MAKALAH ILMIAH HAP HUBUNGAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

HUBUNGAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
DI NEGARA INDONESIA
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah hubungan antar pemerintahan
Dosen pengampu : Rispa ngindana, SAP,MAP

OLEH
KELOMPOK 6
RAHMAT(135030101111174)
YUNITA URWATUL W. (135030101111135)
YEREMIA C. N (135030100111121)
GADING F.A SILALAHI (135030100111124)
RAJENDRA

Hubungan antar pemerintahan

Page 1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada allah swt. Atas segala rahmat dan hidayah-nya,
mengaliri setiap jenjang kehidupan.tanpa rahmat dan hidayah-nya, maka tidak mungkin penulis
dapat melangkah sejauh ini. Selanjutnya, penulis mengucapkan begitu banyak terimakasih

terhadap berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah mendukung
dan men-support penulis dalam menjalani pahit-getirnya kehidupan. Keberadaan kalian, telah
menjadi sumber pembelajaran yang cukup berharga dalam penulisan makalah ini.
Makalah ini dibuat dengan berbagai pencarian dan beberapa bantuan dari berbagai pihak
untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa massih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini,
oleh karena itu penulis akan merasa senang jika pembaca memberikan kritik dan tanggapan yang
dapat membantu penulis akan lebih baik lagi baik dalam penulisan maupun dalam materi.
Penulis mengaharapkan dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.

Malang, Mei 2015

penulis

Hubungan antar pemerintahan

Page 2


DAFTAR ISI
JUDUL……………………………………………………………………………….1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………....3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………....4
LATAR BELAKANG……………………………………………………………….6
RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………….7
TUJUAN PENULISAN……………………………………………………………..8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………....9
II.I Pemerintah daerah Dalam UUD Republik Indonesia Tahun 1945
II.II Pemerintahan Daerah Pada Orde Lama
II.IIIPemerintahan Daerah Pada Era Orde Baru – Saat ini
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………………15
III.I Hubungan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah
III.II Problematika Hubungan Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah
III.III Contoh kasus terjadi di indonesia
KESIMPULAN……………………………………………………………………...24
BAB IV DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...25


Hubungan antar pemerintahan

Page 3

BAB I
PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kesatuan yang disebut dengan eenheidstaat , yaitu negara
merdeka dan berdaulat yang pemerintahannya diatur oleh pemerintah pusat. Sistem pelaksanaan
pemerintahan negara dapat dilaksanakan dengan cara sentralisasi. Dimana kedaulatan negara
baik kedalam dan keluar, ditangani pemerintah pusat. Dalam konstitusi Republik Indonesia yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam pasal 4 ayat (1) dikatakan
bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UndangUndang Dasar , sehingga dalam pasal ini apabila kita tafsirkan bahwa pemegang kekuasaan
tertinggi di negara RI yaitu presiden kekuasaan yang tidak terbagi dan hanya ada satu pemerintah
yang berdaulat sehingga jelas negara kita pada dasarnya menganut asas sentralisasi/sentralistik.
Namun karena luasnya daerah-daerah di negara kita yang terbagi-bagi atas beberapa
provinsi,kabupaten serta kota maka daerah-daerah tersebut memiliki pemerintahan daerah
dengan maksud guna mempermudah kinerja pemerintah pusat terhadap daerahnya sehingga
digunakanlah suatu asas yang dinamakan asas otonomi sesuai dengan yang diatur dalam pasal 18
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka dari itu

pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya , kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat, sehingga dalam hal ini
menimbulkan suatu hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah di daerah.
Hal mengenai Otonomi Daerah di Indonesia merupakan sesuatu yang menarik untuk kita
cermati dan kita kaji , karena perjalanan untuk menuju ke arah otonomi daerah di Indonesia
penuh dengan lika-liku dari awal kemerdekaan Indonesia hingga masa reformasi di Indonesia.
Terhitung Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah di Indonesia mengalami

Hubungan antar pemerintahan

Page 4

8 kali pergantian dari awal kemerdekaan , masa orde baru hingga saat ini dan satu kali
perubahan mengenai pemilihan kepala daerah.
Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat kita lihat dalam 3 proses menurut bagir manan
disebut dengan proses bukan sebagai asas diantaranya :
1. Sentralisasi yang pada pemerintahan daerah diwujudkan dalam lebih diterapkannya
dekonsentrasi dalam pemerintahan daerah dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu.

2. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
negara kesatuan Republik Indonesia. Pada prinsipnya , kebijakan otonomi daerah dilakukan
dengan mendesentralisasikan kewenangan-kewenangan yang selama ini tersentralisasi di tangan
pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi itu, kekuasaan pemerintah pusat dialihkan dari
tingkat pusat ke pemerintahan daerah sebagaimana mestinya sehingga terwujud pergeseran
kekuasaan dari pusat ke daerah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
Jika dalam kondisi semula arus kekuasaan pemerintahan bergerak dari daerah ke tingkat
pusat maka diidealkan bahwa sejak diterapkannya kebijakan otonomi daerah itu , arus dinamika
kekuasaan akan bergerak sebaliknya , yaitu dari pusat ke daerah Maka otonomi hanya salah satu
bentuk desentralisasi. Otonomi juga diartikan sebagai sesuatu yang bermakna kebebasan atau
kemandirian (zelfstandigheid) tetapi bukan kemerdekaan (Onafhankelijkheid). Kebebasan yang
terbatas

atau

kemandirian

itu


adalah

wujud

pemberian

kesempatan

yang

harus

dipertanggungjawabkanPersoalan lain yang muncul dalam otonomi adalah berkaitan dengan
urusan daerah yang dapat diatur dan diselenggarakan oleh daerah yang bersangkutan .
Artinya urusan daerah yang bagaimanakah yang dapat diatur dan diselenggarakan
berdasarkan kepentingan dan aspirasi masyarakat daerah , hal inilah yang menimbulkan lahirnya
berbagai jenis otonomi. Dalam kepustakaan terdapat beberapa jenis otonomi yaitu :
(1) otonomi materiil, mengandung arti bahwa urusan yang diserahkan menjadi urusan rumah
tangga diperinci secara tegas , pasti dan diberi batas-batas (limitative), zakelijk dan dalam
praktiknya penyerahan ini dilakukan dalam UU pembentukan Daerah yang bersangkutan.

