4. Bahan Bacaan Panduan Pendamping Pemda dalam KOTAKU

(1)

PANDUAN PENDAMPING “MEWUJUDKAN PEMDA SEBAGAI NAKHODA DALAM PROGRAM KOTAKU”

Tujuan penyusunan panduan ini, adalah:

a. Memperjelas dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan kegiatan KOTAKU diwilayahnya

b. Mempersiapkan panduan operasional bagi Pendamping Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menindaklanjuti Kebijakan nasional terkait kota Bebas kawasan kumuh

c. Memberikan kemudahan bagi Pendamping Pemerintah Kabupaten/Kota untuk memulai menangani persoalan kawasan permukiman kumuh diwilayahnya.

Manfaat Panduan

Pendamping Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki panduan operasional yang lebih jelas dan lengkap, untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan KOTAKU sekaligus sebagai panduan untuk menangani persoalan kawasan permukiman kumuh diwilayahnya.

Peran Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Menangani Isu Permukiman Kumuh Perkotaan

Isu ini terkait dengan Kelembagaan, Perencanaan dan Penganggaran, pengadaan tanah dan perijinan

I. Penguatan Kelembagaan Pemda Dalam mewujudkan Tujuan KOTAKU

Upaya optimalisasi peran pemerintah kabupaten/kota dalam mewujudkan pelaksanaan kegiatan KOTAKU tentunya memerlukan dukungan kebijakan dari Pemerintah Pusat dan dukungan dari para pihak (dunia usaha, perguruan tinggi, LSM dll) yang sinergi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan pendamping untuk memperkuat Kelembagaan Pemerintah kabupaten/Kota dalam mewujudkan kegiatan KOTAKU, adalah, sebagai berikut:

1. Memastikan sosialisasi substansi RPJM Nasional (2014-2019) terkait Kota bebas kawasan kumuh dan Renstra Ditjen Cipta Karya terkait target pencapaian 100 0 100. Melalui sosialisasi berkesinambungan diharapkan dapat membangun Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Menangani kawasan permukiman kumuh diwilayahnya.


(2)

2. Memastikan sosialisasi kebijakan pusat untuk mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota untuk segera melaksanakan program kota bebas kawasan kumuh 3. Memastikan pemerintah Kabupaten/Kota melakukan identifikasi kawasan kumuh,

penyusunan data base dan menerbitkan Surat Keputusan dan Peraturan Daerah tentang Kawasan Kumuh, sesuai amanat Undang-undang Republik Indonesia No 1/2011, tentang Perumahan dan Permukiman. Pemerintah pusat perlu melakukan sosialisasi kriteria dan indikator kawasan kumuh dan indikator 100 0 100.

4. Memastikan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk segera melakukan berbagai regulasi untuk membangun sistem yang komprehensif dan terpadu dalam melakukan penataan kawasan permukiman yang berkelanjutan diwilayahnya. Hal ini terkait dalam membangun komitmen melalui sosialisasi secara berkesinambungan, melakukan penguatan (capacity building) kepada seluruh SKPD, terkait good governance, menggerakkan forum CSR dan penggalangan kemitraan dalam penataan kawasan permukiman kumuh yang memerlukan dukungan sumberdaya sangat besar serta membangun civil society

5. Memastikan Pemerintah Kabupaten/Kota mengakomodir Kegiatan Penataan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan dalam RPJMD

6. Memastikan Pemerintah Kabupaten/Kota membentuk POKJA PKP dengan melibatkan seluruh SKPD yang terkait dengan penyelenggaraan perumahan dan permukiman secara menyeluruh.

7. Memastikan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat melibatkan lembaga-lembaga terkait dengan Tim Inti Perencanaan Partisipatif di tingkat Masyarakat:

(i) Kelembagaan tingkat kecamatan (Camat, PJOK, dll). Peran camat diharapkan mampu menjadi media untuk meningkatkan fungsi koordinasi lintas wilayah kelurahan/desa dan lintas kawasan prioritas.

(ii) Kelembagaan tingkat desa (Lurah, LPMD, dll) dapat berkolaborasi bersama LKM dan Masyarakat.

