Studi Komparatif Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah Setelah Otonomi Daerah Antara Pemerintah Kota Binjai dan Pemerintah Kota Pematangsiantar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1Otonomi Daerah
Sejak tahun 2001, Indonesia menerapkan sistem otonomi daerah. Penerapan ini
didasarkan pada UU No. 22 Tahun 1999, kemudian diganti dengan UU No. 32
tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah diganti menjadi UU
No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
danDaerah. Setelah dietapkannya otonomi daerah, pemerintah kemudian
mengeluarkan beberapa peraturan untuk mengatur pelaksanaan otonomi daerah.
Beberapa peraturan tersebut yaitu:
1.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008.

2.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom menurut
Undang-Undang ini adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batasbatas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

11
Universitas Sumatera Utara

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Pasal 21, dalam menyelenggarakan otonomi daerah, daerah mempunyai hak:
a.
b.
c.
d.
e.

f.

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
memilih pimpinan daerah;
mengelola aparatur daerah;
mengelola kekayaan daerah;
memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang berada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
Adapun kewajiban daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah

berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal22 yaitu:
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan rasa keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dengan berlakunya otonomi daerah, maka Pemerintah Daerah diberi
kewenangan yang luas dalam menyelenggarakan semua urusan pemerintahan
daerah masing-masing.Dengan diberikannnya kewenangan otonomi yang luas

12
Universitas Sumatera Utara

kepada pemerintah daerah, pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk
meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat sekitar secara adil, merata,

dan

berkesinambungan.Kewajiban

untuk

meningkatkan

pelayanan

dan

kesejahteraan masyarakat dapat dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu
mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing daerah baik itu
sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun potensi sumber daya keuangan
yang dimiliki oleh masing-masing daerah secara maksimal.Pemberian otonomi
daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam
pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang diharapkan mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah.Dengan diterapkannya otonomi daerah, pemerintah
daerah juga diharapkan mampu meningkatkan kinerja keuangannya masingmasing.Karena dengan otonomi daerah, pemerintah daerah diberi keleluasaan

untuk mengelola daerahnya masing-masing baikdalam mengelola sumber daya
alam maupun sumber daya manusia yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

2.1.2 Keuangan Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, keuangan daerah adalah semua hak dan
kewajiban dalam rangkapenyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasukdi dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dankewajiban daerah tersebut.Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia ini,pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan
yang

meliputiperencanaan,

pelaksanaan,

penatausahaan,

pelaporan,


pertanggugjawaban,danpengawasan keuangan daerah.
13
Universitas Sumatera Utara

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.58 Tahun 2005
Pasal 2, ruang lingkup keuangan daerah meliputi:
a. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman;
b. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah
dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. penerimaan daerah;
d. pengeluaran daerah;
e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
daerah;
f. kekayan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
meliputi:

a. asas umum pengelolaan keuangan daerah;
b. pejabat-pejabat yang mengelola keuangan daerah;
c. struktur APBD;
d. penyusunan RKPD, KUA, PPAS, dan RKA-SKPD;
e. penyusunan dan penetapan APBD;
f. pelaksanaan dan penetapan APBD;
g. pelaksanaan dan perubahan APBD;
h. penatausahaan keuangan daerah;
i. pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
j. pengendalian defisit dan penggunaan surplus APBD;
k. pengelolaan kas umum daerah;
l. pengelolaan investasi daerah;
m. pengelolaan barang milik daerah;
n. pengelolaan dana cadangan;
o. pengelolaan utang daerah;
p. pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah;
q. penyelesaian kerugian daerah;
r. pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah;
s. pengaturan pengelolaan keuangan daerah.
Menurut Peraturan Pemerintah ini, asas umum pengelolaan keuangan daerah

antara lain:
(1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab

14
Universitas Sumatera Utara

dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk
masyarakat.
(2) Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan
dengan peraturan daerah.
Beberapa peraturan pelaksanaan terkait dengan keuangan daerah antara
lain (Halim, 2012: 3):
1. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang
Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan
Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan
Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.


Keuangan daerah dengan kinerja pemerintah daerah memiliki hubungan
yang berbanding lurus dimana apabila kondisi keuangan suatu daerah baik, maka
kinerja pemerintah daerah dapat dikatakan baik juga.Kinerja pemerintah daerah
dapat dikatakan baik apabila pemerintah daerah mampu mengelola keuangan
daerahnya secara ekonomi, efektif dan efisien.Ekonomi berarti berapa anggaran
yang dialokasikan untuk membiayai aktivitas tertentu.Efisien berarti suatu
aktivitas

mencapai

hasil

yang

ditetapkan

dengan

biaya


serendah-

rendahnya.Efektivitas berarti apakah suatu aktivitas telah berhasil mencapai
tujuan atau hasil yang ditetapkan.

