Perlindungan Cagar Budaya Warisan Dunia (World Heritage), yang Dipersengketakan oleh Negara-negara Menurut Hukum Internasional (Studi Kasus: Sengketa Angkor Wat)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial yang selalu hidup
bersama. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan interaksi
dengan sesama manusia didalam kelempoknya sendiri maupun dengan kelompok
lain. Selain melakukan interaksi dengan sesama manusia, pada umumnya manusia
juga melakukan interaksi dengan lingkungan tempat hidupnya. Lingkungan hidup
adalah ruang yang ditempati oleh makhluk hidup dersama dengan benda tak hidup
lainnya1. Setiap kelompok manusia memiliki kebiasaan atau budaya yang berbeda
dengan kelompok lain. Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu
Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang 2 .
Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia3.
Adapun Kebudayaan adalah seperangkat atau keseluruhan simbol yang
digunakan atau dimiliki manusia dalam hidupnya untuk bisa melakukan
reproduksi dan menghadapi lingkungannya, yang diperoleh lewat proses belajar
dalam kehidupannya sebagai anggota suatu masyarakat atau komunitas. Simbol
atau lambang ialah segala sesuatu yang dimaknai dimana makna dari suatu simbol


1

Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, 1991,

hal. 48.
2

Soerjanto Poespowardojo, Strategi Kebudayaan Suatu Pendekatan Filosofis, Gramedia
Pustaka Utama (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1993), hal.63
3
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal.181.

Universitas Sumatera Utara

itu mengacu pada sesuatu konsep yang lain. Wujud simbol bisa berupa tulisan,
suara, bunyi, gerak, gambar, bangunan, dan sebagainya.
Setiap kebudayaan memiliki adat tradisi yang berbeda dengan kebudayaan
yang lain. Baik dalam seni tari, pakaian, maupun bentuk bangunan kebudayaan
(cagar budaya) dari kelompok tersebut. Suatu kelompok masyarakat akan tetap
memegang teguh adat dan kepercayaannya sampai kapan pun. Bahkan kerap kali

terjadi peperangan antar masyarakat adat yang disebabkan karena perbedaan
pandangan bahkan sampai kepada perebutan suatu kebudayaan baik dalam skala
nasional maupun internasional. Hal tersebut terjadi karena kedua masyarakat
tersebut memiliki adat atau kebiasaan yang sama. Peperangan sudah dikenal sejak
lama. Pada saat itu peperangan terjadi untuk memperebutkan suatu wilayah demi
menjaga eksistensi suatu kerajaan. Sedangkan peraturan peraturan mengenai
perang itu sendiri lahir pada tahun 1815 bersamaan dengan ditandatanganinya
Kongres Wina 1815.4 Salah satu peraturan yang berkembang pada saat itu ialah:
museum, gedung-gedung sejarah, dan tempat-tempat suci termasuk kota-kota
yang tidak dijaga dan atau tidak dipertahankan tidak boleh dibom.5
Perlindungan terhadap benda budaya yang dihasilkan oleh suatu
masyarakat dilindungi oleh UNESCO. Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan
Kebudayaan PBB (United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization, disingkat UNESCO) merupakan badan khusus PBB yang didirikan
pada 1945. Tujuan organisasi adalah mendukung perdamaian, dan keamanan
dengan mempromosikan kerja sama antar negara melalui pendidikan, ilmu
4

Ambarwati, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, PT.
Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 2013), hal. xiii