Hubungan antar pemerintahan

Page 5

(2) otonomi formal, urusan yang diserahkan tidak dibatasi dan tidak zakelijk. Batasnya ialah,
bahwa Daerah tidak boleh mengatur urusan yang telah diatur oleh undang-undang atau peraturan
yang lebih tinggi tingkatannya. Selain itu , pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum.
(3) otonomi riil, merupakan kombinasi atau campuran otonomi materiil dan otonomi formal. Di
dalam undang-undang pembentukan Daerah , pemerintah pusat menentukan urusan-urusan yang
dijadikan pangkal untuk mengetur dan mengurus rumah tangga Daerah. Penyerahan ini
merupakan otonomi riil. Kemudian setiap waktu Daerah dapat meminta tambahan urusan kepada
Pemerintah Pusat untuk dijadikan urusan rumah tangganya sesuai dengan kesanggupan dan
kemampuan Daerah. Penambahan urusan pemerintahan kepada daerah dilakukan dengan UU
penyerahan masing-masing urusan.
3. Medebewind atau Tugas Pembantuan , adalah penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta
dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melakukan tugas tertentu. Pemencaran
penyelenggaraan negara dan pemerintahan dalam satuan-satuan teritorial yang lebih kecil dapat
diwujudkan dalam bentuk-bentuk dekonsentrasi teritorial,satuan otonomi teritorial, dan federal.

Selain bentuk-bentuk utama di atas, ada beberapa cara yang lebih longgar seperti konfederasi.
Tetapi dua bentuk terakhir ini dapat disebut sebagai suatu pemencaran penyelenggaraan
negara dan pemerintahan karena tidak diikuti dengan pembagian kekuasaan atau wewenang.
masing-masing tetap secara penuh menjalankan kekuasaan sebagai negara. Dari bentuk-bentuk
utama pemencaran penyelenggaraan negara dan pemerintahan di atas ,akan dijumpai paling
kurang tiga bentuk hubungan antara pusat dan daerah.
Pertama , hubungan pusat dan daerah menurut dasar dekonsentrasi teritorial. Kedua,
hubungan pusat dan daerah menurut dasar otonomi teritorial. Ketiga, hubungan pusat dan daerah
menurut dasar federal. Selain perbedaan, ada persamaan persoalan hubungan-hubungan pusat
dan daerah dalam ketiga bentuk tersebut , terutama hubungan pusat dan daerah menurut dasar
otonomi teritorial dan hubungan pusat dan daerah menurut dasar federal. Perbedaanya,dasar
hubungan pusat dan daerah menurut dasar dekonsentrasi teritorial, bukan merupakan hubungan
antara dua subjek hukum (publiek rechtspersoon) yang masing-masing mandiri.

Hubungan antar pemerintahan

Page 6

Satuan pemerintahan teritorial dekonsentrasi tidak mempunyai wewenang mandiri.
Satuan teritorial dekonsentrasi merupakan satu kesatuan wewenang dengan departemen atau

kementerian yang bersangkutan. Sifat wewenang satuan pemerintahan teritorial dekonsentrasi
adalah delegasi atau mandat. Tidak ada wewenang yang berdasarkan atribusi. Urusan
pemerintahan yang dilakukan satuan pemerintahan teritorial dekonsentrasi adalah urusan pusat di
daerah.

Persamaannya,

baik

dekonsentrasi

maupun

otonomi,

sama-sama

bersifat

administratiefrechtelijk,bukan staatsrechtelik.

Mengenai hubungan satuan federal dengan negara bagian sangat beraneka ragam.
Tergantung sistem federal yang dijalankan. Tetapi ada satu persamaan dasar pada semua negara
federal. Hubungan antara satuan federal dengan negara bagian merupakan hubungan kenegaraan.
Tidak hanya mengenai fungsi penyelenggaraan administrasi negara. Hubungan itu meliputi juga
di bidang kekuasaan kehakiman dan pembentukan undang-undang. Ada pula sistem federal yang
menyediakan hal-hal yang terbuka dan dapat diselenggarakan federal atau negara bagian
(concurrent power).
Sedangkan hubungan pemerintah pusat dan daerah atas dasar otonomi teritorial, dimana
otonomi teritorial merupakan konsep dalam negara kesatuan. Satuan otonomi teritorial
merupakan suatu satuan mandiri dalam lingkungan negara kesatuan yang berhak melakukan
tindakan hukum sebagai subjek hukum untuk mengatur dan mengurus fungsi pemerintahan
(administrasi negara) yang menjadi urusan rumah tangganya.
Jadi, hubungan pusat dan daerah atas dasar otonomi teritorial memiliki kesamaan dengan
hubungan pusat dan daerah atas dasar federal yaitu hubungan antara dua subjek hukm yang
masing-masing berdiri sendiri. Perbedaannya, dalam otonomi teritorial , pada dasarnya seluruh
fungsi kenegaraan dan pemerintahan ada dalam lingkungan pemerintah pusat yang kemudian
dipencarkan kepada satuan-satuan otonomi.
Pemencaran ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
Pertama, undang-undang menetapkan secara tegas berbagai fungsi pemerintahan (administrasi
negara) sebagai urusan rumah tangga daerah. Cara-cara ini mirip dengan cara-cara dalam sistem

federal yang merinci kekuasaan negara bagian.
Kedua, pusat dari waktu ke waktu menyerahkan berbagai urusan baru kepada satuan otonomi.