2.1.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
15
Universitas Sumatera Utara

pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah (Halim,
2012: D-2).
APBD memiliki beberapa fungsi sebagai berikut (Siregar, 2015: 29):
1. Fungsi otorisasi
APBD merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada
tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi perencanaan
APBD merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan

kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi pengawasan
APBD menjai pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyeenggaraan
pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi alokasi
APBD harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi
dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi
Kebijakan APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi stabilisasi
APBD menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian daerah.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.58 Tahun 2005
Pasal 20, APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
a. pendapatan daerah;
b. belanja daerah; dan
c. pembiayaan daerah.
Menurut PPRI No. 58 Tahun 2005 Pasal 21, yang dimaskud dalam pendapatan
daerah terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD);
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

16
Universitas Sumatera Utara

Menurut PPRI No.58 Tahun 2005 Pasal 22, Pendapatan Asli Daerah terdiri atas:
a. pajak daerah;
b. retribusi daerah;
c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. lain-lain PAD yang sah.
Menurut PPRI No.58 Tahun 2005 Pasal 23, Dana Perimbangan terdiri atas:
a. Dana Bagi Hasil;
b. Dana Alokasi Umum; dan
c. Dana AlokasiKhusus.
Menurut PPRI No. 58 Tahun 2005 Pasal 24, lain-lain pendapatan daerah yang sah
merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang
meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan
pemerintah.
Klasifikasi belanja daerah menurut PPRI No.58 Tahun 2005 Pasal 28
terdiri dari:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

belanja pegawai;
belanja barang dan jasa;
belanja modal;
bunga;
subsidi;
hibah;
bantuan sosial;
belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan
belanja tidak terduga.
Sedangkan pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan

pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan menurut PPRI No.58 Tahun
2005 Pasal 28 mencakup:
a. SiLPA tahuun anggaran sebelumnya;
17
Universitas Sumatera Utara

b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman; dan
e. pemberian pinjaman.
Pengeluaran pembiayaan mencakup:
a. pembentukan dana cadangan;
b. penyertaan modal pemerintah daerah;
c. pembayaran pokok utang; dan
d. pemberian pinjaman.
Melalui APBD dan LRA dapat diukur kinerja keuangan daerah dengan
cara menganalisis pos-pos yang terdapat dalam APBD maupun Laporan Realisasi
Anggaran Pemerintah Daerah.Juga dapat disusun LKPD berdasarkan Laporan
Realisasi APBD.

2.1.4Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) adalah suatu bentuk
pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD, masyarakat, investor, serta
pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan laporan tersebut sebagai dasar
untuk

pengambilan

keputusan

ekonomi,

sosial,

dan

politik

(Mahmudi

2016:3).Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 pada paragraf
14, yang menjadi komponen-komponen laporan keuangan adalah:
a. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan keuangan yang
menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya
ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat atau pemerintah

18
Universitas Sumatera Utara

daerah dalam suatu periode.Dalam laporan realisasi anggaran
terdiri atas beberapa unsur yaitu:
1. Pendapatan Laporan Realisasi Anggaran.
2. Belanja.
3. Transfer.
4. Surplus/defisit Laporan Realisasi Anggaran.
5. Pembiayaan.
6. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran.
b. Neraca
Neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi keuamgan
suatu entitas tentang aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal
tertentu.
c. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas adalah laporan keuangan yang menyajikan
informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas melalui kas
umum negara atau kas daerah selama periode tertentu. Dalam
paragraph 5, 6, dan 7 PSAP Nomor 03 Laporan Arus Kas
mempunyai fungsi sebagai :
1. Indikator jumlah arus kas di masa yang akan datang, serta
berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas
yang telah dibuat sebelumnya.
2. Alat pertanggungjawaban arus kas masuk dan arus kas
keluar selama periode pelaporan.
3. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya,
laporan arus kas memberikan informasi yang bermanfaat
bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi perubahan
kekayaan neto atau ekuitas suatu entitas pelaporan dan
struktur keuangan pemerintah.
d. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan adalah penjelasan secara rinci nilai
yang terdapat dalam Laporan Realisasi Anggaran, neraca, dan
laporan arus kas.Tujuan disajikannya Catatan atas Laporan
Keuangan adalah untuk meningkatkan transparansi dan
pemahaman.

Laporan keuangan memiliki 2 peran yaitu peran prospektif dan peran
prediktif.Peran prospektif berarti laporan keuangan pemerintah merupakan catatan
historis yang dapat digunakan untuk melihat kondisi pemerintahan saat ini dan
sebelumnya serta menilai kinerja pemerintah berdasarkan laporan keuangan.
Sedangkan peran prediktif berarti laporan keuangan dapat dijadikan dasar

19
Universitas Sumatera Utara

referensi bagi pemangku kepentingan untuk memprediksi kondisi keuangan
pemerintah di masa yang akan datang berdasarkan data historis yang tercantum
pada laporan keuangan.
LKPD yang telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan RI disebut laporan
keuangan auditan, yaitu laporan keuangan yang telah dilakukan pengauditan oleh
auditor independen (Mahmudi, 2016: 35).Fungsi auditor independen adalah untuk
memberikan jaminan bahwa laporan yang dibuat oleh pemerintah telah disajikan
dengan wajar dan sesuai dengan standar akuntansi yang telah ditetapkan.

