Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Beban Kerja, Kompetensi Teknologi Otomasi terhadap Technostress dan Kinerja Pada Karyawan di Bagian Engineering T2 912009110 BAB II

BAB II
TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN
MODEL
2.1.Penalaran Konsep
2.1.1.Technostress
Istilah technostres mulai dikenal dan populer sejak
tahun

1980-an

semenjak

adanya

otomasi

kantor

(Penggunaan komputer untuk mendukung kinerja dalam
perusahaan) dalam organisasi. Keberadaan komputer di
tempat


kerja

prestasi
seseorang

dan

boleh

berakibat

produktivitis

tidak

dapat

dalam


kerja.

meningkatkan

Namun,

mengatasi

dan

apabila

menerima

perubahan teknologi yang berkembang dengan cepat
maka perkembangan ini akan menyebabkan technostress
(Clark dan Kalin, 1996). Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Brod (1984), menemukan bahwa technostress sendiri
ialah penyakit yang disebabkan oleh ketidakmampuan
suatu


individu

komputer

yang

untuk
baru

beradaptasi
dengan

dengan

cara

teknologi

yang


sehat.

Technostress ini terdapat dalam dua tahap yang berbeda

tetapi saling berkaitan, tahap pertama adalah tahap
dimana individu bertindak sebagai penerima teknologi
komputer dan tahap selanjutnya adalah jika individu
berusaha untuk mengerti teknologi komputer dengan

13

lebih

mendalam.

Selain

itu,


Brod

(1984)

juga

mendefinisikan technostress sebagai stress individu yang
ditimbulkan oleh penggunaan perlengkapan teknologi.
Kajian

technostres

pernah

dilakukan

oleh

Hudiburg


(1997) berkaitan dengan penggunaan komputer, stress
terhadap komputer, gangguan-gangguan komputer atau
teknologi yang menyebabkan stress dan strategi tentang
bagaimana untuk mengatasi technostres (Robbin, 2003).
Para pengkaji ini telah menggunakan Skala Kerumitan
Komputer (Computer Hassles Scale) , Keluhan Somatik dan
Kecemasan (somatic and anxiety complaints) , psychological
reactance dan perceived stress untuk menguji tahap
technostress di kalangan populasi yang berbeda. Beberapa

peneliti yang telah meneliti tema tentang technostres ini
yaitu tentang technophobia, cyberphobia, computerphobia,
computer anxienty , computer stress , negative computer
attitudes , dan computer aversio’ (Weil dan Rosen, 1997).

Menurut mereka definisi dari technostress adalah sebagai
kesan negatif terhadap perubahan perilaku, pikiran, atau
psikologi yang disebabkan oleh teknologi baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Technostress juga
merupakan reaksi dari penggunaan terhadap teknologi

dan bagaimana perubahan yang terjadi diakibatkan oleh
teknologi tersebut.
Dari

definisi

di

atas,

Peneliti

melihat sebuah

indikasi adanya technostress yang terjadi pada karyawan

14

di bagian engineering sebuah perusahaan multinasional,
yang menggunakan peralatan berteknologi tinggi dalam

proses produksinya. Indikasi ini terlihat dari adanya
perubahan-perubahan seperti:
1. Munculnya

keluhan

ketegangan

otot,

persendian,

masalah pencernaan, letih yang tidak beralasanan,
sakit kepala dan keluhan-keluhan fisik lainnya
2. Di samping itu, Peneliti dan Manajer yang memimpin
operasional

bagian

tersebut juga


melihat adanya

perubahan perilaku di kalangan karyawan seperti
perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah
paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa,
gelisah, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit
berfikir jemih, sulit membuat keputusan dan hilangnya
kreatifitas.
3. Dalam

beberapa

kejadian,

nampak

pula

terlihat


adanya perubahan kepribadian dan watak yang berupa
adanya

sikap

berlebihan,
percaya

hati-hati

cemas

diri

menjadi

menjadi

menjadi


lekas

rawan,

cermat
panik,

penjengkel

yang
kurang

menjadi

meledak-ledak.
Ketiga indikasi perubahan di atas oleh peneliti dan
manajer

yang

bersangkutan

diduga

muncul

setelah

adanya penggunaan peralatan berteknologi tinggi, yang
bersamaan terjadinya dengan adanya peningkatan jumlah
volume produksi dan jumlah tipe barang yang diproduksi.

