biasa dan tempat penyimpanan pada suhu
dingin. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan menurut
Depkes RI (2004)adalah :
a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup.
b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan.
c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air.

Universitas Sumatera Utara

19

d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6jam
dan wadah tempat penyimpanan tersebut harus ditutup agar terhindar
dari serangga dan binatang lainnya.
e. Lemari penyimpan sebaiknya tertutup.
Penyimpanan

makanan

yang

tidak

memenuhi

syarat

akanmengakibatkan bakteri tumbuh dan berkembangdalam makanan yang
berada dalam suasana yang cocok untuk hidupnya, sehingga jumlahnya
menjadi banyak. Suasana yang cocok untuk pertumbuhan bakteri diantaranya
suasana makanan banyak protein dan banyak air (moisture), pH normal (6,87,5), suhu optimal (10-60°C). Bahaya terbesar dalam makanan akibat
terkontaminasinya makanan suatu proses pengolahan makanan maupun
kontaminasi silang melauli wadah maupun penjamah makanan kemudian
dibiarkan dingin pada suhu ruangan. Kondisi optimum miktoorganisme
patogen dalam makanan siap saji ini akan mengakibatkan mikroorganisme
berlipat ganda dalam jangka waktu antara 1-2 jam. Faktor risiko kejadian
foodborne diseases yaitu pada proses pembersihan alat makan kontak dengan
makanan. Faktor risiko juga dapat disebabkan oleh temperatur dan waktu
penyimpanan tidak baik, rendahnya personal hygiene dan alat makan yang
tercemar (Rejeki, 2015).
2.2.5 Pengangkutan Makanan
Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam
mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan

Universitas Sumatera Utara

20

banyak melibatkan pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang,
suhu, dan kendaraan pengangkut itu sendiri.
Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya
apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup.Pengangkutan
dilakukan dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan, agar
bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan (Chandra, 2012).
Makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara higienis akan
menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu
diperhatikan dalam cara pengangkutannya, yaitu sebagai berikut :
1. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah.
2. Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri.
3. Pengisisan wadah tidak sampai penuh agar tersedia udara untuk ruang
gerak.
4.

Penempatan wadah dalam kendaraan harus tidak saling mencemari atau
menumpahi.

5. Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya mudah
dibersihkan (Depkes RI,2000).
2.2.6 Penyajian dan Pengemasan Makanan
Saat penyajian dan pengemasan makanan yang perlu diperhatikan adalah
agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan
dalam kondisi baik dan bersih.Pengemasan makanan bertujuan untuk memberi
perlindungan terhadap kerusakan, dapat memberikan dan mempertahanakan
kualitas produksi, berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan luar serta untuk

Universitas Sumatera Utara

21

menarik perhatian konsumen.Bahan pengemas yang digunakan seperti plastik
harus dalam keadaan baik dan bersih.Ketika mengemas makanan penjamah
seharusnya menggunakan sarung tangan agar terhindar dari kontaminasi, serta
memakai pakaian yang bersih (Sumantri, 2010).
Syarat penyajian dan pengemasan makanan :
1. Dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan.
2. Dapat memberikan dan mempertahankan kualitas produksi.
3. Berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan luar.
4. Memberi daya tarik konsumen (Sumantri, 2010).
2.3 Bahan Tambahan Makanan
Bahan Tambahan Makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan
sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit, yaitu untuk memperbaikiwarna,
bentuk, cita rasa, tekstur atau memperpanjang daya simpan. Tujuan menggunakan
Bahan

Tambahan

Makanan

(BTM)

adalah

dapat

meningkatkan

atau

mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan lebih mudah
dihidangkan serta memperbaiki preparasi bahan pangan. Diantara beberapa bahan
tambahan

makanan

yang

sering

digunakan

adalah

pemanis

dan pewarnasintetis(Winarno,2004).
Bahan tambahan makanan adalah bahan kimia yang terdapat dalam
makanan yang ditambahkan secara sengaja atau yang secara alami bukan
merupakan bagian dari bahan baku, untuk mempengaruhi dan menambah cita
rasa, warna, tekstur, dan penampilan dari makanan (Mukono, 2010).