2.1.5Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kinerja keuangan daerah adalah tingkat capaian dari suatu hasil kerja di
bidang keuangan daerah yang meliputi anggaran dan realisasi anggaran dengan
menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau
ketentuan perundang-undangan selama periode anggaran (Adhiantoko, 2013:
9).Pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan, bertanggung jawab
dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.Kemampuan pemerintah
daerah dalam mengelola keuangan dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang mencerminkan kemampuan pemerintah dalam membiayai
pelaksanaan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam kinerja keuangan daerah, terdapat perbedaan antara Pemerintah
Kota Pematangsiantar dan Pemerintah Kota Binjai dimana Pemerintah Kota
Pematangsiantar lebih baik dibandingkan Pemerintah Kota Binjai. Seperti yang

20
Universitas Sumatera Utara

telah diuraikan sebelumnya bahwa kontribusi PAD terhadap total belanja daerah
Pemerintah Kota Pematangsiantar pada tahun 2010-2014 lebih baik dibandingkan
Pemerintah Kota Binjai dimana rata-rata kontribusi PAD terhadap total belanja
daerah Pemerintah Kota Pematangsiantar adalah 8,17% sedangkan Pemerintah
Kota Binjai adalah 6,53%. Selain itu, kontribusi dana perimbangan terhadap total
belanja daerah Pemerintah Kota Pematangsiantar lebih kecil dibandingkan
Pemerintah Kota Binjai yaitu 74,47% dan 77,02%.
Dalam

hal

ini,

pemerintah

daerah

wajib

melaporkan

laporan

pertanggungjawaban keuangan daerah untuk menilai apakah pemerintah daerah
mampu menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.Penilaian kinerja
pemerintah dalam mengelola keuangan daerah, dilakukan melalui analisis rasio
keuangan terhadap realisasi APBD atau LKPD auditan. Analisis rasio keuangan
dapat dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai pada satu periode
dibandingkan periode sebelumnya atau dengan membandingkan rasio keuangan
satu daerah dengan daerah lain.
Beberapa analisis rasio keuangan yang dapat dikembangkan berdasarkan
data keuangan bersumber dari Laporan Realisasi Anggaran menurut Mahmudi
(2016: 135,137,158,162,163) yaitu rasio kemandirian keuangan daerah, rasio
ketergantungan keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio belanja operasi
terhadap total belanja, rasio belanja modal terhadap total belanja, rasio
pertumbuhan, dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR).
a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

21
Universitas Sumatera Utara

Rasio kemandirian keuangan daerah adalah rasio yang menunjukkan
kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan
daerah.Senakin tinggi angka rasio ini, berarti pemerintah daerah semakin
tinggi kemandirian keuangan daerahnya. Nilai kemandirian keuangan
dikategorikan pada tabel 2.1 ini:
Tabel 2.1
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Kemampuan Keuangan
Kemandirian (%)
Rendah sekali
0 – 25
Rendah
> 25 – 50
Sedang
> 50 – 75
Tinggi
> 75 – 100
Sumber : Kepmendagri No. 690.900.327 tahun 1996
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah =
Pendapatan Asli Daerah
Transfer Pusat +Provinsi +Pinjaman

x 100% =.....%

b. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah adalah rasio yang menunjukkan
tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan /
atau pemerintah propinsi.Semakin tinggi angka rasio ini, berarti semakin
besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadappemerintah
pusat/provinsi.
Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah =
Pendapatan Transfer
Total Pendapatan Daerah

x 100% =.....%

22
Universitas Sumatera Utara

c. Rasio Efektivitas PAD
Rasio

efektivitas

Pendapatan

Asli

Daerah

adalah

rasio

yang

menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan
pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target
yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kriteria efektivitas PAD
adalah seperti pada tabel 2.2 ini:
Tabel 2.2
Tingkat Efektivitas PAD
Tingkat Efektivitas
Kemandirian (%)
Sangat efektif
> 100
Efektif
> 90 – 100
Cukup Efektif
>80 – 90
Kurang Efektif
> 60 – 80
Tidak Efektif
< 60
Sumber : Kepmendagri No. 690.900.327 tahun 1996
Rasio Efektivitas PAD =
Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Target Penerimaan PAD

x 100% =.....%

d. Rasio Belanja Operasi Terhadap Total Belanja
Rasio belanja operasi terhadap total belanja adalah rasio yang
menggambarkan informasikan porsi belanja daerah yang dialokasikan
untuk belanja operasi.
Rasio Belanja Operasi terhadap Total Belanja =
Total Belanja Operasi
Total Belanja

x 100% =.....%

e. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja

23
Universitas Sumatera Utara

Rasio belanja operasi terhadap total belanja adalah rasio yang
menggambarkan informasikan porsi belanja daerah yang dialokasikan
untuk belanja modal.
Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja =
Total Belanja Modal
Total Belanja

x 100% =.....%

f. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan adalah perbandingan pendapatan atau pengeluaran tahun
berjalan dengan pendapatan atau pengeluaran tahun lalu.

