BAB II KONSEP ALAM SEMESTA DAN PENDIDIKA

BAB II
KONSEP ALAM SEMESTA DAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Terminologi Alam Semesta
Menurut al-Jurjani dalam Kitab al-Ta’rifat, terma “alam” secara bahasa berarti segala
hal yang menjadi tanda bagi suatu perkara sehingga dapat dikenali, sedangkan secara
terminologi berarti segala sesuatu yang maujud (maujudat) selain Allah, yang dengan ini
Allah dapat dikenali, baik dari segi nama maupun sifat-Nya. Segala sesuatu selain Allah
itulah alam secara sederhana. Pengertian ini merupakan pengertian teologis, dalam arti
berdasarkan yang dikemukakan oleh para teolog Islam. Sementara secara filosofis, “alam”
adalah kumpulan substansi (jauhar ) yang tersusun dari materi (maddah), dan bentuk
(shurah) yang ada dilangit dan bumi. Segala sesuatu yang ada dilangit dan bumi itulah alam
berdasarkan rumusan filsafat. Alam dalam pengertian ini merupakan alam semesta atau
jagat raya yang dalam bahasa Inggris disebut universe.
Alquran tidak secara khusus mengungkapkan alam semesta dengan terma ‘alam
dalam bentuk tunggal, tetapi menyebutnya dalam bentuk jamak, yaitu ‘alamin yang
diungkapkan sebanyak 73 kali dalam alquran. Menurut Muhammad Abduh, orang Arab
sepakat bahwa kata ‘alamin tidak digunakan untuk merujuk kepada segala sesuatu yang ada,
seperti alam, batu, dan tanah. Akan tetapai, merujuk kepada setiap makhluk Tuhan yang
berakal atau mendekati sifat-sifat berakal, seperti alam manusia, hewan, dan tumbuhan.1
Dengan ini, Sirajuddin Zar menawarkan bahwa alquran untuk merujuk alam dalam

pengertian alam semesta (universe) adalah menggunakan kata al-samawat wa al-ardh wa
bainahuma yang disebutkan alquran sebanyak 20 kali. Kata ini mengacu kepada dua alam,

yaitu alam fisik seperti manusia, tumbuhan, dan hewan, dan alam nonfisik atau alam gaib
seperti alam malaikat, alam jin, dan alam ruh.2
Untuk mempermudah kajian, Abu al-‘Ainain menyebut alam semesta dalam filsafat
dengan istilah al-kaun, yang berati segala sesuatu yang diciptakan Allah, yang mencakup
nama segala jenis mahluk, baik yang dapat dihitung maupun yang hanya dapat
dideskripsikan. Al-kaun sebagai wujud makhluk Allah dapat dibagi dalam dua kategori:
‘alam al-syahadah yang dapat dikenali melalui panca indera seperti langit dan bumi, dan
1
Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains, dan Alquran,
(Jakarta:RajaGrafindo Persada, 1994),h.21
2
Ibid, h.25-27.

‘alam al-ghaib yang hanya dapat dikenali melalui wahyu ilahi seperti alam malaikat dan
jin.3
Menurut Mulyadi Kartanegara, alam semesta dalam tinjauan filsafat Islam diciptakan
melalui kehendak bebas Tuhan, bukan melalui keniscayaan. Alam semesta diciptakan secara

sengaja dan terencana, bukan secara kebetulan. Alam semesta tidak bersifat abadi, tetapi
tercipta dalam waktu dengan sebuah titik awal.

B. Proses Penciptaan Alam Semesta
Banyak ayat-ayat alquran yang menjelaskan tentang proses penciptaan alam semesta,
lebih kurang 53 ayat.4 Didalam alquran ada lebih dari 750 ayat yang menunjukkan kepada
fenomena alam, dan mausia diminta untuk dapat memikirkannya agar dapat mengenal
Tuhan lewat tanda-tandaNya.5
Teori Big Bang sebuah karya monumental dari Stephen Hawking adalah salah satu
literatur yang cukup masyhur dan jamak kita ketahui. Tapi sesungguhnya teori ini sudah
dikemukakan alquran jauh empat belas abad yang lalu.
Allah swt,.berfirman:

Artinya :
Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan
dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?.6

Ayat ini dipahami oleh sementara ilmuwan sebagai salah satu mukjizat alquran yang

mengungkapkan peristiwa penciptaan planet-planet. Banyak teori ilmiah yang dikemukakan

3

Ali Khalil Abu al-‘Ainain, Falsafah al-Tarbiyyah al-Islamiyah, (Dar al-Fikr al-‘Araby,1980),h.84-91.
Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta ,(Bandung: Mizan,2012),h.220.
5
Mahdi Ghubsyani, Filsafat Sains Menurut Alquran, (Bandung: Mizan Media Utama,2001),h.62.
6
Q.S Al-Anbiya’:30.