Universitas Sumatera Utara

22

Definisi lain mengatakan bahwa aditif makanan atau bahan tambahan
makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan
dalam jumlah kecil, dimana bahan aditif ini bukan secara alamiah merupakan
bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena
perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan.
Secara umum, zat aditif makanan dapat dibagi menjadi dua yaitu aditif
sengaja dan aditif tidak sengaja.Aditif sengaja yaitu aditif yang diberikan dengan
sengaja untuk maksud dan tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan nilai gizi,
cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa,
dan lain sebagainya. Sedangkan aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat
dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan
(Winarno, 2004).
Pemakaian bahan tambahan makanan umumnya diatur oleh lembagalembaga seperti Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen
POM) di Indonesia, Food and Drug Administration (FDA) di USA.Peraturan
mengenai pemakaian bahan tambahan makanan berbeda-beda di satu negara
dengan negara lainnya. Di Indonesia, peraturan tentang bahan tambahan makanan
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan pengawasannya dilakukan oleh
Ditjen POM (Medikasari, 2003).
Berdasarkan

peraturan

Menteri

kesehatan

Republik

Indonesia

No.722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, maka yang
disebut bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan kandungan khas

Universitas Sumatera Utara

23

makanan. Bahan tambahan makanan tersebut mempunyai atau tidak mempunyai
nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud
teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan,
untuk menghasilkan, atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak
langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Berdasarkan defenisi yang diikeluarkan oleh komisi Codex Alimentarus
yaitu suatu badan antar pemerintah yang terdiri atas sekitar 20 negara anggota
PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), menyebutkan bahwa bahan tambahan
makanan adalah bahan apapun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu
makanan. Biasanya tidak digunakan sebagai bahan khas untuk makanan, baik
mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada
makanan untuk tujuan teknologi (Mukono, 2010).
2.3.1 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
Adapun tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk
mendapatkan mutu produk yang optimal. Untuk memperbaiki penampakan, rasa,
tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan
nilai gizi seperti protein, mineral, dan vitamin.Agar makanan yang tersaji tersedia
dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik serta
awet maka sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan.Karena
adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik
meskipun kandungan gizinya tinggi.

Universitas Sumatera Utara

24

2.3.2 Fungsi Bahan Tambahan Makanan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988
mengelompokkanBTM(bahan

tambahan

makanan)

berdasarkan

fungsinya,

diantaranya yaitu :
1. Antioksidan

7. Pengawet

2. Anti Kempal

8. Pengemulsi, pemantap

3. Pengasam, penetral dan pendapar

9. Pengeras &pengental

4. Enzim

10. Pewarna alami & sintetis

5. Pemanis Buatan

11. Penyedap rasa & aroma

6. Pemutih dan pematang

12. Seskuestran

2.3.3 Bahan Tambahan Makanan yang Diizinkan
Bahan

tambahan

makanan

digolongkan

berdasarkan

tujuan

penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan bahan tambahan pangan yang
diizinkan untuk digunakan di dalam pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah sebagai berikut:
1. Pengawet yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada
makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
2. Pewarna yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada pangan.
3. Pemanis buatan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat
menyebabkan rasa manis

pada pangan, tidak atau hampir tidak

mempunyai nilai gizi.

Universitas Sumatera Utara

25

4. Antioksidan yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat proses oksidasi lemak sehingga tidak menyebabkan
terjadinya kondisi tengik.
5. Antigumpal yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
menggumpalnya pangan dan bahan tersebut dapat berupa serbuk, tepung,
atau bubuk.
6. Penyedap rasa, aroma atau penguat rasa yaitu bahan tambahan pangan
yang memberi tambahan atau mempertegas rasa dan aroma.
7. Pengaturan keasaman yaitu bahan tambahan pangan dapat mengasamkan,
menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman pangan.
8. Pemutih dan pematang tepung yaitu bahan tambahan pangan yang dapat
mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat
memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantapan, dan pengental yaitu bahan tambahan pangan
yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi
yang homogen pada pangan.
10. Menjadikan pangan berkonsistensi keras yaitu bahan tambahan pangan
yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan.
11. Sekuestran yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam
yang terdapat dalam pangan dan dapat menetapkan warna, aroma serta
tekstur pangan (Mukono, 2010).
Diluar pengelompokan bahan tambahan pangan yang tercantum dalam