Rasio Pertumbuhan PAD =
PAD t1 – PAD t0
x 100% =.....%
PAD t0
Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi =
Belanja Operasi t1 – Belanja Operasi t0
x 100% =.....%
Belanja Operasi t0
Rasio Pertumbuhan Belanja Modal =

Belanja Modal t1 – Belanja Modal t0

x 100% =.....%

Belanja Modal t0
g. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
Debt Service Coverage Ratio adalah rasio untuk mengukur kemampuan
pemerintah daerah dalam mengembalikan pinjaman daerah melalui
perbandingan antara penjumlahan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagian
daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
24
Universitas Sumatera Utara

Bangunan (BPHTB), penerimaan sumber daya alam dan bagian daerah
lainnya serta dana alokasi umum setelah dikurangi belanja wajib, dengan
penjumlahan angsuran pokok, bunga, dan biaya pinjaman lainnya yang
jatuh tempo. Pemerintah daerah dinilai layak untuk melakukan pinjaman
daerah apabila nilai rasio ini minimal sebesar 2,5.
Debt Service Coverage Ratio (DSCR) =
(PAD + DBH + DAU) - Belanja Wajib
Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Pinjaman

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Banyak penelitian terdahulu yang telah mengungkap tentang kinerja
keuangan daerah setelah otonomi daerah, beberapa di antaranya: Adhiantoko
(2013) telah melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Kinerja Keuangan
Pemerintah Kabupaten Blora (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Blora Tahun 2007 - 2011)”. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah kinerja keuangan DPPKAD Kabupaten Blora jika dilihat
dari rasio derajat desentralisasi fiskal dapat dikategorikan sangat kurang, kinerja
keuangan DPPKAD Kabupaten Blora jika dilihat dari rasio kemandirian keuangan
daerah tergolong masih sangat rendah, kinerja keuangan DPPKAD Kabupaten
Blora jika dilihat dari rasio efektivitas PAD diketahui bahwa efektivitas keuangan
DPPKAD Kabupaten Blora tahun 2009 dan 2010 berjalan tidak efektif, kinerja
keuangan DPPKAD Kabupaten Blora jika dilihat dari rasio efisinesi keuangan
daerah diketahui bahwa rata-rata efisiensi keuangan daerah Kabupaten Blora
tahun 2007 sampai dengan 2011 sebesar 99,61% atau dapat dikatakan kurang
25
Universitas Sumatera Utara

efisien, dan kinerja keuangan DPPKAD Kabupaten Blora jika dilihat dari rasio
keserasian adalah belum stabil dari tahun ke tahun. Saran peneliti ini bagi
pemerintah daerah adalah pemerintah daerah harus mampu mengoptimalkan
penerimaan dari potensi pendapatannya yang telah ada, pemerintah daerah harus
mencari alternatif-alternatif yang memungkinkan untuk dapat mengatasi
kekurangan pembiayaan, dan pemerintah daerah diharapkan dapat mengurangi
ketergantungannya terhadap bantuan dari pemerintah pusat.Sedangkan saran bagi
peneliti selanjutnya adalah diharapkan untuk lebih mendalam mengenai kinerja
keuangan pada Pemerintah Daerah dengan menggunakan lebih banyak rasio lagi,
melakukan penelitian di lingkup yang lebih luas dari penelitian ini.Indikator
pengukuran yang diapakai dalam penelitian ini adalah rasio derajat desentralisasi
fiskal, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi
keuangan daerah, dan rasio keserasian.Bedanya penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan oleh penulis adalah rasio keuangan yang digunakan, teknik
analisis, dan objek dan periode penelitian.
Agustina (2013) telah melakukan penelitian dengan judul: “Analisis
Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah di Era
Otonomi Daerah: Studi Kasus Kota Malang (Tahun Anggaran 2007-2011)”.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah rata-rata kinerja pengelolaan keuangan dan
tingkat kemandirian daerah kota Malang bersifat instruktif, rasio efektivitas
menunjukkan hasil yang sangat efektif, rasio aktivitas menunjukkan Pemerintah
Kota Malang masih memprioritaskan anggaran belanjanya untuk belanja rutin,
rasio

