Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus ada pada pangan
yang akan dikonsumsi oleh setiap orang. Pangan yang bermutu dan aman
dikonsumsi bisa berasal dari dapur rumah tangga maupun dari industri
pangan.Industri pangan adalah salah satu faktor penentu berkembangnya pangan
yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.Sekarang ini, terjadi perubahan yang sangat luar biasa dalam
pengolahan makanan karena didukung oleh semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi.Banyaknya bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam
makanan dan minuman. Sebagai salah satu contoh metanil yellow yang banyak
digunakan untuk pewarna makanan seperti mie basah agar warna yang dihasilkan
lebih cerah (Sediaoetama,2010).
Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia untuk tumbuh
dan

berkembang

serta


mampu

beraktivitas

dan

memelihara

kondisi

tubuhnya.Untuk itu bahan pangan atau biasa kita sebut dengan “makanan” perlu
diperhatikan jenis dan mutunya agar aman dikonsumsi. Makanan pada umumnya
tersusun atas air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat dan mineral.
Komponen tersebut berperan penting dalam memberikan karakter terhadap
makanan baik sifat fisik, kimia maupun fungsinya.Dengan kemajuan ilmu dan
teknologi di bidang pangan, berbagai jenis makanan dan minuman dapat dibuat
lebih awet, lebih menarik, lebih aman, lebih enak serta praktis bagi konsumen
(Nur’an, 2011).

1

Universitas Sumatera Utara

2

Dalam kegiatan proses produksi makanan, pentingnya tindakan higiene
sanitasi merupakan salah satu upaya untuk menghindari terjadinya pencemaran
terhadap hasil produksi. Dalam pembangunan jangka panjang dibidang kesehatan
seperti disebutkan dalam sistem kesehatan nasional, salah satu upaya yang
diprogramkan adalah peningkatan kesehatan lingkungan.Kesehatan lingkungan
mencakup aspek yang luas, salah satu diantaranya adalah hygiene sanitasi
makanan (Depkes RI, 2004).
Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan,
orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan
penyakit atau gangguan kesehatan.Persyaratan hygiene sanitasi adalah ketentuanketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran,
personel dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia dan
fisika (Depkes RI, 2003).
Bahan tambah pangan (BTP) atau food additives adalah senyawa atau
campuran

berbagai


senyawa

yang

sengaja

ditambahkan

ke

dalam

makanan.Pengawet dan pewarna merupakan beberapa jenis bahan tambahan
pangan.Zat warna sintetis banyak digunakan sebagai pewarna tambahan pangan
karena penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah (Cahyadi, 2009).
Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni
pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai
penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui
SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 mengenai bahan

tambahan pangan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat

Universitas Sumatera Utara

3

pewarna untuk berbagai bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan
kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan.Dalam hal ini sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia.Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut, antara lain
disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan
dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan (Hamdani, 2011).
Penggunaan pewarna pada pangan juga telah diatur oleh pemerintah
mengenai pewarna yang dilarang digunakan dalam makanan, pewarna yang
diizinkan serta batas penggunaanya, termasuk penggunaan bahan pewarna
alami.Namun tetap saja masyarakat terutama produsen pangan menggunakan
bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan. Sebagai contoh
sering

ditemukan


pada

kasus

IRTP

(Industri

Rumah

Tangga-Pangan)

menggunakan pewarna untuk tekstil atau cat yang umumnya berwarna cerah,
lebih stabil selama penyimpanan serta harganya lebih murah namun mereka
belum mengetahui dan menyadari bahaya dari pewarna tersebut (Nur’an, 2011).
Salah satu pewarna yang dilarang digunakan pada produk pangan adalah
metanil yellow,yang peruntukan sebenarnya sebagai pewarna tekstil. Sehingga
perlu adanya pengawasan penggunaanya zat pewarna untuk keamanan pangan
bagi masyarakat.Metanil yellow ini dilarang penggunaanya oleh pemerintah

berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.
Walaupun pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai penggunaan
bahan tambahan pangan(BTP), masih saja ada penjual makanan atau produsen
yang menggunakan BTP yang dilarang yang dapat membahayakan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

4

manusia, seperti pada hasil uji BPOM yang dilakukan di 18 provinsi pada tahun
2008 diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Bali, dan
Padang terhadap 861 contoh makanan menunjukkan bahwa 39,65 % (344 contoh)
tidak memenuhi syarat keamanan pangan dari total sampelitu 10,45%
mengandung pewarna yang dilarang diantaranya metanil yellow, rhodamin B.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2003), pada sambal
botolan yang biasa digunakan oleh pedagang makanan di pinggiran jalan, seperti
mie ayam dan mie bakso mengandung zat pewarna yang melebihi ambang batas,
beberapa produk saus dan sambal botolan juga ditenggarai memakai zat pewarna
yang tidak diizinkan, yang seringkali zat pewarna tersebut digunakan untuk
produk tekstil dan industri yaitu metanil yellow dan rodamin B untuk membuat

warna lebih cerah menyala.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Fitriah (2005),juga didapat
pemakaian zat pewarna kuning yang digunakan pada mie kuning,yang dilakukan
terhadap dua belas sampel mie kuning dari enam pasar di Kota Banda Aceh yang
diperiksa semuanya menggunakan zat warna tatrazine dengan kadar zat pewarna
berkisar 2,6 mg/kg – 11,0 mg/kg.
Alasan produsen makanan lebih menggunakan pewarna sintetis daripada
pewarna alami karena dua faktor.Pertama, yaitu masalah harga, pewarna kimia
dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami.
Masalah ini tentu saja sangat diperhatikan oleh produsen, mengingat daya beli
masyarakat Indonesia yang masih cukup rendah.Faktor kedua adalah stabilitas,
pewarna sintetis memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya

Universitas Sumatera Utara

5

tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan.
Sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat
diolah dan disimpan. Misalnya mie yang menggunakan pewarna alami, maka

warnanyaakan segera pudar manakala mengalami proses perebusan (Nur’an,
2011).
Dampak yang terjadi akibat penggunaan zat pewarna metanil yellow dapat
berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan
bahaya kanker pada kandung kemih.Apabila tertelan dapat menyebabkan mual,
muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah
rendah.Bahaya lebih lanjut yakni menyebabkan kanker pada kandung dan saluran
kemih (Kristanti, 2010).
Berdasarkan survei awal pada tanggal 27 Juli 2015 serta hasil
wawancarayang penulis lakukan dengan beberapa produsen mie aceh di pasar
tradisional Kota Sigli, menyatakan bahwa ada produsen mie aceh lain yang
menambahkan zat pewarna sewaktu proses pengolahan mie aceh dilakukan.Juga
berdasarkan pengamatan penulis, melihat bahwa dari hasil industri pengolahan
mie aceh yang dihasilkan yang dijual dipasar tradisional tersebut, beberapa
diantaranya terlihat bewarnakuning cerah/mencolok.Adapun latar belakang
penulis memilih sampel hanya mie aceh karena lebih laris dan paling banyak
diproduksi di Kota Sigli.
Alasan inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian
tentang pelaksanaan hygiene sanitasi pengolahan dan pemeriksaan zat pewarna


Universitas Sumatera Utara

6

metanil yellow pada mie aceh yang dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi
Aceh Tahun 2015.
1.2 Perumusan Masalah
Banyak bahan kimia berbahaya yang bukan ditujukan untukmakanan atau
bukan merupakan bahan tambahan makanan justruditambahkan ke dalam
makanan yang akhirnya dapat membahayakan konsumen.Diantaranyaseperti zat
pewarna makanan yang dilarang penggunaannya.Hal ini terjadi karena pedagang
ingin makanannya menjadi lebih awet dan warna yang dihasilkan lebih cerah,
sementara ia tidak mempunyaipengetahuan mengenai cara pewarnaan makanan
yang benar. Salah satunya adalah pengolahan mie aceh yang tidak menutup
kemungkinan menggunakan pewarna metanil yellow.
Berdasarkan hal diatas maka perlu dilakukan penelitian gambaran hygiene
dan sanitasi pengolahan setra pemeriksaan zat pewarna metanil yellow pada mie
aceh yang dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan hygiene sanitasi pengolahan dan
melakukan pemeriksaan zat pewarna metanil yellow pada mie aceh yang dijual di
Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015.
1.3.2

Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui karakteristik mie aceh yang dijual di Pasar Tradisional
Kota Sigli.

Universitas Sumatera Utara

7

2. Untuk mengetahui penerapan 6 prinsip hygiene dan sanitasi makanan mie
aceh yaitu hygiene sanitasi pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan
makanan, cara pengolahan makanan, penyimpanan makanan jadi,
pengangkutan makanan, penyajian dan pengemasan makanan mie aceh.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya zat pewarna metanil yellow pada mie aceh

yang dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli.
4. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan konsumen serta pedagang tentang
mie aceh yang dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberi masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Sigli Provinsi Aceh
dalam hal pengawasan hygiene sanitasi pengolahan makanan.
2. Sebagai informasi dan masukan kepada Dinas Kesehatan, Badan POM,
Perusahaan Daerah Pasar Kota Sigli untuk lebih memperhatikan tentang
penggunaan zat pewarna sintetik yang dilarang seperti metanil yellow
khususnya di industri rumah tangga.
3. Untuk menerapkan ilmu yang telah penulis peroleh selama perkuliahan di
FKM USU.
4. Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian
selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan Dan Pemeriksaan Escherichia Coli (E.Coli) Pada Pecel Yang Dijual Di Pasar Petisah Tahun 2015

4 58 78

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow Pada Hasil Industri Pengolahan Tempe Yang Dijual di Pasar Sei Sikambing Kota Medan Tahun 2012

26 125 90

Hygiene Sanitasi Pengolahan Dan Analisa Kandungan Zat Pewarna Merah Pada Makanan Kipang Pulut Di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011

0 77 97

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

6 99 184

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 0 19

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 0 2

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 1 46

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

1 1 4

Pelaksanaan Hygiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Zat Pewarna Metanil Yellow pada Mie Aceh yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Sigli Provinsi Aceh Tahun 2015

0 0 49

Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan Dan Pemeriksaan Escherichia Coli (E.Coli) Pada Pecel Yang Dijual Di Pasar Petisah Tahun 2015

0 2 12