BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Industri Properti dan Real Estate - Pengaruh Manajemen Laba (Earnings Management) Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Properti dan Real Estate Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Gambaran Umum Industri Properti dan Real Estate

  Aktivitas pengembangan subsektor industri properti dan real estate menurut BAPPEPAM adalah kegiatan perolehan tanah untuk kemudian dibangun perumahan atau bangunan komersial dan atau bangunan industri. Bangunan tersebut dimaksudkan untuk dijual atau disewakan kembali, sebagai satu kesatuan atau secara eceran (retail). Aktivitas pengembangan ini juga mencakup perolehan kapling tanah untuk dijual tanpa bangunan.

  Secara spesifik perbedaan antara aktivitas dari subsektor properti dan real

  

estate adalah sebagai berikut, aktivitas subsektor industri real estate lebih mengarah

  pada kegiatan pengembangan perumahan konvensional disertai dengan sarana pendukung berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya. Di sisi lain, aktivitas subsektor industri properti lebih mengarah kepada kegiatan pengembangan bangunan hunian vertikal (antara lain apartemen, kondominium, rumah susun), bangunan komersial (antara lain perkantoran, pusat perbelanjaan) dan bangunan industri.

  Dari segi pengelolaannya, subsektor industri real estate lebih membebaskan pemindahan hak kepemilikan dari pengembang kepada pemilik bangunan baru (penghuni pemukiman) sehingga pemeliharaan dan pengelolaan bangunan diserahkan sepenuhnya kepada pemilik yang bersangkutan, sedangkan subsektor industri properti lebih memiliki ketergantungan dalam hal pemeliharaan dan pengelolaan bangunan miliknya.

  6 Dari segi pendapatan, pendapatan subsektor industri real estate diperoleh dari penjualan dan peningkatan harga tanah, sedangkan pendapatan subsektor industri properti berasal dari penjualan, penyewaan, pengenaan service charge, dan lain-lain.

2.2 Manajemen Laba

2.2.1 Pengertian manajemen laba

  Manajemen laba merupakan kegiatan yang dilakukan manajemen dalam memilih metode akuntansi yang berlaku untuk memaksimalkan laba atau pendapatan perusahaan. Manajemen laba dalam praktik legalnya berarti usaha untuk mempengaruhi angka laba yang tidak bertentangan dengan aturan pelaporan keuangan yang berlaku dalam prinsip-prinsip akuntansi berterima umum (PABU), di jaman sekarang ini sudah menjadi hal umum yang dilakukan oleh para manajer, adapun pengertian dari manajemen laba menurut beberapa peneliti tergantung dari sudut pandang masing-masing, adalah:

  Scott (1997) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Given that

  managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility and/or the market value of the firm

  ”. Dari definisi tersebut manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan.

  Scott (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku opportunistik manajer untuk

  7 memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontak utang, dan political costs (opportunistic earnings management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari prespektif efficient contracting (efficient

  

earnings management ), dimana manajemen laba memberi manajer suatu

  fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak- pihak yang terlibat dalam kontrak.

  Dari sudut pandang etika, Schipper (1998) dalam Sutrisno (2002) menyatakan bahwa manajemen laba adalah suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).

  Fischer dan Rosenzweig (1995) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan seorang manajer dengan menyajikan laporan yang menaikan (menurunkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan) profitabilitas ekonomi unit.

2.2.2 Alasan dilakukannya manajemen laba

  Dalam mengukur prestasi kerja manajemen secara khusus dan perusahaan secara umum maka manajemen melakukan manajemen laba sedemikian rupa agar prestasi kerja mereka terlihat baik.

  Scott (2000) mengemukakan beberapa motivasi lain terjadinya manajemen laba, yaitu :

  8

  1. Bonus purposes Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistik untuk melakukan manajemen labadengan memaksimalkan laba saat ini.

  2. Political motivation Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkanpada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi labayang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

  3. Taxation motivation Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yangpaling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuanuntuk penghematan pajak pendapatan.

  4. Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.

  5. Initial public offering ( IPO) Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.

2.2.3 Teknik-teknik manajemen laba

  Menurut Sulistyanto (2008), ada banyak cara yang dilakukan manajer dalam mempengaruhi laporan keuangan, yang secara singkat dikategorikan sebagai berikut: 1.

