Studi Komparatif Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah Setelah Otonomi Daerah Antara Pemerintah Kota Binjai dan Pemerintah Kota Pematangsiantar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan masuknya Indonesia ke dalam era reformasi, terjadi perubahan
dalam hal pengelolaan keuangan daerah untuk menyesuaikan dengan kondisi yang
ada.Perubahan
pengelolaan
keuangan
daerah
tersebut
ditandai
dengan
pelaksanaan otonomi daerah.Pemerintah Indonesia menerapkan desentralisasi
(otonomi daerah) sejak tahun 2001. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
didasari oleh dua peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat yaitu
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Karena dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, kemudian
diterbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999.
Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah, otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom dalam Undang-Undang No.32
Tahun 2004 adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
1
Universitas Sumatera Utara
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan diberikannya kewenangan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya masing-masing, diharapkan
pemerintah daerah mampu menggali dan mengelola sumber-sumber daya yang
dapat menjadi pendapatan asli daerah. Dengan kemampuan pemerintah daerah
dalam mengelola dengan baik sumber-sumber pendapatan asli daerah, maka
diharapkan jumlah Pendapatan Asli Daerah dapat meningkat.Peningkatan jumlah
Pendapatan Asli Daerah diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam
menjalankan pembangunan daerah yang berkesinambungan.Pendapatan Asli
Daerah diharapkan dapat memberi kontribusi yang besar terhadap belanja
pemerintah daerah.
Akan tetapi, pada saat ini Pendapatan Asli Daerah belum memberikan
kontribusi yang besar terhadap belanja pemerintah daerah.Meskipun kontribusi
Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja daerah mengalami peningkatan, tetapi
belum memberikan kontribusi yang cukup terhadap belanja daerah. Hal ini dapat
terlihat pada tabel 1.1 dan tabel 1.2 berikut yang menunjukkan jumlah Pendapatan
Asli Daerah, jumlah belanja daerah dan kontribusi PAD terhadap belanja daerah
Pemerintah Kota Binjai dan Pemerintah Kota Pematangsiantar tahun 2010-2014.
2
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1.
Perbandingan jumlah Pendapatan Asli Daerah, jumlah belanja daerah (dalam
jutaan rupiah) dan kontribusi PAD terhadap belanja daerah Pemerintah Kota
Binjai tahun 2010-2014
Uraian
2010
2011
Pemerintah Kota Binjai
2012
2013
2014
Pendapatan
18.832
26.470
48.178
49.172
71.697
Asli Daerah
Belanja
418.220
546.497
650.087
702.167
804.308
Daerah
Kontribusi
PAD
terhadap
4,50 %
4,84 %
7,41 %
7,01 %
8,91 %
Belanja
Daerah
Sumber : Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara,
diolah oleh peneliti (2016).
Tabel 1.2.
Perbandingan jumlah Pendapatan Asli Daerah, jumlah belanja daerah (dalam
jutaan rupiah) dan kontribusi PAD terhadap belanja daerah Pemerintah Kota
Pematangsiantar tahun 2010-2014
Uraian
2010
Pemerintah Kota Pematangsiantar
2011
2012
2013
2014
Pendapatan
25.910
44.792
49.916
61.357
90.477
Asli Daerah
Belanja
499.631
564.819
639.607
741.073
774.365
Daerah
Kontribusi
PAD
terhadap
5,18 %
7,93 %
7,80 %
8,28 %
11,68 %
Belanja
Daerah
Sumber : Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara,
diolah oleh peneliti (2016).
Selain bertujuan untuk meningkatkan kontribusi Pendapatan Asli Daerah
terhadap belanja daerah, diberikannya wewenang oleh pemerintah pusat kepada
3
Universitas Sumatera Utara
pemerintah daerah juga bertujuan untuk meningkatkan kemandirian daerah.
Daerah diharapkan tidak terlalu bergantung kepada dana perimbangan yang
diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pada saat ini, pemerintah
daerah masih terlalu bergantung terhadap dana perimbangan yang diberikan oleh
pemerintah pusat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya persentase peranan dana
perimbangan terhadap belanja daerah. Berikut tabel 1.3 dan tabel 1.4 yang
menunjukkan perbandingan jumlah dana perimbangan, jumlah belanja, dan
kontribusi dana perimbangan terhadap belanja daerah Pemerintah Kota Binjai dan
Pemerintah Kota Pematangsiantar tahun 2010-2014.