Hubungan antar pemerintahan

Page 7

Ketiga, pusat mengakui urusan-urusan pemerintahan tertentu yang “diciptakan” atau yang
kemudian diatur dan diurus satuan otonomi baik karena tidak diatur dan diurus pusat maupun
atas dasar semacam concurrent power.
Keempat, membiarkan suatu urusan yang secara tradisional atau sejak semula dikenali sebagai
fungsi pemerintahan yang diatur dan diurus satuan satuan otonomi.
Cara-cara penentuan urusan rumah tangga satuan otonomi ini akan menentukan suatu otonomi
bersifat luas atau terbatas.
Memperhatikan hal tersebut diatas maka perlu kita analisa mengenai hubungan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah di era otonomi daerah ini , agar kita mengetahui apakah
hubungan yang terjadi diantara keduanya merupakan hubungan yang seimbang sesuai pilihan
penyelenggaran pemerintahan berdasar atas otonomi ataukah dekonsentrasi. Mengingat di negara
Indonesia telah terjadi delapan kali pergantian UU pemerintahan Daerah diantaranya :
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1945
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1948
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1957
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1959
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1965
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1974
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
I.II RUMUSAN MASALAH
Oleh karena latar belakang tersebut diatas maka penulis dapat menarik beberapa rumusan
masalah diantaranya :
1. Bagaimana hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah serta
problematikanya?
Hubungan antar pemerintahan

Page 8

2. Bagaimana kerjasama anatara pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola potensi-potensi
dari SDA maupun SDM?
I.III TUJUAN PENULIS
Oleh karena itu tujuan dari penulisan makalah yang berjudul Kewenangan hubungan
Pemerintah Pusat dan daerah adalah “memberikan penjelasan tentang kewenangan Pemerintah
Pusat dan daerah serta dampaknya di bidang lingkungan hidup”. Tujuan khusus dari penulisan
makalah ini adalah memberikan masukan dan informasi yang jelas kepada mahasiswa dan
pelajar tentang bagaimana kewenangan dan dampak hubungan dari kewenangan yang dijalankan
oleh Pemerintahan pusat dan Daerah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.I Pemerintah daerah Dalam UUD Republik Indonesia Tahun 1945
Kendati penambahan ayat dan pasal baru dalam Amandemen Pasal 18 UUD RI 1945
terkesan lebih teknis , tapi kiranya amandemen tersebut dapat Terkait dengan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam pasal 18 UUD 1945 telah diatur pembagian wilayah negara kesatuan
RI menjadi daerah provinsi yang kemudian dibagi lagi menjadi daerah kabupaten/kota yang
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Ketentuan tersebut
merupakan amandemen kedua yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Sebelum
amandemen ketentuan pasal 18 UUD 1945 sangat simple , yakni berbunyi : “ Pembagian
daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil , dengan bentuk susunan pemerintahannya
ditetapkan dengan undang-undang , dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratn
dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat
istimewa”.
Ketika MPR melakukan amandemen Pasal 18 UUD 1945 dilakukan pengaturan secara
komprehensif , yakni disamping mengubah redaksi pasal juga dilakukan penambahan ayat-ayat
dan pasal-pasal baru berkaitan dengan pemerintahan daerah . Pasal 18 ditambah dengan 6 ayat
baru sehingga menjadi 7 ayat yang antara lain mengatur masalah otonomi daerah dan tugas
Hubungan antar pemerintahan

Page 9

pembantuan , pemilihan anggota rangka pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan.
Sedang penambahan pasal baru dilakukan dengan membuat pasal 18 A yang mengatur hubungan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di bidang pemerintahan , keuangan , pelayanan
umum dan pemanfaatan sumber daya alam.
Sedang penambahan pasal 18 B isinya mengakui adanya satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus dan istimewa , serta mengakui eksistensi masyarakat hukum adat dengan
hak-hak tradisionalnya. dijadikan pedoman dan dasar peletakkan bagi reformasi pemerintahan
daerah di Indonesia. Berdasarkan amandemen Pasal 18 UUD RI 1945 maka dilakukan reformasi
terhadap sistem pemerintahan daerah di Indonesia , yakni dengan memberikan keleluasaan yang
sangat besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
II.II Pemerintahan Daerah Pada Orde Lama
Undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah pada era Orde Lama diantaranya :
B. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945
Merupakan undang-undang pertama RI yang mengatur sistem Desentralisasi , yang di
dalamnya mengatur tiga jenis daerah di Indonesia , yaitu Karesidenan, Kabupaten dan Kota yang
masing-masing berhak mengatur dan mengurus daerahnya sebagaimana yang diamanatkan
dalam pasal 18 UUD RI 1945 .Namun undang-undang ini hanya diberlakukan dalam jangka
waktu tiga tahun , karena undang-undang ini masih sangat sederhana dan banyak ahal-hal yang
belum diatur secara rinci. Salah satunya banyak DPRD yang merupakan kelanjutan dari BPRD
tidak mengetahui tugas dan wewenangnya sehingga menggangu kinerja pemerintahan di daerah.
B. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948
Membagi daerah di Indonesia menjadi tiga daerah otonom , yaitu Provinsi, Kabupaten
(Kota Besar) dan Desa (Kota Kecil) . Sedangkan Karesidenan meskipun mempunyai DPRD
tidak ditetapkan sebagai daerah otonom. Hal ini berbeda dari undang-undang sebelumnya.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 juga lebih detail dalam mengatur pemerintahan daerah.
Hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 2 Undang-Undang nomor 22 Tahun 1948 yang
menyatakan bahwa :
a. Pemerintah Daerah terdiri dari DPRD dan DPD
b. Ketua dan Wakil Ketua DPRD dipilih oleh dan dari Anggota DPRD
c. Kepala Daerah menjabat Ketua dan Anggota DPD
Hubungan antar pemerintahan

Page 10

Dengan demikian maka yang memegang kekuasaan tertinggi di daerah adalah DPR dan
DPD. Penyelenggaraan Pemerintah Daerah menurut UU ini dijalankan berdasar pada hak
otonomi dan hak pembantuan Ketika Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 diberlakukan
terjadi penggantian UUD RI 1945 terkait perubahan bentuk pemerintahan , yaitu diganti dengan
konstitusi RIS 1949 dan kemudian diubah lagi dengan UUD sementara 1950. Guna
menyelesaikan dengan ketentuan yang baru tersebut maka undang-undang tentang Pemerintah
Daerah pun kemudian diganti kembali.
C. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957
Pembagian daerah-daerah oleh undang-undang ini dilakukan dengan menyebut
tingkatannya , yaitu tingkat I dan tingkat II. Demikian pula penyebutan lembaga daerahnya
(DPRD dan DPD) jika diikuti dengan tingkatan hal itu berrati mengacu pada tingkat daerah
tersebut , yaitu daerah tingkat I meliputi daerah Provinsi , termasuk daerah Istimewa. Sedang
daerah tingkat II adalah merupakan daerah kabupaten atau kotamadya. Apabila tidak disebutkan
tingkatannya berarti daerah tersebut adalah daerah swatantra atau daerah istimewa.