4

oleh para pakar dengan bukti-bukti yang cukup kuat, yang menyatakan bahwa langit dan
bumi tadinya merupakan satu gumpalan yang diistilahkan ayat ini dengan ratqan, lalu
gumpalan itu berpisah sehingga terjadilah pemisahan antara langit dan bumi. Memang kita
tidak dapat memperatas namakan alquran mendukung teori tersebut. Namun, agaknya tidak
ada salahnya teori-teori itu memperkaya pemikiran kita untuk memahami maksud firman
Allah diatas.7
Jika kita memakai teori Big Bang dalam membantu memahami ayat ini adalah sebagai

berikut: “ universum lahir dari sebuah ledakan maha dahsyat yang berasal dari materi dalam
keadaan super kerapatan an super panas, keterpaduan ruang dan materi dapot idpahami jika
keduamuua nerada pad astu titik; singularitas fisis yang merupakan volum yang berisikan
seluruh materi, sedangkan pemislannya adalah terjadinya ledakan dahsyat yang melontarkan
materi ke berbagi penjuru dan berkembang dengan cepat, sehingga tercipta universum yang
berekspansi, kejadian ini diperkirakan sekitar 15 miliyar tahun yang lalu. Sebelum ledakan
yang maha dahsyat ini tak ada energi , tak ada materi, tak ada ruang dan waktu, sebab dalam
satu titik tidak ada disana dan disitu”.8
Sejak kejadian pada peristiwa Big Bang, alam semesta ini berkembang secara evolutif.
Ia mulai dengan kabut hydrogen yang berputar melanda dan berputar melalui ruang. Alam
semesta penuh dengan asap yang renggang dari gas yang melimpah yang merupakan 90 %
dari semua materi kosmos. Dalam gerak acak dari awan yng seperti itu , atom-atom kadangkadang berkumpul secara bersama secara kebetulan untuk membentuk kantong-kantong gas
yang padat. Dari peristiwa inilah bintang-bintang muncul. Demikian secara perlahan-lahan
setelah melalui kira-kira 20 milyar tahun, akhirnya terbentuklah galaksi-galaksi yang terus
berkembang. Bintang-bintang, matahari, dan planet-planet yang mengitari matahari,
termasuk bumi yang kita huni. Inilah sebuah planet dengan pusatnya matahari yang kita
sebut sebagai tata surya.9

Menurut konsep alquran bahwa langit dan bumi diciptakan dalam enam masa, sesuai
dengan firmannya:


7

Shihab, Tafsir Al-Misbah, Volume 8,h.42.
A.Baiquni, Alquran, Imu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta: Dana Bakti Prima
Yasa,1996),h.12-13.
9
Mulyadi Kartanegara, Nalar Religius: Memahami Hakikat Tuhan, Alam, dan Manusia, (Jakarta:
Erlangga,2008),h.8.
8

Artinya:
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah

‘arsyNya diatas air, agar Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya,
dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah):” Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan
sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata:” ini tidak lain hanyalah
sihir yang nyata”.10
Menurut Quraisy Syihab bahwa penciptaan langit dan bumi dalam enam masa dua
hari untuk penciptaan langit, dan dua hari untuk penciptaan bumi, dan dua hari untuk