Tabel 1.3.
Perbandingan jumlah dana perimbangan, jumlah belanja (dalam jutaan rupiah)
dan kontribusi dana perimbangan terhadap belanja daerah Pemerintah Kota Binjai
tahun 2010-2014
Uraian
Pemerintah Kota Binjai
2011
2012
2013
2010
2014
Dana
372.387
401.384
482.077
530.808
585.699
Perimbangan
Belanja
418.220
546.497
650.087
702.167
804.308
Daerah
Kontribusi
Dana
Perimbangan
89,04 %
73,53 %
74,15 %
75,59 %
72,82 %
terhadap
Belanja
Daerah
Sumber : Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara,
diolah oleh peneliti (2016).
4
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.4.
Perbandingan jumlah dana perimbangan, jumlah belanja (dalam jutaan rupiah)
dan kontribusi dana perimbangan terhadap belanja daerah Pemerintah Kota
Pematangsiantar tahun 2010-2014
Uraian
2010
365.943
499.631
Pemerintah Kota Pematangsiantar
2011
2012
2013
2014
403.598 494.525 559.740 579.535
564.819 639.607 741.073 774.365
Dana Perimbangan
Belanja Daerah
Kontribusi dana
perimbanganterhadap 73.24 % 71,46 % 77,32 % 75,53 % 74,84 %
Belanja Daerah
Sumber : Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara,
diolah oleh peneliti (2016).
Berdasarkan keempat tabel di atas, dapat disimpulkan Pemerintah Kota
Binjai dan Pemerintah Kota Pematangsiantar belum mampu memanfaatkan
sumber-sumber pendapatan daerah secara optimal dan masih bergantung terhadap
dana perimbangan untuk memenuhi belanja daerah. Hal ini menunjukkan kinerja
keuangan
masing-masing
pemerintah
daerah
tidak
berpengaruh
setelah
dilaksanakannya otonomi daerah.
Dengan diberikannya hak otonomi daerah kepada pemerintah daerah,
maka pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan
melakukan
peran
alokasi
secara
mandiri
dalam
menetapkan
prioritas
pembangunan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Dengan diberikan kewenangan yang bebas kepada pemerintah daerah,
pemerintah daerah wajib untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat secara adil, merata, dan berkelanjutan. Seperti yang disebutkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah bahwa pengelolaan keuangan daerah
5
Universitas Sumatera Utara
harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
asas keadilan dan kepatuhan. Kemampuan pemerintah daerah dalam hal
pengelolaan keuangan yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) mencerminkan kemampuan pemerintah dalam membiayai
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial
masyarakat.Pada sektor publik, anggaran dibuat sebagai alat perencanaan yang
meliputi tindakan apa saja yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya
yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh pemerintah dari belanja yang
telah dikeluarkan oleh pemerintah tersebut.
Pemerintah daerah yang berperan sebagai pihak yang diberi wewenang
dalam menjalankan kegiatan pemerintahan berkewajiban untuk menyampaikan
laporan keuangan yang disusun berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan
nomor
1
tentang
penyajian
laporan
keuangan.Dengan
disampaikannya laporan keuangan, maka tugas pemerintah daerah dapat dinilai
apakah berhasil dilaksanakan atau tidak.
Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi
yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan.Laporan keuangan juga
digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan
untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi
keuangan, dan mengevaluasi efektivitas dan efiesiensi suatu entitas pelaporan.
6
Universitas Sumatera Utara
Dalam mewujudkan laporan keuangan Pemerintah yang memenuhi prinsip
akuntabilitas dan transparansi, maka pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
Berdasarkan peraturan ini, Pemerintah daerah dalam hal penyusunan laporan
keuangan masih diperbolehkan untuk menggunakan basis kas modifikasi sampai
lima tahun selanjutnya. Akan tetapi, dalam perkembangannya, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah.Dimulai pada tahun 2011, berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintah tersebut, pemerintah daerah dalam hal penyusunan laporan keuangan
diwajibkan untuk menggunakan basis akrual.
Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas pemerintah
dalam hal pengelolaan keuangan daerah dalam menghasilkan pelayanan bagi
publik yang lebih baik.Akuntabilitas menunjukkan bagaimana uang publik
dibelanjakan secara efektif dan efisien. Nordiawan (2014: 158) menyebutkan
bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu proses sistematis untuk menilai
apakah program kegiatan yang telah direncanakan sesuai dengan rencana tersebut,
dan yang lebih penting adalah apakah telah mencapai keberhasilan yang telah
ditargetkan pada saat perencanaan.
Pengukuran kinerja dapat berupa pengukuran kinerja keuangan dan
pengukuran kinerja nonkeuangan.Kinerja keuangan daerah adalah kemampuan
suatu daerah untuk mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam
memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan,
pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak
7
Universitas Sumatera Utara
tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan di
dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam
batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Pada sektor pubik,
kinerja keuangan pemerintah dapat diukur dengan menggunakan analisis rasio
keuangan pemerintah daerah yaitu rasio kemandirian keuangan daerah, rasio
efektivitas PAD, rasio ketergantungan keuangan daerah, rasio belanja operasi
terhadap total belanja, rasio belanja modal terhadap total belanja, rasio
pertumbuhan, dan debt service coverage ratio.
Selain itu, hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten juga menjadi
alasan penulis memilih judul ini.Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh
Agustina(2008)
menyatakan
bahwa
Pemerintah
Kota
Malang
mampu
mempertahankan kinerjanya dalam mengelola keuangan di era otonomi daerah
dengan rasio pertumbuhan yang mengalami trend positif. Sedangkan Tobing
(2008) menyatakan bahwa diberlakukannya otonomi daerah tidak memperbaiki
rata-rata kinerja keuangan pada pemerintah kabupaten/ kota di Sumatera Utara
dan rasio kinerja keuangan daerah semakin rendah.
Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian yang pernah dilakukan
oleh Tobing (2008) dan Dwijayanti dan Rusherlistyanti (2013).Bedanya penelitian
ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Tobing (2008) dan Dwijayanti dan
Rusherlistyanti (2013) adalah pada penelitian ini membandingkan kinerja
keuangan dua daerah.Selain itu, terdapat perbedaan indikator yang digunakan.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti
kembali kondisi kinerja keuangan Pemerintah Kota Binjai dan Pemerintah Kota
8
Universitas Sumatera Utara
Pematangsiantar dengan diterapkannya otonomi daerah yang akan dituangakan
dalam skripsi yang berjudul: “Studi Komparatif Pengukuran Kinerja
Keuangan Daerah Setelah Otonomi Daerah Antara Pemerintah Kota Binjai
dan Pemerintah Kota Pematangsaintar.”
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut penulis merumuskan sebuah
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan antara kinerja keuangan daerah
Pemerintah Kota Pematangsaintar dan kinerja keuangan Pemerintah
Kota Binjai dengan diberlakukannya otonomi daerah?
2. Apakah kinerja keuangan daerah Pemerintah Kota Pematangsaintar
lebih
baik
dibandingkan
dengan
kinerja
keuangan
daerah
Pemerintah Kota Binjaidengan diberlakukannya otonomi daerah?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbedaan antara kinerja keuangan daerah Pemertintah
Kota Pematangsaintar dan kinerja keuangan Pemerintah Kota Binjai
setelah diberlakukannya otonomi daerah.
2. Untuk
mengetahui
kinerja
keuangan
daerah
Pemerintah
Kota
Pematangsaintar lebih baik dibandingkan dengan kinerja keuangan daerah
Pemerintah Kota Binjaisetelah diberlakukannya otonomi daerah.
9
Universitas Sumatera Utara
b. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti baik dalam hal penelitian maupun obyek
penelitian, yang dalam hal ini adalah perbandingan kinerja keuangan
daerah setelah kebijakan otonomi daerah diterapkan.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat sebagai bahan untuk memberikan gambaran dan bahan
perbandingan dalam melakukan penelitian dalam bidang yang sama atau
sejenis dan bermanfaat untuk menambah wawasan khusunya dalam hal
kinerja keuangan Pemerintah Daerah setelah otonomi daerah.
3. Bagi Pemerintah Daerah
Dapat menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan pengambilan keputusan
yang
terkait dengan kinerja keuangan Pemerintah Daerah, baik untuk
jangka pendek mapun jangka panjang.
