Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Penyebab Technostress terhadap Kinerja Pegawai dengan Dukungan Organisasi sebagai Moderating Variabel T2 912013035 BAB II

BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1

Penalaran Konsep

2.1.1 Technostress
Technostress merupakan suatu bentuk tekanan
dalam menjalankan pekerjaan yang berhubungan dengan
teknologi

yang

dapat

menimbulkan

stres.

Istilah


technostress berasal dari penggabungan antara teknologi
dan stres yang mana hal ini merupakan sebuah tekanan
psikologis yang biasa dialami oleh seorang pegawai pada
periode penggunaan sistem otomatisasi kantor (Odoh,
2011 dalam Odoh & Odigbo, 2013). Technostress sering
juga dikenal dengan istilah technophobia, cyber phobia,
computer phobia, computer anciety, dan computer stress
(Akhtari et al. 2013).
Champion (1988) menyatakan bahwa pada era
informasi, perubahan merupakan suatu hal yang sangat
penting. Akan tetapi, perubahan bukan hanya tentang
komponen teknis seperti mesin, program, dan jaringan
namun
teknologi

lebih

pada


respons

terhadap

perubahan

itu sendiri. Senada dengan Champion, Clark

dan Kalin (1996) mengemukakan bahwa technostress
merupakan "resistance to change" atau keengganan untuk
berubah di mana stres merupakan sebuah reaksi alami
akibat perubahan teknologi, sehingga perubahan tersebut
10

harus dikelola dengan baik agar tidak membawa dampak
buruk terhadap kondisi pegawai.
Secara umum technostress berdampak pada kondisi
fisik dan psikis seseorang. Harper (2000) menyebutkan
bentuk


fisik

technostress

meliputi

ketegangan

pada

beberapa anggota tubuh seperti leher, bahu, pinggang,
dan pergelangan tangan yang disebabkan karena terlalu
lama duduk di depan komputer dan efek dari penggunaan
mouse.

Selain

itu

dapat


mengganggu

penglihatan

seseorang seperti: mata terasa sakit (panas, gatal, dan
kering), mata kemerahan dan iritasi, penglihatan yang
kabur, kesulitan dalam pemusatan penglihatan atau
penglihatan ganda (Dyer & Morris, 1990).
Griffith dan Norton (1999) berpendapat bahwa
technostress diakibatkan oleh jumlah informasi yang
diterima

melebihi

kemampuan

memprosesnya

dengan


menyebabkan

seseorang

menggunakan

teknologi,

cara

seseorang

yang

benar

merasakan
dan


untuk
sehingga

minder,

emosional.

takut

Dampak

psikologis lain menurut Okebaram dan Moses (2013)
adalah menurunnya rasa percaya diri, frustrasi, kelelahan
dan sulit berkonsentrasi. Selain itu, technostress menurut
Ader

(2012)

menurunkan


dapat
kinerja

mengganggu
kerja,

ketidakpuasan kerja.

11

lingkungan
dan

kerja,

meningkatkan

2.1.1.1

Faktor Penyebab Technostress


Tarafdar et al. (2007) dan Ragu-Nathan et al. (2008)
menguraikan
Pertama,

lima

faktor

penyebab

techno-overload. Merupakan

technostress.

situasi

dimana

pengguna teknologi dipaksa untuk dapat bekerja lebih

banyak dan lebih cepat. Hal ini merupakan konsekuensi
dari

peningkatan

mengharapkan
produktif

dukungan

pegawai

(Francis,

untuk

2013).

teknologi
dapat


Selain

itu,

bekerja

yang
lebih

peningkatan

pekerjaan juga disebabkan karena jumlah permintaan
pengguna yang semakin banyak sehingga menyebabkan
terjadinya information overload (Al-Qallaf, 2006) hal ini
membuat para pegawai harus bekerja ekstra karena
harus melakukan input data ke dalam sistem komputer
dalam waktu yang terbatas sehingga para pegawai harus
bekerja lebih cepat (Ragu-Nathan, 2008).
Faktor kedua yaitu techno-invasion. Dalam era

digital seperti saat ini, kebutuhan akan teknologi menjadi
sangat esensial. Kemajuan teknologi memaksa individu
untuk selalu terhubung dengan organisasi sehingga
mereka harus selalu mengikuti perkembangan organisasi
dan pekerjaan mereka (Ayyagari, 2011). Weil dan Rosen
(1997) mengungkapkan bahwa dengan hadirnya surat
elektronik meningkatkan tekanan pegawai karena mereka
harus selalu siap merespon setiap surat atau informasi
yang masuk kapanpun dan dimanapun. Situasi seperti ini