penciptaan sarana makhluk. Jika kita berbicara mengenai “sittati ayyam” maka banyak
terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Ada ulama yang emahami dalam arti
enam kali 24 jam, tetapi ada lagi yang memahami sesuai dengan hitungan Allah yakni 1000
tahun. Banyak perbedaan pendapat bukan berarti ayat alquran saling bertentangan, tetapi ini
adalah isyarat relatifitas waktu dengan hikmah dan ilmunya menghendaki alam ini
diciptakan enam hari, menunjukkan bahwa ketergesa-gesaan bukanlah suatu hal yang
terpuji, tetapi yang terpuji adalah keindahan dan kebaikan karya.11
C. Tujuan Penciptaan Alam Semesta
Dalam perspektif Islam, tujuan penciptaan alam semesta ini pada dasarnya adalah
sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadan
dan kemahakuasaan Allah swt.12 Secara ontologis, adanya alam semesta ini mewajibkan
adanya zat yang mewujudkannya. Keberadaan langit dan bumi mewajibkan adanya sang
pencipta yang menciptakan keduanya. Yang menciptakan langit dan bumi ini bukanlah
manusia, tetapi pastilah yang maha pencipta. Sebab, bila manusia yang menciptakan langit dan

10

Q.S.Hud.7.
Shihab,Op.Cit,h.558.
12

Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam,(Bandung: Citapustaka Media Perintis,2008)),h.8
11

bumi akal kita mewajibkan pastilah sudah menemukan kenyataan yang tidak demikian. Karena
itu akal mewajibkan bahwa pencipta langit dan bumi pstilah sang maha pencipta, yang
ciptaannya tidak dapat diduplikasi apalagi ditandingi oleh manusia.
Dalam konteks ini, keberadaan alam semesta merupakan petunjuk yang sangat jelas
tentang keberadaan Allah Swt sebagai Tuhan yang maha pencipta. Karenanya dengan
mempelajari dengan mempelajari alam semesta manusia akan sampai pada pengetahuan bahwa
Allah Swt adalah zat yang menciptakan alam semesta ini. 13
Menurut konsep Alquran bahwa alam ini diciptakan dengan tujuan untuk
memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda keberadaan Allah Swt:

Artinya :
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami disegenap
untuk (alam makro) dan pada diri mereka sendiri (alam mikro). Sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa Alquran itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kaum) bahwa
sesunggunya Dia menyaksikan segala sesuatu. 14

Sementara itu dalam tafsir Al Misbah dijelaskan bahwa “ayat-ayat” yang dijadikan

untuk diperlihatkan antara lain adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika itu, antara lain
adalah kemenangan yang diraih oleh Nabi Saw, dalam peperangan-peperangan beliau disekian
banyak daerah serta kematian tokoh-tokoh kanan musyrikin, sedang setelah beliau wafat silih
berganti peristiwa-peristiwa kemenangan yang diraih kaum muslimin. Dapat juga ayat-ayat
disegenap ufuk dan diri mereka yang diperlihatkan Allah itu adalah rahasia-rahasia alam serta
keajaiban ciptaan-Nya pada diri manusia yang diungkap melalui penelitian dan pengamatan

13
14

Ibid,h.9.
Q.S.Fussilat.53

ilmuan, dan yang kesemuanya membuktikan kebenaran dan kekuasaan-Nya sekaligus
menunjukkan kebenaran informasi Alquran. 15
Yang harus di pahami dari alam ini adalah eksistensinya yang hak yakni benar dan
nyata serta baik. Maka semua bentuk pengalaman di dalamnya termasuk pengalaman manusia
adalah benar dan nyata. Bisa memberikan kebahagiaan dan kesengsaraan dalam kemungkinan
yang sama, tergantung bagaimana menangani pengalaman iu. Karena itu manusia
diperbolehkan untuk berharap untuk memperoleh kebahagiaan dalam hidup sementara di dunia