15

Oleh karena itu, berdasarkan teori dan indikasi-indikasi
di atas maka peneliti menduga adanya technostress yang
terjadi pada individu yang bekerja pada lingkungan
industri berteknologi tinggi (industrial technostress).
Berkaitan dengan dampak stress, dalam Emerald
Journal

of

Management

(Mark

Le

Fevre,

2003)

menkelompokkan dampak stress ke dalam 2 kelompok,
yaitu Eustress dan Distress . Eustress adalah stress yang
bersifat positif atau stress yang sehat, yang mampu
menumbuhkan good feeling terhadap perubahan yang
terjadi. Distress adalah kebalikan dari Eustress yang
diartikan juga sebagai stress negatif. Stress ini akan
memberikan rasa yang kurang bagus terhadap feeling
individu

pada

saat

mengalami

perubahan

di

lingkungannya.

Gambar 2.1 Grafik Eustress & Distress

16

2.1.2.Workload (Beban Kerja)
Work

Overload

(kelebihan

beban

kerja).

Work

overload atau kelebihan beban kerja oleh French &

Caplan

(dalam

Nimran,

1999:89)

dibedakan

dalam

quantitative overload dan qualitative overload. Menurut
istilah mereka yang bersifat kuantitatif adalah "having too
much to do", sedangkan yang bersifat kualitatif yang
disebutkan sebagai "too difficult." Jadi manakala para
pekerja merasa bahwa terlalu banyak pekerjaan yang
harus

dikerjakan,

terlalu

beragam

hal

yang

harus

dilakukan, atau tidak cukup waktu yang tersedia untuk
menyelesaikan lugas yang dibebankan, maka keadan ini
disebut

kelebihan

quantitative

beban

overload

kerja

Ivancevich

&

kuantitatif
Matteson

atau
(dalam

Nimran, 1999:90). Definisi lain mengenai beban kerja
atau

workload

diselesaikan

adalah

oleh

jumlah

seseorang

kegiatan

atau

yang

harus

sekelompok

orang

selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal
(Haryanto, 2004). Dalam Dictionary Internet (2010), beban
kerja diartikan sebagai “work that a person is expected to
do in specific time”. Masih dari sumber yang sama, kita

juga menemukan definisi beban kerja adalah sebagai “the
amount of work assigned to a person or a group, and that is
to be done in a particular period”, yang juga diartikan

sebagai “the amount of hour requires to carried out specific
maintenance tasks” (Dictionary Internet, 2010).

17

Menurut Menpan (1997), pengertian beban kerja
adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus
diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang
jabatan

dalam

jangka

waktu

tertentu.

Sedangkan

pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik
untuk

mendapatkan

informasi tentang

efisiensi dan

efektifitas suatu unit organisasi atau pemegang jabatan
yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan
teknis analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau
teknik management lainnya. Lebih lanjut dikemukakan
pula bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah
satu teknik management untuk mendapatkan informasi
jabatan,
dilakukan

melalui
secara

penelitian
analisis.

dan

pengkajian

Informasi

yang

jabatan

ini

dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai alat untuk
menyempurnakan aparatur baik di bidang kelembagaan,
ketata-laksanaan dan sumber daya manusia. Senada pula
dengan hasil penelitian di atas, Heizer & Render (1996:98)
mengemukakan

bahwa

standar

tenaga

kerja

adalah

jumlah waktu yang diperlukan rata-rata tenaga kerja,
untuk mengerjakan aktifitas kerja khusus dalam kondisi
kerja yang normal, atau dengan kata lain standar standar
tenaga kerja dapat digunakan untuk menetapkan jumlah
personil,

agar

mampu

menghasilkan

produksi

yang

diharapkan perusahaan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
untuk menentukan standar tenaga kerja dapat dilakukan

18

dengan empat cara, yaitu: berdasarkan pengalaman masa
lalu,

pengkajian

waktu,

standar

waktu

sebelum

pengukuran dan pengambilan contoh kerja.
Berdasarkan

definisi

di

atas,

Peneliti

melihat

adanya perubahan beban kerja yang terjadi pada sebuah
perusahaan multinasional yang bergerak dalam bidang
industri makannan di Jawa Tengah. Indikasi perubahan
beban kerja ini terlihat sejak adanya peningkatan jumlah
volume produksi, peningkatan jumlah tipe barang yang
harus di produksi dan penggunaan peralatan produksi
berteknologi

tinggi.

