PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI
STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN
MENYENANGKAN (PAKEM) DI KELAS 4, SEKOLAH DASAR NEGRI
02 LARANGAN SELATAN BANTEN

DISUSUN OLEH :
AHMAD MUBAROK ( 2012820116 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014

KATA PENGANTAR
Pujisyukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kelurga, sahabat, serta para
pengikutnya. Atas berkatrahmatdanhidayah Allah SWT, maka penelitiakhirnya
dapat menyelesaikan penulisan penelitian tindakan kelas yanag berjudul
“Peningkatan Motivasi Belajar Matematika Melalui Strategi Pakem “ tepat pada
waktunya. Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas matakuliah
penelitian tindakan kelas.

Penulisan penelitian tindakan kelas ini dapat terselesaikan dengan baik
tidak terlepas dari bnatuan, dukungan ,dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu
peneliti mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan baikmoril maupun materil.Ucapanterima kasih
sedalam-dalamnya peneliti sampaikan.
Peneliti menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna dan
masih banyak ke kurangan.Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca .Semoga penulisan ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Jakarta, Oktober 2014
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….
DAFTAR ISI.................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………………

A.
B.
C.
D.
E.

BAB II

Latar Belakang......................................................................................
Fokus Penelitian ………………………………………………………
Tujuan Masalah.......................................................................................
Tujuan Penelitian ………………………………………………………
Kegunaan Penelitian …………………………………………………..

PEMBAHASAN
A. Penerapan Pakem …………………………………………………………
B. Dasar Pakem ………………………………………………………………
C. Perinsip pakem ……………………………………………………………

BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................................

A. Tempat Dan Waktu………………………………………………………
B. Subjek Penelitian ……………………………………………………….
D. Metode Penelitian ………………………………………………………..
C. Rancangan Tindakan …………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ialah
dengan cara perbaikan proses belajar mengajar. Berbagai konsep dan wawasan
baru tentang proses belajar mengajar di skolah telah muncul dan berkembang
seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, pembenahan secara terus
menerus baik dari segimateri, evaluasi, metode, media maupun strategi harus di
laksanakan oleh semua pihak terutama oleh guru.
Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal dasar sekaligus
menjadi kunci keberhasilan pembangunan nasional jika di tinggalkan mutu dan
pendayagunaannya. Hal tersebut merupakan tantangan bagi sekolah bagaimana
menghasilkan lulusan yang berkualitas, tidak saja mampu dan terampil

melakukan pekerjaan, tetapi juga mempunyai kreatifitas yang tinggi serta
pandangan jauh kedepan Pengaruh pendidikan dapat dilihat dan dirasakan secara
langsung dalam perkembangan serta kehidupan masyarakat, kehidupan sosial,
dan kehidupan setiap individu. Pendidikan menentukan model manusia yang
akan dihasilkannya.
Pendidikan juga memberikan konstribusi yang sangat besar terhadap
kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menterjemahkan pesanpesan konstitusi, serta sarana dalam membangun watak bangsa. Menyadari hal
tersebut, pendidikan yang bagaimanakah yang harus dikembangakan untuk
membebaskan masyarakat dari keterpurukan, agar dapat mengangkat hak ikat
dan martabat bangsa, yakni pendidikan yanag dapat mengangkat hakikat dan
martabat bangsa, yakni penididkan dapat mengembangkan potensi masyarakat,
mampu menumbuhkan kemauan, serta membangkitkan nafsu generasi bangsa

untuk menggali berbagai potensi dan mengembangkan secara optimal bagi
kepentingan pembangunan masyarakat secara utuh dan menyeluruh.
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ialah
dengan cara perbaikan proses belajar mengajar. Berbagai konsep dan wawasan
baru tentang proses belajar mengajar di skolah telah muncul dan berkembang
seiring dengan pesatnya perkembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi. Dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan, pembenahan secara terus menerus baik

dari segi materi, evaluasi, metode, maupun media harus di laksanakan oleh
semua pihak terutama oleh guru.
Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal dasar sekaligus
menjadi kunci keberhasilan pembangunan nasional jika di tinggalkan mutu dan
pendayagunaannya. Hal tersebut merupakan tantangan bagi sekolah bagaimana
menghasilkan lulusan yang berkualitas, tidak saja mampu dan terampil
melakukan pekerjaan, tetapi juga mempunyai kreatifitas yang tinggi serta
pandangan jauh kedepan
B. FOKUS PENELITIAN
Fokus penelitian berdasarkan judul penelitian tindakan kelas mengenai
motivasi belajar siswa di kelas 4 Sekolah Dasar Negeri 02 Larangan Selatan
Tangerang Banten
Masalah dalam proses belajar mengajar banyak sekali terdapat
permasalahan yang dihadapi salah satu contoh permasalahan yang dihadapi
mengenai motivasi belajar mempengruhi hasil belar siswa.
Motivasi adalah salah satu hal yang berpengaruh pada hasil aktifitas
pembelajaran siswa. Tanpamotivasi, proses pembelajaran akan sulit mencapai
hasil yang optimal.
C. PERUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan focus masalah diatas,