ini, selain kebahagiaan di akhirat kelak yang lebih besar, kekal dan abadi. Karena kehidupan
dapat digunakan untuk berharap dan mencari kebahagiaan di dunia dan di akhirat, maka
tentunya dan seharusnya manusia tidak menyia-nyiakannya.
D. Implikasi Terhadap Pendidikan Islam
Dalam Islam, esensi alam semesta adalah selain dari Allah Swt. Dia adalah al-rabb,
yaitu Tuhan yang Maha pencipta (khaliq), yang menciptakan seluruh makhluk, makro dan
mikro kosmos. Karenanya ia disebut al-Rabb al al-‘alamin, Tuhan pencipta alam semesta.
Sebagai pencipta, Dia juga yang memelihara dan mendidik seluruh alam.16 Alam harus
dipelajari sebagai objek studi atau ilmu pengetahuan. Untuk itu, pendidikan Islami merupakan
instrumen kunci guna menemukan, menangkap, dan memahami alam dengan seluruh
fenomena dan non fenomenanya. Upaya itu pada akhirnya akan menghantarkan manusia pada
kesaksian akan keberadaan dan kemahakuasaan Allah Swt. Karenanya, dalam konteks ini,
melalui proses pendidikan Islami, manusia dihantarkan pada pengakuan (syahadah) akan
keberadaan Allah Swt sebagai Tuhan pencipta, pemelihara, dan pendidik alam semesta.
Dalam perspektif Islam, manusia harus merealisasikan tujuan kemanusiaannya di alam
semesta, baik sebagai syahid Allah maupun khalifah Allah. Dalam konteks ini Allah
menjadikan alam semesta sebagai wahana bagi manusia untuk bersyahadahkan keberadaan dan
kemahakuasaan-Nya. Wujud nyata yang menandai syahadah itu adalah penunaian fungsi
sebagai makhluk ibadah dan pelaksanaan tugas-tugas sebagai khalifah. Dalam hal ini alam
semesta merupakan institusi pendidikan, yakni tempat dimana manusia dididik, dibina, dilatih

dan dibibing agar berkemampuan merealisasikan atau atau mewujudkan fungsi dan tugasnya.
Karena alam ini bukan hanya syahadah saja, tetapi ada alam ghaib, maka sebagai wilayah studi
objek telaah pendidikan islami tidak hanya berkaitan dengan gejala-gejala yang dapat diamati
15
16

Shihab, Tafsir Al-Misbah, Volume.12,h. 91.
Al-Rasyidin, Op.Cit.h.11.

indra manusia (fenomena) karenanya pengetahuan yang ditransfer tidak hanya pengetahuan
indrawi dan rasional tetapi juga ilmu-ilmu laduny, isyraqi, iluminasi dan kewahyuan.17
Melalui proses pendidikan di alam semesta inilah, kelak Allah Swt, akan menilai mana
diantara hamba-Nya yang mampu meraih prestasi terbaik. Sebagaimana firman-Nya:

Artinya :
Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan
baginya, agar kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perbuatannya. 18

Allah sebagai pencipta adalah pemilik dan penguasa tidak ada pencipta selain Dia.
Penciptaan-Nya meliputi seluruh alam. Dia adalah Rabbul ‘alamin. Allah adalah Esa sebagai

Rabb. Pengesahan ini disebut tauhid rububiyah artinya mengimani dengan sungguh-sungguh

tanpa adanya keraguan bahwa Dialah Rabb satu-satunya, tidak memerlukan apapun kepada
selain Dia. Rabb adalah pemilik seluruh alam, pemelihara dan penyempurna segala sesutu. Ia
yang meningkatkan sesuatu ketingkat kesempurnaan sedikit demi sedikit. Kata Rabb bermakna
uluhiyah, penghambaan diri manusia kepada-Nya dan tuntunan melaksanakan ibadah hanya

kepada-Nya.
Dampak dari memahami esensi alam semesta terhadap pendidikan Islam adalah
menyadarkan kembali tugas dan fungsi manusia di bumi Allah inisebagai khalifah dan hambaNya melalui saran yang dibuat pendidikan Islam. Pendidikan Islam berfungsi mengarahkan
para pendidik dalam membina generasi penerus yang mandiri, cerdas, berkepribadian
sempurna (sehat jasmani dan rohani) serta bertanggung jawab dalam menjalani hidupnya
sebagai hamba Allah, makhluk individu, dan sosial menuju terbentuknya kebudayaan Islam.
Pendidikan Islam secara luas tidak hanya terbatas pada transfer tiga ranah saja (kognitif, afektif,
psikomotorik) akan tetapi mencakup berbagai hal yang berkenaan dengan pendidikan Islam
secara luas yang mencakup sejarah, pemikiran, dan lembaga.19

17

Al-Rasyidin, Op.Cit.h.12.
Q.S. Al-Kahfi.7.
19
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah, (Jakarta: Kencana, 2013),h.3.

18