Universitas Sumatera Utara

26

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/menkes/Per/IX/1988 masih
ada beberapa bahan tambahan pangan lain yang biasanya digunakan juga dalam
pangan yaitu :
1. Enzim yaitu bahan tambahan pangan yang berasal dari hewan, tanaman
atau mikroba yang dapat menguraikan secara enzimatis, misalnya
membuat pangan menjadi empuk dan lebih larut.
2. Stabilisator kelembaban yaitu bahan tambahan pangan yang dapat
menyerap kondisi lembab (uap air) sehingga dapat mempertahankan kadar
air pada makanan.
3. Peningkatan kualitas nilai gizi yaitu bahan tambahan pangan yang berupa
asam amino, mineral, dan vitamin, baik tunggal maupun campuran
(Mukono, 2010).
Fungsi BTM (bahan tambahan pangan), antara lain adalah :
1. Sebagai pengawet pangan dengan cara mencegah pertumbuhan dan
aktivitas mikroba perusak pangan (menahan proses biokimia) atau dengan
cara mencegah terjadinya reaksi kimiayang dapat menurunkan mutu
pangan.
2. Menjadikan pangan lebih baik dan menarik, lebih renyah, dan enak
rasanya.
3. Meningkatkan kualitas pangan.
4. Menjadikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah dan
merangsang timbulnya selera makan.
5. Secara ekonomis akan menghemat biaya produksi (Mukono, 2010).

Universitas Sumatera Utara

27

2.3.4 Bahan Tambahan Makanan yang Tidak Diizinkan
Bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan
menurut Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 :
1. Natrium Tetraborat (Boraks)
Natrium

tetraborat

merupakan

senyawa

yang

mempunyai

sifat

bakteriostatik dan fungistatik yang lazim digunakan sebagai antiseptik di
dunia farmasi dan kosmetik.
2. Formalin (Formaldehyd)
Formaldehida cair yang mengandung alkohol sebagai penstabil, biasanya
digunakan pada pengawetan mayat agar tidak membusuk.
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
Minyak nabati yang dibrominasi dapat menstabilkan peneyedap rasa dan
aroma dalam minuman ringan.
4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)
Kloramfenikol

termasuk

golongan

antibiotika

dari

streptomyces

venezuelae atau sintetik organik dan mempunyai efek samping yang
berbahaya.
5. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)
Dietilpirokarbonat tergolong bahan pengawet karena bersifat bakterisida
dan fungisida.
6. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
Nitrofurazon merupakan bahan sintetik yang bersifat bakterisida pada
hewan.

Universitas Sumatera Utara

28

7. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)
Kalium klorat berbentuk kristal transparan, biasanya digunakan pada
pembuatan korek api, mencetak tekstil, desinfektan, dan pemutih. Dapat
menyebabkan iritasi saluran pernafasan.
8. P-Phenetilkarbamida (P-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenil uera)
P-Phenetilkarbamida merupakan bahan sintetik yang memiliki rasa manis
250 kali gula biasa.
9. Asam Salisilat dan garamnya (Salcylyc Acid and its salt)
Asam salisilat dan garamnyabersifat toksik apabila tertelan.Konsumsi
dalam jumlah besar dapat menyebabkan rasa mual, muntah sakit perut,
iritasi kulit pada yang sensitive.
Sedangkan

menurut

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

1168/Menkes/Per/X/1999, selain bahan tambahan diatas masih ada bahan
tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), metanil
yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat/pengeras
(Cahyadi, 2009).
2.4 Batasan Bahan Tambahan Makanan
Istilah Bahan Tambahan makanan (BTM) dikeluarkan oleh Direktorat
Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Bidang Pengawasan Keamanan
Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
pada tahun 2003 (Mukono, 2010).
Dalam kehidupan sehari–hari bahan tambahan pangan sudah digunakan
secara umum oleh masyarakat, termasuk perusahaan makanan dan minuman jadi,

