Studi Organologi Keteng keteng pada Masyarakat Karo Buatan Bapak Bangun Tarigan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karo adalah salah satu suku yang berasal dari provinsi Sumatera Utara.
Etnis karo merupakan salah satu dari lima kelompok etnis batak lainnya, yaitu,
Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing-Angkola, (Bangun, 1993:94).
Seperti suku-suku lain yang ada di dunia ini, suku Karo mempunyai budaya yang
diwariskan secara turun temurun dari leluhur mereka, baik secara lisan maupun
tulisan. Salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita lihat dalam kehidupan
masyarakat adalah kesenian. Banyak ragam kesenian yang terdapat pada suku
Karo yaitu seni ukir, seni musik, seni tari dan masih banyak lagi.
Bagi suku Karo, musik mempunyai peranan yang sangat penting dalam
aspek kehidupan masyarakatnya, karena hampir seluruh kegiatan adat, ritual,
hiburan, selalu menggunakan musik.
Masyarakat

Karo

mempunyai

budaya


musikal

sendiri.

Dalam

penyajiannya ada yang menggunakan alat musik, ada vokal, gabungan vokal
dengan musik, dalam penggunaan alat musiknya ada yang dimainkan secara
ensambel ada juga yang secara solo.
Dalam masyarakat karo istilah musik disebut dengan gendang, terdapat
dua ensambel gendang yang digunakan pada masyarakat Karo yaitu ensambel
gendang lima sendalanen dan ensambel gendang telu sendalanen. Kedua

ensambel tersebutlah yang sering dipergunakan masyarakat karo dalam kehidupan
mereka sehari-hari baik dalam konteks ritual, upacara adat maupun hiburan.
Ensambel gendang lima sendalanen terdiri dari lima instrumen musik yaitu

1
Universitas Sumatera Utara


sarune (aerophone), gendang singindungi (membranophone), gendang singanaki
(membranophone), gung (idiophone), penganak (idiophone). Sedangkan gendang
telu

sendalanen

terdiri

dari

keteng-keteng

(idio-kordophone),

kulcapi

(kordophone)/belobat (aerophone), mangkuk mbentar (idiophone).
Keteng-keteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi
keteng-keteng dihasilkan dari dua buah “senar” yang diambil dari kulit bambu itu


sendiri (bamboo idiochord). Pada ruas bambu tersebut dibuat satu lobang
resonator dan tepat di atasnya ditempatkan sebilah potongan bambu dengan cara
melekatkan bilahan itu ke salah satu senar keteng-keteng. Bilahan bambu itu
disebut gung, karena peran musikal dan warna bunyinya menyerupai gung dalam
gendang lima sendalanen. Bunyi musik yang dihasilkan keteng-keteng merupakan

gabungan dari alat-alat musik pengiring gendang lima sendalanen (kecuali
sarune) karena pola permainan keteng-keteng menghasilkan bunyi pola ritem:
gendang singanaki, gendang singindungi, penganak, dan gung yang dimainkan

oleh hanya seorang pemain keteng-keteng.
Saat ini pembuat keteng-keteng tidak banyak lagi. Hal ini mungkin
diakibatkan tidak adanya ketertarikan untuk mempelajari pembuatan alat musik
keteng-keteng pada saat ini sehingga tidak adanya regenerasi. Bapak Bangun

Tarigan salah satu orang yang masih bisa membuat keteng-keteng dan juga ahli
dalam memainkannya. Beliau mampu untuk memainkan beberapa jenis pola ritem
yang ada dalam repertoar musik karo.


2
Universitas Sumatera Utara

Keteng-keteng dimainkan dalam ensambel telu sendalanen yang terdiri

dari mangkuk mbentar dan balobat/kulcapi. Ensambel ini bisa dimainkan untuk
memanggil roh, misalnya upacara raleng tendi1, erpangir ku lau (penyucian diri).
Menurut Bapak Bangun Tarigan keteng-keteng sebagai sebuah alat musik
dalam ensambel telu sendalanen dapat mewakili suara gendang singindungi dan
singanaki sekaligus sehingga jadi lebih praktis. Menurut beliau banyak jenis pola

ritem yang dapat dimainkan pada keteng-keteng dan terdapat teknik permainan
dalam memainkannya.
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk
meneliti, mengkaji, serta menuliskannya dalam bentuk karya tulisan ilmiah
dengan judul : “Studi Organologis Keteng-Keteng Pada Masyarakat Karo
Buatan Bapak Bangun Tarigan”