Beberapa karakteristik sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1957 adalah :
Pertama, otonomi yang diberikan bersifat otonomi riil. Artinya, banyak sedikitnya fungsi atau
urusan yang diserahkan kepada daerah otonom didasarkan pada kepentingan dan kemampuan
daerah bersangkutan.
Kedua, pembagian daerah-daerah dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 agak berbelitbelit mengingat istilah daerah yang digunakan sebagai suatu istilah teknis yang berarti satuan
organisasi yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Adapun pembagian daerah menurut
Undang-Undang ini adalah Daerah Tingkat I setingkat Provinsi termasuk Kotapraja Jakarta
Raya; Daerah Tingkat II setingkat kabupaten termasuk kotapraja; dan daerah tingkat III.
Ketiga, hubungan daerah dengan pusat atau hubungan antar daerah diatur sedemikian rupa
sehingga tetap dalam kerangka Negara Kesatuan RI, yakni tidak boleh mengakibatkan rusaknya
hubungan antara Negara dengan daerah atau antara daerah yang satu dengan lainnya.

Hubungan antar pemerintahan

Page 11

Keempat, organisasi pemerintah daerah tetap terdiri atas dua lembaga , yaitu DPRD selaku
lembaga eksekutif , dan DPD. Hal menarik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1957 adalah kepala daerah dipilih oleh DPRD dan dapat diberhentikan oleh DPRD.
Kelima, kekuasaan , tugas dan wewenang DPRD dalam Undang-Undang ini semakin besar dan
luas.
Namun dengan kembalinya konstitusi RI pada UUD 1945 maka peraturan perundang-undangan
sebelumnya yang mendasarkan pada konstitusi yang lama jelas tidak sesuai lagi.
D. Penpres Nomor 6 Tahun 1959
Penpres ini menentukan bahwa kepala daerah adalah alat pemerintah pusat dan alat
pemerintah daerah. Sebagai alat pemerintah pusat maka kepala daerah bertugas mengurus
ketertiban dan keamanan umum di daerah;mengkoordinasikan antara jawatan pemerintah pusat
di daerah dengan pemerintah daerah; melakukan pengawasan jalannya pemerintahan daerah; dan
menjalankan kewenangan umum lainnya yang terletak dalam bidang urusan pemerintah pusat.
Diatur pula dalam Penpres ini bahwa kepala daerah tidak bertanggung jawab kepada DPRD ,
sehingga kepala daerah tidak diberhentikan oleh DPRD. Dengan demikian maka sistem
pemerintahan daerah masih bersifat sentralistis karena semua masih diatur oleh pemerintah
pusat. Hal agak menyimpang adalah bahwa kepala daerah karena jabatannya menjabat sebagai
ketua DPRD , namun bukan sebagai Anggota.
Berbagai problematika penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut penpres ini
kemudian dilakukan penyempurnaan dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1965.
II.IIIPemerintahan Daerah Pada Era Orde Baru – Saat ini
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
Kebijakan pelaksanaan otonomi daerah selama pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah berjalan dengan dimensi yang amat
berbeda dibandingkan dengan era sebelumnya. Secara kontekstual , selama penerapan undangundang tersebut, diperkenalkan dimensi baru menyangkut otonomi daerah , yaitu otonomi yang
nyata dan bertanggungjawab. Sebagai undang-undang produk era baru , yang pada prinsipnya
mengutamakan pembangunan ekonomi. Dimensi perundangan ini tidak bisa terlepas dari
kebijakan pembangunan ekonomi yang berasaskan trilogy pembangunan, yaitu : stabilitas yang

Hubungan antar pemerintahan

Page 12

makin mantap,pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan pemerataan kegiatan pembangunan
dan hasil-hasilnya.
Pengaruh yang cukup signifikan dari trilogi pembangunan tersebut adalah pelaksanaan
otonomi yang diarahkan untuk terbentuknya stabilitas pemerintahan daerah, yang cirri-cirinya
meliputi:
a.Konsentrasi kekuasaan ada di lembaga eksekutif (kepala daerah)
b. Ditutupnya akses parpol dalam pemerintahan daerah, dihapusnya BPH (Badan
Pemerintahan Harian) sebagai perwakilan parpol di dalam pemerintahan daerah (versi UU No.1
Tahun 1957).
c. Tidak dilakukannya hak equate (angket) DPRD yang dapat mengganggu keutuhan kepala
daerah.
d. Kepala daerah tidak bertanggung jawab kepada DPRD , tetapi secara hierarki kepada presiden.
e. Kepala daerah hanya memberikan keterangan kepada DPRD tentag pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan 1 (satu) tahun sekali.
Upaya lain yang dilakukan Pemerintah Orde Baru untuk memperkuat posisi
kekuasaannya adalah memberikan peran dan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang
kekuasaan eksekutif di daerah (dalam hal ini kepala daerah) . Hal itu ditandai dengan pemberian
sebutan kepala daerah sebagai “penguasa tunggal” di daerah. Tidak mengherankan jika
kedudukan kepala daerah pada waktu itu sangat sentral dan dominan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. Kepala daerah merupakan boneka atau kepanjangan tangan dari
Pemerintah Pusat (Presiden) untuk mengamankan setiap kebijakan pemerintah di daerah.
Selama pelaksanaan undang-undang tersebut , berkembangnya tuntutan otonomi daerah
secara nyata tidak terlepas dari kenyataan ketimpangan antar daerah yang telah berlangsung lama
, setidaknya terdapat lima kesenjangan yang kronis :
1. Kesenjangan pendapatan antar daerah yang besar
2. Kesenjangan investasi daerah yang besar
3.Pemusatan industri akibat dari kebijakan investasi dan birokrasi serta infrastruktur terpusat
4. Pendapatan daerah dikuasai pusat
5. Net Negative Transfer yang besar .Salah satu yang mendorong melebarnya kesenjangan
regional adanya ketimpangan alokasi kredit.
Hubungan antar pemerintahan