Universitas Sumatera Utara

29

para penjual atau pembuat makanan jajanan.Pada kalangan masyarakat
pengusaha, masih banyak produsen makanan dan minuman yang menggunakan
bahan

tambahan

yang

sebenarnya

beracun

atau

berbahaya

bagi

kesehatan.Mengingat bahan tambahan pangan tersebut berdasarkan sifat dan
keamanannya tidak boleh digunakan karena sangat berbahaya.Namun kejadian
tersebut berlangsung terus-menerus karena pengaruh bahan tambahan pangan
tehadap kesehatan secara umum tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat,
sehingga produsen tidak mengetahui bahaya penggunaan bahan tambahan pangan
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang–undangan (Mukono, 2010).
Salah satu penggunaan bahan tambahan makanan adalah penggunaan zat
pewarna, yangdigunakan untuk mempertinggi daya tarik visual produk makanan
dan mencegah kehilangan warna selama penyimpanan. Beberapa zat ini
diturunkan dari zat warna alami, misalnya karoten (jingga), klorofil (hijau), dan
miglobin (merah pada daging), daun pandan (hijau), kunyit (kuning), buah coklat
(coklat), wortel (kuning merah) dan lain sebagainya. Sedangkan pewarna sintetis
yang boleh dipakai pada makanan misalnya warna merah ( amaranth) dan
(erythrosine), warna biru (indigo sulfonat), warna kuning (kuning napthol) dan
(tatrazine) (Ratnani, 2009).
Berikut zat pewarna buatan/sintetis yang diperbolehkan untuk dikonsumsi
di Indonesia dengan batasan maksimum adalah sebagai berikut :
a. FD dan yellow no.5 (kuning jingga) tatrazin jumlah maksimum 7,5
mg.
b. FD dan yellow no.6 (jingga kekuningan) jumlah maksimum 5,0 mg.

Universitas Sumatera Utara

30

c. FD dan red no.2 (merah) jumlah maksimum 1,5 mg.
d. FD dan C red no.3 (merah berflouresensi) jumlah maksimum 1,25 mg.
e. FD dan C blue no.1 (hijau kebiruan) jumlah maksimum 1,25 mg.
f. FD dan C red no.2 (biru indigo) jumlah maksimum 25 mg.
g. FD dan C green no.3 (hijau tua) jumlah maksimum 1,25 mg.
2.4.1 Batasan Bahan Tambahan Makanan Secara Resmi
Bahan tambahan makanan yang digunakan oleh masyarakat secara luas,
secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap sifat suatu
makanan (termasuk bahan yang digunakan sewaktu proses produksi, proses
dipabrik, pengemasan, pengolahan, pengangkutan, dan pada saat pemasaran). Jika
bahan tambahan makanan tersebut tidak aman, maka perlu suatu penilaian secara
ilmiah agar dapat aman untuk digunakan secara luas. Penilaian dapat diartikan
sebagai: secara umum dikenal aman (Generally Recognized As Save = GRAS).
Tetapi dalam hal ini tidak termasuk penyimpangan atau pelanggaran mengenai
penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan (Mukono, 2010).
Penggunaan bahan tambahan makanan yang beracun atau yang melebihi
dosis

akan

membahayakan

kesehatan

masyarakat

dan

berbahaya

bagi

pertumbuhan generasi yang akan datang. Akan lebih berbahaya apabila bahan
tersebut terbukti dapat menginduksi kanker (carcinogenic) bila dimakan oleh
manusia atau hewan.Untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan para
produsen pangan perlu mengetahui sifat dan keamanan bahan tambahan
pangan.Di samping itu perlu pula mematuhi peraturan perundang–undangan yang
telah dikeluarkan oleh pemerintah (Mukono, 2010).

Universitas Sumatera Utara

31

2.4.2 Batasan Bahan Tambahan Makanan Secara Teknis
Batasan secara teknis dikeluarkan oleh Food Protection committee of food
and Nutrition Board of National Academy of Science.Lembaga ilmu pengetahuan
tersebut adalah National Academy of Science yang cukup berwibawa di Amerika
Serikat. Pada tahun 1979, lembaga tersebut menyatakan bahwa bahan tambahan
pangan merupakan suatu bahan atau campuran bahan selain bahan yang
terkandung dalam makanan sebagai produk pada saat proses pengolahan,
penyimpangan atau pengemasan (Mukono, 2010).
Secara teknis, bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1. Bahan tambahan pangan tersebut secara langsung dan dengan sengaja
(intensional) ditambahkan selama proses produksi yang tujuannya adalah
untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, memantapkan bentuk atau rupa
serta menambah cita rasa dengan mengendalikan keasaman atau kebasaan.
2. Bahan tambahan makanan yang terdapat dalam bahan makanan dalam
jumlah yang sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan dan
sebagai zat aditif yang keberadaannya tidak disengaja (incidental). Di sini
dibedakan antara zat aditif dengan bahan kontaminan makanan.
Kontaminan merupakan bahan yang masuk ke dalam makanan melalui
bahan makanan pada saat di dalam tanah maupun selama proses
pembuatan makanan. Kontaminan tersebut dapat berupa nitrat, selenium,
timbal, jamur, dan bakteri (Mukono, 2010).