dirumuskan sebagai berikut :

maka penelitian in idapat

1. Apakah strategi pembelajaran aktif, kreatif, afektif, dan menyenangkan
(pakem) dapat meningkatkan motivasi belajar matematika ?
Mengapa meningkatkan strategi pembelajaran aktif, kreatif, afektif, dan
menyenangkan (pakem) dapat meningkatkan motivasi belajar matematika di
kelas 4 Sekolah Dasar Negeri 02 Larangan Selatan Tangerang Banten ?
2. Bagaimana cara meningkatkan motivasi belajar matematika melalui
penerapan strategi pembelajaran aktif, kreatif, afektif, dan menyenangkan
(pakem) ?
D. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui seberapa besar peningkatan motivasi belajar matematika melalui
strategi pembelajaran aktif, kreatif, afektif, dan menyenangkan (pakem) dikelas
4 Sekolah Dasar Negeri 02 Larangan Selatan Tangerang Banten
E. KEGUNAAN PENELITIAN
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh kegunaan sebagai
berikut :

1. Kegunaan secara teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kajian ilmu pengetahuan
tentang perlunya motivasi belajar, khususnya melalui strategi pembelajaran aktif,
kreatif, afektif, dan menyenangkan (pakem) dikelad 4 Sekolah Dasar Negeri 02
Larangan Selatan Tangerang Banten
2. Kegunaan praktis
a. Bagi pendidik
o Memberikan informasi tentang strategi pembelajaran aktif, kreatif,
afektif, dan menyenangkan (pakem) dalam meningkatkan motivasi
belajar siswa dalam matapelajaran matematika
o Mendorong guru untuk memotivasi siswa Sekolah Dasar.
b.

Bagi siswa

Mendorong siswa Sekolah Dasar untuk meningkatkan motivasi
belajar.
c.

Bagi sekolah

Bagi sekolah diharapkan untuk mendorong guru maupun siswa selalu
meningkatkan motivasi belajar.

d.

Bagi Peneliti
Untuk menambah jumlah referensi tentang pembelajaran himpunan
dengan pendekatan pakem, sehingga dapat membantu parapeneliti,
pendidik meningkatkan motivasi belajar melaluistrategi pembelajaran
aktif, kreatif, afektif, dan menyenangkan (pakem).

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian PAKEM
Belajar merupakan proses dasar perkembangan hidup manusia. Dengan belajar,
manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah
lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain
adalah hasil belajar. Kitapun hidup dan bekerja menurut apa yang telah dipelajari.
Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah suatu proses, dan bukan
suatu hasil. Oleh karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan

menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan. Segenap
upaya tersebut secara sederhana dinamakan pembelajaran. Siswa sebagai
pembelajar di sekolah memiliki kepribadian, pengalaman, dan tujuan. Ia
mengalami perkembangan jiwa, sesuai asas emansipasi diri menuju keutuhan dan
kemandirian(Soemanto, 1990: 99).
Banyak tokoh mengemukakan pendekatan atau strategi pembelajaran yang
dianggapnya baik untuk diterapkan dalam proses pembelajaran, sehingga
melahirkan banyak pendekatan dan metode pula. Pembelajaran aktif adalah salah
satunya. Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta
didik untuk belajar secara aktif baik secara mental maupun fisik (Zaini dkk, 2008:
xiv). Pembelajaran aktif inilah yang kemudian terus berkembang hingga menjadi
Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan. Sebuah istilah
yang hampir sama dengan PAKEM adalah pembelajaran PAKEM (Partisipatif,
Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan ) yang dipakai oleh Rusman.
PAKEM berasal dari konsep bahwa pembelajaran harus berpusat pada
siswa (student-centered learning) dan pembelajaran harus bersifat menyenangkan
(learning is fun), agar siswa termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa

menunggu perintah dan agar mereka dapat belajar dengan enjoy. Untuk itu maka
aspek learning is fun merupakan aspek yang penting dalam PAKEM, disamping