  Memilih metode dan standar akuntansi Kebijakan ini relatif lebih mudah diketahui oleh pemakai laporan keuangan, karena prosedur yang digunakan manajer dalam menyusun laporan keuangan harus diungkapkan dengan jelas dalam catatan laporan keuangan bersangkutan, termasuk jika terjadi perubahan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan.

  9

2. Mengendalikan berbagai akrual

  Kebijakan ini relatif lebih sulit terdeteksi oleh pemakai laporan keuangan, sehingga manajer lebih cenderung memilih kebijakan rekayasa dengan mengendalikan berbagai akrual. Manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan melakukan penyusunan laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga upaya mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan.

  Basis akuntansi ini merupakan dasar pencatatan akuntansi yang mewajibkan perusahaan mengakui hak dan kewajiban tanpa memperhatikan kapan kas akan diterima atau dikeluarkan. Sebagai contoh, untuk memperkecil laba, perusahaan dapat menunda mengakui pendapatan periode berjalan menjadi

  c

  periode berikutnya, ontoh rekayasa periode biaya atau pendapatan yaitu : mempercepat pengakuan biaya riset pada periode sekarang atau menunda pengakuan biaya riset dan pengembangan sampai dengan periode akuntansi selanjutnya.

  Selain itu dapat dilakukan dengan pemilihan metode pencatatan, menggunakan pendekatan pendapatan atau pendekatan beban, sebagai contoh : “Pendapatan diterima di muka” misalnya pada tanggal 1 Oktober 2012, perusahaan menyewakan bangunan untuk masa satu tahun sebesar 24

  10 juta. Apabila perusahaan menggunakan pendekatan pendapatan maka pada tanggal 1 Oktober perusahaan mencatat kas pada sewa diterima dimuka sebesar Rp. 24.000.000,-. Sedangkan apabila perusahaan menggunakan pendekatan beban maka perusahaan akan mencatat kas pada pendapatan sewa sebesar Rp. 24.000.000,-. Maka dari pencatatan dengan menggunakan pendekatan pertama diperoleh kas di neraca sebesar Rp. 24.000.000,- , dan sewa diterima di muka juga dicatat di neraca sebesar Rp. 24.000.000,-. Sedangkan untuk pendekatan beban, perusahaan mencatat kas di neraca sebesar Rp. 24.000.000,- dan pendapatan sewa di laba rugi sebesar Rp. 24.000.000,-. Pada metode pertama hutang bertambah sebesar Rp. 24.000.000 sedangkan untuk metode kedua diakui sebagai pendapatan sebesar Rp. 24.000.000,-

2.2.4 Model-model manajemen laba

  Scott (2000) menyatakanan beberapa bentuk atau model-model dari manajemen laba :

  1. Taking a bath

  Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar untuk meningkatkan laba di masa yang akan datang.

  2. Income minimization (menurunkan laba)

  Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

  11

  3. Income maximization (meningkatkan laba)

  Dilakukan pada saat laba mengalami penurunan. Tindakan atas

  income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang

  tinggi untuk bonus yang lebih besar dan untuk mendapatkan reaksi yang positif dari pasar.

  4. Income smoothing (perataan laba)

  Income smoothing dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.2.5 Teori manajemen laba

  Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui positive accounting theory (PAT) dan agency theory.

1. Positive accounting theory (PAT)

  Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts and Zimmerman (1986) adalah : a.

  The bonus plan hypothesis Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini.

  12 b.

  The debt to equity hypothesis (debt covenant hypothesis) Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to

  equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana

  tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.

  c.

  The political cost hypothesis (size hypothesis) Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.

2. Agency theory

  Teori agen memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata- mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal.

  13

2.2.6 Discretionary accruals

  Manajemen laba dihitung dengan menggunakan discretionary accrual (DA). Menurut Sulistyanto (2008), akuntansi akrual terbagi menjadi dua komponen yaitu discretionary accruals dan nondiscretionary accruals.

  Discretionary accruals merupakan komponen akrual hasil rekayasa manajerial

  dengan memanfaatkan kebebasan dan keleluasaan dalam estimasi dan pemakaian standar akuntansi. Nondiscretionary accruals merupakan komponen akrual yang diperoleh secara alamiah dari dasar pencatatan akrual dengan mengikuti standar akuntansi yang diterima umum. Contoh dari

  nondiscretionary accruals adalah metode depresiasi dan penentuan persediaan yang dipilih harus mengikuti metode yang diakui dalam prinsip akuntansi.