12

lebih dikenal dengan istilah techno-invasion di mana
hadirnya teknologi membuat para penggunanya merasa
selalu terhubung dengan pekerjaan mereka dimanapun
dan kapanpun.
Faktor ketiga yaitu techno-complexity. Faktor ini
merupakan situasi di mana para pengguna teknologi
merasa bahwa teknologi yang harus digunakan sangat
rumit sedangkan kemampuan yang mereka miliki masih
jauh tertinggal sehingga dibutuhkan waktu untuk dapat
menggunakan
Okebaram

(2010)

perkembangan
individu

teknologi

yaitu

baru.

Menurut

ketidaksesuaian

teknologi

Moses

dan

kemampuan

dan

dipengaruhi

performance

anciety

faktor
dan

internal

kurangnya

pengalaman menggunakan komputer. Sehingga Tiemo
dan

Ofua

(2010)

berpendapat

untuk

meminimalisir

kecemasan karena kurangnya kemampuan individu maka
organisasi

perlu

memberikan

pelatihan

sebelum

menerapkan sistem atau aplikasi baru sehingga para
pegawai merasa lebih percaya

diri dan juga perlu

memberikan pendampingan oleh rim khusus IT sehingga
dapat mengurangi kecemasan para pegawai ketika terjadi
permasalahan dengan peralatan yang digunakan.
Faktor keempat yaitu techno-insecurity. Hal ini
sering dialami oleh para pekerja yang merasa takut jika
pekerjaan mereka akan digantikan oleh teknologi baru
atau orang lain yang lebih menguasai teknologi. Menurut

13

penelitian Akhtari (2013) para pegawai yang berusia lebih
dari 45 tahun mengalami tingkat stres yang lebih tinggi
karena mereka kesulitan beradaptasi dengan teknologi
baru dan juga sulit bagi mereka untuk mempelajari
teknologi

baru.

Sedangkan

menurut

penelitian

Mahalakshmi et al. (2014), orang-orang muda lebih
familiar

dengan

perkembangan

teknologi

terbaru,

sehingga mereka lebih kecil kemungkinan bagi mereka
mengalami technostress.
Faktor

terakhir

yaitu

techno-uncertainty.

Merupakan situasi di mana para pengguna teknologi
merasa tidak nyaman karena teknologi yang digunakan
selalu

berubah.

tekanan

Enis

pekerjaan

(2005)

yang

mengemukakan

dapat

menyebabkan

bahwa
stres

diantaranya karena perubahan teknologi dan aplikasi
yang terlalu cepat dan standarisasi pekerjaan yang tidak
jelas. Faktor lain yang menyebabkan ketidaknyamanan
para pegawai manurut Ragu-Nathan (2008) yaitu karena
seringnya perbaikan atau penggantian software dan
hardware sehingga menghambat pekerjaan.

2.1.2

Kinerja
Salah satu kunci keberhasilan organisasi di era

globalisasi saat ini adalah sejauh mana orang-orang yang
berada dalam sebuah organisasi secara sinergis mampu
berkontribusi positif baik dalam perencanaan maupun

14

dalam pengimplementasian tugas dan tanggung jawab
(Sambung, 2011). Menurut Rusdianti (2013) kinerja yang
baik

tentu

saja

merupakan

harapan

bagi

semua

perusahaan dan institusi, sebab dengan kinerja karyawan
yang baik maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja
perusahaan secara keseluruhan.
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata job
performance atau actual performance yang berarti prestasi
kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang
(Mangkunegara, 2006). Peningkatan kinerja pegawai perlu
dilakukan oleh suatu organisasi agar dapat mencapai
sasaran pelayanan prima (Pariaribo, 2014). Teknologi
informasi akan dapat berperan dalam meningkatkan
kinerja baik di tingkat individu maupun organisasi jika
dapat dimanfaatkan dengan baik (Thompson et al, 1991).
Menurut Goodhue dan Thompson (1995) kinerja
yang

semakin

peningkatan

tinggi

melibatkan

efisiensi,

kombinasi

peningkatan

dari

efektivitas,

peningkatan produktivitas dan peningkatan kualitas yang
mana kinerja yang lebih baik akan tercapai jika individu
dapat

memenuhi

kebutuhan

individual

dalam

melaksanakan dan menyelesaikan tugas. Oleh sebab itu
Hendriani dan Artati (2014) berpendapat bahwa evaluasi
terhadap

kinerja

pegawai

perlu

dilakukan

untuk

mengetahui kemampuan anggota organisasi sehingga

15

akan diketahui strategi pengembangan lebih lanjut yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Informasi mengenai kinerja pegawai dan faktorfaktor yang ikut berpengaruh terhadap kinerja pegawai
sangat

penting

untuk

diketahui.

