Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

20

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Klasifikasi Buah Naga Merah
Buah naga merah (Hylocereus costaricencis) adalah tanaman yang

buahnya berwarna merah menyala dan bersisik hijau. Buah naga termasuk
tanaman kaktus atau famili Cactaceae dan subfamili Hylocereanea. Dalam
subfamili ini terdapat beberapa genus, sedangkan buah naga termasuk dalam
genus Hylocereus. Genus ini pun tediri dari sekitar 16 spesies. Dua diantaranya
memiliki buah yang komersial, yaitu Hylocereus undatus ( berdaging putih) dan
Hylocereus costaricensis ( daging merah).

Gambar 2.1 Buah Naga Merah (Hylocereus costaricencis)
Adapun klasifikasi buah naga tersebut sebagai berikut:
Divisi

:Spermatophyta (tumbuhan berbiji)


Subdivisi

:Angiospermae(berbiji tertutup)

Kelas

:Dicotyledonae (berkeping dua)

Ordo

:Cactales

Famili

:Cactaceae

Subfamili

:Hylocereanea


Genus

:Hylocereus

Spesies

:Hylocereus costaricencis (daging merah)

(Kristanto,2009)

Universitas Sumatera Utara

21

Tanaman yang berasal dari meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika
Selatan bagian utara ini sudah lama dimanfaatkan buahnya untuk konsumsi segar.
Namun, selama itu tidak satu pun media massa dunia yang memberitakannya.
Tanamannya merupakan jenis tanaman memanjat. Saat ditemukan di alam aslinya,
tanaman ini memanjat batang tanaman lain dihutan yang teduh, walaupun

perakarannya di tanah dicabut, tanaman ini masih tetap hidup sebagai tanaman
epifit karena kebutuhan makanannya diperoleh melalui akar udara pada
batangnya. Secara morfologis, tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap
karena tidak memiliki daun.
Buah naga merah (Hylocereus costaricencis) sepintas mirp buah
Hylocereus polyrhizus. Namun, warna daging buahnya lebih merah, itulah
sebabnya tanamn ini disebut buah naga berdaging super merah. Batangnya
bersosok lebih besar disbanding Hylocereus polyrhyzus. Batang dan cabangnya
akan berwarna loreng saat berumur tua. Berat buahnya sekitar 400-500 g. Rasanya
manis dengan kadar kemanisan mencapai 13-15 briks. Tanamannya sangat
menyukai daerah yang panas dengan ketinggian rendah sampai sedang.

2.1.1

Khasiat Buah Naga Merah
Dari beberapa media massa disebutkan bahwa buah naga merah memiliki

khasiat untuk kesehatan manusia, diantaranya ialah sebagai penyeimbang kadar
gula darah, pencegah kanker usus, pelindung kesehatan mulut, serta pengurangan
kolesterol, pencegah pendarahan, dan obat keluhan keputihan. Adanya khasiatkhasiat tersebut disebabkan oleh kandungan nutrisi dalam buahnya yang sangat

mendukung kesehatan tubuh manusia. Table 1 memberikan gambaran tentang
kandungan nutrisi dalam buah naga merah.
Buah naga merah umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar sebagai
penghilang dahaga. Hal ini disebabkan oleh kandungan airnya sangat tinggi,
sekitar 90,20% dari berat buah. Rasanya cukup manis karena didukung oleh kadar
gula yang mencapai 13-18 briks.

Universitas Sumatera Utara

22

TABEL 2.1. KANDUNGAN NUTRISI BUAH NAGA MERAH
Nutrisi

Kandungan

Kadar gula

13-18 briks


Air

90,20%

Karbohidrat

11,5 g

Asam

0,139 g

Protein

0,53 g

Serat

0,71 g


Kalsium

134,5 mg

Fosfor

8,7 mg

Magnesium

60,4 mg

Vitamin C

9,4 mg

(Kristanto,2009)

2.1.2


Jenis Buah Naga
Ada empat jenis buah naga yang diusahakan dan memiliki prospek baik.