  Sedangkan dalam discretionary accruals lebih diberi kebebasan, sehingga lebih mudah untuk dipermainkan dengan kebijakan manajerial.

  Discretionary accruals yang dihitung dengan cara menselisihkan total accruals (TA) dan nondiscretionary accruals (NDA). Model Modified Jones

  yang merupakan perkembangan dari model Jones yang dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model lainnya.

2.3 Pengungkapan Laporan Keuangan

2.3.1 Laporan keuangan

  Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan informasi dari data-data keuangan perusahaan untuk pihak-pihak tertentu di luar perusahaan yang membutuhkan,

  14 Menurut Syafri (105), laporan keuangan adalah laporan yang menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu dan dan jangka waktu tertentu. Pada umumnya laporan keuangan yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, meliputi: neraca (balance sheets), laporan laba rugi (income statement), laporan arus kas (cash flows statements), laporan perubahan ekuitas (statements of changes in equity) dan catatan atas laporan keuangan (notes to financial statements).

  Menurut “Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan” (IAI, 2002:4), tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship). Adapun para pengguna laporan keuangan dapat berasal dari dalam perusahaan (internal) maupun dari luar perusahaan (eksternal).

  Laporan keuangan yang dibuat harus memenuhi kriteria persyaratan laporan akuntansi keuangan. PAI dan APB statement No.4 memiliki persepsi yang sama tentang karakteristik kualitatif laporan keuangan yaitu: 1.

  Relevan Informasi dalam laporan keuangan harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan yaitu harus dapat membantu mereka mengevaluasi peristiwa-peristiwa masa lalu, masa kini,

  15 atau masa depan. Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya.

  2. Dapat dipahami Kualitas informasi yang ditampung dalam laporan keuangan haruslah dapat dipahami oleh pemakai. Informasi keuangan yang dapat dipahami adalah informasi yang disajikan dalam bentuk dan bahasa teknis yang sesuai dengan tingkat pengertian pengguna.

  3. Andal Informasi dalam laporan keuangan memiliki kualitas yang andal (reliable) dan dapat diuji kebenarannya yaitu bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur (faithful representation).

  4. Netral Laporan keuangan yang disajikan haruslah netral dan tidak berpihak dan tidak ditujukan untuk suatu kalangan tertentu saja, laporan keuangan harus dapat digunakan oleh semua kalangan/pemakai. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak.

  5. Tepat waktu Informasi harus disampaikan sedini mungkin untuk digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut.

  6. Dapat dibandingkan

  16 Informasi akuntansi harus dapat diperbandingkan dengan informasi akuntansi periode sebelumnya pada perusahaan yang sama, atau dengan perusahaan sejenis lainnya pada periode waktu yang sama.

2.3.2 Konsep pengungkapan

  Kata disclosure memiliki arti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, disclosure mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha (Chairi dan Ghozali, 2003:235).

  Wolk et al., (2008: 281-282) mendefiniskan tingkat pengungkapan sebagai berikut: “Disclosure is concerned with information in both the financial statements and

  supplementary communications including footnote, post statement events, managements discussion and analysis of operations for the forth coming year,

financial and operating forecasts, the summary of significant accounting

policies and additional financial statements covering segmental disclosure and extensions beyond historical costs”.

  Atas dasar definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan merupakan informasi yang ada di dalam laporan keuangan maupun komunikasi pelengkap yang mencakup catatan- catatan kaki, peristiwa setelah pelaporan, analisis manajemen tentang operasi yang akan datang, peramalan keuangan dan operasi, serta laporan keuangan tambahan.

  Menurut Hendriksen (2002:432) ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu : pengungkapan cukup (adequate disclosure),

  17 pengungkapan wajar (fair disclosure), dan pengungkapan penuh (full disclosure) .

  1. Pengungkapan cukup (adequate disclosure) Konsep yang sering digunakan adalah pengungkapan yang cukup atau sepantasnya, yaitu pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang disajikan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh investor.