Laloma

(2013)

menyebutkan bahwa pengukuran kinerja hendaknya
dapat diterjemahkan sebagai suatu kegiatan evaluasi
untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan tugas dan fungsi yang dibebankan. Kinerja
dapat diketahui dan diukur melalui berbagai macam
penilaian. Akan tetapi menurut Moeheriono (2010:60)
sebelum melakukan penilaian diperlukan kriteria atau
standar yang diketahui dan telah disepakati bersama
untuk mencapai tolak ukur keberhasilan yang ditetapkan
oleh organisasi.
Penilaian kinerja merupakan suatu proses untuk
melakukan evaluasi terhadap seberapa baik seorang
karyawan

mengerjakan

tugasnya

jika

dibandingkan

dengan standar yang telah ditetapkan oleh organisasi
atau

perusahaan

(Slamet,

2007:236)

kemudian

mengomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan
(Mathis & Jackson, 2006). Ada lima pihak yang dapat
melakukan penilaian kinerja karyawan, yaitu: atasan
langsung, rekan sekerja, evaluasi diri, bawahan langsung,
dan pendekatan menyeluruh: 360 derajat (Robbins, 2001).

16

2.1.3 Dukungan Organisasi
Dalam

suatu

pemerintahan

organisasi

maupun

baik

swasta

tentu

organisasi

menginginkan

pencapaian maksimal demi tercapainya tujuan organisasi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan kualitas SDM. SDM merupakan salah satu
faktor penting bagi perkembangan sebuah organisasi
sehingga SDM harus diarahkan dan dikoordinasikan
untuk menghasilkan kontribusi terbaik bagi organisasi.
Transisi dari pelaksanaan tugas secara manual
menjadi

sistem

komputerisasi

mengharuskan

para

pegawai meningkatkan kemampuan teknologinya. Dalam
hal ini para pegawai perlu mendapatkan pelatihan guna
meningkatkan skill yang mereka miliki tentang teknologi
baru.

Randal

et

al.

(1999)

mengungkapkan

bahwa

organisasi yang mendukung adalah organisasi yang
merasa bangga terhadap hasil kerja pegawainya, memberi
kompensasi

dengan

adil

dan

memenuhi

kebutuhan

pekerjanya. Lebih lanjut menurut Dauda dan Akingbade
(2011) perubahan teknologi dapat dikelola secara efektif
melalui pendekatan SDM agar dapat berinovasi dan
mencapai terobosan yang lebih baik.
Teknologi hanya bisa meningkatkan produktivitas
atau meningkatkan kinerja bila dikombinasikan secara
efektif dengan SDM yang dapat menjalankan teknologi
secara

tepat.

Upaya

peningkatan

17

SDM

yang

dapat

dilakukan

organisasi

adalah

dengan

meningkatkan

kemampuan berupa pemberian pelatihan, peralatan, tim
kerja yang produktif dan menyediakan fasilitas yang
memadai bagi pegawai (Melchionda, 2007; Mathis &
Jackson, 2001).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tiemo dan
Ofua (2010) menyebutkan bahwa untuk meminimalisir
technostress

yang

terjadi

maka

organisasi

perlu

menyediakan software dan hardware yang userfriendly,
menyediakan training dan teknisi IT. Lebih lanjut, Akhtari
et

al.

(2013),

meminimalisir

menyebutkan

beberapa

technostress

yaitu:

cara

untuk

menciptakan

lingkungan kerja yang kondusif antara pegawai dan
teknologi yang digunakan, menciptakan lingkungan yang
stabil dan nyaman, dan memberikan pelatihan bagi para
pegawai terhadap teknologi baru. Sehingga menurut
Robbins (2001:278) dukungan organisasi menjadi sangat
penting

untuk

dapat

menghadapi

lingkungan

yang

dinamis.

2.2

Perumusan Hipotesis

2.2.1 Pengaruh

faktor

techno-overload

terhadap

kinerja
Techno-overload

merupakan

peningkatan

beban

kerja yang harus ditanggung oleh seorang pegawai akibat
terjadinya kebanjiran informasi (information overload).