Aspek

perubahan

beban

kerja

tersebut meliputi aspek jumlah tugas-tugas yang harus
dikerjakan (kuantitas) maupun aspek Aspek waktu yang
digunakan

oleh

seorang

melakukan

tugas-tugas

yang

mengerjakan

tersebut.

Dalam

atau

jurnal

HR

Consulting (Adil Kurnia, 2010). Secara lebih rinci, beban
kerja yang dimaksud adalah meliputi:

1.

Berapa banyak work-order maintenance secara aktual
yang bisa diselesaikan setiap bulan-nya.

2.

Berapa lama waktu rata-rata dalam satu bulan yang
diperlukan untuk menyelesaikan trouble shooting.

3.

Berapa

banyak

pekerjaan

proyek

yang

bisa

diselesaikan setiap bulan-nya.
4.

Berapa besar biaya maintenance yang dikeluarkan
setiap bulannya.

19

5.

Berapa besar biaya proyek yang dikeluarkan pada
setiap item proyeknya.

6.

Berapa persen tingkat aktual OEE (overall equipment
effectivity) rata-rata dalam satu bulan.

7.

Berapa persen tingkat keberhasilan trial produk baru
dalam satu bulan.
Ketujuh indikasi perubahan beban kerja di atas

mulai terlihat oleh Peneliti setelah adanya penggunaan
peralatan berteknologi tinggi, peningkatan jumlah volume
produksi dan jumlah tipe barang yang diproduksi. Oleh
karena itu, berdasarkan teori dan indikasi awal di atas,
Peneliti menduga bahwa telah terjadi perubahan beban
kerja pada individu yang bekerja pada industri tersebut.

2.1.3.Kompetansi Teknologi Otomatisasi
Istilah kompetensi adalah berhubungan dengan
dunia

pekerjaan

Kompetensi

(Journal SDM, 21 Februari 2009).

mengandung

pengertian

pemilikan

pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dituntut
oleh jabatan tertentu. Kopetensi dimaknai pula sebagai
pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Kompetensi dapat pula dimaknai dengan kemampuan
melaksanakan

suatu

pendidikan dan atau

tugas

yang

diperoleh

melalui

latihan (Herry, 1998). Dengan

demikian maka dapat dinyatakan bahwa kompetensi

20

merupakan seperangkat pengetahuan dan ketrampilan
yang harus dimiliki oleh seseorang dalam melaksanakan
tugasnya. Pengetahuan dan ketrampilan tersebut dapat
diperoleh melalui pendidikan dan atau latihan.
Automation

atau

otomasi

industri

adalah

merupakan teknik yang digunakan oleh industri untuk
memperkecil biaya produksi dan meningkatkan kualitas
serta kuantitas produksi. Otomatis sering kali diartikan
sebagai ”tidak menggunakan tenaga manusia” (WordNet ®
2.0, © 2003 Princeton University ). Secara lebih rinci,

pengertian otomasi adalah sebagai berikut:
1.

Teknik

dan

peralatan

yang

digunakan

untuk

melakukan operasi atau kontrol otomatis.
2.

Kondisi
otomatis,

dikendalikan
yang

salah

atau
satu

dioperasikan

secara

contohnya

adalah

Programmable Logic Controller (PLC). Dari namanya,

kita dapat mengetahui definisi sederhana dari PLC :
Programmable, yang artinya adalah dapat diprogram
(software based); Logic, yang artinya adalah bekerja

berdasar logika yang dibuat. Logika di sini biasanya
menunjuk pada logika Boolean yang hanya terdiri
dari 2 keadaan, ON atau OFF; dan Controlle, yang
artinya adalah pengendali (otak) dari suatu sistem.
3.

Secara umum cara kerjanya adalah :
a. PLC mendapatkan sinyal input dari input device.

21

b. Akibatnya PLC mengerjakan logika program yang
ada di dalamnya.
c. PLC memberikan sinyal output pada output device
Untuk lebih memperjelas, pada gambar 2.1 dapat dilihat
diagram hubungan PLC dan input/ output device.

Gambar 2.2. Diagram hubungan PLC dan
Input/Output Device
Ditinjau
merupakan

dari

sisi

integrasi

teknologi,

antara

Otomasi

teknologi

Industri

mekatronika,

teknologi komputer dan teknologi informasi (Satrio DL,
2009).
Dari

uraian

kompetensi

di

teknologi

pengetahuan,

atas,

kita

otomasi

ketrampilan

dan

bisa

adalah

definisikan
kepemilikan

kemampuan

secara

terintegrasi oleh individu pada bidang:
1.