Page 13

Implikasi dari dominasi kekuasaan lebih berat pada Pemerintah pusat dan kepemimpinan
di daerah yang berorientasi ke atas (pusat) menyebabkan rakyat berada pada posisi yang lemah
(strong state and weak society), di mana nilai-nilai kedaulatan rakyat mengalami pengikisaan
akibat kuatnya kekuasaan pemerintah yang tercermin dalam struktur kekuasaan dan garis
kepemimpinan sampai ke daerah .
Dengan konsep otonomi yang demikian , Pemerintah Daerah pada dasarnya bukan
sebuah “institusi otonom” yang bisa menjadi saluran bagi aspirasi rakyat, melainkan wakil
Pemerintah Pusat di daerah. Penggabungan konsep desentralisasi bersama-sama dengan konsep
dekonsentrasi yang lebih menonjol , menjadikan otonomi yang dikembangkan adalah manipulasi
demokrasi, atau sentralisme yang terbungkus demokrasi atau sentralisme yang dikemas dengan
dekonsentrasi.

b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
KONSEP DASAR UU NOMOR 22 TAHUN 1999
1.Membesarnya kewenangan dan tanggungjawab daerah otonom
2. Keleluasan daerah untuk mengatur/mengurus kewenangan semua bidang pemerintahan
kecuali enam kewenangan
3.Kewenangan yang utuh dalam perencanaan ,pelaksanaan ,pengawasan, dan pengendalian
4.Pemberdayaan masyarakat,tumbuhnya prakarsa,inisiatif,meningkatnya peran masyarakat
dan legislatif

Banyak hal baru yang diakomodasi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, salah
satunya adalah pemisahan antara lembaga legislatif dan eksekutif di daerah dalam bentuk
susunan pemerinthan daerah. Sebelumnya kedua lembaga tersebut merupakan satu kesatuan
yang disebut pemerintah daerah. Menyertai pemisahan kedua lembaga tersebut maka kepada
Hubungan antar pemerintahan

Page 14

DPRD diberikan tugas, hak dan wewenang yang sangat luas dan bernuansa parlementarian.
Misalnya, hak DPRD untuk meminta pertanggungjawaban kepala daerah atas suatu kasus. Di
samping itu kepada kepala daerah diberi kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban
kepada DPRD setiap akhir tahun anggaran. Ketentuan tersebut membuka peluang terjadinya
penolakan oleh DPRD yang dapat berujung pada upaya pemberhentian (empeachtment) terhadap
kepala daerah.
BAB III
PEMBAHASAN
III.I Hubungan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah
Hubungan antara pusat dan daerah merupakan sesuatu yang banyak diperbincangkan,
karena masalah tersebut dalam prakteknya sering menimbulkan upaya tarik-menarik kepentingan
(spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan .
Terlebih dalam negara kesatuan, upaya pemerintah pusat untuk selalu memegang kendali
atas berbagai urusan pemerintahan sangat jelas sekali. Alasan menjaga kesatuan dan integritas
negara merupakan salah satu alasan pemerintah pusat untuk senantiasa mendominasi
pelaksanaan urusan pemerintahan dengan mengesampingkan peran dan hak pemerintah daerah
untuk ikut terlibat langsung dan mandiri dalam rangka mengelola serta memperjuangkan
kepentingan daerahnya.
Dominasi pemerintah pusat atas urusan-urusan pemerintahan telah mengakibatkan
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam negara kesatuan (eenheidstaat) menjadi
tidak harmonis atau bahkan berada pada titik yang mengkhawatirkan sehingga timbul gagasan
untuk mengubah negara kesatuan menjadi negara federal. Dengan perktaan lain, gagasan negara
federal atau negara serikat dapat dipicu oleh sentralisasi pemerintahan yang dianggap berlebihan

Hubungan antar pemerintahan

Page 15

(a highly centralized government), di samping terdapat sebab lain seperti hubungan keuangan
antara pusat dan daerah yang dianggap kurang adil (soal prosentase) yng merugikan daerah.
Di dalam hubungan antara pusat dan daerah paling tidak ada empat faktor yang
menentukan hubungan pusat dan daerah dalam otonomi yaitu hubungan kewenangan, hubungan
keuangan,hubungan

pengawasan,dan

hubungan

yang

timbul

dari

susunan

organisasi

pemerintahan di daerah.
A.Hubungan Kewenangan
Kewenangan berasal dari kata dasar “wewenang” yang dalam bahasa hukum tidak sama
dengan kekuasaan (macht).Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak
berbuat.Atau kekuasaan adalah kemampuan untuk melaksanakan kehendak. Dalam hukum,
wewenang sekaligus hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitannya dengan otonomi
daerah,hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (selfregelen) dan
mengelola sendiri (self besturen).Sedangkan kewajiban mempunyai dua pengertian yakni
horizontal dan vertikal. Secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan
pemerintahan sebagaimana mestinya. Dan wewenang dalam pengertian vertikal berarti
kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintah negara secara
keseluruhan.
Desentralisasi yang dianut dalam konsep negara kesatuan pada akhirnya juga akan
mempengaruhi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah , khususnya yang berkaitan dengan
distribusi kewenangan pengaturan atas urusan-urusan pemerintahan. Oleh karena itu, adanya
satuan pemerintahan yang berlapis-lapis maupun bertingkat tujuannya antara lain adalah untuk
mencegah dominasi kewenangan pemerintah yang lebih tinggi. Dalam negara kesatuan , semua
kekuasaan pemerintahan ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat dapat
mendelegasikan kekuasaannya kepada unit-unit konstituen tetapi apa yang didelegasikan itu
mungkin juga ditarik kembali.
Sejalan dengan pendapat tersebut, wolhof juga menyatakan bahwa dalam negara
kesatuan pada asasnya kekuasaan seluruhnya dimiliki oleh pemerintah pusat. Artinya, peraturanperaturan pemerintah pusatlah yang menentukan bentuk dan susunan pemerintahan daerah
otonom, termasuk macam dan luasnya otonomi menurut inisiatifnya sendiri. Daerah otonom juga
turut mengatur dan mengurus hal-hal sentral (medebewind) ,pemerintah pusat tetap
Hubungan antar pemerintahan