upaya agar anak terus aktif serta mengadakan inovasi. Selain itu PAKEM juga
berdasarkan atas perubahan paradigma pendidikan di Indonesia, yakni schooling
menjadi learning, instructive menjadi fasilitative, government role menjadi
community role, dan centralistic menjadi decentralistic. Karena itu pendidikan
seyogyanya sudah menjadi tanggung jawab semua pihak, sesuai dengan konsep
tripusat pendidikan
Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidikan di lembaga pendidikan, pendidikan di
masyarakat, dan
pendidikan di keluarga (Rusman,2011: 321-322).
Pembelajaran aktif menghendaki adanya peran guru sebagai fasilitator
bukan sebagai instruktur semata. Guru berperan mengatur sirkulasi dan jalannya
proses pembelajaran, serta memberikan arahan dan bimbingan dalam kegiatan
pembelajaran. Dalam pembelajaran aktif siswa diberi keluasaan untuk mengakses
informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji di dalam kelas, sehingga
mereka memperoleh pengalaman yang dapat meningkatkan kompetensi dan
pemahamannya, sehingga informasi dan pengetahuan yang sudah diperoleh serta
dikontruksi oleh siswa sesuai dengan kemampuannya masing-masing dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Rusman, 2011: 324).
Menurut Djamarah dan Zain (2006: 33) sebenarnya mengenai keaktifan
siswa dalam belajar, kita tidak bisa mengidentikkan siswa menjadi dua tipe

semata, yaitu siswa aktif dan siswa tidak aktif. Hal tersebut dikarenakan bahwa
pada dasarnya tidak ada siswa yang dalam pembelajaran memiliki kadar keaktifan
nol. Keaktifan siswa menurutnya hanya merupakan indikasi kecenderungan
modus belajar siswa, siswa dengan kadar keaktifan rendah cenderung memilili
modus ekpositori, sedangkan siswa yang memiliki kadar keaktifan tinggi
cenderung bermodus discovery. Pemahaman lain dikemukakan oleh Silberman
dalam Daryanto (2009:162) bahwa belajar aktif menghendaki siswa menggunakan
otaknya untu mempelajari gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa
yang mereka pelajari.

Yang paling penting siswa juga harus berusaha memahaminya sendiri,
mencari contoh-contoh, mencoba menerapkan keterampilan, dan melaksanakan
tugas yang bergantung pada pengetahuan yang sudah maupun yang harus dimiliki.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran adalah tugas guru yang harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa dapat aktif dalam tiga hal,
yaitu aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Siswa
dipandang bukan sebagai gelas kosong yang hanya menerima atau diisi dengan
ceramah dari sang guru tentang informasi atau pengetahuan. Mereka harus bisa
membangun pengetahuan mereka sendiri sesuai dengan kemampuannya
(Saminanto, 2012: 10). Pembelajaran inovatif berarti dalam pembelajaran
diharapkan muncul ide-ide baru atau inovasi-inovasi positif yang lebih baik
(Saminanto, 2012:10). Pembelajaran kreatif merupakan pembelajaran yang
menumbuhkan kreativitas. Kreativitas menurut Mc Fee dalam Daryanto (2009:
206) adalah kemampuan mendapatkan ide dan simbol baru, mengimprovisasi ide
dan simbol yang telah mapan, dan menyusunnya kembali sehingga menjadi baru.
Pembelajaran yang kreatif memiliki makna bahwa guru harus mampu
menggunakan metode dan strategi yang bervariasi untuk memunculkan kreativitas
siswa. Tidak hanya kreatif dalam berfikir namun juga dalam hal bertindak.
Berfikir dan bertindak kreatif selalu berawal dari berfikir kritis, yakni
menemukan dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki
sesuatu (Rusman, 2011: 324). Berpikir kritis harus selalu dikembangkan dalam
proses pembelajaran. Berpikir kritis menurut Mulyasa dalam Rusman (2011: 325)
memiliki empat tahap yaitu:
1. Persiapan, yakni proses pengumpulan informasi untuk diuji.
2. Inkubasi, yakni proses merenungkan hipotesis yang diperoleh bahwa hipotesis
itu rasional.
3. Iluminasi, yakni kondisi untuk meyakini bahwa hipotesis tersebut benar,tepat,
dan rasional.
4. Verifikasi, yakni menguji hipotesis yang sudah diyakini untuk dijadikan sebagai
teori,