8. Memastikan POKJA PKP memahami proses perencanaan dan penganggaran (advokasi) pembangunan daerah yang tercantum dalam Permendagri No.54/2010. Implementasi isi Permendagri tersebut dalam kegiatan KOTAKU menjadi Tupoksi POKJA PKP.

9. Bupati/walikota perlu menetapkan Surat Keputusan bagi POKJA PKP dan SKPD terkait, untuk melakukan forum koordinasi dan konsultasi secara berkala (triwulan) untuk mengawal KOTAKU dalam perencanaan dan penganggaran tingkat kabupaten/kota. Forum koordinasi dan konsultasi tersebut diupayakan dapat melibatkan masyarakat dan DPRD. Forum konsultasi ini akan memperjelas proses dan output kegiatan KOTAKU masuk dalam kegiatan perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.


(3)

10. Bupati/Walikota bersama POKJA PKP/Bappeda dan para pemangku kepentingan tingkat kabupaten/kota untuk terlibat aktif dalam kegiatan pemasaran KOTAKU/penggalangan kemitraan

11. POKJA PKP/SKPD mendorong dan memotivasi masyarakat dalam pemelihaan dan pengendalian KOTAKU

12. POKJA PKP /SKPD mendorong kesetaraan gender dan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dalam pelaksanaan KOTAKU

13. Mendorong Penyelesaian Perda/rencana strategis/perwali/kebijakan terkait penataan permukiman, Antara lain: RDTRK, RPKPP/RP2KPKP/SIAP, dan SK Penetapan Kawasan Kumuh

II. Penguatan Peran Pemda Dalam Aspek Perencanaan dan Penganggaran Kota/Kabupaten dalam wujudkan kegiatan KOTAKU

A. Perencanaan Penganggaran Pembangunan Untuk KOTAKU

Peran Pemerintah Kabupaten/Kota dari aspek perencanaan dan penganggaran lebih fokus untuk melaksanakan hal-hal pokok, sebagai berikut:

1. Melakukan Regulasi Perencanaan Penganggaran Dalam Penataan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman telah mengatur kewajiban pemerintah kabupaten/kota untuk memfasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota. Namun untuk itu ada beberapa prasyarat yang harus dicukupi pemerintah kabupaten/kota, antara lain :

 Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman

pada tingkat kabupaten/kota;

 Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan

permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota;

Dengan mendorong Pemda untuk memenuhi kewajiban sebagaimana amanat UU No. 1/2011 tersebut diatas, penataan kawasan permukiman kumuh lebih mudah terintegrasi kedalam skema kebijakan pembangunan daerah, termasuk pengarusutamaan KOTAKU sebagai pendekatan penataan kawasan permukiman berbasis masyarakat

2. Memastikan Alokasi Bantuan Kepada Pemerintah Desa/Kelurahan

Guna mengefektifkan sasaran KOTAKU dan membuka keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan penataan permukiman, sharing pendanaan APBD dialokasikan dalam bentuk bantuan keuangan. Bagi wilayah yang termasuk kategori pemerintahan


(4)

desa, bantuan ini disalurkan bantuan keuangan kepada pemerintah desa yang sifatnya khusus. Mendasarkan Permendagri Nomor 13/2006 sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri No. 21/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bantuan keuangan yang sifatnya khusus peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota pemberi bantuan. Payung kebijakan untuk pemberian bantuan ini dapat berupa Peraturan kepala daerah maupun peraturan daerah (optional) yang didalamnya mengatur pedoman, tatacara pemberian, dan pertanggungjawaban belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa. Sedangkan desa penerima dan besaran alokasinya ditetapkan melalui surat keputusan kepala daerah.

Keuntungan dari pengalokasian pendanaan bantuan keuangan kepada pemerintah desa :

 Pemda dapat mengatur peruntukan dan pengelolaannya;

 Pendanaan yang berkelanjutan dengan besaran yang dapat ditentukan sesuai

kemampuan keuangan daerah, tidak terbentur Permendagri No. 32/2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang Bersumber dari APBD;

 Pelaksanaan kegiatan dapat diarahkan dalam bentuk swakelola oleh kelompok

masyarakat (KSM) dengan fasilitasi BKM;

 Pengelolaan kegiatan oleh pemerintah desa mulai dari penyusunan proposal oleh

KSM, verifikasi, pencairan dana, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban kegiatan oleh KSM dapat diatur sedemikian rupa dengan mengadopsi pola-pola pembelajaran PNPM Mandiri Perkotaan, termasuk sertifikasi hasil pekerjaan dan kewajiban audit keuangannya.