Page 16

mengendalikan kekuasaan pengawasan terhadap daerah-daerah otonom tersebut. Pendapat lain
dikemukakan oleh Clarke dan Stewart , mereka melihat bahwa terdapat tiga model hubungan
kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yaitu model otonomi relatif,
model agen, model interaksi.
Model relatif, model ini memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah , dan pada saat yang
sama tidak mengingkari realitas negara bangsa. Penekanannya adalah dengan memberikan
kebebasan bertindak pada pemerintah daerah dalam kerangka kerja kekuasaan dan kewajiban
yang telah ditentukan. Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah oleh karenannya
ditentukan oleh perundang-undangan.Pengawasan dibatasi. Pemerintah daerah meningkatkan
kebanyakan dari penghasilannya melalui pajak langsung. Dalam model otonomi relatif
pemerintah daerah dapat membuat kebijakan yang dibagi dengan pemerintah pusat atau yang
berada dari kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Model Agensi, ini adalah model pemerintahan daerah yang dilihat terutama sebagai agen
pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat. Hal ini diyakinkan melalui spesifikasi yang terperinci
dalam peraturan,perkembangan peraturan dan pengawasan.
Model Interaksi, dalam model ini sulit ditentukan ruang lingkup kegiatan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah , karena mereka terlibat dalam pola hubungan yang rumit, yang penekanannya
ada pada pengaruh yang menguntungkan saja.
Hubungan kewenangan, antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan
penyelenggaraan pemerintahan atau cara menetukan urusan rumah tangga daerah. Cara
penentuan ini akan mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas. Dapat
digolongkan sebagai otonomi terbatas apabila: Pertama; urusan-urusan rumah tangga daerah
ditentukan secara katagoris dan pengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula. Kedua;
apabila sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa , sehingga daerah otonom
kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus
rumah tangga daerahnya.Ketiga; sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang
menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan
membatasi ruang gerak otonomi daerah.
Berikut kewenangan/urusan daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
Tentang Pemerintahan Daerah :
Pasal 7 ayat (1) :
Hubungan antar pemerintahan

Page 17

(1) Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri,pertahanan keamanan,peradilan,moneter dan
fiskal,agama, serta kewenangan bidang lain.
(2) Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang
perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan,sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi
yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.
Sedangkan kewenangan/urusandaerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah :
Pasal 10 ayat (1) :
(1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusn pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi
urusan Pemerintah.
(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. politik luar negeri ;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi ;
e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. agama
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam melakukan pendistribusian
kewenangan antara pemerintah pusat dengan daerah, membedakan urusan yang bersifat
concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu
dapat dilakukan bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Dengan demikian,
setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi dan juga ada urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada kabupaten/kota.
B. Hubungan Pengawasan

Hubungan antar pemerintahan

Page 18

Pengertian pengawasan oleh Bagir Manan yaitu “Pengawasan (toezicht,supervision)
adalah suatu bentuk hubungan dengan legal entity yang mandiri, bukan hubungan internal dari
entitas yang sama. Bentuk dan isi pengawasan dilakukan semata-mata menurut atau berdasarkan
ketentuan undang-undang. Hubungan pengawasan hanya dilakukan terhadap hal yang secara
tegas ditentukan dalam undang-undang . Pengawasan tidak berlaku atau tidak diterapkan
terhadap hal yang tidak ditentukan atau berdasarkan undang-undang. Sistem pengawasan juga
menentukan kemandirian satuan otonomi. Untuk menghindari agar pengawasan tidak
melemahkan otonomi, maka sistem pengawasan ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun
tata cara pelaksanaannya. Karena itu hal-hal seperti memberlakukan prinsip “pengawasan
umum” pada satuan otonomi dapat mempengaruhi dan membatasi kemandirian daerah. Makin
banyak dan intensif pengawasan makin sempit kemandirian makin terbatas otonom.
Sebaliknya,tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali meniadakan pengawasan.
Kebebasan berotonomi dan pengawasan merupakan dua sisi dari satu lembaran dalam
berotonomi untuk menjaga keseimbangan bandul antara kecenderungan desentralisasi dan
sentralisasi yang dapat berayun berlebihan. Macam atau jenis pengawasan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah sungguh sangat beragam, tergantung sudut pandang mana
yang digunakan. Demikian halnya, lembaga atau institusi yang melakukan pengawasan, maka
tidak mustahil akan terjadi tumpang tindih atau tidak berkaburan dalam peran dan fungsi
pengawasan di lapangan. Berikut ini klasifikasi macam ruang lingkup pengawasan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah :
1. Pengawasan dari segi Institusi (Lembaga)
Ada dua macam pengawasan pada segi ini, yaitu pengawasan internal dan pengawasan
eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi
pemerintah itu sendiri. Contoh : Inspektorat Wilayah Propinsi, Inspektorat Wilayah Kabupaten,
Inspektorat Wilayah Kota. Pengawasan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga pengawas yang sama sekali berada di luar organisasi atau birokrasi pemerintah.
Contoh : Pengawasan aspek politik oleh DPR-DPRD, Pengawasan aspek keuangan oleh BPK,
Pengawasan aspek hukum oleh lembaga Peradilan, Pengawasan aspek sosial oleh Institusi
Pers,Organisasi kemasyarakatan,LSM dll, Pengawasan aspek etik oleh Komisi Ombudsman
Nasional.
2. Pengawasan dari segi substansi atau objek yang diawasi
Hubungan antar pemerintahan