10
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan masuknya Indonesia ke dalam era reformasi, terjadi perubahan
dalam hal pengelolaan keuangan daerah untuk menyesuaikan dengan kondisi yang
ada.Perubahan
pengelolaan
keuangan
daerah
tersebut
ditandai
dengan
pelaksanaan otonomi daerah.Pemerintah Indonesia menerapkan desentralisasi
(otonomi daerah) sejak tahun 2001. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
didasari oleh dua peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat yaitu
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Karena dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, kemudian
diterbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999.
Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah, otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom dalam Undang-Undang No.32
Tahun 2004 adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
1
Universitas Sumatera Utara
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan diberikannya kewenangan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya masing-masing, diharapkan
pemerintah daerah mampu menggali dan mengelola sumber-sumber daya yang
dapat menjadi pendapatan asli daerah. Dengan kemampuan pemerintah daerah
dalam mengelola dengan baik sumber-sumber pendapatan asli daerah, maka
diharapkan jumlah Pendapatan Asli Daerah dapat meningkat.Peningkatan jumlah
Pendapatan Asli Daerah diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam
menjalankan pembangunan daerah yang berkesinambungan.Pendapatan Asli
Daerah diharapkan dapat memberi kontribusi yang besar terhadap belanja
pemerintah daerah.
Akan tetapi, pada saat ini Pendapatan Asli Daerah belum memberikan
kontribusi yang besar terhadap belanja pemerintah daerah.Meskipun kontribusi
Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja daerah mengalami peningkatan, tetapi
belum memberikan kontribusi yang cukup terhadap belanja daerah. Hal ini dapat
terlihat pada tabel 1.1 dan tabel 1.2 berikut yang menunjukkan jumlah Pendapatan
Asli Daerah, jumlah belanja daerah dan kontribusi PAD terhadap belanja daerah
Pemerintah Kota Binjai dan Pemerintah Kota Pematangsiantar tahun 2010-2014.
2
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1.
Perbandingan jumlah Pendapatan Asli Daerah, jumlah belanja daerah (dalam
jutaan rupiah) dan kontribusi PAD terhadap belanja daerah Pemerintah Kota
Binjai tahun 2010-2014
Uraian
2010
2011
Pemerintah Kota Binjai
2012
2013
2014
Pendapatan
18.832
26.470
48.178
49.172
71.697
Asli Daerah
Belanja
418.220
546.497
650.087
702.167
804.308
Daerah
Kontribusi
PAD
terhadap
4,50 %
4,84 %
7,41 %
7,01 %
8,91 %
Belanja
Daerah
Sumber : Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara,
diolah oleh peneliti (2016).
Tabel 1.2.
Perbandingan jumlah Pendapatan Asli Daerah, jumlah belanja daerah (dalam
jutaan rupiah) dan kontribusi PAD terhadap belanja daerah Pemerintah Kota
Pematangsiantar tahun 2010-2014
Uraian
2010
Pemerintah Kota Pematangsiantar
2011
2012
2013
2014
Pendapatan
25.910
44.792
49.916
61.357
90.477
Asli Daerah
Belanja
499.631
564.819
639.607
741.073
774.365
Daerah
Kontribusi
PAD
terhadap
5,18 %
7,93 %
7,80 %
8,28 %
11,68 %
Belanja
Daerah
Sumber : Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara,
diolah oleh peneliti (2016).
Selain bertujuan untuk meningkatkan kontribusi Pendapatan Asli Daerah
terhadap belanja daerah, diberikannya wewenang oleh pemerintah pusat kepada
3
Universitas Sumatera Utara
pemerintah daerah juga bertujuan untuk meningkatkan kemandirian daerah.
Daerah diharapkan tidak terlalu bergantung kepada dana perimbangan yang
diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pada saat ini, pemerintah
daerah masih terlalu bergantung terhadap dana perimbangan yang diberikan oleh
pemerintah pusat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya persentase peranan dana
perimbangan terhadap belanja daerah. Berikut tabel 1.3 dan tabel 1.4 yang
menunjukkan perbandingan jumlah dana perimbangan, jumlah belanja, dan
kontribusi dana perimbangan terhadap belanja daerah Pemerintah Kota Binjai dan
Pemerintah Kota Pematangsiantar tahun 2010-2014.