Keempat jenis tersebut sebagai berikut.
2.1.2.1 Hylocereus Undatus
Hylocereus undatus yang lebih popular dengan sebutan white pitaya
adalah buah naga yang kulitnya berwarna merah dan daging berwarna putih.
Warna merah buah ini sangat kontras dengan warna daging buah. Pada kulit buah
terdapat sisik atau jumbai berwarna hijau. Didalam buah terdapat banyak biji
berwarna hitam, berat buah rata-rata 400-500 g bahkan ada yang dapat mencapai
650 g. Rasa buahnya masam bercampur manis dibandingkan jenis lainnya, kadar
kemanisannya tergolong rendah, sekitar 10-13 briks. Batang tanamannya
berwarna hijau tua. Daerah tumbuh yang ideal pada ketinggian kurang dari 400 m.

Universitas Sumatera Utara

23

2.1.2.2 Hylocereus polyrhizus
Hylocereus polyrhizus yang lebih banyak dikembangkan di Cina dan

Australia ini memiliki buah dengan kulit berwarna merah dan daging berwarna
merah keunguan. Kulitnya terdapat sisik atau jumbai hijau. Rasa buah lebih manis
disbanding Hylocereus undatus, kadar kemanisan mencapai 13-15 briks. Tanaman
lebih kekar dibanding Hylocereus undatus. Dari pada batang dan cabang berjarak
lebih rapat. Tanaman ini tergolong jenis yang sangat rajin bunga, bahkan
cenderung berbunga sepanjang tahun.
2.1.2.3 Hylocereus costaricencis
Buah Hylocereus costaricencis adalah buah yang warna dagingnya lebih
merah dan tanaman ini disebut dengan buah naga berdaging super merah.
Batangnya bersosok lebih besar dibanding jenis buah naga Hylocereus polyrhizus.
Batang dan cabangnya akan berwarna loreng saat berumur tua. Berat buah nya
sekitar 400-500 g, rasanya manis dengan kadar kemanisan mencapai 13-15 briks.
2.1.2.4 Selenicereus megalanthus
Jenis buah ini berpenampilan berbeda disbanding jenis anggota genus
Hylocereus. Kulit buahnya berwarna kuning tanpa sisik sehingga cenderung lebih
halus. Walaupun tanpa sisik, kulit buahnya masih menampilkan tonjolan-tonjolan
dan rasa buahnya jauh lebih manis dibanding buah naga lainnya karena memiliki
kadar kemanisan mencapai 15-18 briks. Sayangnya buah yang dijuluki yellow
pitaya ini kurang popular dibanding jenis lainnya. (Hardjadinata.S,2009)


2.2 Edible Film
Edible film didefinisikan sebagai suatu material berbentuk lapisan tipis
yang dapat dikonsumsi dan dapat digunakan sebagai penghalang kelembaban,
oksigen dan gerakan zat terlarut pada makanan. Edible film dapat digunakan untuk
lapisan pembungkus makanan yang atau dapat ditempatkan sebagai lapisan antara
komponen makanan (Giulbert, 1986).

Universitas Sumatera Utara

24

Edible film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkus,
pencelupan, penyikatan atau penyemprotan. Bahan hidrokoloid dan lemak atau
campuran keduanya dapat digunakan untuk membuat edible film. Hidrokoloid
yang dapat digunakan untuk membuat edible filmadalah protein (gelatin, kasein,
protein kedelai, protein jagung dan gluten gandum) dan karbohidrat (pati, alginate,
pectin, gum arab, dan modifikasi karbohidrat lainnya), sedangkan lipid yang
digunakan adalah lilin/wax, gliserol dan asam lemak. Adapun ketebalan edible
film adalah tidak lebih dari 0,3 mm (Embuscado, 2009).
Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranyamemiliki

kemampuan

yang

baik

untuk

melindungi

produk

terhadap

oksigen,

karbondioksida dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan
meningkatkan kesatuan struktural produk. Kelemahannya, film dari karbohidrat
kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film dari
protein sangat dipengaruhi oleh pengaruh pH. Kelebihan edible film dari lipid

adalah memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk dari penguapan
air atau sebagai bahan pelapis untuk mengoles produk makanan (Krochta, 1997).
Metode pembuatan edible film yang sering digunakan yaitu metode
casting, yaitudengan mendispersikan bahan baku edible film, pengaturan pH
larutan, pemanasan larutan, pencetakan, pengeringan, dan pelepasan dari cetakan.
Tidak ada metode standart dalam pembuatan edible film sehingga dapat dihasilkan
film dengan fungsi dan karakteristik fisikokimia yang diinginkan akan berbeda.
Namun pada umumnya dilakukan penambahan hidrokoloid untuk membentuk
struktur film yang tidak mudah hancur dan plasticizer untuk meningkatkan
elastisitas (Wahyu, 2008).