5
Ambarwati, Ibid,hal. xiv

Universitas Sumatera Utara

pengetahuan, dan budaya dalam rangka meningkatkan rasa saling menghormati
yang berlandaskan kepada keadilan, peraturan hukum, HAM, dan kebebasan
hakiki. (Pasal 1 Konstitusi UNESCO) 6. UNESCO memiliki anggota 191 negara.
Organisasi ini bermarkas di Paris, Perancis, dengan 50 kantor wilayah serta
beberapa lembaga, dan institut di seluruh dunia. UNESCO memiliki lima program
utama yang disebarluaskan melalui: pendidikan, ilmu alam, ilmu sosial dan
manusia, budaya, serta komunikasi dan informasi. Proyek yang disponsori oleh
UNESCO termasuk program baca-tulis, teknis, dan pelatihan guru; program ilmu
internasional; proyek sejarah regional, dan budaya, promosi keragaman budaya;
kerja sama persetujuan internasional untuk mengamankan warisan budaya, dan
alam serta memelihara HAM; dan mencoba untuk memperbaiki perbedaan digital
dunia 7 . UNESCO sendiri telah mengakui sekitar 850 situs kebudayaan yang
menjadi warisan budaya (The World Heritage) yang dikelompokkan dalam tiga
kategori berbeda, yaitu warisan alam, cagar alam atau situs, dan karya tak benda 8.
Setiap situs kebudayaan yang diaukui dan belum diakui oleh UNESCO harus

tetap mendapatkan perlundungan dan perawatan dari pemerintah disuatu negara.
Hal tersebut bertujuan untuk memperkenalkan kebudayaan dari suatu negara
kepada generasi selanjutnya dan dunia.

6

Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB
id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Pendidikan,_Keilmuan,_dan_Kebudayaan_PBB diakses pada
19/2/2016 pukul 2.06 WIB.
7
Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan
PBBid.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Pendidikan,_Keilmuan,_dan_Kebudayaan_PBB diakses
pada 19/2/2016 pukul 2.06WIB
8
http://www.antarabengkulu.com/berita/19359/lestarikan-warisan-budaya-agar-takdisanksi-unesco diakses pada 19/2/2016 pukul 2.15WIB

Universitas Sumatera Utara

Saat ini tercatat sangat banyak warisan budaya di beberapa negara yang
terancam rusak bahan sudah rusak ataupun sudah hilang yang diakibatkan

kurangnya perawatan dan perhatian khusus dari pemerintah negara tersebut
ataupun disebabkan karena peperangan baik itu merupakan warisan budaya yang
merupakan kategori warisan alam maupun cagar alam atau situs. Untuk mendapat
pengakuan dunia atas warisan budaya nasional suatu negara, maka negara tersebut
haruslah mengikuti tahapan dan format yang ditentukan UNESCO. Tahap
pertama, cabang budaya tersebut harus terdaftar sebagai warisan budaya nasional.
Setelah itu, baru bisa masuk ke tahap berikutnya untuk mendapat pengakuan
dunia. Setelah pencatatan sebagai warisan budaya nasional, kemudian akan
usulkan kepada warisan budaya dunia 9 . UNESCO telah menerbitkan empat
konvensi, yaitu konvensi tahun 1972 mengenai perlindungan warisan dunia,
konvensi tahun 2001 mengenai perlindungan benda warisan budaya bawah air,
konvensi tahun 2003 mengenai perlindungan warisan budaya takbenda, dan
terakhir konvensi tahun 2005 mengenai proteksi dan promosi keanekaragaman
ekspresi budaya. Dari keempat konvensi tersebut, Indonesia telah meratifikasi
konvensi tahun 1972 dan konvensi 2003 dan menyusul konvensi tahun 2005 10.
Dengan suatu negara meratifikasi konvensi tersebut maka suatu negara harus
menjaga seluruh warisan budaya yang terdaftar di negaranya agar tidak
mendapatkan sanksi dari pihak UNESCO dan dunia.
Sebagian besar dari warisan budaya tersebut telah mendapat perbaikan
dalam pengelolaan dan konservasi. Misalnya saja terhadap salah satu situs