Sedangkan bagi wilayah dengan status kelurahan, sharing pendanaan dapat dialokasikan dalam bentuk belanja langsung SKPD melalui Rencana Kerja (Renja) Kelurahan. Meski pelaksanaannya dilakukan oleh rekanan, pola ini dinilai lebih mendekatkan ke masyarakat ketimbang sharing program/kegiatan oleh SKPD teknis (non pemerintah kelurahan).

3. Memastikan Perencanaan Penganggaran Replikasi PLPBK Oleh Pemerintah Kabupatren/Kota

Replikasi pendekatan PLPBK untuk penataan kawasan permukiman kumuh sangat dimungkinan dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk wilayah kelurahan melalui politicalwill pemerintahnya. Adapun skema pengalokasian pendanaan APBD untuk perencanaan, pendanaan fasilitator, penguatan kelembagaan, hingga


(5)

pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui jalur hibah kepada organisasi kemasyarakatan, termasuk BKM. Adapun spesifikasi peruntukan kegiatan ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Diperlukan pengaturan khusus (Perda/Perwal/Perbub) sebagai payung kebijakan pengalokasian hibah ini.

Kelemahan : Hibah ini bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak diberikan secara terus menerus.

Sedangkan untuk Replikasi di wilayah desa, akan lebih mudah dilakukan melalui skema bantuan keuangan kepada pemerintah desa yang bersifat khusus, dengan penjelasan sebagaimana telah disebutkan pada point ke 2 (dua) sebelumnya.

Keuntungan :

Mampu membangun kolaborasi atau kerjasama sinergis antara pemerintah desa

dengan lembaga kemasyarakatan desa, termasuk BKM;

Dapat diberikan secara bertahap (sesuai analisis kemampuan masyarakatnya) dan

terus menerus;

Memiliki aspek keberlanjutan yang lebih tinggi, karena aset-aset yang dibangun,

utamanya sarana prasarana publik, tercatat dalam buku inventaris aset milik pemerintah desa dan/atau kartu inventaris barang milik desa. Hal ini akan memudahkan dalam hal pendanaan pemeliharaannya.


(6)

(7)

4. Pendekatan Perencanaan Penganggaran Bottom-up proses

a. Musrenbang Desa/Kelurahan (Januari)

 Lurah, BKM, dan lembaga tingkat desa/kelurahan lainnya

memperjuangkan program yang direncanakan dalam RPLP menjadi diusulkan ke dalam Musrenbang Kecamatan

 Lurah memprioritaskan kegiatan KOTAKU didanai ADD

b. Musrenbang Kecamatan (Februari)

 Camat yang memiliki wawasan kawasan mengusulkan kegiatan KOTAKU

ke musrenbang kabupaten/kota dan masuk ke dalam pagu indikatif kecamatan

 Camat dan POKJA PKP mengusulkan kegiatan KOTAKU ke SKPD melalui

Pagu Indikatif Sektoral (PIS) c. Musrenbang Kota/Kabupaten (Maret)

Bappeda memastikan kegiatan KOTAKU menjadi prioritas kegiatan untuk masuk ke dalam RKPD atau mengakses sumber dana lainnya seperti misalnya program2 dari Ditjen Cipta Karya melalui RPIJM.

5. Pendekatan Perencanaan Penganggaran Teknokratik - SKPD KOTAKU diakomodasi dalam RPJMD

a. Rancangan RPJMD (5 tahun) – (Februari)

POKJA PKP dan Bappeda memperjuangkan KOTAKU sebagai isu strategis kota/kab dalam RPJMD sehingga KOTAKU masuk ke dalam rancangan RPJMD b. Musrenbang RPJMD – (Februari)

Bappeda memperjuangkan program KOTAKU diprioritaskan dalam musrenbang RPJMD

c. Rancangan akhir RPJMD (April)