Universitas Sumatera Utara

32

2.4.3 Batasan Maksimum Penggunaan Zat Pewarna
Menurut Lu (2009), tubuh manusia mempunyai batasan maksimum dalam
mentoleril seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan yang disebut
dengan ADI (Allowable Daily Intake). Istilah asupan harian yang dapat diterima
atau ADI dibuat oleh JECFA mengenai zat tambahan makanan pada tahun
1961.ADI di defenisikan sebagai besarnya asupan harian suatu zat kimia yang bila
dikonsumsi seumur hidup tampak tanpa resiko.
ADI menentukan seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan
setiap hari yang dapat diterima atau dicerna sepanjang hayat tanpa mengalami
resiko kesehatan.ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen dan sebagai
standar digunakan berat badan 50 kg untuk negara Indonesia dan negara-negara
berkembang lainnya.Satuan ADI adalah mg bahan tambahan makanan per-kg
berat badan (Anonimous, 2009).
Menurut Lu (2009), penting untuk diperhatikan bahwa ADI dinyatakan
dengan pernyataan tampaknya dan berdasarkan fakta yang diketahui pada saat itu.
Peringatan ini didasarkan pada fakta bahwa tidaklah mungkin untuk benar-benar
yakin mengenai keamanan suatu zat kimia dan bahwa ADI dapat berubah sesuai
dengan data toksikologi yang baru.
Ambang batas paparan cemaran kimia ditentukan dan dinyatakan dalam
nilai Provisional Maximum Tolerable Daily Intake (PMTDI) atau Provisional
Tolerable Weekly Intake (PTWI) untuk cemaran kimia yang lebih potensial
bahayanya. Baik nilai ADI untuk BTP maupun nilai PMTDI dan PTWI untuk
cemaran kimia ditetapkan melalui pengkajian risiko secara ilmiah yang sangat

Universitas Sumatera Utara

33

rinci dan mendalam.Biasanya oleh lembaga internasional seperti Joint FAO/WHO
Expert Committe on Food Additivies (JECFA).
Belum semua zat pewarna ditemukan ADI(Allowable Daily Intake) oleh
JEFCA, sebagian besar masih dalam tahap pengkajian. Zat pewarna yang telah
ditemukan rata-rata asupan yang diizinkan perharinya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.2 Rata-rata Asupan Harian Perkapita yang DiizinkanZatPewarna
Berbentuk Lakes Dalam Miligram

Zat Pewarna

6 – 23 Bulan

Umur
6 – 12 Tahun

Biru Berlian FCF
Aluminium Lake
Indigotin Aluminium
Lake
Hijau FCF
Aluminium Lake
Eritrosin
Aluminium Lake
Merah Alurra
Aluminium Lake
Merah Alurra
Calcium Lake
Tartrazin
Aluminium Lake
Tartrazin
Calcium lake
Kuning FCF
Aluminium Lake
Total
Sumber : Walford, 1984

0,52

1,0

18 – 44
Tahun
0,76

0,53

0,54

0,49

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

1,3

2,8

2,1

2,2

4,9

3,8

Tidak ada

1,8

2,5

2,2

4,3

3,0

0,09

0,10

0,11

1,1

2,7

1,7

7,8

18,1

14,5

Badan pengawas obat dan makanan AS (Amerika Serikat) menentukan
seperangkat kriteria untuk menentukan “tingkat kewasdaan”, yang kemudian
menentukan tingkat pengujian yang dibutuhkan.Tingkat pengawasan ditentukan

Universitas Sumatera Utara

34

oleh struktur kimia dari zat tambahan itu dan tingkat penggunaannya dalam
makanan.
2.5 Zat Pewarna
2.5.1 Pengertian Zat Pewarna
Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada makanan.Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang
digunakan untuk memberi warna pada suatu objek (Jana, 2007).
Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki
warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau
untuk memberi warna pada makanan agar kelihatan menarik(Winarno,2004).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988,
pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi
warna pada makanan. Penambahan warna pada makanan dimaksud untuk
memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses
pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar
kelihatan lebih menarik. Warna merupakan salah satu faktor yang dipakai oleh
manusia untuk menilai suatu produk, sehingga dengan melihat suatu warna
manusia dapat merasa senang atau malah sebaliknya.Warna merupakan salah satu
kriteria dalam pemilihan dan penerimaan seseorang terhadap makanan.
Adapun syarat mutlak zat pewarna yang diizinkan untuk makanan adalah
sebagai berikut:
1. Toksisitas yang rendah dan dititik beratkan pada toksisitas kronis, bukan
pada toksisitas akut.