konsep, atau sebuah rekomendasi. Jadi siswa dikatakan kreatif apabila

mampu berpikir secara kritis. Dengan memiliki kemampuan berpikir kritis mereka

akan dapat menemukan hasil karya baru. Sedangkan ciri-ciri orang yang memiliki
pola pikir kreatif adalah:
1. Mampu menghasilkan ide banyak dalam waktu singkat.
2. Mampu menghubungkan dan menggabungkan hal yang berbeda.
3. Mampu mengembangkan hal yang sederhana.
4. Mampu bekerja secara detail dan kompleks.
5. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
6. Berani mengambil risiko.
7. Cepat tanggap dan mandiri
8. Suka mencari ide-ide yang unik.
Efektif berarti bahwa model pembelajaran apapun yang dipilih harus
menjamin bahwa tujuan pembelajaran akan tercapai maksimal, dibuktikan dengan
pencapaian kompetensi baru yang mencakup aspek pengetahuan, sikap dan
keterampilan (PSG LPTK Rayon 206 IAIN Walisongo, 2012: 22). Senada dengan
pengertian tersebut Saminanto (2012: 10) mengungkapkan bahwa yang dimaksud
efektif adalah selama pembelajaran berlangsung mewujudkan ketercapaian tujuan
pembelajaran, siswa menguasai kompetensi serta keterampilan yang diharapkan.
Pembelajaran efektif dapat dicapai dengan melibatkan siswa dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Seluruh siswa dilibatkan secara penuh
agar bergairah dalam pembelajaran, sehingga tercipta suasana yang kondusif, serta
terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi siswa (Rusman, 2009: 325).
Menyenangkan maksudnya proses pembelajaran berlangsung dalam
suasana yang menyenangkan dan mengesankan. Untuk mewujudkan suasana
tersebut guru harus mampu merancang pembelajaran dengan baik, memilih materi
yang tepat, serta memilih dan mengembangkan strategi yang dapat melibatkan
secara optimal (Rusman, 2011: 327). Mengenai pelibatan ini Mas’ud (2002: 189)
menyatakan bahwa dalam proses belajar mengajar hendaknya menggunakan
prinsip ‘mercy’ atau kasih sayang yang merupakan
ekspresi dari ‘bashir’ dan ‘reward’ agar suasana pembelajaran menjadi
menyenangkan dan berkesan bagi siswa, sehingga mereka akan terdorong
motivasinya untuk semakin aktif dan berprestasi dalam kegiatan belajar

berikutnya. Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan mengenai definisi
PAKEM secara menyeluruh. PAKEM adalah pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan
keterampilan, sikap, dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil
bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar
termasuk

pemanfaatan

lingkungan

supaya

pembelajaran

lebih

menarik,

menyenangkan dan efektif (Daryanto, 2009: 209)
B. Dasar PAKEM
1. Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah landasan pelaksanaan PAKEM berdasarkan hukum
positif atau undang-undang yang berlaku di Republik Indonesia. Adapun landasan
yuridis penerapan PAKEM adalah sebagai berikut:
a. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
1) Pasal 1 ayat 1:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2) Pasal 4 ayat 3 dan 4:
a) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
b) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteledanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
3) Pasal 39 ayat 2:
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
4) Pasal 40 ayat 2: Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:

a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis, dan dialogis;
b) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan
c) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
b. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
pasal 19 ayat 1, menyebutkan: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan

secara

interaktif,

inspiratif,

menyenangkan,

menantang,

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
c. Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 6,
menegaskan: Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan
untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
2. Landasan Filosofis
PAKEM berlandaskan pada filsafat pendidikan progesivisme, sedangkan
progesivisme bersandar pada filsafat naturalisme, realisme, dan pragmatisme.
Selain itu PAKEM juga bersandar pada filsafat pendidikan kontrukstivisme dan
humanisme. Peserta didik berada dalam lingkungan yang selalu berproses
melakukan perubahan. Mereka juga dibekali kemampuan untuk mengikuti
perubahan itu dan ikut berubah meskipun bersifat evolusionis, menggunakan
pengetahuannya. Pengetahuan ini didapat dari pengalaman empirik yang diterima
oleh indera jasmani dan indera rohani. oleh karena itu indera jasmani dan rohani
yang mereka miliki harus diberikan kebebasan dalam menerima informasi melalui
pengalaman, dan tuntutan tersebut hanya dapat diperoleh melalui proses
pendidikan yang menyenangkan dan mengaktifkan potensi peserta didik.