pertumbuhan

menunjukkan

Pemerintah

Kota

Malang

mampu

26
Universitas Sumatera Utara

mempertahankan kinerjanya dalam mengelola keuangan. Saran penelitian ini bagi
Pemerintah Kota Malang adalah harus mengurangi ketergantungan kepada
pemerintah pusat, diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kota Malang dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan perlu
meningkatkan pembangunan serta penyediaan sarana dan prasarana umum.
Bedanya penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah rasio
keuangan yang digunakan, teknik analisis, dan objek dan periode penelitian.
Dwijayanti dan Rusherlistyanti (2013) telah melakukan penelitian dengan
judul: “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Pemerintah Propinsi SeIndonesia” periode 2008-2010. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pada rasio
kemandirian, Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat pertama dan Papua Barat
menduduki peringkat terakhir.Pada rasio efektivitas, Propoinsi Papua Barat
menduduki peringkat pertama dan Kalimantan Tengah menduduki peringkat
terakhir.Pada rasio efisiensi, Propinsi Bali menduduki peringkat pertama dan
D.I.Yogyakarta menduduki peringkat terakhir.Pada rasio aktivitas, daerah yang
lebih mengutamakan belanja pembangunannya dibandingkan dengan belanja
rutinnya adalah Propinsi Sulawesi Barat. Pada rasio pertumbuhan PAD, pada
tahun 2009 secara merata propinsi se-Indonesia mengalami penurunan yang
sangat jauh dari tahun sebelumnya, rasio pertumbuhan pendapatan, propinsi yang
mengalami kenaikan adalah Propinsi D.I.Yogyakarta dan Gorontalo, rasio
pertumbuhan belanja rutin, propinsi yang mengalami kenaikan dari tahun 20082010 adalah Propinsi Bengkulu dan DKI Jakarta, rasio pertumbuhan belanja
pembangunan, propinsi yang mengalami peningkatan dari tahun 2008-2010

27
Universitas Sumatera Utara

adalah Propinsi Aceh, Jambi, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Terdapat
perbedaan tingkat kemandirian, tingkat efektivitas, tingkat aktivitas belanja rutin
dan belanja pembangunan, tingkat pertumbuhan PAD yang siginifikan pada
kinerja keuangan pemerintah propinsi se-Indonesia periode 2008-2010.Tidak
terdapat perbedaan tingkat efisiensi, tingkat pertumbuhan pendapatan, tingkat
pertumbuhan belanja rutin, tingkat pertumbuhan belanja pembangunan yang
signifikan pada kinerja keuangan pemerintah propinsi se-Indonesia periode 20082010.Saran penelitian ini bagi pemerintah daerah adalah diharapkan untuk
meningkatkan kinerja keuangan.Sedangkan saran bagi penelitian selanjutnya
adalah disarankan untuk menambah periode penelitian, subjek penelitian, dan
metode penelitian sebagai alat pengukurannya.Bedanya penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah rasio keuangan yang digunakan dan
objek dan periode penelitian.
Fidelius (2013) telah melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Rasio
Untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Manado.” periode
2010-2012. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pada rasio kemandirian, kinerja
pengelolaan keuangan daerah Kota Manado masih sangat rendah dimana rata-rata
rasio kemandiriannya adalah 15,22%. Pada rasio efektivitas PAD, kinerja
pengelolaan keuangan Kota Manado sudah cukup efektif dimana rata-rata rasio
efektivitasnya adalah 85,84%. Pada rasio aktivitas, Pemerintah Kota Manado
lebih memprioritaskan belanja operasi daripada belanja modal dimana rata-rata
rasio akrivitas belanja operasi adalah 80,07% sedangkan belanja modal adalah

28
Universitas Sumatera Utara

16,18%. Pada rasio pengelolaan belanja, kinerja pengelolaan keuangan
Pemerintah Kota Manado sudah sangat baik dimana rata-rata rasio pengelolaan
belanjanya adalah 104,55%. Pada rasio pertumbuhan

PAD dan pendapatan,

kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Manado sudah cukup baik.Saran
penelitian ini bagi pemerintah daerah adalah harus mengurangi ketergantungan
terhadap

pemerintah

pusat

dan

sebaiknya

mulai

mengurangi

prioritas

pengeluarannya untuk belanja operasi dan memfokuskan pengeluaran untuk
belanja modal.Bedanya penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis
adalah rasio keuangan yang digunakan, teknik analisis, dan objek dan periode
penelitian.
Janur (2009) telah melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Pada Kabupaten Bungo Sesudah
Otonomi Daerah” periode 2003-2007. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
kinerja

keuangan

pemerintahan

daerah

Kabupaten

Bungo

sesudah

diberlakukannya kebijakan otonomi daerah masih menunjukkan rata-rata kinerja
keuangan daerah yang masih belum stabil dimana rasio pertumbuhan dan debt
service

coverage

ratio

mengalami

peningkatan

sedangkan

pada

rasio

kemandirian, rasio efektivitas dan efisiensi PAD, rasio aktivitas tidak mengalami
peningkatan. Indikator pengukuran yang dipakai dalam penelitian ini adalah rasio
kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas dan efisiensi PAD, rasio aktivitas,
rasio pertumbuhan dan debt service coverage ratio.Saran penelitian ini bagi
pemerintah daerah adalah pemerintah daerah Kabupaten Bungo seharusnya
mengurangi tingkat ketergantungan keuangan daerah, seharusnya lebih banyak