Teknologi

mekatronika,

yang

merupakan

perpaduan dari teknologi mekanikal dan teknologi
elektronika.

22

2.

Teknologi komputer, yang meliputi arsitektur sistem
komputer,

pemrograman

komputer

dan

rancang

bangun sistem komputer.
3.

Teknologi informasi , yaitu rekayasa teknik yang
menjamin penyampaian informasi dari pengirim ke
penerima, sehingga pengiriman informasi tersebut
lebih cepat, lebih luas penyebarannya dan lebih lama
penyimpanannya (Eddy Harianto, 2008).
Pada bagian engineering, peneliti melihat adanya

indikasi awal keterkaitan antara tingkat technostress
dengan kompetensi teknologi otomasi. Seorang individu
yang tingkat kompetensi teknologi otomasinya tinggi
terlihat

kurang

menunjukkan

tanda-tanda

(indikasi)

munculnya technostress pada diri mereka. Sedangkan
beberapa individu lain yang tingkat kompetensi teknologi
otomasinya rendah terlihat menunjukkan tanda-tanda
(indikasi)

timbulnya

masalah

technostress

pada

diri

mereka.

2.1.4.Kinerja
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan
atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah
yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi
kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik
untuk

individu

maupun

kelompok

menjadi

pusat

23

perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi
(Robert

L.

Mathis

&

John

H.

Jackson,

2002:78).

Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh
Maier

(dalam

As'ad,

1991:47)

sebagai

kesuksesan

seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih
tegas lagt Lawler and Poter menyatakan bahwa kinerja
adalah

"succesfull

role

achievement"

yang

diperoleh

seseorang dari perbuatan-perbuatannya (As'ad, 1991:4647). Dari batasan tersebut As'ad menyimpulkan bahwa
kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut
ukuran

yang

bersangkutan.

berlaku
Sedang

untuk

pekerjaan

Suprihanto

(dalam

yang

Srimulyo,

1999:33) mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja
seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja
seseorang

karyawan

selama

periode

tertentu

dibandingkan dengan kemungkinan, misalnya standar,
target/sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah di sepakati bersama.
Dalam European Journal of Scientific Research,
Riggio (2003) mengatakan bahwa:
“most

wor kers

feel

some

sense

of

pur pose

and

accompl i shment about thei r jobs, which can be ver y
r ewardi ng and self-satisfying. However , wor k can also be
a tremendous burden, wi th deadli nes to meet, wor k
overl oad

and

di fficul t

bosses

placing

consider able

pr essure and strai n on wor ker s. Ther efore, jobs and the
wor k envir onment commonl y pr oduce stress, whi ch if not

24

pr oper l y handled, can result in negative and dysfunctional
behaviour at work”

Yang berarti bahwa pada hamper semua pekerja
adalah memiliki sebuah keinginan untuk menyelesaikan
pekerjaannya, yang dapat dihargai dan merasa puas diri.
Namun demikian, pekerjaan bias menjadi beban yang luar
biasa jika ada deadline yang harus dicapai, beban kerja
berlebih dan pimpinan yang menempatkan tekanan yang
berat dan ketegangan pada pekerja. Oleh karena itu,
pekerjaan dan lingkungan kerja umumnya menghasilkan
stress, yang jika tidak ditangani dengan benar, dapat
mengakibatkan perilaku negatif dan dis-fungsional di
tempat kerja.
Berdasarkan pengertian mengenai kinerja dari hasil
penelitian sebelumnya di atas, dalam dunia industri
kinerja diartikan sebagai hasil kerja seseorang karyawan
selama periode tertentu dibandingkan dengan target yang
telah ditentukan terlebih dahulu dan telah di sepakati
bersama. Secara lebih spesifik, indikator pengukuran
kinerja pada individu yang bekerja di bagian engineering
meliputi:
1.

Berapa banyak work-order maintenance secara aktual
bisa diselesaikan setiap bulan-nya, dibandingkan
dengan target yang telah disepakati.

25

2.

Berapa lama waktu rata-rata dalam satu bulan yang
diperlukan untuk menyelesaikan trouble shooting,
dibandingkan dengan target yang telah disepakati.

3.

Berapa

banyak

pekerjaan

proyek

yang

bisa

diselesaikan setiap bulan-nya, dibandingkan dengan
target yang telah disepakati.
4.