C. Prinsip PAKEM
Saminanto (2012: 10) mengungkapkan prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan ketika pendidik atau guru menerapkan PAKEM. Adapun prinsipprinsip tersebut antara lain:
1. Memahami sifat anak.
Pada dasarnya anak memiliki sifat rasa ingin tahu dan berimajinasi yang menjadi
landasan untuk berpikir kritis dan kreatif. Untuk itu PAKEM diharapkan mampu
mengembangkan kedua sifat dasar pada anak tersebut.
2. Mengenal siswa secara perorangan.
Siswa memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Kegiatan siswa
yang diberikan guru harus disesuaikan dengan tingkat kecepatan belajar siswa.
Anak yang cepat dalam belajar dapat dijadikan sebagai tutor sebaya.
3. Memanfaatkan perilaku siswa dalam pengorganisasian belajar.
Siswa atau anak memiliki sifat dasar senang berkelompok atau berpasangan. Guru
dalam menerapkan PAKEM dapat memanfaatkan sifat tersebut dengan
mengorganisasikan kelas, dengan tujuan untuk memudahkan mereka berinteraksi
atau bertukar pikiran.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta mampu
memecahkan masalah. PAKEM diharapkan mampu mengembangkan kemampuan
berpikir kritisanak dalam menyelesaikan masalah. Karena pada hakikatnya hidup
adalah untuk menyelesaikan masalah.
5. Menciptakan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik.
Kelas sebagai lingkungan pembelajaran hendaknya didesain sebaik dan senyaman
mungkin bagi anak. Hal tersebut dimaksudkan untuk memotivasi anak agar lebih
semangat dalam belajar.
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai lingkungan belajar.
Lingkungan dapat berfungsi sebagai media, sumber, dan objek belajar siswa.
PAKEM sebaiknya mampu mengenalkan siswa kepada lingkungannya (fisik,
sosial, dan budaya). Karena informasi yang dibangun oleh siswa nantinya juga
akan dibawa ke dalam lingkungan.
7. Memberikan umpan balik untuk meningkatkan kegiatan.

Umpan balik dalam PAKEM lebih ditekankan sebagai bentuk interaksi antara
guru dengan siswa. Guru harus memberikan umpan balik secara santun dan lebih
menekankan kelebihan siswa dari pada kelemahan siswa.
8. Membedakan antara aktif fisik dengan aktif mental.
PAKEM lebih mengutamakan keaktifan mental siswa dibandingkan fisik. Karena
tujuan utamanya adalah agar anak mampu berpikir kritis. Dari kekritisan ini
diharapkan akan muncul kreatifitas.
D. Penerapan PAKEM
1. Pengelolaan kelas PAKEM
Pengelolaan kelas adalah pengaturan kelas untuk kepentingan pelajaran, dengan
tujuan agar setiap siswa di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera
tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien (Djamarah dan Zain, 2006:
176-178). Menurut Sudirman (1991: 311)tujuan pengelolaan kelas adalah
penyediaan fasilitas bagi bermacam macam kegiatan belajar siswa dalam
lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Menurut Mulyadi
(2009: 5) dalam bukunya Classroom Management setidaknya ada 4 (empat)
tujuan pengelolaan kelas, yaitu:
a. mewujudkan situasi dan kondisi kelas, sebagai lingkungan pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mereka secara
maksimal.
b. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya
interaksi pembelajaran.
c. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta media pembelajaran yang
mendukung dan memungkinkan peserta didik belajar dengan lingkungan sosial,
emosional, dan intelektual mereka di dalam kelas.
d. Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial,
ekonomi, budaya, dan sifat-sifat individunya. Menurut Made Pidarta dalam
Djamarah dan Zain (2006: 215) agar pengelolaan kelas dapat efektif, maka harus
diperhatikan beberapa hal
penting, sebagai berikut:

a. Bila situasi kelas memungkinkan anak-anak belajar secara maksimal, fungsi
kelompok harus diminimalkan.
b. Manajemen kelas harus memberi fasilitas untuk mengembangkan kesatuan dan
kerja sama.
c. Anggota-anggota kelompok harus diberi kesempatan berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan yang memberi efek kepada hubungan dan kondisi belajar.
d.

Anggota-anggota

kelompok

harus

dibimbing

dalam

menyelesaikan

kebimbangan, ketegangan, dan perasaan tertekan.
e. Perlu diciptakan persahabatan dan kepercayaan yang kuat antar siswa.
Melvin L. Silberman (2009: 15-18) mengemukakan formasi kelas dalam rangka
mewujudkan pembelajaran aktif. Menurutnya terdapat 10 (sepuluh) formasi yang
harus diperhatikan guru. Kesepuluh formasi ini adalah alternatif, yang bersifat
tentatif, fleksibel, dan realistis sesuai dengan kebutuhan guru dalam proses
pembelajaran. Adapun formasi yang dikemukakan Silberman adalah sebagai
berikut:
a. Formasi huruf U
Formasi ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik melihat
pendidik atau media visualnya dengan mudah dan mereka juga dapat saling
berhadapan langsung satu dengan yang lain. Susunan ini ideal untuk membagi
bahan pelajaran kepada peserta didik secara cepat karena pendidik dapat masuk
kedalam huruf U dan berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi.
b. Formasi Corak Tim
Pendidik mengelompokkan meja-meja setengah lingkaran diruang kelas agar
memungkinkan peserta didik untuk melakukan interaksi tim. Pendidik dapat
meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja untuk susunan yang paling akrab.
Jika hal ini dilakukan, beberapa
peserta didik harus memutar kursi mereka melingkar menghadap ke depan ruang
kelas untuk melihat guru, papan tulis atau media lainnya.
c. Meja Konferensi
Formasi ini paling baik dilakukan jika meja berbentuk persegi panjang. Susunan
ini dapat mengurangi peran penting peserta didik.