Page 19

Dari segi substansi maupun objeknya , pengawasan dapat dilakukan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin atau
pengawas dengan mengamati,meneliti,memeriksa,mengecek sendiri secara “on the spot”
ditempat pekerjaan terhadap objek yang diawasi. Jenis pengawasan semacam ini sering disebut
pula dengan sidak. Sedang pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporanlaporan yang diterima baik lisan maupun tertulis, mempelajari masukan masyarakat dan
sebagainya tanpa terjun langsung di lapang. Objek yang diawasi dalam jenis pengawasan ini
adalah pengawasan terhadap semua urusan pemerintahan (daerah) yang telah menjadi
kewenangannya. Misal berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah pengawasan pada bidang
lingkungan hidup,pariwisata,pendidikan,kesehatan,pemerintahan dsb. Sifat pengawasannya bisa
menyangkut soal administratifnya, dari segi legalitas hukumnya, maupun dari pertimbangan
kemanfaatannya.
3. Pengawasan dari Segi Waktu
Pengawasan dari segi waktu dapat dibedakan ke dalam pengawasan preventif (kontrol apriori) dan pengawasan represif (kontrol a-posteriori). Pengawasan preventif adalah pengawasan
yang dilakukan sebelum pelaksanaan (masih bersifat rencana) atau sebelum dikeluarkannya
kebijakan pemerintah (baik berupa peraturan maupun ketetapan) Pengawasan represif adalah
pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan dilaksanakan atau setelah peraturan atau ketetapan
pemerintah dikeluarkan.
4. Pengawasan Lintas Sektoral
Pengawasan Lintas sektoral adalah pengawasan yang dilakukan secara bersama-sama
oleh dua atau lebih perangkat pengawasan terhadap program-program dan kegiatan
pembangunan yang bersifat multi sektoral yang menjadi tanggungjawab semua departemen atau
lembaga yang terlibat dalam program atau kegiatan tersebut.
C. Hubungan Keuangan
Hubungan keuangan pusat dan daerah dilakukan sejalan dengan prinsip Perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana yang telah digariskan
dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan subsistem
keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah dan pemerintah
daerah. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan bagian
Hubungan antar pemerintahan

Page 20

pengaturan yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan negara dan dimaksudkan untuk
mengatur sistem pendanaan atas kewenangan pemerintahan yang diserahkan, dilimpahkan,dan
ditugasbantukan kepada daerah.Hubungan keuangan pusat dan daerah dalam rangka otonomi
daerah dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada daerah untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan. UU Nomor 33 Tahun 2004 telah menetapkan dasar-dasar pendanaan pemerintahan
daerah sebagai berikut. Sesuai dengan pasal 4 UU Nomor 33 Tahun 2004, penyelenggaraan
urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didanai APBD.
Penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka pelaksanaan
dekonsentrasi didanai APBN.
Berikut beberapa hal yang diatur dalam Perimbangan keuangan pusat dan daerah :
1. Pajak Daerah
Adalah, iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku,yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pembangunan daerah.
2. Retribusi Daerah
Adalah, pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disesiakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Adalah, pajak yang dikenakan atas bumi dan atau bangunan. Pembagian hasilnya dibagi dengan
imbalan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Dibagi dengan rincian sebagai
berikut :
1. 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan
2. 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan
3. 9% untuk biaya pemungutan
Selanjutnya 10% penerimaan PBB sebagai bagian pemerintah pusat.
Alokasi untuk kabupaten dan kota sebesar 10% bagian pemerintah pusat di atas dibagi dengan
rincian sebagai berikut.
1. 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota. Pembagian ini
dimaksudkan dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan antar daerah.
Hubungan antar pemerintahan

Page 21

2. 3,5% dibagikan secara intensif kepada kabupaten/kota
4. Dana Alokasi Umum (DAU)
adalah,dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan

desentralisasi.

DAU

dialokasikan

untuk

provinsi,kabupaten/kota

Misal:

Pendidikan,Kesehatan,Irigasi,Jalan dan prasarana umum,Pertanian,Kelautan dll.
5. Dana Alokasi Khusus
Adalah, dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
sesuai

dengan

prioritas

nasional.Misal:

Bidang

kesehatan,Bidang

Pendidikan,Bidang

Infrastruktur.
d. Hubungan Pusat dan Daerah Serta Susunan Organisasi Pemerintahan di Daerah
Banyaknya kantor-kantor pusat di daerah sangat mempengaruhi kemandirian otonomi.
Pembentukan kantor pusat di daerah (Kanwil/Kandep) berkembang pesat selama UU Nomor 5
Tahun 1974 berlaku. Kantor-kantor ini menimbulkan dualism pemerintahan di daerah. Selain itu
pemerintahan menjadi tidak efisien karena trelalu banyak koordinasi yang harus dilakukan.
Apalagi diadakan pula urusan pusat dalam lingkungan satuan pemerintahan otonomi,seperti
direktorat sosial politik di propinsi,kabupaten,dan kota.
Kepala daerah merangkap sebagai kepala wilayah. Untuk lebih menjamin kemandirian
daerah,kantor-kantor pusat di daerah dapat di serahkan pelaksanaannya kepada satuan
pemerintahan otonomi melalui tugas pembantuan Namun pada saat itu dengan lahirnya UU
Nomor 22 Tahun 1999 penghapusan Kanwil/Kandep merupakan suatu kemestian,karena semua
fungsinya menjadi urusan rumah tangga daerah. Tetapi tidak berarti setiap Kanwil atau Kandep
akan menjadi dinas daerah. Pada tingkat propinsi,pada dasarnya Kanwil mesti dibubarkan
mengingat berbagai urusan tersebut menjadi urusan kabupaten atau kota, bukan urusan propinsi.
Di tingkat kabupaten atau kota, mungkin dibentuk dinas baru , digabung atau dihapus. Semuanya
diukur dari efisiensi dan produktifitas organisasi agar fungsi pelayanan terhadap masyarakat
dapat terlaksana dengan baik.
III.II Problematika Hubungan Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah bukannya meningkatkannya kesejahteraan masyarakat dari
segi ekonomi (finansal) dan pelayanan publik tapi sebaliknya wabah korupsi yang merajai
Hubungan antar pemerintahan

Page 22

hampir sebagian besar pemerintah daerah. Korupsi menjadi sisi gelap dari pelaksanaan otonomi
daerah selama beberapa tahun perjalanannya . Hebatnya korupsi di daerah dilakukan secara
serentak dan bersama-sama yang melibatkan hampir semua elit local dengan menggerogoti
APBD,DAU,DAK. Korupsi telah menghancurkan ekspektasi masyarakat yang begitu besar
terhadap otonomi daerah yang bisa melahirkan berkah bukan musibah.
Sepanjang pelaksanaan otonomi daerah sampai penghujung tahun 2010 kasus-kasus
korupsi serentak mewarnai perjalanan otonomi daerah . Dalam Tahun 2004-2010 ada sebanyak
147 kepala daerah tersangkut kasus korupsi , 18 gubernur,17 walikota, 84 Bupati,1 Wakil
Gubernur

,

19

wakil

bupati.