9

Ibid
Ibid

10

Universitas Sumatera Utara

warisan dunia UNESCO yang berada di wilayah teritorian Kamboja, yaitu
AngkorWat. Angkor Wat sendiri telah dihapus dari daftar situs warisan dunia
yang berbahaya setelah mendapatkan perbaikan dalam pengelolaan dan
konservasi dari pihak UNESCO. Meskipun sudah dinyatakan lepas dari status
bahaya oleh UNESCO, tetapi Angkor wat tetap saja di perebutkan oleh Thailand
dan Kamboja sampai sekarang. Hal tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada
tekstur bangunan dari angkorwat karena sering kali terjadi baku tembak antara
tentara kedua negara tersebut. Sementara itu menurut konvensi Den Haag tahun
1954 setiap negara yang termasuk dalam konvensi tersebut bertanggung jawab
untuk menjaga, merawat dan melestarikan setiap benda budaya yang berada
diwilayah teritorialnya sendiri.

Dengan melihat pentingnya perlindungan terhadap benda budaya, maka
penulis

tertarik

untuk

menulis

dan

menyusun

skripsi

dengan

judul:

PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA WARISAN DUNIA (WORLD

HERITAGE), YANG DIPERSENGKETAKAN OLEH NEGARA-NEGARA
MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS: SENGKETA
ANGKOR WAT).

B. Rumusan Masalah
1.

Bagaimana perlindungan cagar budaya menurut hukum internasional?

2.

Bagaimanakah prosedur dan tata cara pengakuan Internasional terhadap
cagar budaya?

Universitas Sumatera Utara

3.

Bagaimanakah penyelesaiaan cagar budaya yang dipersengketakan oleh
negara-negara?


C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis menentukan tujuan
penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bangaimana prlindungan terhadap cagar budaya
menurut hukum internasional.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana prosedur dan tata cara
pengakuan internasional terhadap cagar budaya.
3. Untuk

mengetahui

bagaimana

penyelesaian

cagar

budaya


yang

dipersengketakan oleh negara-negara dalam hal ini berkaitan dengan
sengketa Angkor Wat.
Adapun manfaat penulisan yang diharapkan diperoleh dari skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis
Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap masalah-masalah yang
diangkat dan dibahas mampu melahirkan pemahaman mengenai
perlindungan cagar budaya baik secaras umum maupun internasional,
prosedur dan tata cara pengakuan internasional terhadap cagar budaya,
serta penyelesaian sengketa antar negara dalam memperebutkan suatu
bangunan kebudayaan yang berada diwilayah teritorial salah satu negara.
2. Manfaat Praktis

Universitas Sumatera Utara

Secara praktis, skripsi ini diharapkan dapat menjadi kajian bagi para pihak
akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan terutama di bidang
Hukum Internasional.

D. Keaslian Penulisan
Sebagai suatu karya tulis ilmiah yang dibuat untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar Sarjana, maka seyogyanya skripsi yang saya yang berjudul
“Perlindungan Cagar Budaya

Warisan Dunia (World Heritage),

yang

Dipersengketakan oeh Negara-Negara Menurut Hukum Internasional (Studi
Kasus: Sengketa Angkor Wat)” ditulis berdasarkan buah pikiran yang benarbenar asli tanpa melakukan tindakan peniruan (plagiat)baik sebagian ataupun
seluruhnya dari karya orang lain. Dalam proses penulisan skripsi ini Penulis juga
memperoleh data dari buku-buku, jurnal ilmiah, media cetak dan media
elektronik. Jika ada kesamaan pendapat dan kutipan, hal itu semata-mata
digunakan sebagai referensi dan penunjang yang Penulis perlukan demi
penyempurnaan penulisan skripsi ini. Dengan Demikian judul yang penulis pilih
telah diperiksa dalam arsip bagian Hukum Internasional dan penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya dan belum pernah ada judul yang sama,
mirip bahkan persis, demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan
berdasarkan pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas
Hukum USU tertanggal 02 Juni 2016 judul tersebut dinyatakan tidak ada yang
sama dan telah disetujui oleh Ketua Departemen Hukum Internasional.