 Bappeda memastikan program KOTAKU dalam rancangan akhir RPJMD  POKJA PKP memastikan DPRD telah mengetahui dan memahami KOTAKU

sehingga peluang untuk mengakomodir KOTAKU dalam RPJMD semakin besar

d. Penetapan RPJMD sebagai Peraturan Daerah (Perda) – (April) e. Perumusan rancangan akhir RKPD (April/Mei)

f. Penetapan RKPD (Juni)

Setelah RPJMD kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah, maka selanjutnya adalah penetapan RKPD

g. Rancangan APBD (Oktober)


(8)

 POKJA PKP/Bappeda memastikan sebelum pertemuan APBD, program

KOTAKU sudah masuk ke dalam DPA (Daftar Pelaksanaan Anggaran)

 POKJA PKP/Bappeda memastikan DPRD memahami KOTAKU dan turut memperjuangkan pendanaan untuk keberlanjutan KOTAKU

h. Penetapan APBD (Desember)

Dukungan Pemda untuk mewujudkan KOTAKU terealisasi dalam APBD

KOTAKU diakomodasi dalam Renstra SKPD

a. Rancangan awal Renstra SKPD (berlaku 5 tahun) – (Januari) Program KOTAKU masuk ke dalam rancangan awal Renstra SKPD b. Forum SKPD (Maret)

 Camat memasukkan BKM dalam delegasi yang akan ikut dalam Forum

SKPD

 POKJA PKP/SKPD memasukkan kegiatan KOTAKU dalam forum SKPD yang

akan menghasilkan Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan Daerah (SIPPD) yang kemudian menjadi Rancangan RKPD (berlaku 5 tahun) dan Rencana Kerja SKPD (berlaku 1 tahun)

 Tim teknis memastikan program masuk dalam Rencana kerja SKPD

c. Pengesahan Renstra SKPD (berlaku 5 tahun) dengan Peraturan Bupati (Mei) d. Penetapan Renstra SKPD (berlaku 5 tahun) dengan SK Kepala Dinas (Juni) e. Penetapan Rencana Kerja SKPD (berlaku 1 tahun) (Oktober/November)

 POKJA PKP/SKPD memastikan KOTAKU masuk dalam Renja SKPD revisi

(September). Pada tahap ini rencana kerja akan memasukkan lokasi sehingga sudah dapat lebih spesifik diarahkan untuk lokasi KOTAKU

 Selanjutnya memastikan masuk ke dalam RKA dan DPA (Daftar Pelaksanaan Anggaran) yang akan menjadi masukan dalam penetapan APBD

KOTAKU diakomodasi dalam RPIJM

POKJA PKP/Bappeda dapat mengupayakan pendanaan KOTAKU dari sumber dana pusat dengan memasukkannya ke dalam RPIJM yang menjadi acuan alokasi program dari pusat.

B. Perencanaan Teknis Untuk KOTAKU

Peran pemda dari aspek perencanaan teknis KOTAKU masih perlu diperkuat terkait anggota dan penguatan kapasitas POKJA PKP, yaitu:


(9)

a. Bupati/Walikota dapat memastikan POKJA PKP di bawah koordinasi Kepala Dinas setiap SKPD. Kepala Dinas mendelegasikan personil yang bertugas operasional dalam pelaksanaan kegiatan KOTAKU. Personil terpilih wajib memenuhi kriteria: paham terhadap substansi KOTAKU dan paham terhadap mekanisme perencanaan penganggaran pembangunan daerah

b. Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban menyelenggarakan pelatihan penguatan kapasitas POKJA PKP dengan mendapat dukungan dari Pemerintah Pusat

c. Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban menyusun RP2KPKP atau Perencanaan kawasan penanganan kumuh dimotori oleh POKJA PKP

d. Memastikan POKJA PKP melakukan sosialisasi kebijakan dan program-program sektoral yang akan mempengaruhi perkembangan pembangunan kawasan perencanaan KOTAKU dan memastikan perencanaan masyarakat selaras dengan kebijakan pembangunan daerah

e. Memastikan POKJA PKP dapat memberikan bimbingan dan bantuan teknis kepada TIPP melalui forum-forum konsultasi secara berkala.