2.2.1

Sifat-sifat Edible Film
Sifat fisik edible film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat

mekanik menunjukkan kemampuan kekuatan film dalam menahan kerusakan
bahan selama pengolahan, sedangkan sifat penghambatan menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

25

kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunakan film
tersebut.
Beberapa sifat film meliputi kekuatan renggang putus, ketebalan,
pemanjangan, laju tranmisi uap air dan kelarutan film.
1.

Ketebalan edible film
Ketebalan film merupakan sifat fisik yang dipengaruhi oleh konsentrasi

padatan terlarut dalam larutan film. Ketebalan film akan mempengaruhi laju
transmisi uap air, gas dan senyawa volatile.

2.

Perpanjangan edible film atau elongasi
Perpanjangan

edible

film

atau

elongasi

merupakan

kemampuan

perpanjangan bahan saatdiberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film
menunjukkan kemampuan rentangnya.

3.

Peregangan edible film atau tensile strength
Peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan

tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya.
Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima
oleh bahan atau sampel.

4.

Kelarutan film
Persen kelarutan edible film adalah persen berat kering dari film yang

terlarut setelah dicelupkan didalam air selama 24 jam.

5.

Laju transmisi uap air
Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan

waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film
adalah untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uap air
harus serendah mungkin (Gontard, 1993).

Universitas Sumatera Utara

26

2.2.2

Aplikasi Edible film

Komponen penyusun edible film mempengaruhi secara langsung bentuk
morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen penyusun
edible film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida, dan komposit.
Bahan-bahan tambahan yang sering dijumpai dalam pembuatan edible film adalah
antimikroba, antioksidan, flavor,dan pewarna.
Komponen yang cukup besar dalam pembuatan edible film adalah
plasticizer, yang berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas, menghindari film
dari keretakan, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air, zat terlarut, dan
meningkatkan elastisitas film. Beberapa jenis plasticizer yang dapat digunakan
dalam pembuatan edible film adalah gliserol, polivinil alcohol, dan sorbitol.

Aplikasi dari edible film dapat dikelompokkan atas :

1.

Sebagai kemasan primer dari produk pangan

Contoh dari penggunaan edible film sebagai kemasan primer adalah pada permen,
sayur-sayuran, dan buah-buahhan segar, sosis, daging dan produk hasil laut.

2.

Sebagai barrier

Penggunaan edible film sebagai barrier dapat dilihat dari contoh-contoh berikut:
Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atau bivalen yang membentuk
film, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge, yang merupakan barrier yang
baik untuk adsorpsi minyak pada bahan pangan yang digoreng, sehingga
menghasilkan bahan dengan kandungan minyak yang rendah.

3.

Sebagai pengikat

Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi bumbu,
yaitu sebagai pengikat atau adhesive dari bumbu yang diberikan agar dapat lebih

Universitas Sumatera Utara

27

melekat pada produk. Pelapisan ini berguna untuk mengurangi lemak pada bahan
yang digoreng dengan penambahan bumbu.

4.

Pelapis

Edible film dapat bersifat sebagai pelapis untuk meningkatkan penampilan dari
produk-produk bakery, yaitu untuk menggantikan pelapisan dengan telur.
Keuntungan dari pelapisan dengan edible film adalah dapat menghindari
masuknya mikroba yang dapat terjadi jika dilapisi dengan telur (Julianti E. dan
Nurminah M, 2007).