Berapa besar biaya maintenance yang dikeluarkan
setiap bulannya, dibandingkan dengan target yang
telah disepakati.

5.

Berapa besar biaya proyek yang dikeluarkan pada
setiap item proyeknya, dibandingkan dengan target
yang telah disepakati.

6.

Berapa persen tingkat aktual OEE (overall equipment
effectivity) rata-rata dalam satu bulan dibandingkan

dengan dengan target yang telah disepakati.
7.

Berapa persen tingkat keberhasilan trial produk baru
dalam satu

bulan dibandingkan dengan dengan

target yang telah disepakati.
Berdasarkan
indikator-indikator

pengertian
di

atas,

mengenai
peneliti

kinerja

melihat

dan

adanya

indikasi awal keterkaitan antara tingkat technostress
dengan

kinerja

pada

individu

yang

bekerja

pada

lingkungan industri berteknologi tinggi. Artinya, seorang
individu

yang

tingkat

technostress

tinggi

terlihat

menunjukkan tanda-tanda (indikasi) kinerja yang kurang
baik pada diri mereka. Sedangkan beberapa individu lain

26

yang tingkat technostress-nya rendah, mereka terlihat
menunjukkan tanda-tanda (indikasi) kinerja yang baik
pada diri mereka. Sehingga peneliti menduga adanya
pengaruh technostress terhadap kinerja pada karyawan
yang bekerja pada industri berteknologi tinggi.

2.2.Hubungan Antar Variabel

2.2.1.Hubungan

Antara

Variabel

Workload

dengan

Technostress
Hubungan antar variabel ini dibentuk atas dasar
sintesis dari teori Davis dan Newstrom (Margiati, 1999:
73-75) yang menyebutkan adanya beberapa karakteristik
pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung situasi
stress, antara lain adalah tugas / beban kerja yang terlalu
berat (overload) . Dalam dunia industri yang menggunakan
teknologi tinggi, Workload atau beban kerja oleh French &
Caplan

(dalam

Nimran,

1999:89)

dibedakan

dalam

quantitative overload dan qualitative overload. Menurut
istilah mereka yang bersifat kuantitatif adalah "having too
much to do", sedangkan yang bersifat kualitatif yang
disebutkan sebagai "too difficult."
Kajian technostres pernah dilakukan oleh Hudiburg
(1989a,

1989b,

1990,

1991,

1992,

Hudiburg

dan

Necessary 1997) berkaitan dengan penggunaan komputer,
stress terhadap komputer, gangguan-gangguan komputer

27

atau teknologi yang menyebabkan stress dan strategi
tentang bagaimana untuk mengatasi technostres. Para
pengkaji

ini

telah

menggunakan

Skala

Kerumitan

Komputer (Computer Hassles Scale) , Keluhan Somatik dan
Kecemasan (somatic and anxiety complaints) , psychological
reactance dan perceived stress untuk menguji tahap
technostress di kalangan populasi yang berbeda. Beberapa

peneliti yang telah meneliti tema tentang technostres ini
yaitu tentang technophobia, cyberphobia, computerphobia,
computer anxienty , computer stress , negative computer
attitudes , dan computer aversio’ (Weil dan Rosen 1997).

Menurut mereka definisi dari technostress adalah sebagai
kesan negatif terhadap perubahan perilaku, pikiran, atau
psikologi yang disebabkan oleh teknologi baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Technostress juga
merupakan reaksi dari penggunaan terhadap teknologi
dan bagaimana perubahan yang terjadi diakibatkan oleh
teknologi tersebut.
Jadi manakala para pekerja di dunia industri yang
menggunakan robot dengan sistem kendali komputer
merasa bahwa terlalu banyak dan sulit pekerjaan yang
harus

dikerjakan,

terlalu

beragam

hal

yang

harus

dilakukan, atau tidak cukup waktu yang tersedia untuk
menyelesaikan tugas yang dibebankan, maka keadaan ini
disebut

kelebihan

quantitative

overload

beban

kerja

Ivancevich

&

kuantitatif
Matteson

atau
(dalam

28

Nimran, 1999:90). Banyaknya gangguan pada komputer
dan peralatan berteknologi tinggi akan mengakibatkan
terjadinya technostress pada individu yang bekerja di
dalam sistem tersebut (Hudiburg dan Necessary, 1997).
Jadi hubungan antara variabel workload dengan
technostress dimaknai sebagai keterkaitan antara beban

kerja yang harus ditanggung oleh seorang individu dalam
melakukan suatu jenis pekerjaan yang berhubungan
dengan penggunaan alat-alat berteknologi tinggi dan
komputer. Hubungan ini didasari atas sintesa teori yang
dibuat oleh Hudiburg dan Necessary (1997), Weil dan
Rosen