1.2 Pokok Permasalahan
Dari latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka penulis

mengambil beberapa pokok permasalahan utama, yang menjadi topik bahan
dalam tulisan ini :
1. Bagaimana proses pembuatan alat musik keteng-keteng
2. Bagaimana tehknik memainkan keteng-keteng
3. Bagaimana fungsi sosial keteng-keteng dalam masyarakat karo

1

Raleng tendi : memanggil jiwa setelah seseorang kurang tenang karena terkejut secara suatu
kejadian yang tidak disangka-sangka.

3
Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian terhadap keteng-keteng adalah :
1.

Untuk mengetahui tehknik dan proses pembuatan keteng-keteng.


2.

Untuk mengetahui fungsi sosial keteng-keteng dalam masyarakat karo.

3.

Untuk mengetahui tehknik permainan keteng-keteng.

1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian adalah :
1.

Sebagai bahan dokumentasi dan bahan referensi bagi penelitian berikutnya

yang memiliki keterkaitan dengan topik ini.
2.

Sebagai upaya untuk melestarikan musik tradisional sebagai bagian dari


budaya nasional.
3.

Sebagai tulisan yang dapat berguna dan memberi pengetahuan mengenai

keteng-keteng bagi penulis dan pembaca khususnya masyarakat karo.

4.

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program S-1 di

Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan Bahasa,
2005).
Kajian berasal dari kata kaji yang berarti pelajaran dan agama. Mengkaji
mempunyai arti 1.belajar,mempelajari, 2.memeriksa, menyelidiki, memikirkan


4
Universitas Sumatera Utara

(mempertimbangkan) menguji, menelaah secara mendalam. Kajian adalah hasil
dari mengkaji W.J.S Poerwadarminta (2003:508).
Pengertian dari organologi merupakan ilmu tentang instrumen musik, yang
tidak hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama
pentingnya dengan ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain :
teknik permainan, fungsi musikal, dan berbagai pendekatan tentang sosial budaya,
Mantle Hood (1982:124).
Keteng-keteng merupakan instrumen musik tradisional karo yang terbuat

dari bambu, memiliki dua buah senar dan satu buah lobang resonator yang
dimainkan dengan cara dipukul, keteng-keteng secara umum dimainkan dalam
ensambel gendang telu sendalanen untuk upacara erpangir ku lau dan raleng
tendi.

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam tulisan ini penulis mengkaji tentang
pembuatan instrumen musik keteng-keteng karo. Penulis juga akan mempelajari,

memeriksa, dan mendalami keteng-keteng dengan teliti.

1.4.2 Teori
Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan Bahasa, 1991:1041). Sesuai
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis
menggunakan beberapa teori yang berkaitan (relevan) dengan tulisan ini.
Dalam mengkaji cara pembuatan alat musik keteng-keteng, penulis mengacu
pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima (1978:74), yaitu:

5
Universitas Sumatera Utara

“Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni
pendekatan struktural dan fungsional. Secara struktural, yaitu : aspek fisik
instrumen

musik,

pengamatan,


mengukur,

merekam,

bentuk

serta

menggambar bentuk instrumen, ukuran, konstruksi, dan bahan yang dipakai
untuk membuat instrumen. Sedangkan pendekatan fungsional berhubungan
dengan fungsi alat musik sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti,
melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen,
penggunaan bunyi yang diproduksi (dalam kaitannya dengan komposisi
musik) dan kekuatan suara”

Dalam pengklasifikasian instrumen musik, penulis menggunakan teori yang
dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961), “sistem pengklasifikasian
alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem klasifikasi ini
terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari Idiofon (kelompok alat musik yang

penghasil bunyinya adalah getaran badan dari alat musik itu sendiri), aerofon
(udara yang bergetar sebagai penghasil utama bunyi), membranofon (membran
sebagai sumber penggetar utama penghasil bunyi), dan kordofon (senar sebagai
penggetar utama penghasil bunyi)’’.
Dalam mengkaji fungsi keteng-keteng pada masyarakat Karo maka penulis
juga melakukan pendekatan dengan sepuluh fungsi musik yang dikemukakan oleh
Alan P.Merriam (1964:219-226) yaitu :
1. Fungsi pengungkapan emosional
2.