Tabel 1.3.
Perbandingan jumlah dana perimbangan, jumlah belanja (dalam jutaan rupiah)
dan kontribusi dana perimbangan terhadap belanja daerah Pemerintah Kota Binjai
tahun 2010-2014
Uraian
Pemerintah Kota Binjai
2011
2012
2013
2010
2014
Dana
372.387
401.384
482.077
530.808
585.699
Perimbangan
Belanja
418.220
546.497
650.087
702.167
804.308
Daerah
Kontribusi
Dana
Perimbangan
89,04 %
73,53 %
74,15 %
75,59 %
72,82 %
terhadap
Belanja
Daerah
Sumber : Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara,
diolah oleh peneliti (2016).
4
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.4.
Perbandingan jumlah dana perimbangan, jumlah belanja (dalam jutaan rupiah)
dan kontribusi dana perimbangan terhadap belanja daerah Pemerintah Kota
Pematangsiantar tahun 2010-2014
Uraian
2010
365.943
499.631
Pemerintah Kota Pematangsiantar
2011
2012
2013
2014
403.598 494.525 559.740 579.535
564.819 639.607 741.073 774.365
Dana Perimbangan
Belanja Daerah
Kontribusi dana
perimbanganterhadap 73.24 % 71,46 % 77,32 % 75,53 % 74,84 %
Belanja Daerah
Sumber : Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara,
diolah oleh peneliti (2016).
Berdasarkan keempat tabel di atas, dapat disimpulkan Pemerintah Kota
Binjai dan Pemerintah Kota Pematangsiantar belum mampu memanfaatkan
sumber-sumber pendapatan daerah secara optimal dan masih bergantung terhadap
dana perimbangan untuk memenuhi belanja daerah. Hal ini menunjukkan kinerja
keuangan
masing-masing
pemerintah
daerah
tidak
berpengaruh
setelah
dilaksanakannya otonomi daerah.
Dengan diberikannya hak otonomi daerah kepada pemerintah daerah,
maka pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan
melakukan
peran
alokasi
secara
mandiri
dalam
menetapkan
prioritas
pembangunan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Dengan diberikan kewenangan yang bebas kepada pemerintah daerah,
pemerintah daerah wajib untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat secara adil, merata, dan berkelanjutan. Seperti yang disebutkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah bahwa pengelolaan keuangan daerah
5
Universitas Sumatera Utara
harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
asas keadilan dan kepatuhan. Kemampuan pemerintah daerah dalam hal
pengelolaan keuangan yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) mencerminkan kemampuan pemerintah dalam membiayai
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial
masyarakat.Pada sektor publik, anggaran dibuat sebagai alat perencanaan yang
meliputi tindakan apa saja yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya
yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh pemerintah dari belanja yang
telah dikeluarkan oleh pemerintah tersebut.
Pemerintah daerah yang berperan sebagai pihak yang diberi wewenang
dalam menjalankan kegiatan pemerintahan berkewajiban untuk menyampaikan
laporan keuangan yang disusun berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan
nomor
1
tentang
penyajian
laporan
keuangan.Dengan
disampaikannya laporan keuangan, maka tugas pemerintah daerah dapat dinilai
apakah berhasil dilaksanakan atau tidak.
Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi
yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan.Laporan keuangan juga
digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan
untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi
keuangan, dan mengevaluasi efektivitas dan efiesiensi suatu entitas pelaporan.
6
Universitas Sumatera Utara
Dalam mewujudkan laporan keuangan Pemerintah yang memenuhi prinsip
akuntabilitas dan transparansi, maka pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
Berdasarkan peraturan ini, Pemerintah daerah dalam hal penyusunan laporan
keuangan masih diperbolehkan untuk menggunakan basis kas modifikasi sampai
lima tahun selanjutnya. Akan tetapi, dalam perkembangannya, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah.Dimulai pada tahun 2011, berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintah tersebut, pemerintah daerah dalam hal penyusunan laporan keuangan
diwajibkan untuk menggunakan basis akrual.
Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas pemerintah
dalam hal pengelolaan keuangan daerah dalam menghasilkan pelayanan bagi
publik yang lebih baik.Akuntabilitas menunjukkan bagaimana uang publik
dibelanjakan secara efektif dan efisien. Nordiawan (2014: 158) menyebutkan
bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu proses sistematis untuk menilai
apakah program kegiatan yang telah direncanakan sesuai dengan rencana tersebut,
dan yang lebih penting adalah apakah telah mencapai keberhasilan yang telah
ditargetkan pada saat perencanaan.
Pengukuran kinerja dapat berupa pengukuran kinerja keuangan dan
pengukuran kinerja nonkeuangan.Kinerja keuangan daerah adalah kemampuan
suatu daerah untuk mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam
memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan,
pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak
7
Universitas Sumatera Utara
tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan di
dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam
batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Pada sektor pubik,
kinerja keuangan pemerintah dapat diukur dengan menggunakan analisis rasio
keuangan pemerintah daerah yaitu rasio kemandirian keuangan daerah, rasio
efektivitas PAD, rasio ketergantungan keuangan daerah, rasio belanja operasi
terhadap total belanja, rasio belanja modal terhadap total belanja, rasio
pertumbuhan, dan debt service coverage ratio.
Selain itu, hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten juga menjadi
alasan penulis memilih judul ini.Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh
Agustina(2008)
menyatakan
bahwa
Pemerintah
Kota
Malang
mampu
mempertahankan kinerjanya dalam mengelola keuangan di era otonomi daerah
dengan rasio pertumbuhan yang mengalami trend positif. Sedangkan Tobing
(2008) menyatakan bahwa diberlakukannya otonomi daerah tidak memperbaiki
rata-rata kinerja keuangan pada pemerintah kabupaten/ kota di Sumatera Utara
dan rasio kinerja keuangan daerah semakin rendah.
Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian yang pernah dilakukan
oleh Tobing (2008) dan Dwijayanti dan Rusherlistyanti (2013).Bedanya penelitian
ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Tobing (2008) dan Dwijayanti dan
Rusherlistyanti (2013) adalah pada penelitian ini membandingkan kinerja
keuangan dua daerah.Selain itu, terdapat perbedaan indikator yang digunakan.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti
kembali kondisi kinerja keuangan Pemerintah Kota Binjai dan Pemerintah Kota
8
Universitas Sumatera Utara
Pematangsiantar dengan diterapkannya otonomi daerah yang akan dituangakan
dalam skripsi yang berjudul: “Studi Komparatif Pengukuran Kinerja
Keuangan Daerah Setelah Otonomi Daerah Antara Pemerintah Kota Binjai
dan Pemerintah Kota Pematangsaintar.”
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut penulis merumuskan sebuah
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan antara kinerja keuangan daerah
Pemerintah Kota Pematangsaintar dan kinerja keuangan Pemerintah
Kota Binjai dengan diberlakukannya otonomi daerah?
2. Apakah kinerja keuangan daerah Pemerintah Kota Pematangsaintar
lebih
baik
dibandingkan
dengan
kinerja
keuangan
daerah
Pemerintah Kota Binjaidengan diberlakukannya otonomi daerah?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbedaan antara kinerja keuangan daerah Pemertintah
Kota Pematangsaintar dan kinerja keuangan Pemerintah Kota Binjai
setelah diberlakukannya otonomi daerah.
2. Untuk
mengetahui
kinerja
keuangan
daerah
Pemerintah
Kota
Pematangsaintar lebih baik dibandingkan dengan kinerja keuangan daerah
Pemerintah Kota Binjaisetelah diberlakukannya otonomi daerah.
9
Universitas Sumatera Utara
b. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti baik dalam hal penelitian maupun obyek
penelitian, yang dalam hal ini adalah perbandingan kinerja keuangan
daerah setelah kebijakan otonomi daerah diterapkan.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat sebagai bahan untuk memberikan gambaran dan bahan
perbandingan dalam melakukan penelitian dalam bidang yang sama atau
sejenis dan bermanfaat untuk menambah wawasan khusunya dalam hal
kinerja keuangan Pemerintah Daerah setelah otonomi daerah.
3. Bagi Pemerintah Daerah
Dapat menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan pengambilan keputusan
yang
terkait dengan kinerja keuangan Pemerintah Daerah, baik untuk
jangka pendek mapun jangka panjang.
10
Universitas Sumatera Utara