(1997)

dengan

batasan

definisi

beban

kerja

menurut French & Caplan (dalam Nimran, 1999:89) dan
Davis dan Newstrom (Margiati, 1999: 73-75).
H1: Beban kerja berpengaruh terhadap Technostress pada
karyawan
mempunyai

yang

bekerja

keharusan

pada
untuk

industri

yang

mempergunakan

peralatan produksi berteknologi tinggi.

2.2.2.Hubungan Antara Variabel Tingkat Kompetensi
Teknologi Otomasi dengan Technostress
Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan,
ketrampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat pula
dimaknai dengan kemampuan melaksanakan suatu tugas
yang diperoleh melalui pendidikan dan atau latihan

29

(Herry, 1998). Sedangkan teknologi otomasi industri,
sebagaimana tertulis dalam buletin kampus Warta Warga
Gunadarma

(Satrio DL,

2009)

mengatakan

bahwa

teknologi otomasi industri adalah merupakan integrasi
antara teknologi mekatronika, teknologi komputer dan
teknologi informasi.
Tingkat kompetensi teknologi otomasi diartikan
sebagai ukuran tinggi rendahnya kemampuan seorang
individu dalam hal penguasaan seperangkat pengetahuan
dan ketrampilan bidang mekatronika, teknologi komputer
dan teknologi informasi dalam menjalankan peralatan
sistem otamatis di dalam proses produksi. Semakin tinggi
kompetensi teknologi otomasi individu maka semakin
mudah

dalam

komputer

atau

menjalankan

menyelesaikan
teknologi

peralatan

yang

tersebut,

gangguan-gangguan
dihadapi

selama

sehingga

akan

mengurangi kesan negatif terhadap perubahan perilaku,
pikiran, atau psikologi yang disebabkan oleh teknologi
atau dikenal dengan istilah technostress (Weil dan Rosen
1997).
Jadi hubungan antara variabel tingkat kompetansi
teknologi otomasi dengan technostress adalah didasari
teori

yang

diciptakan

oleh

Weil

mengenai technostress

yang

dianalisa

dengan

tingkat kemampuan

dan

dan

Rosen
pada

(1997)
individu

ketrampilan

dalam

30

penguasaan teknologi otomasi yang berbeda pada suatu
lingkungan kerja di dunia industri dengan peralatan
produksi otomatis.
H2: Kompetensi teknologi otomasi berpengaruh terhadap
Technostress

industri

pada

yang

karyawan

yang bekerja

mempunyai

mempergunakan

peralatan

keharusan

produksi

pada
untuk

berteknologi

tinggi.

2.2.3.Hubungan Antara Variabel T echnost r ess dengan
Kinerja.
Menurut Gibson, et al (dalam Srimulyo, 1999:39),
ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku
dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu: variabel individual,
variabel organisasional, variabel psikologis. Secara lebih
rinci, variabel psikologis dalam penelitian ini adalah
terkait dengan sikap

& persepsi

individu

terhadap

lingkungan kerjanya, artinya tingkat sikap dan persepsi
positif

(maupun

ditemukan

negatif)

adanya

dalam

penelitian

keterkaitannya

tersebut

dengan

kinerja

individu. Dalam penelitian lainnya, Sutemeister (dalam
Srimulyo,
bahwa

1999:40-41)

kinerja

mengemukakan

individu

dipengaruhi

pendapatnya
oleh

faktor

kemampuan yang terdiri pengetahuan dan ketrampilan
yang

dimilikinya.