Universitas Sumatera Utara

35

2. Harus murni serta stabil pada pH 2-9.
4. Larut dalam air dan minyak.
5. Dapat bercampur dengan zat pewarna lain pada perbandingan tertentu.
6. Tahan terhadap oksidasi dan reduksi.
7. Tidak menimbulkan karsinogenik.
Menurut Winarno (1997), ada lima faktor yang dapat menyebabkan suatu
bahan berwarna yaitu:
a. Pigmen yang secara alami terdapat pada hewan maupun tanaman,
misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin
menyebabkan warna merah pada daging.
b. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna
coklat, misalnya warna coklat pada kembang gula karamel atau roti bakar.
c. Reaksi millard yang dapat menghasilkan warna gelap, yaitu antara gugus
amino protein dengan karbonil gula pereduksi, misalnya susu bubuk yang
disimpan lama akan berwarna gelap.
d. Reaksi

antara

senyawa

organik

dengan

udara

(oksidasi)

akan

menghasilkan warna hitam atau coklat gelap. Reaksi oksidasi ini
dipercepat oleh adanya logam serta enzim, misalnya warna gelap
permukaan apel atau kentang yang dipotong.
e. Adanya penambahan zat warna, baik itu zat warna alami (pigmen) maupun
sintetis.

Universitas Sumatera Utara

36

2.5.2

Tujuan Penambahan Zat Pewarna
Menurut Syah, dkk (2005), kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat

pewarna dibuat secara sintesis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa
memberi warna yang stabil pada produk pangan. Beberapa alasan utama
menambahkan zat pewarna pada makanan:
1. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau
temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan penyimpanan.
2. Meperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang salah warna akan
diasosiasikan dengan kualitas rendah. Jeruk yang matang dipohon
misalnya sering disemprotkan pewarna Citrus Red No. 2 untuk
memperbaiki warnanya yang hijau buruk atau orange kecoklatan.
3. Membuat identitas produk pangan. Indentitas es krim strawberry adalah
merah permen rasa mint akan berwarna hijau muda sementara rasa jeruk
akan bewarna hijau yang sedikit tua.
4. Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.
5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar
matahari selama produk simpan.
2.5.3 Pewarna Alami yang Diizinkan
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari
tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral, misalnya warna hijau dari
daun pandan atau daun suji, warna cokelat dari buah cokelat, warna merah dari
daun jati dan lain sebagainya.Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan
umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis.Akan tetapi

Universitas Sumatera Utara

37

keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa yang tidak
diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman
warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik.Oleh
karnanya, dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan
dari bahan-bahan kimia (Cahyadi, 2009).
Untuk zat pewarna metanil yellow (pewarna kuning) masyarakat dapat
menggantikannya dengan zat pewarna alami untuk digunakan dalam pengolahan
makanan seperti pembuatan mie aceh, diantaranya yaitu warna kuning dari kunyit,
warna kuning merah dari wortel dan juga bisa diperoleh dari buah labu kuning.
Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dapat digunakan
sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan
nilai nutrisi seperti(karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu
(kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya (Cahyadi,
2009).
Berikut beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam pangan
diantaranya :
1. Karamel, yaitu pewarna alami berwarna cokelat yang dapat digunakan
untuk mewarnai jeli (200 mg/Kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/Kg)
dan yogurt beraroma (150 mg/kg).
2. Beta–karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah–orange yang dapat
digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es krim
(100 mg/kg), keju (600 mg/kg), lemak dan minyak makan (secukupnya).