2.3

Gliserin

Gliserin adalah senyawa netral, dengan rasa yang manis, tidak berwarna, cairan
kental dan sangat higroskopis. Gliserin dapat menjadi berbentuk pasta bila berada
mendekati titik beku. Gliserin dapat larut sempurna dalam air dan alcohol, tapi
tidak larut dengan minyak, sebaliknya banyak zat lebih mudah larut dalam gliserol
dibanding dalam air maupun alcohol. Oleh karena itu gliserin merupakan sebuah
pelarut yang baik.(http://www.pioneerthing.com/crafts-soapmaking/glycerin.html)
Gliserin yang merupakan produk samping dari industry oleokimia yang
memiliki sifat higroskopis, larut dalam air dan alcohol, tidak berwarna, tidak
berbau dan memiliki rasa manis. Gliserin banyak digunakan untuk farmasi, bahan
makanan, kosmetik, emulsifier dan minyak pelumas. Adapun kegunaan gliserin
adalah sebagai berikut:

1. Bidang Farmasi
Gliserin banyak digunakan sebagai salep, obat batuk, pembuatan multi vitamin,
vaksin, obat infeksi, stimulant jantung, antiseptic, pencuci mulut, pasta gigi

Universitas Sumatera Utara

28

2. Bahan makanan
Gliserin digunakan sebagai pelarut ekstrak buah seperti vanili, kopi, koumarin.
Gliserin juga digunakan untuk minuman berkarbonat, pembuatan keju, permen
jeli.
3.

Kosmetik

Gliserin yang memiliki sifat tidak beracun, tidak iritasi dan tidak berwarna
digunakan untuk pelembut dan pelembab kulit, krem kulit, sabun, pembersih
wajah. Gliserin juga digunakan sebagai pelarut parfum, pewarna dan pembersih
kendaraan (Minner, 1953).
Gliserin dengan rantai HO-CH2-CH-(OH)-CH2-OH adalah produk
samping dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk
menghasilkan asam lemak. Senyawa ini bisa menurunkan titik beku pelarutnya
dengan mengganggu pembentukan Kristal es pelarut.
Gliserin juga dapat meningkatkan titik didih pelarutnya dengan
menghalangi molekul-molekul pelarut saling bertumbukan, dengan demikian
mengurangi tekanan uap pelarutnya. Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau
dan memiliki rasa manis.
CH2

OH

CH

OH

CH2

OH

Gambar 2.2 Struktur Gliserin
Gliserin merupakan humektan yang biasa dipakai untuk kosmetik (hand
and body lotion, cream pelembab, dll), untuk bahan dasar pembuatan sabun juga
merupakan bahan utama untuk pasta gigi. Fungsinya adalah untuk mengikat

Universitas Sumatera Utara

29

air/pelembab sehingga cream selalu basah dan tidak cepat mongering di udara
bebas.
Gliserin mudah dicerna dan tidak beracun dan bermetabolisme bersama
karbohidrat, meskipun berada dalam bentuk kombinasi pada sayuran dan lemak
binatang. Untuk produk makanan dan pembungkus makanan yang kontak
langsung dengan konsumen, syarat utamanya adalah tidak beracun. Kegunaannya
didalam produk makanan dan minuman antara lain sebagai:
- Pelarut untuk pemberi rasa
- Pengental dalam sirup
- Bahan pengisi dalam makan rendah lemah (biskuit)
- Pencegah kristalisasi gula pada permen dan es
(http:susyanairi.blogspot.com/gliserin/html)

2.3 Kitosan
Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi
spesifik [α]D11 -3 hingga -10o (pada konsentrasi asam asetat 2%). Kitosan larut
pada kebanyakan asam organic pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada pH
lebih besar dari 6,5 dan juga tidak larut dalam pelarut air, alcohol, dan aseton
(Sugita, 2009).
Kitosan diturunkan dari kitin dengan melakukan deasetilasi oleh pengaruh
alkali. Kitosan dapat diketahui dari derajat deasetilasi dan berat molecular ratarata yang terkandung disamping kegunaannya sebagai antimikroba dengan sifatsifat kationik yang dimiliki.
Kitosan dapat membentuk pelapis yang bersifat semipermeabel yang mana
dapat mempengaruhi kondisi internal, termasuk memperlambat pemasakan dan
mengurangi laju transpirasi buah dan sayur. Lapisan yang berasal dari larutan
kitosan adalah bening, elastis namun sedikit rapuh. Pelapis yang terbuat dari
kitosan biasanya digunakan pada produk seperti buah dan sayur (Bourtoom,
2008).