Artinya

bahwa

seseorang

yang

mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang baik akan

31

cenderung bisa memberikan kinerja yang baik, begitu
pula sebaliknya.
Dalam

industri

berteknologi

tinggi,

munculnya

variable psikologi technostress yang terwujud dalam suatu
bentuk sikap negatif dari individu yang disebabkan oleh
teknologi atau komputer, juga sering dijumpai (Weil dan
Rosen 1997). Artinya,

keterbatasan pengetahuan dan

ketrampilannya dalam teknologi atau komputer dalam
lingkungan kerja akan menimbulkan sikap negatif dalam
bentuk technostress sebagai salah satu faktor psikologis
yang mempengaruhi kinerja individu tersebut.
Jadi Hubungan

Antara

Variabel

Technostress

dengan Kinerja pada penelitian ini didasari oleh teori
Gibson, et al (dalam Srimulyo, 1999:39) mengenai adanya
faktor psikologis yang berupa persepsi dan sikap negatif
pada individu terhadap lingkungan kerja yang harus
menggunakan peralatan otomatis dan komputer, terhadap
kinerja individu. Berkaitan dengan dampak stress, dalam
Emerald Journal of Management (Mark Le Fevre, 2003)

mengkelompokkan dampak stress ke dalam 2 kelompok,
yaitu Eustress dan Distress . Eustress adalah stress yang
bersifat positif atau stress yang sehat, yang mampu
menumbuhkan good feeling terhadap perubahan yang
terjadi. Distress adalah kebalikan dari Eustress yang
diartikan juga sebagai stress negatif. Stress ini akan

32

memberikan rasa yang kurang bagus terhadap feeling
individu

pada

saat

mengalami

perubahan

di

lingkungannya.

H3: Terdapat pengaruh technostress terhadap kinerja
pada karyawan yang bekerja pada industri yang
mempunyai

keharusan

untuk

mempergunakan

peralatan produksi berteknologi tinggi.

2.2.4.Technostress Sebagai Intervening Variabel.
Hubungan antara variable workload dan tingkat
kompetensi

teknologi

otomasi

dengan

technostress

sebagai intervening variabel ini didasari oleh sintesa teori
yang disampaikan oleh Sutemeister (dalam Srimulyo,
1999:40-41) yang mengemukakan pendapatnya, bahwa
kinerja adalah dipengaruhi faktor kemampuan individu,
yang terdiri dari pengetahuan dan ketrampilan. Dalam
lingkungan

kerja

industri

berteknologi

tinggi,

pengetahuan dan ketrampilan ini, menurut Adil Kurnia
(2010) ditemukan keterkaitannya dengan “the amount of
work assigned to a person or a group, and that is to be
done in a particular period”, yang juga diartikan sebagai
“the amount of hour requires to carried out specific
maintenance tasks”.

33

Dari uraian di atas, terlihat adanya keterkaitan
antara kinerja individu dengan tingkat kompetensi dan
beban kerja yang harus ditanggung. Sementara itu, dalam
uraian sebelumnya juga telah disampaikan teori yang
mendasari adanya keterkaitan antara variabel beban kerja
pada

individu

terhadap technostress

dan teori yang

mendasari adanya keterkaitan antara variabel tingkat
kompetensi

teknologi

otomasi

terhadap

technostress.

Penggabungan dari sintesa teori di atas adalah akan kita
wujudkan dalam analisa mengenai hubungan antara
variable

workload

otomasi

dengan

dan

tingkat

technostress

kompetensi
sebagai

teknologi

intervening

variabelnya.
H4:

Technostress berperan sebagai variabel mediasi

dalam hubungan pengaruh beban kerja terhadap
kinerja pada karyawan yang bekerja pada industri
yang mempunyai keharusan untuk mempergunakan
peralatan produksi berteknologi tinggi. Meningkatnya
beban kerja akibat adanya keharusan melakukan
pekerjaan dengan peralatan otomatis akan menjadi
penyebab

terjadinya

technostress

pada

individu

tersebut, yang pada tingkat stress tertentu akan
memperngaruhi kinerja individu tersebut.
H5: Technostress berperan sebagai variabel mediasi dalam
hubungan pengaruh kompetensi teknologi otomasi
terhadap kinerja pada karyawan yang bekerja pada

34

industri

yang

mempunyai

mempergunakan

peralatan

keharusan

produksi

untuk

berteknologi

tinggi. Tingkat kopentensi teknologi otomasi berperan
dalam

menentukan

tingkat

technostress

pada

masing-masing individu, sedangkan tingkat stress
yang

berlebihan

akan

memperngaruhi

kinerja

individu tersebut.

2.3.Model Kerangka Penelitian dan Hipotes
Berdasarkan

hasil telaah

pustaka

dan

analisa

hubungan antara variabel di atas, maka kita dapat
menyusun pengembangan model dan hipotesa penelitian
sebagai berikut:

2.3.1.Pengembangan Model
Bertolak dari kerangka konseptual di atas, maka
pengembangan

model

penelitian

ini

adalah

sebagai

berikut:

Workload atau Beban
Kerja (X1)

H1
H2

Tingkat Kompetensi
Teknologi (X2)

Technostress
(Y1)

H3

KINERJA
(Y2)

H4 &
H5

35

Workload atau Beban
Kerja (X1):

1. Persepsi karyawan
mengenai jumlah
pekerjaan yang harus
diselesaikan, seperti
work-orde, trouble
shooting, proyek,
trial produk baru.