f. Memastikan POKJA PKP mampu menjalankan peran kolaborasi bersama masyarakat dan para pihak dalam melaksanakan kegiatan KOTAKU

g. Memastikan POKJA KOTAKU terlibat aktif dalam kegiatan pemasaran KOTAKU/penggalangan kemitraan

h. Memastikan POKJA PKP melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan KOTAKU ditingkat masyarakat

i. Memastikan hasil perencanaan partisipatif disyahkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang berwenang.

j. Memastikan hasil perencanaan partisipatif RPLP terakomodasi dalam perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota

III. Peran Pemda Dalam Pengadaan Tanah/lahan Dan Kemudahan Perijinan Pemanfatatan Lahan dan Bangunan

Proses pengadaan tanah dan perijinan merupakan salah satu isu yang selalu menghambat dalam pelaksanaan kegiatan KOTAKU dan selalu dihadapi dalam menangani kawasan permukiman kumuh di perkotaan. Isu-isu penting yang selalu muncul, adalah:

•Keterbatasan lahan (lahan sempit)

•Permukiman kumuh di bantaran sungai , sempadan pantai dan sempadan jalan bahkan diatas badan air

•Status hukum tidak jelas

•Pemanfaatan lahan bertentangan dengan peraturan (tidak sesuai dengan RTRW)


(10)

Oleh karena itu, langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat peran pemerintah Kabupaten/Kota dalam menangani isu penting di atas, adalah:

• Untuk mengatasi keterbatasan lahan, alternatif penataan dengan cara membangun Rusunawa menggunakan tanah bengkok/negara seperti yang dilakukan Kota Pekalongan untuk menangani permukiman kumuh nelayan dan permukiman kumuh kawasan industri

• Alternatif lainnya yaitu membangun rusunami untuk warga miskin perlu disesuaikan dengan penghidupannya / mata pencaharian, (murah dicicil dengan waktu yang lama)

• Untuk kasus pemanfaatan tidak sesuai dengan aturan RTRW, Pemda dimungkinkan membuat pengecualian terhadap lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan atas dasar kajian teknis dan sosial historisnya terpenuhi dan didukung dengan peraturan khusus. (Perwali/perbub, dan bisa ditingkatkan jadi perda)

• Warga harus dilibatkan sejak awal dalam proses penataan sehingga komitmennya (termasuk pengadaan lahan) terbangun

• Identifikasi status kepemilikan lahan dalam proses pemetaan swadaya.

• Belajar dari Penataan Kalicode, Warga tidak dicabut/dijauhkan dari penghidupanya/mata pencaharianya, membangun tidak dengan menggusur tapi menata kawasan untuk mencegah dan menangani kumuh dengan menggeser vertikal atau menggeser horizontal (deret, susun)

• Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban melakukan regulasi dalam pengadaan tanah dan perijinan pemanfaatan tanah/lahan dan bangunan yang berpihak pada warga miskin, terkait biaya retribusi dan berbagai kemudahan lainnya.

• Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban melakukan regulasi dengan memberikan berbagai insentif kepada pihak swasta yang akan berkontribusi dalam menanganai kawasan permukiman kumuh di wilayahnya, seperti: keringanan pajak dan kemudahan perijinan investasi. Bentuk regulasi lainnya diharapkan lembaga keuangan (Bank) dapat menyalurkan Kredit Kepemilikan Rumah bagi warga miskin, dengan cicilan yang relatif murah.


(11)

(1)

(2)

4. Pendekatan Perencanaan Penganggaran Bottom-up proses

a. Musrenbang Desa/Kelurahan (Januari)

 Lurah, BKM, dan lembaga tingkat desa/kelurahan lainnya memperjuangkan program yang direncanakan dalam RPLP menjadi diusulkan ke dalam Musrenbang Kecamatan

 Lurah memprioritaskan kegiatan KOTAKU didanai ADD b. Musrenbang Kecamatan (Februari)

 Camat yang memiliki wawasan kawasan mengusulkan kegiatan KOTAKU ke musrenbang kabupaten/kota dan masuk ke dalam pagu indikatif kecamatan

 Camat dan POKJA PKP mengusulkan kegiatan KOTAKU ke SKPD melalui Pagu Indikatif Sektoral (PIS)

c. Musrenbang Kota/Kabupaten (Maret)

Bappeda memastikan kegiatan KOTAKU menjadi prioritas kegiatan untuk masuk ke dalam RKPD atau mengakses sumber dana lainnya seperti misalnya program2 dari Ditjen Cipta Karya melalui RPIJM.