Universitas Sumatera Utara

30

Gambar 2.3 Struktur polimer kitosan

2.3 Tepung Tapioka
Tepung tapioca yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara
lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industry. Dibandingkan dengan
tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung
tapioca cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai
bahan bantu berwarna putih.
Tepung tapioca diolah menjadi sirup glukosa dan dekstrin sangat
diperlukan oleh berbagai industry. Tapioca juga banyak digunakan sebagai bahan
pengental, bahan pengisi, bahan pengikat dalam industry makanan. Ampas tapioca
banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada umumnya masyarakat
kita mengenal dua jenis tapioca, yaitu tapioca kasar dan tapioca halus. Kualitas
tepung tapioca ditentukan oleh beberapa factor, misalnya warna, kandungan air,
banyak kotoran, dan tingkat kekentalan (http://www.iptek.net.id).
Table 2.2 Daftar komposisi nutrisi tepung tapioka
No

Kandungan zat

Kadar zat

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Air
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Phospor
Besi
Vitamin B1

9 gram
363 kal
1,1 gram
0,5 gram
88.2 gram
84 mg
125 mg
1.0 mg
0.4 mg

Universitas Sumatera Utara

31

a.

Pati

Amilum atau dalam kehidupan sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun,
batang dan biji-bijian. Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang keduaduanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa dan sisanya amilopektin.
Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α
1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga
terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan 1,6-glikosidik
ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk
rantai terbuka dan bercabang (Poedjiadi, 1994).
Pati dapat dipisahkan menjadi dua fraksi utama berdasarkan kelarutan bila
ditambahkan dengan air panas: sekitar 20% pati adalah amilosa (larut) dan 80%
sisanya ialah amilopektin (tidak larut). Struktur amilosa merupakan struktur lurus
dengan ikatan α- (1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang
dengan ikatan α- (1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan
ikatan α- (1,6). Berat molekul amilosa dari beberapa ribu hingga 500.000, begitu
pula dengan amilopektin (Lehninger, 1982).
Hidrolisis lengkap amilosa menghasilkan hanya D-glukosa; hidrolisis
parsial menghasilkan maltose sebagai satu-satunya disakarida. Disimpulkan
bahwa amilosa adalah polimer linear dari α-D-glukosa yang dihubungkan secara1,4. Beda antara amilosa dan selulosa ialah ikatan glikosidanya β dalam selulosa,
dan α dalam amilosa. Hal ini menyebabkan perbedaan sifat antara kedua
polisakarida ini. Terdapat 250 satuan glukosa atau lebih per molekul amilosa,
banyaknya satuan bergantung spesi hewan atau tumbuhan itu.

Universitas Sumatera Utara

32

Gambar 2.4 Struktur amilopektin
Suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa, mengandung
1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Seperti rantai dalam amilosa, rantai
utama dai amilopektin mengandung 1,4-α-D-glukosa. Tidak seperti amilosa,
amilopektin bercabang sehingga terdapat satu glukosa ujung kira-kira tiap 25
satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6-α-glikosida
(Fessenden, 1986).

Gambar 2.5 Struktur Amilosa
Pati untuk aplikasi didalam bahan makanan dikategorikan menjadi tiga,
yaitu pati dalam bentuk serbuk, pati modifikasi dan pati pragelatinasi. Pati bahan
makanan dalam bentuk serbuk digunakan oleh industry di dalam produksi dan
merupakan awal dari diversifikasi pangan. Pati modifikasi merupakan kombinasi
terkini dalam bahan pangan sesuai perkembangan. Pati pragelatinasi mengalami
pertumbuhan signifikan pada beberapa tahun belakangan dan mengalami
peningkatan permintaan (Whistler, 1984).

Universitas Sumatera Utara

33

b.