Universitas Sumatera Utara

38

3. Klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang dapat digunakan untuk
mewarnai jeli (200 mg/kg) atau keju (secukupnya).
4. Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning–orange yang dapat
digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/kg) atau lemak
dan minyak ikan secukupnya ( Nur’an, 2011).
Pewarna makanan yang didapatkan secara alami dibedakan menjadi empat
kelompokdiantaranya :
1. Senyawa tetrapyrole yang meliputi chlorofil, heme, dan bilin.
2. Derivat isoprenoid meliputi kartenoid.
3. Derivat benzopyran meliputi anthocianin dan flavonoid.
4. Artefak meliputi melanodine, karamel (Mukono, 2010).
Depkes RI mengurutkan daftar zat pewarna alami yang diizinkan di
Indonesia seperti yang tertera pada tabel berikut :
Tabel 2.3 Daftar Zat Pewarna Alami yang Diizinkan di Indonesia
Nama (Indonesia)

Nama (Inggris)

No. Indeks

Anato
Anatto ( Orange 4 )
Karotenal
Carotenal
Karotenoat
Carotenoic Acid ( Orange 8 )
Kantasantin
Canthaxanthine
Karamel, Amonia, Sulfit Caramel Colour
Karamel
Caramel Colour ( Plain )
Karmin
Carmine ( red 4 )
Beta Karoten
Beta Carotene ( Yellow 26 )
Klorofil
Chlorophyll ( Green 3 )
Klorofil Tembaga
Chlorophyll Copper
Komplex
Complex
Kurkumin
Curcumin ( Yellow 3 )
Riboflavin
Ribaflavina
Titanium Dioksida
Titanium Dioxide ( White 6 )
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1988

75120
80820
40825
40850
75470
75130
75810
75810
75300
77891

Universitas Sumatera Utara

39

2.5.4 Pewarna Sintetis/Buatan
Pewarna sintesis/buatan terdapat dua macam yang tergolongCertified
Color yaitu Dye danLake.Keduanya adalah sama-sama zat pewarna buatan. Zat
pewarna yang termasuk golongan dye telah melalui prosedur sertifikasi dan
spesifikasi

yang

telah

ditetapkan

olehFood

and

Drug

Administration

(FDA). Sedangkan zat pewarna lake yang hanya terdiri dari satu warna dasar,
tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalamcertified
colorterdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan penting mengenai zat
pewarna tertentu, misalnya berbentuk garam, kelarutan dan residu yang terdapat
didalamnya.
Pewarna sintesis memiliki kelebihanyaitu warnanya homogen dan
penggunaannya sangat efisien karena hanya memerlukan jumlah yang sangat
sedikit. Akan tetapi kelemahannya adalah jika pada saat proses terkontaminasi
logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya.Dengan perkembangan teknologi
sekarang ini pengolahan bahan makanan yang sangat pesat, maka bahan tambahan
yang sengaja ditambahkan ke dalam bahanmakanan semakin banyak jumlahnya.
Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen
atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik
sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa yang kadangkadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk
senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman,
ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan

Universitas Sumatera Utara

40

timbal tidak boleh lebih dari 0,0001 sedangkan logam berat lainnya tidak boleh
ada (Cahyadi, 2009).
Batasan bahan pewarna makanan adalah semua bahan warna, pigmen, atau
bahan yang dibuat dengan proses sintetis, ekstraksi dan pemisahan dari sumber
sayuran, binatang, dan mineral. Bila bahan aditif ditambahkan atau diaplikasikan
pada makanan, obat, kosmetik, dan pada tubuh, maka bahan pewarna tersebut
akan mampu memberikan perubahan tetentu. Bahan pewarna tambahan yang
diaplikasikan pada makanan akan mempunyai beberapa fungsi, di antaranya
adalah untuk mencegah kehilangan warna selama penyimpanan atau proses dan
untuk memperbaiki warna pada makanan (Mukono, 2010).
Menurut Peraturan Menkes RI berikut daftar zat pewarna buatan / sintetik
yang diizinkan di Indonesia seperti yang tetera pada tabel berikut :
Tabel 2.4 Bahan Pewarna Sintesis yang Diizinkan Di Indonesia
Nama (Indonesia)
Biru Berlian
Coklat HT
Eritrosin
Hijau FCF

Nama (Inggris)