2. Persepsi karyawan
mengenai
ketersediaan waktu
untuk menyelesaikan
pekerjaan di atas.

Tingkat Kompetensi
Teknologi (X2)
1. Kompetensi
Teknologi
mekatronika
2. Kompetensi
Teknologi Komputer
3. Kompetensi
Teknologi Informasi

H

H

Technostress
(Y1)
1. Indikasi
perubahan
fisik
2. Indikasi
perubahan
perilaku
3. Indikasi
perubahan
watak &
kepribadian

H

Kinerja (Y2):
1. Target jumlah
outstanding workorder
2. Target waktu ratarata trouble
shooting/MTTR
3. Target jumlah
proyek yang bisa
diselesaikan
4. Target biaya
maintenance
5. Target Biaya proyek
6. Target angka
prosentase tingkat
aktual OEE
7. Target angka
prosentase tingkat
keberhasilan trial
produk baru

H4 & H5

Gambar 2.3.1. Pengembangan Model

36

2.3.2.Hipotesa Penelitian
Bertolak

dari

pengembangan

kerangka

model

di

atas,

konseptual
maka

hipotesa

dan
yang

diajukan adalah sebagai berikut:
H1: Beban kerja berpengaruh terhadap Technostress pada
karyawan

yang

mempunyai

bekerja

keharusan

pada
untuk

industri

yang

mempergunakan

peralatan produksi berteknologi tinggi.
H2: Kompetensi teknologi otomasi berpengaruh terhadap
Technostress

industri

pada

yang

mempergunakan

karyawan

mempunyai
peralatan

yang bekerja
keharusan

produksi

pada
untuk

berteknologi

tinggi.
H3: Terdapat pengaruh technostress terhadap kinerja
pada karyawan yang bekerja pada industri yang
mempunyai

keharusan

untuk

mempergunakan

peralatan produksi berteknologi tinggi.
H4:

Technostress berperan sebagai variabel mediasi

dalam hubungan pengaruh beban kerja terhadap
kinerja pada karyawan yang bekerja pada industri
yang mempunyai keharusan untuk mempergunakan
peralatan produksi berteknologi tinggi.
H5: Technostress berperan sebagai variabel mediasi dalam
hubungan pengaruh kompetensi teknologi otomasi
terhadap kinerja pada karyawan yang bekerja pada

37

industri

yang

mempergunakan

mempunyai
peralatan

keharusan

produksi

untuk

berteknologi

tinggi.

38

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Beban Kerja, Kompetensi Teknologi Otomasi terhadap Technostress dan Kinerja Pada Karyawan di Bagian Engineering

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Beban Kerja, Kompetensi Teknologi Otomasi terhadap Technostress dan Kinerja Pada Karyawan di Bagian Engineering T2 912009110 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Beban Kerja, Kompetensi Teknologi Otomasi terhadap Technostress dan Kinerja Pada Karyawan di Bagian Engineering T2 912009110 BAB IV

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Beban Kerja, Kompetensi Teknologi Otomasi terhadap Technostress dan Kinerja Pada Karyawan di Bagian Engineering T2 912009110 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Beban Kerja, Kompetensi Teknologi Otomasi terhadap Technostress dan Kinerja Pada Karyawan di Bagian Engineering

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tingkat Pendidikan, Kompetensi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Dosen (Studi di Universitas PGRI NTT) T2 912011002 BAB II

0 0 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Penyebab Technostress terhadap Kinerja Pegawai dengan Dukungan Organisasi sebagai Moderating Variabel T2 912013035 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Penyebab Technostress terhadap Kinerja Pegawai dengan Dukungan Organisasi sebagai Moderating Variabel T2 912013035 BAB II

1 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Penyebab Technostress terhadap Kinerja Pegawai dengan Dukungan Organisasi sebagai Moderating Variabel T2 912013035 BAB IV

1 1 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Faktor Penyebab Technostress terhadap Kinerja Pegawai dengan Dukungan Organisasi sebagai Moderating Variabel T2 912013035 BAB V

1 1 7