Universitas Sumatera Utara

E. Tinjauan Pustaka
Perlindungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai sebuah hal atau perbuatan yang bertujuan untuk memperlindungi yang
menyebabkan seseorang atau sesuatu ditempatkan di bawah sesuatu.11
Cagar budaya adalah daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan peri
kehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan. 12 Menurut
UU no. 11 tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan
berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya,
Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang
perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses
penetapan.13Benda cagar budaya adalah benda alami atau buatan manusia, baik
bergerak atau tidak, yang punya hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah
perkembangan manusia.14 Benda cagar budaya tidak hanya penting bagi disiplin
ilmu arkeologi, tetapi terdapat berbagai disiplin yang dapat melakukan analisis
terhadapnya. Antropologi misalnya dapat melihat kaitan antara benda cagar
budaya dengan kebudayaan sekarang.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-

11

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hal 674
12
https://id.wikipedia.org/wiki/Cagar_budaya
13
Undang-undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
14
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. 15 Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata LatinColere, yaitu mengolah
atau mengerjakan.16 Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 17 Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistemagama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Seorang
Antropolog E.B. Tylor (1871), dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture
(New York ; Brentano's, 1924), hal 1, yang mendefinisikan pengertian
kebudayaan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.18
Dalam

definisi

Organisasi

Pendidikan,

Ilmu

Pengetahuan,

dan

Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), dikenal istilah warisan
dunia yang terdiri dari warisan alam dunia dan warisan budaya dunia. Warisan
budaya dunia adalah kawasan yang memiliki nilai universal luar biasa dan
mempunyai pengaruh sangat penting terhadap budaya yang berada dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta ditetapkan UNESCO sebagai warisan

15

https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
Ibid
17
Ibid
18
http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-kebudayaan-definisi-para-ahli.html
16

Universitas Sumatera Utara

budaya dunia. 19 Warisan budaya terbagi dua, yaitu bendawi dan tak benda.
Warisan budaya bendawi adalah hal-hal yang dapat disentuh dan dipakai. 20
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mendefinisikan warisan
budaya tak benda adalah segala praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan,
keterampilan serta alat-alat, benda (alamiah), artefak, dan ruang-ruang budaya
terkait dengannya yang diakui oleh berbagai komunitas, kelompok, dan dalam hal
tertentu perseorangan sebagai bagian warisan budaya mereka.21
Sengketa internasional adalah suatu perselisihan antara subjek-subjek
hukum internasional mengenai fakta, hukum atau politik dimana tuntutan atau
pernyataan satu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh pihak lainnya. 22
Sengketa Internasional antar negara-negara biasanya berupa wilayah teritorial dan
dapat menyebabkan atau menghasilkan konflik internasional. Wilayah konflik
dapat juga diartikan suatu wilayah atau tempat atau lokasi yang sedang terjadi
perselisihan antar kelompok internal dari suatu negara atau antar negara yang
berdekatan untuk mencapai suatu ujuan tertentu.
Perlindungan terhadap cagar budaya merupakan perlindungan terhadap
warisan budaya dunia untuk generasi yang akan datang. Perlindungan terhadap
cagar budaya diatur dalam beberapa konvensi internasional dan diterapkan atau
dilaksanakan oleh organisasi internasional yang menanganinya. Salah satu
konvensi internasional tersebut adalah Konvensi Den Haag tahun 1954.

19

http://travel.kompas.com/read/2014/10/24/175400427/Memelihara.Warisan.Budaya.Tak
.Benda. Diakses pada tanggal 22 Februari 2016 pukul 22.10
20
Ibid
21
Ibid
22
https://pkntrisna.wordpress.com/2010/06/16/pengertian-sengketa-internasional/

Universitas Sumatera Utara

F. Metode penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum yuridis normatif,
karena penelitiannya dilakukan atas norma-norma hukum yang berlaku, baik
norma hukum yang berasal dari hukum nasional maupun norma hukum yang
berasal dari hukum internasional.
2. Metode Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan. Sumber data diperoleh dari:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat yang
termasuk dalam sumber sumber hukum internasional sesuai Pasal 38
ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional. Dalam tulisan ini
mencakup: perjanjian/konvensi internasional, kebiasaan internasional,
prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang
beradad, dan putusan pengadilan internasional maupun doktrin.
Selain sumber-sumber hukum internasional, penulisan skripsi ini juga
mempergunakan peraturan perundang-undangan yang terdapat di
Indonesia seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun

1945.