18

Menurut Griffiths dan Norton (1999) information overload
erat

kaitannya

dengan

penambahan

beban

pegawai

secara kuantitas karena semakin banyak pengguna jasa
atau layanan organisasi tersebut. Hal ini menyebabkan
seorang pegawai harus mampu menangani permintaan
informasi sekaligus mengolahnya dalam waktu yang
singkat. Penelitian yang dilakukan oleh Okebaram dan
Moses

(2013)

penyebab
overload

menunjukkan

terjadinya
akibat

bahwa

technostress

terjadinya

faktor

adalah

increasing

utama

information

demand. Hasil

penelitian Ayyagari (2012); Suharti dan Susanto (2014)
menunjukkan

hasil

bahwa

information

overload

menurunkan kinerja. Berdasarkan uraian tersebut maka
hipotesis pertama dinyatakan sebagai berikut:
H1: Techno-overload berpengaruh negatif terhadap
kinerja pegawai.

2.2.2 Pengaruh

faktor

techno-invasion

terhadap

kinerja
Perkembangan

teknologi

yang

dapat

diakses

kapanpun dan dimanapun membuat pengguna teknologi
selalu merasa terhubung dengan pekerjaan mereka.
Padahal menurut hasil penelitian Weil dan Rosen (1997),
teknologi

memudahkan

seseorang

mengirim

dan

menerima pesan dimanapun dan kapanpun akan tetapi
dengan kemudahan itu sering kali harus menyita waktu

19

istirahat yang kemudian akan berakibat buruk pada
kondisi kesehatan. Selain berdampak pada kesehatan
techno-invasion juga berdampak pada kondisi psikis
seseorang yang menyebabkan kecemasan, emosional, dan
frustrasi (Griffith & Norton, 1999) sebagai akibat dari
tidak seimbangya antara waktu kerja dan waktu pribadi.
Hal ini menurut Okebaram dan Moses (2013) dapat
menyebabkan

kelelahan

dan

sulit

berkonsentrasi

sehingga jika terus dibiarkan dapat menurunkan kinerja
kerja. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis kedua
dinyatakan sebagai berikut:
H2: Techno-invasion berpengaruh negatif terhadap
kinerja pegawai.

2.2.3 Pengaruh

faktor

techno-complexity

terhadap

kinerja
Perkembangan teknologi memberikan kemudahan
bagi para pengguna untuk mencari berbagai infromasi
yang dibutuhkan (Jena & Mahanti, 2014). Akan tetapi
banyak sistem komputerisasi yang rumit dan kompleks
sehigga para pengguna sering mengalami kesulitan (Enis,
2005).

Kerumitan

yang

terjadi

disebabkan

oleh

munculnya berbagai istilah asing dan terlalu banyak
langkah-langkah untuk dapat membuka sebuah aplikasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Okebaram dan
Moses

(2013)

yang

menyebutkan

20

bahwa

tingkat

kompleksitas teknologi menjadi salah satu penyebab
utama terjadinya stres bagi karyawan terlebih bagi
karyawan yang sudah tua. Berdasarkan uraian tersebut
maka hipotesis ketiga dinyatakan sebagai berikut:
H3: Techno-complexity berpengaruh negatif terhadap
kinerja pegawai.

2.2.4 Pengaruh

faktor

techno-insecurity

terhadap

kinerja
Tingginya penggunaan teknologi dalam pelaksanaan
pekerjaan

dimaksudkan

agar

dapat

membantu

menyelesaikan pekerjaan secara lebih efektif dan efisien.
Akan tetapi, hal ini sering menimbulkan kecemasan jika
suatu saat nanti pekerjaan mereka akan digantikan oleh
teknologi modern sehingga mereka tidak lagi dibutuhkan
dalam dunia kerja (Jena & Mahanti, 2014). Hal inilah
yang sering menyebabkan sikap negatif pegawai terhadap
teknologi, sehingga mereka enggan untuk menggunakan
teknologi karena mereka mengaggap bahwa hadirnya
teknologi akan menjadi sebuah ancaman bagi karir
mereka kedepan (Tiemo & Ofua, 2010). Berdasarkan
uraian tersebut maka hipotesis keempat dinyatakan
sebagai berikut:
H4: Techno-insecurity berpengaruh negatif terhadap
kinerja pegawai.