29
Universitas Sumatera Utara

mengalokasikan dana untuk pembangunan, dan seharusnya melakukan internal
audit secara lebih intensif untuk mengetahui penyebab adanya peningkatan
pengeluaran. Bedanya penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis
adalah rasio keuangan yang digunakan, teknik analisis, dan objek dan periode
penelitian.
Pramono (2014) telah melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Rasio
Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah(Studi Kasus
Pada Pemerintah Kota Surakarta)” periode 2010-2011.Kesimpulan dari
penelitian ini adalah kinerja keuangan Pemerintah Kota Surakarta untuk tahun
2010 dan 2011 yang masih kurang atau perlu menjadi perhatian adalah pada aspek
kemandirian dan aspek keserasian. Kemandirian Pemerintah Kota Surakarta
dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaraan kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat masih sangat rendah. Pemkot Surakarta
dalam menggunakan dananya masih belum berimbang, karena sebagian besar
APBD masih digunakan untuk belanja operasional. Kinerja keuangan Pemerintah
Kota Surakarta untuk tahun 2010 dan 2011 yang sudah baik adalah pada aspek
efisiensi, efektivitas, pertumbuhan dan kemampuan membayar pinjaman dimana
efektivitas Pemkot Surakarta dalam mengelola PAD nya mengalami peningkatan,
jumlah

pendapatan

dan

jumlah

PAD

mengalami

pertumbuhan

yang

positif.Indikator pengukuran yang dipakai dalam penelitian ini adalah rasio
kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, rasio keserasian, rasio belanja
rutin terhadap APBD, rasio belanja modal terhadap APBD, dan debt service
coverage ratio.Saran penelitian ini bagi pemerintah daerah adalah Pemerintah

30
Universitas Sumatera Utara

Kota Surakarta diharapkan berupaya untuk lebih meningkatkan PAD nya dan agar
lebih proporsional di dalam mengalokasikan belanjanya.Bedanya penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah rasio keuangan yang digunakan,
teknik analisis, dan objek dan periode penelitian.
Tobing (2008) telah melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Kinerja
Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah Pada Pemerintah
Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara” periode 1998-2000 (sebelum otonomi
daerah) dan 2003-2004 (setelah otonomi daerah).Kesimpulan dari penelitian ini
adalah otonomi daerah tidak memperbaiki rata-rata kinerja keuangan dalam
bentuk

kemampuan

pembiayaan

daerah,

mobilisasi

daerah,

tingkat

ketergantungan, desentralisasi fiskal pada pemerintah kabupaten/ kota di
Sumatera Utara dan rasio kinerja keuangan daerah semakin rendah. Saran
penelitian ini bagi pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara adalah lebih
meningkatkan pendapatan asli daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan juga diharapkan dapat mengelola dan memberdayakan sumber
daya daerah seefektif mungkin.Sedangkan saran bagi peneliti selanjutya adalah
sebaiknya dilakukan penelitian terhadap pemerintah kabupaten/kota di seluruh
propinsi Indonesia.Indikator pengukuran yang dipakai dalam penelitian ini adalah
rasio kemandirian keuangan daerah, rasio tingkat ketergantungan daerah, dan
rasio desentralisasi fiskal.Bedanya penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
penulis adalah rasio keuangan yang digunakan, objek dan periode penelitian.
Triyono (2013) telah melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Rasio
Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo APBD 2009-

31
Universitas Sumatera Utara

2011”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah rasio kemandirian rendah dengan
tingkat ketergantungan dari pihak eksternal masih tinggi.Rasio efektivitas yang
dicapai tingggi.Rasio aktivitas menunjukkan dalam memungut PAD sudah
efisien.Rasio pertumbuhan menunjukkan hasil yang positif.Rasio derajat
desentralisasi rendah.Saran penelitian ini bagi pemerintah Kabupaten Magetan
adalah seharusnya mengurangi ketergantungan terhadap pihak eksternal, belanja
modal seharusnya lebih ditingkatkan.Saran penelitian ini bagi peneliti selanjutnya
adalah

diharapkan

menambah

obyek

penelitian,

periode

tahun

dalam

penelitiannya, dan menambah metode rasio.Bedanya penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan penulis adalah rasio keuangan yang digunakan, objek
dan periode penelitian, dan teknik analisis.
Berdasarkan uraian di atas, ringkasan tinjauan penelitian terdahulu,
tercantum di Tabel 2.3.
Tabel 2.3Tinjauan Penelitian Terdahulu

No.
1.

Peneliti
(Tahun)

Variabel
Penelitian

Adhiantoko
(2013)

Independen:
Kinerja
Keuangan
Daerah
Dependen: -

Indikator dan
Teknik
Analisis
Indikator:
1. Rasio
derajat
desentralisasi
2. Rasio
kemandirian
keuangan
daerah
3.Rasio
efektivitas
PAD
4.Rasio
efisiensi
keuangan
daaerah
5.Rasio
keserasian
Teknik

Hasil Penelitian
Kinerja keuangan DPPKAD
Kabupaten Blora masih
tergolong sangat rendah,
tidakefektif, dan tidak efisien.

32
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.3

2.

Agustina
(2013)

Independen:
Kinerja
Pengelolaan
Keuangan
Daerah dan
Tingkat
Kemandirian
Daerah
Dependen: -

Lanjutan Tabel 2.3
3.