Undang-Undang,

Peraturan

Pemerintah,

maupun

peraturan di tingkat yang lebih rendah.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, yakni: buku hukum, termasuk skripsi, thesis,
disertasi hukum dan jurnal hukum, serta kamus hukum.

Universitas Sumatera Utara

3) Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, mencakup:
a.

Bahan-bahan yang memberikan petunjuk-petunjuk maupun
penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder;

b.

Bahan-bahan primer, sekunder, dan tertier (penunjang) diluar
bidang hukum.

3. Analisis Data
Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya
merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan
hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap bahan-bahan
hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis data, yaitu:
a.

Memilih ketentuan-ketentuan yang berisi kaidah-kaidah hukum yang
mengatur masalah perlindungan cagar budaya;

b.

Data yang berupa sumber hukum internasional dan hukum nasional ini
dianalisis secara induktif kualitatif.

4. Teknik Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dengan
mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun secara
induktif. Pada proses deduktif, bertolak dari suatu proposisi umum yang
kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan
(pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. 23

23

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo
Persada, 2007), hal. 11

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan pada prosedur induktif, proses berawal dari proposisi-proposisi
khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan
(pengetahuan baru) berupa asas umum.24
Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dilakukan
dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun
secara induktif, sehingga akan dapat diperoleh jawaban terhadap permasalahanpermasalahan yang telah disusun.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas
rumusan masalah, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar melalui
sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemikiran
dalam menguraikan lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari
jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari 5 (lima) bab yang
terdapat di dalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan
mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikanya adalah sebagai
berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini berisi pengantar yang didalamnya terurai
mengenai

latar

belakang

penulisan

skripsi,

perumusan masalah, dilanjutkan dengan tujuan
dan

24

manfaat

penulisan,

keaslian

penulisan,

Ibid., hal. 10

Universitas Sumatera Utara

tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan
diakhiri dengan sistematika penulisan skripsi.
BAB II

: PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA
MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
Bab ini menguraikan tentang ruang lingkup cagar
budaya, organisasi yang memiliki peranan dalam
melindungi cagar budaya, serta perlindungan
terhadap

cagar

budaya

menurut

hukum

internasional
BAB III

: PROSEDUR DAN TATACARA PENGAKUAN
INTERNASIONAL

TERHADAP

CAGAR

BUDAYA
Bab ini akan membahan mengenai pengakuan
internasional terhadap cagar budaya, Prosedurdan
tata carapengakuan internasional terhadap cagar
budaya, perlindungan cagar budaya tersebut di
wilayah non-konflik maupun diwilayah konflik
sendiri menurut hukum internasional.
BAB IV

: PENYELESAIAAN CAGAR BUDAYA YANG
DIPERSENGKETAKAN

OLEH

NEGARA-

NEGARA
Bab ini membahas mengenai bentuk penyelesaian
sengketa internasional, sejarah sengketa Angkor

Universitas Sumatera Utara

Wat serta penyelesaiaan sengketa tersebut, dan
penulis juga akan menganilisa sengketa tersebut
berdasarkan hukum internasional yang bersumber
dari konvensi-konvensi internasional.
BAB V

: PENUTUP
Pada bab akhir ini, penulis mengambil kesimpulan
terhadap pembahasan mulai dari BAB I sampai
dengan BAB IV dan juga memberikan saran-saran
yang

mungkin

berguna

bagi

perkembangan

pembahasan tentang perlindungan hukum terhadap
bangunan kebudayaan di dunia

Universitas Sumatera Utara