21

2.2.5 Pengaruh

faktor

techno-uncertainty

terhadap

kinerja
Seringnya pergantian software dan hardware yang
harus

digunakan

memperbarui
tentang

membuat

pengetahuan

teknologi

meningkatkan

baru

pegawai

dan
(Enis,

pengetahuan

dan

harus

kemampuan
2005).

selalu
mereka

Agar

dapat

kemampuan

para

pegawai, pihak organisasi perlu memberikan fasilitas yang
menunjang

seperti

menyediakan

teknisi

khusus

IT

sehingga para pegawai tidak akan merasa kebingungan
jika terjadi kendala dengan perangkat IT (Tiemo & Ofua,
2010) karena jika penerapan teknologi tidak dipersiapkan
dengan baik dapat menimbulkan permasalahan seperti
meningkatkan kesalahan atau error yang dilakukan
pegawai (Suharti & Susanto, 2014). Berdasarkan uraian
tersebut

maka

hipotesis

kelima

dinyatakan

sebagai

berikut:
H5: Techno-uncertainty

berpengaruh

negatif

terhadap kinerja pegawai.

2.2.6 Pengaruh dukungan organisasi terhadap faktor
penyebab technostress dan kinerja
Karyawan

sebagai

individu

dalam

perusahaan

merupakan bagian dari struktur organisasi yang memiliki
peranan besar dalam menentukan tercapainya tujuan
organisasi. Agar para pegawai dapat bekerja secara

22

maksimal organisasi harus mampu menyediakan segala
fasilitas yang memberikan kemudahan dan kenyamanan
bagi para pegawai. Sebagai upaya meminimalisir dampak
technostress maka perlu adanya dukungan organisasi
yang memadai. Menurut Handayani (2007) penggunaan
sistem informasi dapat meningkatkan kinerja apabila
sistem tersebut dapat membantunya untuk meningkatkan
kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Hasil
penelitian Adekunle et al. (2007) menunjukkan bahwa
pelatihan dan pengetahuan tentang teknologi informasi
memungkinkan karyawan untuk memiliki pemahaman
yang lebih baik mengenai teknologi yang digunakan, dan
dengan demikian akan mengurangi terjadinya stres akibat
teknologi.

Berdasarkan

uraian

tersebut

hipotesis

dinyatakan sebagai berikut:
H6.1

: Dukungan organisasi secara positif berpengaruh
untuk meminimalisir dampak techno-overload
terhadap kinerja pegawai.

H6.2

: Dukungan organisasi secara positif berpengaruh
untuk meminimalisir dampak techno-invasion
terhadap kinerja pegawai.

H6.3

: Dukungan organisasi secara positif berpengaruh
untuk meminimalisir dampak techno-complexity
terhadap kinerja pegawai.

23

H6.4

: Dukungan organisasi secara positif berpengaruh
untuk meminimalisir dampak techno-insecurity
terhadap kinerja pegawai.

H6.5

: Dukungan organisasi secara positif berpengaruh
untuk meminimalisir dampak techno-uncertainty
terhadap kinerja pegawai.

2.3

Model Penelitian
Technooverload
(X1)

Technoinvasion
(X2)
Kinerja
(Y)

Technocomplexity
(X3)

Technoinsecurity
(X4)
Dukungan
Organisasi
(X6)

Technouncertainty
(X5)

24

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran dengan Ketidakpastian Lingkungan Sebagai Variabel Moderating T2 932010901 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran dengan Ketidakpastian Lingkungan Sebagai Variabel Moderating T2 932010901 BAB II

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran dengan Ketidakpastian Lingkungan Sebagai Variabel Moderating T2 932010901 BAB IV

1 1 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran dengan Ketidakpastian Lingkungan Sebagai Variabel Moderating T2 932010901 BAB V

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Beban Kerja, Kompetensi Teknologi Otomasi terhadap Technostress dan Kinerja Pada Karyawan di Bagian Engineering T2 912009110 BAB II

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor Penyebab Kebanggaan Keorganisasian dan Dampak T2 912011017 BAB II

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Penyebab Technostress terhadap Kinerja Pegawai dengan Dukungan Organisasi sebagai Moderating Variabel T2 912013035 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Penyebab Technostress terhadap Kinerja Pegawai dengan Dukungan Organisasi sebagai Moderating Variabel T2 912013035 BAB IV

1 1 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Penyebab Technostress terhadap Kinerja Pegawai dengan Dukungan Organisasi sebagai Moderating Variabel T2 912013035 BAB V

1 1 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Penyebab Technostress terhadap Kinerja Pegawai dengan Dukungan Organisasi sebagai Moderating Variabel

0 0 14