Dwijayanti
dan
Rushelistyanti
(2013)

Independen:
Kinerja
Keuangan
Dependen: -

Analisis:
Analisis rasio
keuangan
Indikator:
1. Rasio
kemandirian
keuangan
daerah
2. Rasio
efektivitas
3. Rasio
efisiensi
4. Rasio
aktivitas
5.Rasio
pertumbuhan
Teknik
Analisis:
Analisis rasio
keuangan
Indikator:
1. Rasio
kemandirian
2. Rasio
efektivitas
PAD
3. Rasio
efisiensi
4. Rasio
aktivitas (rasio
keserasian)
5. Rasio
pertumbuhan
Teknik
Analisis:
Analisis rasio
keuangan dan
analisis uji
beda

Rata-rata kinerja pengelolaan
keuangan dan tingkat
kemandirian daerah kota
Malang bersifat instruktif, rasio
efektivitas menunjukkan hasil
yang sangat efektif, rasio
aktivitas menunjukkan Pemkot
Malang masih memprioritaskan
anggaran belanjanya untuk
belanja rutin, rasio pertumbuhan
menunjukkan Pemkot Malang
mampu mempertahankan
kinerjanya dalam mengelola
keuangan.

Pada rasio kemandirian,
Propinsi Jawa Timur menduduki
peringkat pertama dan Papua
Barat menduduki peringkat
terakhir. Pada rasio efektivitas,
Propoinsi Papua Barat
menduduki peringkat pertama
dan Kalimantan Tengah
menduduki peringkat terakhir.
Pada rasio efisiensi, Propinsi
Bali menduduki peringkat
pertama dan D.I.Yogyakarta
menduduki peringkat terakhir.
Pada rasio aktivitas, daerah
yang lebih mengutamakan
belanja pembangunannya
dibandingkan dengan belanja
rutinnya adalah Propinsi
Sulawesi Barat. Pada rasio
pertumbuhan PAD, pada tahun
2009 secara merata propinsi seIndonesia mengalami penurunan
yang sangat jauh dari tahun
sebelumnya, rasio pertumbuhan
pendapatan, propinsi yang
mengalami kenaikan adalah
Propinsi D.I.Yogyakarta dan
Gorontalo, rasio pertumbuhan
belanja rutin, propinsi yang
mengalami kenaikan dari tahun
2008-2010 adalah Propinsi
Bengkulu dan DKI Jakarta,
rasio pertumbuhan belanja
pembangunan, propinsi yang
mengalami peningkatan dari

33
Universitas Sumatera Utara

4.

Fidelius
(2013)

5.
Janur
(2009)
Lanjutan
Tabel 2.3

Independen:
Kinerja
Pengelolaan
Keuangan
Daerah
Dependen: -

Independen :
Kinerja
Keuangan
Pemerintah
Daerah
Dependen : -

Indikator:
1. Rasio
kemandirian
daerah
2. Rasio
efektivitas
PAD
3. Rasio
aktivitas
4. Rasio
pengelolaan
belanja
5. Rasio
pertumbuhan
Teknik
Analisis:
Analisis rasio
keuangan
Indikator:
1. Rasio
kemandirian
keuangan
daerah
2. Rasio
efektivitas
PAD
3.Rasio
efisiensi PAD
4. Rasio
aktivitas

tahun 2008-2010 adalah
Propinsi Aceh, Jambi, Jawa
Tengah, D.I.Yogyakarta,
Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Barat, dan Papua
Barat. Terdapat perbedaan
tingkat kemandirian, tingkat
efektivitas, tingkat aktivitas
belanja rutin dan belanja
pembangunan, tingkat
pertumbuhan PAD yang
siginifikan pada kinerja
keuangan pemerintah propinsi
se-Indonesia periode 20082010. Tidak terdapat perbedaan
tingkat efisiensi, tingkat
pertumbuhan pendapatan,
tingkat pertumbuhan belanja
rutin, tingkat pertumbuhan
belanja pembangunan yang
signifikan pada kinerja
keuangan pemerintah propinsi
se-Indonesia periode 20082010.
Pada rasio kemandirian, kinerja
pengelolaan keuangan daerah
Kota Manado masih sangat
rendah. Pada rasio efektivitas
PAD, kinerja pengelolaan
keuangan Kota Manado sudah
cukup efektif. Pada rasio
aktivitas, Pemerintah Kota
Manado lebih memprioritaskan
belanja operasi daripada belanja
modal. Pada rasio pengelolaan
belanja, kinerja pengelolaan
keuangan Pemerintah Kota
Manado sudah sangat baik. Pada
rasio pertumbuhan PAD dan
pendapatan, kinerja pengelolaan
keuangan Pemerintah Kota
Manado sudah cukup baik.
Kinerja keuangan pemerintahan
daerah Kabupaten Bungo
sesudah diberlakukannya
kebijakan otonomi daerah masih
menunjukk-an rata-rata kinerja
keuangan daerah yang masih
belum stabil dimana pada rasio
pertumbuh-an dan debt service
coverage ratio mengalami
peningkatan sedangkan pada
rasio kemandirian, rasio
efektivitas PAD, rasio efisiensi

34
Universitas Sumatera Utara

6.