d. Formasi Lingkaran
Para peserta didik duduk pada sebuah lingkaran tanpa atau dengan meja kursi
untuk melakukan interaksi berhadap-hadapan langsung.
e. Kelompok Untuk Kelompok
Susunan ini memungkinkan pendidik untuk melakukan diskusi atau untuk
menyusun permainan peran, berdebat atau observasi dari kreatifitas kelompok.
Pendidik dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah, yang dikelilingi
oleh kursi-kursi pada sisi luarnya.
f. Tempat kerja (workstation).
Susunan ini tepatnya untuk lingkungan tipe laboratorium, dimana setiap peserta
didik duduk pada tempat untuk mengerjakan tugas.
g. Pengelompokan Terpisah (breakout groupings).
Jika kelas cukup besar atau jika ruangan memungkinkan, pendidik dapat
meletakkan meja dan kursi dimana kelompok kecil dapat melakukan aktifitas
belajar didasarkan pada tim. Pendidik dapat menempatkan susunan pecahanpecahan kelompok saling berjauhan
sehingga tim-tim itu tidak saling mengganggu. Tetapi hendaknya dihindari
penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu jauh dari ruang kelas,
sehingga hubungan diantara peserta didik sulit dijaga.
h. Susunan Chevron.
Sebuah susunan ruang kelas tradisional tidak memungkinkan untuk melakukan
belajar aktif. Jika terdapat banyak peserta didik (30 atau lebih) dan hanya tersedia
beberapa meja, barangkali pendidik perlu menyusun peserta didik dalam bentuk
ruang kelas. Susunan V mengurangi jarak antara peserta didik, pandangan lebih
baik dan lebih memungkinkan untuk melihat peserta didik lain dari pada baris
lurus.
i. Kelas Tradisional
Jika tidak ada cara untuk membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa mejakursi, pendidik dapat mencoba mengelompokkan kursi dalam pasangan-pasangan
yang memungkinkan menggunakan teman belajar. Pendidik dapat mencoba

membuat nomor genap dari barisbaris ruangan yang cukup diantara mereka
semua.
j. Auditorium/Aula
Formasi auditorium atau aula merupakan tawaran alternatif dalam
menyusun ruangan kelas. Meskipun bentuk auditorium menyediakan lingkungan
yang sangat terbatas untuk belajar aktif, namun hal ini dapat dicoba untuk
dilakukan pendidik guna mengurangi kebosanan peserta didik yang terbiasa dalam
penataan ruang secara konvensional atau tradisional. Selain penataan atau
pengaturan tempat duduk, sebenarnya masih banyak lagi pembahasan mengenai
pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas terkait dengan banyak aspek, setidaknya
menurut Reid (2009,54-58) ada 20 (duapuluh) faktor kunci mengelola kelas
sebagai

lingkungan

pembelajaran,

seperti

pengaturan

alat-alat

pengajaran,penataan keindahan dan kebersihan kelas, ventilasi dan tata cahaya,
warna dan perancangan ruang, prediktabilitas dan rutinitas, memberi siswa rasa
kepemilikan dan tanggung jawab, pengaturan siswa, dan sebagainya. Sedangkan
Mulyadi (2009) mengungkapkan bahwa pengorganisasian kelas meliputi banyak
aspek, seperti pengorganisasian kegiatan pelajaran, siswa, sarana-sarana pelajaran,
serta pencatatan dan pelaporan kelas. Semua aspek tersebut hendaknya
diperhatikan

guru

agar

proses

pembelajaran

dapat

aktif,

efektif

dan

menyenangkan.
2. Metode-metode berbasis PAKEM
Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien (Suwardi, 2007: 61). Selain alat untuk mencapai tujuan metode juga
berfungsi sebagai alat motivasi ekstrinsik dan strategi pembelajaran (Djamarah
dan Zain, 2006: 74). Metode berbasis PAKEM berarti cara-cara yang digunakan
oleh guru untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan. Setidaknya ada beberapa langkah-langkah metode di dalam
penerapan PAKEM. Adapun metode tersebut dikutip dari PSG LPTK Rayon 206
IAIN Walisongo (2012: 39-46) adalah sebagai berikut:

a. Every one is teacher here (setiap murid menjadi guru) Tujuan dari penerapan
model ini adalah membiasakan peserta didik untuk belajar aktif secara individu
dan membudayakan sifat berani bertanya, tidak minder, dan tidak takut salah.
b. Writing in here and now (menulis pengalaman secara langsung)
Menulis dapat membantu peserta didik merefleksikan pengalamanpengalaman
yang telah mereka alami.
c. Reading aloud (membaca dengan keras)
Membaca sesuatu teks dengan keras dapat membantu peserta didik memfokuskan
perhatian secara mental, menimbulkan pertanyaan pertanyaan dan merangsang
diskusi dalam kelas.
d. The power of two and four (menggabung dua dan empat kekuatan).
Tujuan dari penerapan model ini adalah membiasakan belajar aktif secara individu
dan kelompok (belajar bersama hasilnya lebih berkesan).
e. Information search (mencari informasi)
Tujuan dari penerapan model ini adalah memberi kesempatan peserta didik untuk
menemukan suatu ilmu pengetahuan dengan proses mencari sendiri.
f. Point-counterpoint (beradu pandangan sesuai perspektif)
Tujuan dari penerapan model ini adalah untuk melatih peserta didik agar mencari
argumentasi yang kuat dalam memecahkan suatu masalah yang aktual di
masyarakat sesuai dengan posisi yang diperankan.
g. Reading guide (bacaan terbimbing)
Tujuan dari penerapan model ini adalah membantu peserta didik lebih mudah dan
terfokus dalam memahami sesuatu materi pokok.
h. Active debate (debat aktif)
Tujuan dari penerapan model ini adalah untuk melatih peserta didik agar mencari
argumentasi yang kuat dalam memecahkan sesuatu masalah yang kontroversial
serta memiliki sifat demokratis dan saling menghormati terhadap perbedaan
pendapat.
i. Index card match (mencari jodoh kartu tanya jawab)
Tujuan dari penerapan model ini adalah untuk melatih peserta didik agar lebih
cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi pokok.

j. Jigsaw learning (belajar melalui tukar delegasi antar kelompok)
Tujuan penerapan model ini adalah untuk melatih peserta didik agar terbiasa
berdiskusi dan bertanggungjawab secara individu untuk membantu memahamkan
tentang suatu materi pokok kepada teman sekelasnya.
k. Role play (bermain peran)
Tujuan dari penerapan model ini adalah memberikan pengalaman konkrit dari apa
yang telah dipelajari. Mengilustrasikan prinsip-prinsip dari pembelajaran.
Menumbuhkan kepekaan terhadap masalahmasalah hubungan sosial. Menyiapkan
dan menyediakan dasar-dasar diskusi yang konkrit. Menumbuhkan minat dan
motifasi belajar peserta didik. Menyediakan sarana untuk mengekspresikan
perasaan yang tersembunyi dibalik suatu keinginan.
l. Debat berantai
Tujuan dari penerapan model ini adalah untuk menggali kemampuan peserta didik
agar dapat memberikan argumentasi (reasoning) antara dua pendapat yang
kontradiktif supaya tidak berpikir ekstrim dalam menyikapi suatu permasalahan.
m. Listening team (kelompok pendengar)
Tujuan dari penerapan strategi ini adalah untuk melatih peserta didik agar terbiasa
belajar kelompok secara harmonis untuk mencapai hasil belajar yang lebih efektif.
n. Team quiz (pertanyaan kelompok)
Tujuan dari penerapan model ini adalah dapat meningkatkan kemampuan
tanggung jawab peserta didik tentang apa yang mereka pelajari melalui cara yang
menyenangkan dan tidak menakutkan.
o. Small group discussion (diskusi kelompok kecil)
Tujuan dari penerapan model ini adalah agar peserta didik memiliki keterampilan
memecahkan masalah terkait materi pokok dan persoalan yang dihadapi sehari
p. Card sort (menyortir kartu)
Tujuan dari penerapan model ini adalah mengaktifkan setiap individu sekaligus
kelompok (cooperative learning) dalam belajar.
q. Gallery walk (pameran berjalan)
Tujuan dari penerapan model ini adalah membangun kerjasama kelompok
(cooperative learning) serta saling memberi apresiasi dan koreksi dalam belajar

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini diselenggarakan di kelas IV Sekolah Dasar Negeri 02
Larangan Selatan Tangerang Banten dengan jumlah siswa keseluran 104
siswa.51 jumlah siswa laki-laki dan 53 jumlah siswa perempuan.Waktu yang
diperlukan dalam setiap langkah dalam penelitian ini adalah selama tiga
bulan, yaitu dimulai dari bulan …. Tahun Sampai bualan… tahun.
Adapun alasan pemilihan kelas IV Sekolah Dasar Negeri 02 Larangan
Selatan Tangerang Banten adalah:
1. Kolaborator mengajar di kelas IV Sekolah Dasar Negeri 02
Larangan Selatan Tangerang Banten;
2. Adanya kesesuaian meteri penjelasan dengan kurikulum yang akan
dilakukan peneliti tindakan kelas;
Tabel 3.1
Jadwal Penelitian
3.
Kegiatan
1
2
3
4
5
6
7
8