Dengan

estimasi

total

kerugian

negara

mencapai

Rp.4.814.248.597.729.[33] Hal ini membuktikan lemahnya fungsi pengawasan dan etika dari
para elit di daerah.
Demikian juga dengan daerah pemekaran sebagai buah dari otonomi daerah tidak mampu
mensejahterakan masyarakat. Hampir semua daerah pemekaran boleh dikatakan stagnan dalam
menjalankan roda pemerintahan. Tidak ada sesuatu yang berubah pasca pemekaran. Bahkan ada
daerah pemekaran yang telah berusia lebih lima tahun tidak mampu berdiri sendiri dan masih
terus disusui pemerintah pusat lewat APBN.
Ironinya kondisi pengawasan daerah saat ini masih adanya tumpang-tindih pelaksanaan
pengawasan dari unsur internal maupun eksternal. Selain itu akses terhadap pengawasan sosial
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah , belum memiliki prosedur baku, dikaitkan
dengan sistem kerahasiaan dokumen negara. Selain itu, tindak lanjut pengawasan oleh
pemerintah daerah yang belum transparan, termasuk belum terdapatnya , pengaturan terhadap
pemberian sanksi kepada pemerintahan daerah melakukan kesalahan terhadap masyarakat dalam
melakukan pelayanan publik.
Apalagi sistem koordinasi pengawasan antara aparatur , pengawasan,belum sepenuhnya
sejalan dengan kebutuhan pengawasan yang dikehendaki masyarakat. Dengan melihat
permasalahan dan sasaran pengawasan yang ingin dibangun maka diperlukan strategi
penyusunan sistem perencanaan pengawasan yang terintegrasikan antara pengawasan eksternal
dan internal , penegakan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran penyelenggaraan pemerintahan,
penyusunan regulasi pengawasan instansi pemerintahan daerah ,penyusunan regulasi tentang
memperoleh informasi pemerintahan oleh publik.
III.III CONTOH KASUS
Hubungan antar pemerintahan

Page 23

Dengan telah di undangkannya undang-undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah maka terjadi berbagai perubahan mendasar dalam pemerintahan di Negara Indonesia.
Namun direvisi kembali undang-undang No.22 tahun 1999 tidak berlaku di revisi dengan
undang-undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Kegagalan sangat nyata terjadi
adalah dampak dari terdesentralisasikannya korupsi kedaerah, sehingga banyak kepala daerah
dan pejabat daerah yang terjerat kasus terpidana korupsi, memang suatu hal yang tidak bias di
pungkiri bahwa undang-undang No.32 tentang pemerintahan daerah, justru banyak memberikan
ruang gerak kebebasan bagi pejabat elit lokal dan masyarakat dalam berbagai hal.

Dada rosada (walikota bandung)
Indonesian corruption watch (ICW) akhir tahun 2014 melansir 24 nama kepala daerah terjerat
kasus korupsi, data tersebut di ambil dari laporan komisi pemberantasan korupsi (KPK) salah
satunya adalah kasus walikota bandung dada rosada masih dalam tahap pemeriksaan oleh KPK,
di samping itu masih bannyak kasus pemerintah daerah yang belum bias teratasi.
KESIMPULAN
1.Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat kita lihat dalam 3 proses menurut
bagaimana disebut dengan proses bukan sebagai asas diantaranya sentralisasi,desentralisasi,tugas
pembantuan, kaitannya dengan otonomi dalam kepustakaan dibagi menjadi 3 yaitu otonomi
formil, otonomi materiil dan otonomi nyata.
2.Dari bentuk-bentuk utama pemencaran penyelenggaraan negara dan pemerintahan, akan
dijumpai paling kurang tiga bentuk hubungan antara pusat dan daerah. Pertama , hubungan pusat
dan daerah menurut dasar dekonsentrasi teritorial. Kedua, hubungan pusat dan daerah menurut
dasar otonomi teritorial. Ketiga, hubungan pusat dan daerah menurut dasar federal.
3.Di dalam hubungan antara pusat dan daerah paling tidak ada empat faktor yang menentukan
hubungan pusat dan daerah dalam otonomi yaitu hubungan kewenangan, hubungan
Hubungan antar pemerintahan

Page 24

keuangan,hubungan

pengawasan,dan

hubungan

yang

timbul

dari

susunan

organisasi

pemerintahan di daerah.
4.Pelaksanaan otonomi daerah bukannya meningkatkannya kesejahteraan masyarakat dari segi
ekonomi (finansal dan fiskal) dan pelayanan publik tapi sebaliknya wabah korupsi yang merajai
hampir sebagian besar pemerintah daerah. Korupsi menjadi sisi gelap dari pelaksanaan otonomi
daerah selama beberapa tahun perjalanannya . Hebatnya korupsi di daerah dilakukan secara
serentak dan bersama-sama yang melibatkan hampir semua elit local dengan menggerogoti
APBD,DAU,DAK. Korupsi telah menghancurkan ekspektasi masyarakat yang begitu besar
terhadap otonomi daerah yang bisa melahirkan berkah bukan musibah.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta:Mahkamah
Konstitusi RI dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI,2004
2. Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah Kajian Tentang Hubungan Keuangan
Antara Pusat dan Daerah ,Yogyakarta:UII Press,2006
3. Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah , Yogyakarta: Pusat Studi hukum
Fakultas Hukum UII,2004
4. J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah suatu solusi dalam menjawab kebutuhan lokal
dan tantangan global, Jakarta:Rineka Cipta,2007
5. Sudono Syueb, Dinamika Hukum Pemerintahan Daerah sejak kemerdekaan sampai era
reformasi, Laksbang Mediatama,2008
6. I Gde Pantja Astawa,Problematika Hukum Otonomi Daerah Di Indonesia, Bandung: PT
Alumni,2008
7. Jazim Hamidi,Mustafa Lutfi, Dekonstruksi Hukum Pengawasan Pemerintahan Daerah,
Malang:UB Press,2011
8. Ahmad Yani,Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah di Indonesia,
Jakarta:Raja Grafindo Persada,2008
Peraturan Perundang-undangan :
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemnerintahan Daerah
Hubungan antar pemerintahan

Page 25

Hubungan antar pemerintahan

Page 26