Pramono
(2015)

Independen :
Kinerja
Keuangan
Pemerintah
Daerah
Dependen : -

7.

Tobing
(2008)

Independen :
Kinerja
Keuangan
Daerah
Dependen : -

5. Rasio
pertumbuhan
6. Debt
Service
Coverage
Ratio
Teknik
Analisis:Anali
sis rasio
keuangan
Indikator:
1. Rasio
kemandirian
keuangan
daerah
2. Rasio
efektivitas
3. Rasio
keserasian
4. Rasio
belanja rutin
terhadap
APBD
5. Rasio
belanja modal
terhadap
APBD
6. Debt
Service
Coverage
Ratio
Teknik
Analisis:
Analisis rasio
keuangan
Indikator:
1. Rasio
kemandirian
keuangan
daerah
2. Rasio
tingkat
ketergantunga
n daerah
3. Rasio
desentralisasi
fiskal
Teknik
Analisis:
Analisis rasio
keuangan dan
analisis uji
beda

PAD, dan rasio aktivitas tidak
mengalami peningkatan.

Kinerja keuangan Pemerintah
Kota Surakarta masih kurang
pada aspek kemandirian dan
aspek keserasian.
Kinerja keuangan Pemerintah
Kota Surakarta sudah baik pada
aspek efisiensi, efektivitas,
pertumbuhan dan kemampuan
membayar pinjaman.

Otonomi daerah tidak
memperbaiki rata-rata kinerja
keuangan pada pemerintah
kabupaten/ kota di Sumatera
Utara dan rasio kinerja
keuangan daerah semakin
rendah.

35
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.3
8.

Triyono
(2013)

Independen:
Kinerja
Keuangan
Daerah
Dependen: -

Indikator:
1.Rasio
kemandirian
2. Rasio
efektivitas
dan efisiensi
3. Rasio
aktivitas
4. Rasio
pertumbuhan
5. Derajat
desentralisasi
Teknik
Analisis:
Analisis rasio
keuangan

Rasio kemandirian
menunjukkan hasil rendah
sekali, rasio efektivitas
menunjukkan hasil sangat
efektif, rasio efisien
menunjukkan hasil sudah
efisien, rasio aktivitas
menunjukkan pada belanja
pembangunan measih rendah,
rasio pertumbuhan
menunjukkan hasil yang positif,
dan derajat desentralisasi
menunjukkan hasil rendah.

2.3 Kerangka Konseptual
Pada Pemerintah Kota Binjai dan Pemerintah Kota Pematangsiantar, data
yang digunakan adalah Laporan Realisasi Anggaran. Kemudian dari LRA ini
diperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, yang kemudian akan
dianalisis dengan menggunakan rasio keuangan daerah. Beberapa rasio keuangan
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan daerah menurut
Mahmudi (2016: 135) yaitu: rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas
Pendapatan Asli Daerah, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio aktivitas, rasio
pertumbuhan, dan debt service coverage ratio. Setelah hasil dari rasio-rasio
diperoleh, kemudian dibandingkan antara rasio keuangan Pemerintah Kota Binjai
dengan rasio keuangan Pemerintah Kota Pematangsiantar.

36
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian diatas, adapun kerangka konseptual dapat digambarkan pada
Gambar 2.1 berikut.
Pemerintah Kota
Binjai

Pemerintah Kota
Pematangsiantar

Laporan Realisasi
Anggaran

Laporan Realisasi
Anggaran

Kinerja Keuangan
Daerah:

Kinerja Keuangan
Daerah:

a. Rasio kemandirian
keuangan daerah
b.Rasio ketergantungan
keuangan daerah
c. Rasio efektivitas PAD
d. Rasio belanja operasi
terhadap total belanja
e. Rasio belanja modal
terhadap total belanja
f. Rasio pertumbuhan
g. Debt Service
Coverage Ratio

a. Rasio kemandirian
keuangan daerah
b.Rasio ketergantungan
keuangan daerah
c. Rasio efektivitas PAD
d. Rasio belanja operasi
terhadap total belanja
e. Rasio belanja modal
terhadap total belanja
f. Rasio pertumbuhan
g. Debt Service
Coverage Ratio
Dibandingkan

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual diajukan 2
hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

37
Universitas Sumatera Utara

1. Terdapat perbedaan antara kinerja keuangan daerah Pemertintah Kota
Pematangsaintar dan kinerja keuangan Pemerintah Kota Binjai setelah
diberlakukannya otonomi daerah.
2. Kinerja keuangan daerah Pemerintah Kota Pematangsaintar lebih baik
dibandingkan dengan

kinerja keuangan

daerah

Pemerintah

Kota

Binjaisetelah diberlakukannya otonomi daerah.

38
Universitas Sumatera Utara