5. Pendekatan Perencanaan Penganggaran Teknokratik - SKPD KOTAKU diakomodasi dalam RPJMD

a. Rancangan RPJMD (5 tahun) – (Februari)

POKJA PKP dan Bappeda memperjuangkan KOTAKU sebagai isu strategis kota/kab dalam RPJMD sehingga KOTAKU masuk ke dalam rancangan RPJMD b. Musrenbang RPJMD – (Februari)

Bappeda memperjuangkan program KOTAKU diprioritaskan dalam musrenbang RPJMD

c. Rancangan akhir RPJMD (April)

 Bappeda memastikan program KOTAKU dalam rancangan akhir RPJMD  POKJA PKP memastikan DPRD telah mengetahui dan memahami KOTAKU

sehingga peluang untuk mengakomodir KOTAKU dalam RPJMD semakin besar

d. Penetapan RPJMD sebagai Peraturan Daerah (Perda) – (April) e. Perumusan rancangan akhir RKPD (April/Mei)

f. Penetapan RKPD (Juni)

Setelah RPJMD kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah, maka selanjutnya adalah penetapan RKPD

g. Rancangan APBD (Oktober)


(3)

 POKJA PKP/Bappeda memastikan sebelum pertemuan APBD, program KOTAKU sudah masuk ke dalam DPA (Daftar Pelaksanaan Anggaran)

 POKJA PKP/Bappeda memastikan DPRD memahami KOTAKU dan turut memperjuangkan pendanaan untuk keberlanjutan KOTAKU

h. Penetapan APBD (Desember)

Dukungan Pemda untuk mewujudkan KOTAKU terealisasi dalam APBD

KOTAKU diakomodasi dalam Renstra SKPD

a. Rancangan awal Renstra SKPD (berlaku 5 tahun) – (Januari) Program KOTAKU masuk ke dalam rancangan awal Renstra SKPD b. Forum SKPD (Maret)

 Camat memasukkan BKM dalam delegasi yang akan ikut dalam Forum SKPD

 POKJA PKP/SKPD memasukkan kegiatan KOTAKU dalam forum SKPD yang akan menghasilkan Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan Daerah (SIPPD) yang kemudian menjadi Rancangan RKPD (berlaku 5 tahun) dan Rencana Kerja SKPD (berlaku 1 tahun)

 Tim teknis memastikan program masuk dalam Rencana kerja SKPD c. Pengesahan Renstra SKPD (berlaku 5 tahun) dengan Peraturan Bupati (Mei) d. Penetapan Renstra SKPD (berlaku 5 tahun) dengan SK Kepala Dinas (Juni) e. Penetapan Rencana Kerja SKPD (berlaku 1 tahun) (Oktober/November)

 POKJA PKP/SKPD memastikan KOTAKU masuk dalam Renja SKPD revisi (September). Pada tahap ini rencana kerja akan memasukkan lokasi sehingga sudah dapat lebih spesifik diarahkan untuk lokasi KOTAKU

 Selanjutnya memastikan masuk ke dalam RKA dan DPA (Daftar Pelaksanaan Anggaran) yang akan menjadi masukan dalam penetapan APBD

KOTAKU diakomodasi dalam RPIJM

POKJA PKP/Bappeda dapat mengupayakan pendanaan KOTAKU dari sumber dana pusat dengan memasukkannya ke dalam RPIJM yang menjadi acuan alokasi program dari pusat.

B. Perencanaan Teknis Untuk KOTAKU

Peran pemda dari aspek perencanaan teknis KOTAKU masih perlu diperkuat terkait anggota dan penguatan kapasitas POKJA PKP, yaitu:


(4)

a. Bupati/Walikota dapat memastikan POKJA PKP di bawah koordinasi Kepala Dinas setiap SKPD. Kepala Dinas mendelegasikan personil yang bertugas operasional dalam pelaksanaan kegiatan KOTAKU. Personil terpilih wajib memenuhi kriteria: paham terhadap substansi KOTAKU dan paham terhadap mekanisme perencanaan penganggaran pembangunan daerah

b. Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban menyelenggarakan pelatihan penguatan kapasitas POKJA PKP dengan mendapat dukungan dari Pemerintah Pusat

c. Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban menyusun RP2KPKP atau Perencanaan kawasan penanganan kumuh dimotori oleh POKJA PKP

d. Memastikan POKJA PKP melakukan sosialisasi kebijakan dan program-program sektoral yang akan mempengaruhi perkembangan pembangunan kawasan perencanaan KOTAKU dan memastikan perencanaan masyarakat selaras dengan kebijakan pembangunan daerah

e. Memastikan POKJA PKP dapat memberikan bimbingan dan bantuan teknis kepada TIPP melalui forum-forum konsultasi secara berkala.

f. Memastikan POKJA PKP mampu menjalankan peran kolaborasi bersama masyarakat dan para pihak dalam melaksanakan kegiatan KOTAKU

g. Memastikan POKJA KOTAKU terlibat aktif dalam kegiatan pemasaran KOTAKU/penggalangan kemitraan

h. Memastikan POKJA PKP melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan KOTAKU ditingkat masyarakat

i. Memastikan hasil perencanaan partisipatif disyahkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang berwenang.

j. Memastikan hasil perencanaan partisipatif RPLP terakomodasi dalam perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota

III. Peran Pemda Dalam Pengadaan Tanah/lahan Dan Kemudahan Perijinan Pemanfatatan Lahan dan Bangunan

Proses pengadaan tanah dan perijinan merupakan salah satu isu yang selalu menghambat dalam pelaksanaan kegiatan KOTAKU dan selalu dihadapi dalam menangani kawasan permukiman kumuh di perkotaan. Isu-isu penting yang selalu muncul, adalah:

•Keterbatasan lahan (lahan sempit)

•Permukiman kumuh di bantaran sungai , sempadan pantai dan sempadan jalan bahkan diatas badan air

•Status hukum tidak jelas

•Pemanfaatan lahan bertentangan dengan peraturan (tidak sesuai dengan RTRW) •Membangun komitmen masyarakat dalam pengadaan lahan


(5)

Oleh karena itu, langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat peran pemerintah Kabupaten/Kota dalam menangani isu penting di atas, adalah:

• Untuk mengatasi keterbatasan lahan, alternatif penataan dengan cara membangun Rusunawa menggunakan tanah bengkok/negara seperti yang dilakukan Kota Pekalongan untuk menangani permukiman kumuh nelayan dan permukiman kumuh kawasan industri

• Alternatif lainnya yaitu membangun rusunami untuk warga miskin perlu disesuaikan dengan penghidupannya / mata pencaharian, (murah dicicil dengan waktu yang lama)

• Untuk kasus pemanfaatan tidak sesuai dengan aturan RTRW, Pemda dimungkinkan membuat pengecualian terhadap lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan atas dasar kajian teknis dan sosial historisnya terpenuhi dan didukung dengan peraturan khusus. (Perwali/perbub, dan bisa ditingkatkan jadi perda)

• Warga harus dilibatkan sejak awal dalam proses penataan sehingga komitmennya (termasuk pengadaan lahan) terbangun

• Identifikasi status kepemilikan lahan dalam proses pemetaan swadaya.

• Belajar dari Penataan Kalicode, Warga tidak dicabut/dijauhkan dari penghidupanya/mata pencaharianya, membangun tidak dengan menggusur tapi menata kawasan untuk mencegah dan menangani kumuh dengan menggeser vertikal atau menggeser horizontal (deret, susun)

• Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban melakukan regulasi dalam pengadaan tanah dan perijinan pemanfaatan tanah/lahan dan bangunan yang berpihak pada warga miskin, terkait biaya retribusi dan berbagai kemudahan lainnya.

• Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban melakukan regulasi dengan memberikan berbagai insentif kepada pihak swasta yang akan berkontribusi dalam menanganai kawasan permukiman kumuh di wilayahnya, seperti: keringanan pajak dan kemudahan perijinan investasi. Bentuk regulasi lainnya diharapkan lembaga keuangan (Bank) dapat menyalurkan Kredit Kepemilikan Rumah bagi warga miskin, dengan cicilan yang relatif murah.


(6)