Batas Maksimum
Penggunaan
100 mg/kg
300 mg/kg
300 mg/kg
100 mg/kg

Brilliant Blue FCF : CL
Chocelate Brown HT
Food Red 2 Erithrosin : CI
Food Red 14 Fast Green
FCF : CL
Hijau S
Food Green 3 Green S : CI
300 mg/kg
Food
Indigotin
Green 4 Indigon : CI Food
300 mg/kg
Ponceau 4R
Blue I Ponceau 4R : CI
300 mg/kg
Karmoisin
Carmoisine
300 mg/kg
Merah Alura
Allura Red
300 mg/kg
Kuning Kuinolin
Quinoline Yellow CI Food
300 mg/kg
Yellow 13
Kuning FCF
Sunset Yellow FCF CI Food
300 mg/kg
Yellow 3
Riboflavina Tartrazine Riboflavina Tartrazine
300 mg/kg
Sumber : Peraturan Menkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988

Universitas Sumatera Utara

41

Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan
dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi,
seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan
pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai
bahan pangan.Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada zat pewarna tesebut (Yuliarti, 2007).
Tabel 2.5 Bahan Pewarna Sintesis yang Dilarang Penggunaannya Di
Indonesia
Nomor Indeks Warna
(C.I.No)
Citrus red No.2
12156
Ponceau 3 R
(Red G)
16155
Ponceau Sx
(Food Red No.1)
14700
Rhodamin B
(Food Red No.5)
45170
Guinea Green B
(Acid Green No.3)
42085
Magentha
(Basic Violet N0.14)
42510
Chrysoidine
(Basic Orange No.2)
11270
Butter yellow
(Solvent Oranges No.2)
11020
Sudan I
(Food yellow No.2)
12055
Methanil Yellow
(Food yellow No.14)
13065
Auramine
(Ext.D & C Yellow No.1)
41000
Oil Orange SS
(Basic Yellow No.2
12100
Oil Oranges XO
(Solvent Oranges No.7)
12140
Oil Yellow AB
(Solvent Oranges No.5)
11380
Oil Yellow OB
(Solvent Oranges No.6)
11390
Sumber : Peraturan Menkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988
Bahan Pewarna

2.5.5 Dampak Zat Pewarna Bagi Kesehatan
Pemakaian zat pewarna sintesis dalam makanan dan minuman mempunyai
dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu
makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, mengembalikan warna bahan
dasar yang lebih hilang selama pengolahan ternyata dapat pula menimbulkan hal-

Universitas Sumatera Utara

42

hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak yang negatif bagi
kesehatan konsumen. Hal-hal yang mungkin memberikan dampak negatif tersebut
diantaranya yaitu :
1. Pewarna sintesis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang.
2. Bahan pewarna sintesis dimakan dalam jangka waktu yang lama.
3. Kelompok masyarakat yang luas dengan daya tahan yang berbeda-beda
yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan
sehari-hari dan keadaan fisik.
4. Beberapa masyarakat menggunakan bahan pewarna sintesis secara
berlebihan.
5. Penyimpanan bahan pewarna sintesis oleh pedagang bahan kimia yang
tidak memenuhi persyaratan (Cahyadi, 2009).
Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri
makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga
konsumen tergugah untuk membelinya.Namun sudah sejak lama pula terjadi
penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk
digunakan sebagai zat aditif.Contohnya adalah metanil yellow, yaitu zat pewarna
yang lazim digunakan dalam industri tekstil namun digunakan sebagai pewarna
makanan, dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati (Anonimous, 2009).
Makanan yang diberi zat pewarna metanil yellow dan rhodamin B
biasanya bewarna lebih terang dan memiliki rasa agak pahit.Kelebihan dosis
pewarna ini dapat menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata,
tenggerokan, hidung dan usus (Denfer, 2004).

Universitas Sumatera Utara

43

Dokumen yang terkait

Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan Dan Pemeriksaan Escherichia Coli (E.Coli) Pada Pecel Yang Dijual Di Pasar Petisah Tahun 2015

4 58 78

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow Pada Hasil Industri Pengolahan Tempe Yang Dijual di Pasar Sei Sikambing Kota Medan Tahun 2012

26 125 90

Hygiene Sanitasi Pengolahan Dan Analisa Kandungan Zat Pewarna Merah Pada Makanan Kipang Pulut Di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011

0 77 97

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

6 99 184

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 0 19

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 0 2

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 0 7

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

1 1 4

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 0 49

Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan Dan Pemeriksaan Escherichia Coli (E.Coli) Pada Pecel Yang Dijual Di Pasar Petisah Tahun 2015

0 2 12