Karakterisasi Edible Film

2.5.1

Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang

interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik (REM). Interaksi yang
terjadi dalam spektroskopi inframerah ini merupakan interaksi dengan REM
melalui absorbansi radiasi. Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada
bagian spektrum elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan
gelombang mikro. Molekul menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang
gelombang yang khusus. Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan pindahnya
sebuah elektron ke orbital dengan energi yang lebih tinggi. Radiasi inframerah
tidak cukup mengandung energi untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya
hanya mengakibatkan membesarnya amflitudo getaran atom-atom yang terikat
satu sama lain (Sudarmadji, 1989).
Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah
vibrasi molekul yang dideteksi dan dapat diukur pada spektrofotometer infra
merah. Spektra didaerah infra merah dapat digunakan untuk mempelajari sifatsifat bahan, perubahan struktur yang sedikit saja dapat memberikan perubahan
yang dapat diamati pada spectrogram panjang gelombang versus transmitasi.
Menurut Sastrohamidjojo (1992), panjang gelombang yang diserap oleh berbagai
tipe ikatan tergantung pada jenis vibrasi ikatan tersebut. Oleh karena itu berbagai
jenis ikatan mengabsorbsi radiasi inframerah pada panjang gelombang yang
berbeda.Perubahan ini sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul
dengan membandingkan spektogram yang dihasilkan oleh bahan yang diuji
terhadap bahan yang sudah diketahui secara kualitatif. Penerapan secara kualitatif
dapat dilakukan dengan membandingkan fungsi puncak pada panjang gelombang
terkait yang dihasilkan oleh zat-zat yang diujikan dan zat standart. Spectra
inframerah ditujukan terutama untuk senyawa organik yaitu analisis gugus fungsi
yang dimiliki oleh senyawa tersebut (Mulja, M. 1995).
Kebanyakkan spektrum inframerah merekam panjang gelombang atau
frekuensi versus %T. Tidak adanya serapan atau suatu senyawa pada suatu
panjang gelombang tertentu direkam sebagai 100%T (dalam keadaan ideal). Bila

Universitas Sumatera Utara

34

suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu,
intensitas radiasi yang diteruskan oleh contoh akan berkurang. Ini menyebabkan
suatu penurunan %T dan terlihat didalam spektrum sebagai suatu sumur, yang
disebut sebagai puncak absorpsi atau pita absorpsi. Bagian spektrum dimana %T
menunjukkan angka 100 (atau hampir 100) disebut garis dasar (baase line), yang
didalam spektrum inframerah direkam pada bagian atas (Fessenden, 1992).

2.5.2. Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) dikembangkan untuk mempelajari
secara langsung struktur permukaan, mikrostruktur, dan morfologi bahan. Alat
SEM yang digunakan pada penelitian ini dilengkapi dengan EDS (Energy
Dispersive Spectroscopy). EDS dihasilkan dari Sinar-X karakteristik, yaitu dengan
menembakkan sinar-X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka
setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak –
puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung.
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan sejenis mikroskop
yangmenggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda
dengan resoles itinggi. Analisa SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur
(termasuk porositasdan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron
dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut elektron gun. Cara kerja SEM
adalah gelombang elektron yang dipancarkan elektron gun terkondensasi dilensa
kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objekstif. Scanning coil
yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar
elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian
dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang
dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas dipermukaan Cathoda Ray
Tube (CRT) sebagai topografi gambar. Pada sistem ini berkas elektron
dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif
dan diproyeksikan pada layar.
Cuplikan yang akan dianalisis dalam kolom SEM perlu dipersiapkan
dahulu, walaupun telah ada jenis SEM yang tidak memerlukan pelapisan (coating)
cuplikan. Terdapat tiga tahap persiapan cuplikan, antaralain:

Universitas Sumatera Utara

35

1. Plat dipotong dengan menggunakan gergaji intan. Seluruh kandungan air,
larutan dan semua benda yang dapat menguap apabila divakum,
dibersihkan.
2. Cuplikan dikeringkan pada suhu 60°C minimal selama 1 jam.Cuplikan non
logam harus dilapisi dengan emas tipis atau logam lainnya, seperti Pt.
3. Cuplikan logam dapat langsung dimasukkan dalam ruang cuplikan.
Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya
biasa. Pada pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat
konduktif agar dapat memantulkan berkas elektron dan mengalirkannya ke
ground.
Bila lapisan cuplikan tidak bersifat konduktif maka perlu dilapisi dengan
emas atau Pt. Pada pembentukan lapisan konduktif, spesimen yang akan dilapisi
diletakkan pada tempat sampel disekeliling anoda. Ruang dalam tabung kaca
dibuat memliki suhu rendah dengan memasang tutup kaca rapat dan gas yang ada
didalam tabung dipompa keluar. Antara katoda dan anoda dipasang tegangan 1,2
kV sehingga terjadi ionisasi udara yang bertekanan rendah. Elektron bergerak
menuju anoda dan ion positif dengan energi yang tinggi bergerak menumbuk
katoda emas. Hal ini menyebabkan partikel emas menghambur dan mengendap
dipermukaan spesimen. (Gunawan dan Azhari, 2010).

2.5.3

Uji Tarik

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting
dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik
suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (Emaks) yang
digunakan untuk memutuskan specimen bahan dibagi dengan luas penampang
awal (Ao).
Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan (gaya per
satuan luas), maka bahan akan mengalami perpanjangan (regangan). Kurva
tegangan terhadap regangan merupakan gambar karakteristik dari sifat mekanik
suatu bahan (wirjosentono, 1996).

Universitas Sumatera Utara

36

2.6

Mikrobiologi Pangan

Sejumlah besar penelitian memperlihatkan bahwa makanan tambahan yang
dioalah dalam kondisi yang tidak higenis kerapkali terkontaminasi berat dengan
agens patogen dan merupakan faktor resiko utama dalam penularan penyakit,
khususnya penyakit diare. Dalam kemasan edible film dapat ditambahkan bahan
baku seperti antimikroba. Kemasan antimikroba adalah sistem kemasan yang
mampu

mengendalikan,

mengurangi,

menghambat

atau

memperlambat

pertumbuhan mikroorganisme patogen dan mengurangi kontaminasi permukaan
makanan. Penelitian yang dilakukan oleh black dkk, di Bangladesh menunjukkan
bahwa 41% sampel makanan yang diberikan kepada anak-anak usia penyapihan
mengandung kuman. Bakteri pada umumnya adalah heterotrof namun ada bakteri
yang autotrof seperti bakteri kemosintetik. Bakteri ini mendapat energi melalui
reaksi kombinasi oksigen dengan molekul anorganik, seperti sulfur, nitrit atau
amonia.

1. Escherichia Coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan
panjang sekitar 2 mikrometer dan diameter 0,5 mikrometer, bersifat anaerob
fakulatif, biasanya dapat bergerak dan tidak membenruk spora. Bakteri ini
umumnya hidup pada rentang 20-40ºC, optimum pada 37ºC. Escherichia coli
merupakan bakteri yang secara normal terdapat di dalam usus dan berperan dalam
proses pembusukan sisa-sisa makanan. Keberadaan bekteri ini merupakan
parameter ada tidaknya materi fekal di dalam suatu habitat khusunya air,
Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada dalam tinja manusia dan
dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti diare.

2. Staphylococcus aureus
Staphylococcus

aureus

merupakan

bakteri

gram

positif,

aerob

atau

anaerobfakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter
0,8 – 1,0 μm, tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning.

Universitas Sumatera Utara

37

Bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37ºC tetapi paling baik membentuk pigmen
pada suhu 20-25ºC. koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus,
menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada
kulit, selaput lender, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui
kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan.
Usaha untuk menjaga agar mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan
makanan dapat mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan
pangan dan memperkecil kemungkinan adanya patogen. Pengepakan (kemasan)
makanan, pengalengan makanan yang telah diolah dan pelaksanaan metode yang
memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan makanan merupakan contoh
penanganan aseptik (Jawetz,2001).

2.7

Sosis

Sosis merupakan suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan,
ternak dan rempah, serta bahan bahan laut. Sosis umumnya dibungkus dalam
suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi
sekarang sering kali menggunakakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu
cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik
produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

1 12 89

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 1 13

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 0 2

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

1 3 6

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 1 18

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

0 0 13

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

0 0 2

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

0 0 6

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

0 0 3

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

0 0 24