Fungsi pengungkapan estetika

3. Fungsi hiburan

6
Universitas Sumatera Utara

4. Fungsi Komunikasi
5. Fungsi Perlambangan
6. Fungsi Reaksi Jasmani
7. Fungsi yang berkaitan dengan Norma Sosial
8. Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial
9. Fungsi Kesinambungan kebudayaan
10. Fungsi Pengintegrasian Masyarakat

1.5 Metode Penelitian
Metode yang penulis gunakan adalah metode penelitian Kualitatif yaitu :
rangkaian kegiatan atau proses menjaring data (informasi) yang bersifat
sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan
tertentu pada obyeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sample dan populasi
sebagaimana dalam penelitian kuantitatif (Nawawani dan Martini,1994:176).
Disamping itu, penulis juga menggunakan tehknik penelitian ilmu
Etnomusikologi yang terdiri dari dua disiplin, yaitu : kerja lapangan (fieldwork)
dan analisis laboratorium (laboratory analisis). Data yang diperoleh kemudian
dianalisis di laboratorium dan dikelompokan sesuai kepentingan, kemudian
disusun dalam bentuk laporan akhir (Merriam,1964:37).

1.5.1 Studi Kepustakaan
Pada tahap pra lapangan, sebelum mengerjakan penelitian, penulis
terlebih dahulu mengadakan studi pustaka. Penulis membaca buku-buku yang
relevan dengan objek penelitian. Penulis juga membaca literatur, pencarian situs

7
Universitas Sumatera Utara

internet, majalah, tulisan ilmiah dan berbagai catatan yang berkaitan dengan objek
penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang relevan untuk
mendukung penulisan skripsi ini.

1.5.2 Kerja Lapangan
1.5.2.1 Observasi
Penulis melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung terhadap
objek penelitian dan juga melakukan wawancara dengan informan dengan
mengajukan beberapa pertanyaan yang telah disusun sebelumnya, agar
memproleh data-data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan.

1.5.2.2 Wawancara
Koentjaraningrat (1986:136) membagi wawancara ke dalam dua
golongan besar yaitu wawancara berencana dan wawancara tak berencana.
Dalam melakukan wawancara penulis berpedoman pada metode
wawancara yang dikemukakan oleh koentjaraningrat (1985:139), ada tiga
wawancara, yaitu : wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas
(free interview), dan wawancara sambil lalu (casual interview).
Sebelum melakukan wawancara penulis terlebih dahulu membuat daftar
pertanyaan yang telah disusun mengenai pokok permasalahan yang ingin penulis
ketahui. Namun kenyataan di lapangan pertanyaan dapat berkembang sesuai
dengan pembicaraan dengan informan, walaupun demikian pertanyaan tersebut
masih tetap dalam pokok permasalahan seputar penelitian yang ingin dikerjakan.

8
Universitas Sumatera Utara

1.5.2.3 Pemotretan dan Perekaman
Pemotretan dan perekaman data dilakukan agar data yang diperlukan
tidak lupa, sekaligus agar proses kerja laboratorium lebih mudah. Penulis
menggunakan HP Blackberry dan Kamera Canon EOS 600D untuk perekaman
dan pemotretan data-data yang diperlukan.

1.5.3 Kerja Laboratorium
Data-data yang sudah diperoleh selanjutnya diolah dalam kerja
laboratorium. Penulis melakukan penyeleksian dan penganalisan data-data dan
kemudian menyaringnya agar lebih akurat dan bermanfaat. Data diklasifikasikan
untuk disusun sesuai tekhnik-tehknik penulisan ilmiah. Data berupa gambar
diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan. Semua hasil pengolahan data
disusun dalan suatu laporan hasil penelitian yang berbentuk skripsi.

1.5.4 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah lokasi yang merupakan tempat tinggal
narasumber, berada di jalan Veteran, gang Bunga Ncole no.12 Kelurahan
Kampung Dalam, Kabanjahe.Kab.Karo.

9
Universitas Sumatera Utara