Penyusunan Proposal
PenyusunanInstrumen
UjiCobaInstrumen
PenentuanSampel
Pengumpul Data
Analisis Data
Pembuatan Draft Laporan
PenyempurnaanLaporan

Bulan
Mingguke Mingguke
1 2 3 4 1 2 3
X
X
X X
X X
X X
X

Mingguke
4 1 2 3 4

X X
X X
X X
X X

X
X

9
10

PenggandaanLaporan
Ujian

X
X

B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri
02 Larangan Selatan Tangerang Banten yang berjumlah 16 siswa, laki-laki 7
siswa dan perempuan 9 siswa.
C. MetodePenelitian
Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini yaitu rendahnya minat
belajar siswa dalam pembelajaran matematika kelas IV Sekolah Dasar Negeri
02 Larangan Selatan Tangerang Banten. Maka metode yang digunakan yaitu
metode penelitian tindakan kelas.
Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Awalnya penelitian tindakan kelas diadvokasi oleh filosof John Dewey
(1910), karena pendekatan ilmiah terdahulu tidak mampu menyelesaikan masalah
menjadi sebuah inkuiri sosial. Oleh karena itu, muncul suatu kebutuhan yang
lebih lebih memfokuskan pada masalah praktek, bukan pada masalah teori.
Pengalam di Amerika Serikat muncul keinginan untuk mewujudkan kolaborasi
antara sesama guru untuk mengembangkan profesionalisme pendidik dan tenaga
kependidikan. Berkaitan dengan hal ini Gideonse (19983:iii) mengusulkan
restorasi, sehingga penelitian merupakan investigasi terkendali terhadap berbagai
aset pendidikan dan pembelajaran dengan cara reflektif. Kemudian Kurt Lewin
(1946) memahami hubungan antara teori dan praktek sebagai aplikasi dari hasil
peneliti. Menurut Lewin bahwa kekuatan terletak pada masalah-masalah sosial
yang lebih spesifik.
D. Rancangan Tindakan
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas, yaitu penelitian
yang bersifat kolaboratif yang didasarkan pada permasalahan yang muncul
dalam pembelajaran matematika. Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri
dari tiga siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang
dicapai.

Untuk mengetahui permasalahan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas
IV SDN 02 Larangan Tangerang Banten dalam pembelajaran matematika
dilakukan observasi tersebut yaitu dari data aktivitas siswa melalui lembar
observasi yang dikumpulkan oleh guru kelas dan hasil belajar siswa yang
diperoleh dari tes formatif. Dengan berpedoman pada refleksi awal tersebut,
maka disusun rancangan tindakan yang meliputi perencanaan, observasi,
pelaksanaan, dan refleksi dalam setiap siklus. Tahapan-tahapan adalah
sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah
Sebelum melakukan penelitian tindakan, maka masalah-masalah
yang ada diidentifikasi terlebih dahulu. Misalnya dalam proses belajar
mengajar di dalam kelas ditemukan siswa yang tidak mengerjakan
tugas dengan baik, siswa yang diam saja, siswa yang hanya mainmain saja bahkan mengganggu temannya yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Iif Khoiru & Sofan Amri. 2011. Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif dan
Menyenangkan (PAIKEM) Gembrot: Mengembangkan pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot
(Sebuah Analisis Teoritis, Konseptual, dan Praktis). Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rhineka Cipta.
Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV
Publisher.
Dimyati & Mudjiono. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Djamarah, Syaiful Bahri & Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1980. Metodologi Research. Yogyakarta: YPFP UGM.
Kasiram, Moh. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Malang: UIN
Maliki Press
Mas’ud, Abdurrahman. 2002. Menggagas Format pendidikan Non Dikotomik.
Yogyakarta: Gama Media.
Moleong, J. Lexy. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muda, Aslam Syah, 2012. Paikem Solusi Mengajar Modern, (online),
(http://kompasiana.com/, diakses 25 Juni 2013).
Mudyahardjo, Redja. 2009. Pengantar pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Mulyadi. 2009. Classroom Management. Malang: UIN Malang Press
Mungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif
dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press.
Panitia Sertifikasi Guru LPTK Rayon 206 IAIN Walisongo. 2012. Modul:

Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Kelompok Guru MI.
Semarang: Kementrian Agama.
78
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. 2007. Jakarta: Dharma Bakti
Poerwadarminta , W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
pustaka.
Ramadhan, Tarmizi, 2008. Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan
Menyenangkan, (online), (http://tarmizi.wordpres.com/, diakses 25 Juni
2013).