  2. Pengungkapan wajar (fair disclosure) Pengungkapan wajar atau seperlunya secara tidak langsung menyiratkan suatu tujuan etis, yaitu memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan keuangan dengan menyajikan informasi yang layak terhadap pembaca potensial

  3. Pengungkapan penuh (full disclosure) Pengungkapan penuh menyangkut penyajian informasi yang relevan. Bagi sebagian orang pengungkapan penuh berarti penyajian informasi secara berlimpah sehingga tidak tepat. Menurut mereka, terlalu banyak informasi akan membahayakan. Karena penyajian rinci dan yang tidak penting justru akan mengaburkan informasi yang signifikan membuat laporan keuangan sulit ditafsir

2.3.3 Jenis pengungkapan

  Ada dua jenis pengungkapan laporan keuangan, yaitu: pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary

  disclosure) .

  18

  1. Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Luas pengungkapan wajib tidak sama antara negara yang satu dengan negara yang lain. Negara maju dengan regulasi yang lebih baik akan mensyaratkan pengungkapan minimum atau lebih banyak butir dibandingkan dengan yang disyaratkan negara berkembang.

  2. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas informasi yang didapat tergantung pada tingkat pengungkapan dari laporan keuangan yang bersangkutan. Definisi tingkat disclosure adalah tingkat pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada laporan keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tambahan. Informasi ini menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan. Informasi penjelasan mengenai kesehatan keuangan dapat juga diberikan dalam laporan pemeriksaan. Semua materi harus diungkapkan termasuk infomasi kuantitatif dan kualitatif yang akan sangat membantu pengguna laporan keuangan.

  19 Wolk (1991) dalam Bambang Subroto (2003) mengemukakan bahwa pengungkapan merupakan informasi yang ada di dalam laporan keuangan maupun komunikasi pelengkap yang mencakup catatan kaki, peristiwa setelah pelaporan, analisis manajemen tentang operasi yang akan datang, peramalan keuangan dan operasi dan laporan keuangan tambahan. Laporan keuangan dan komunikasi pelengkap itu disebut dengan pelaporan keuangan (financial

  reporting ).

  Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib (mandatory

  

disclosure ) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan

  wajib merupakan pengungkapan yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini adalah peraturan yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.

  Sedangkan pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan. Perlu disadari bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.

2.3.4 Tujuan pengungkapan

  Menurut Belkaouli (2000:219) tujuan dari pengungkapan antara lain: a. untuk menjelaskan item-item yang diakui dan item-item yang belum diakui serta menyediakan ukuran yang relevan bagi item-item tersebut, b. untuk menyediakan informasi dan item-item yang potensial untuk diakui dan yang belum diakui bagi investor dan kreditor dalam menentukan risiko, dan returnnya.

  20 c. untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar di masa mendatang.

2.4 Hubungan Manajemen Laba dan Pengungkapan Laporan Keuangan

  Asimetri informasi yang terjadi antara manajer dengan pemegang saham sebagai pengguna laporan keuangan menyebabkan pemegang saham tidak dapat mengamati seluruh kinerja dan prospek perusahaan secara sempurna. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Dalam situasi dimana pemegang saham memiliki informasi yang lebih sedikit dari manajer, manajer dapat memanfaatkan fleksibilitas yang dimilikinya dan yang disediakan untuk melakukan manajemen laba.

  Tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan akan membantu pemegang saham memahami isi dan angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Glosten and Milgrom (1985) dalam Lobo and Zhou (2001) mengatakan bahwa peningkatan informasi dalam pengungkapan laporan keuangan akan menurunkan asimetri informasi. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pengungkapan menyebabkan fleksibilitas manajer untuk melakukan manajemen laba akan berkurang karena berkurangnya asimetri informasi antara manajemen dengan pemegang saham, begitu pula sebaliknya sebaliknya semakin rendah tingkat pengungkapan maka akan menyebabkan fleksibilitas manajer melakukan manajemen laba semakin tinggi karena asimetri informasi antara manajer dan pengguna laporan keuangan semakin bertambah.

  21

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Real Estate Dan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 102 103

Pengaruh Manajemen Laba (Earnings Management) Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Properti dan Real Estate Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 115 76

Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Properti Dan Real Estate Yang Terdaftar Dibursa Efek Indonesia

1 46 103

Pengaruh Struktur Modal Terhadap Economic Value Added Pada Perusahaan Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia

33 152 93

Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Prediksi Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 26 110

Pengaruh Karakteristik Spesifik Perusahaan Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Perusahaan Real Estate Dan Properti Di Bursa Efek Indonesia

0 30 88

Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Real Estate Dan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2008-2011

0 43 88

Leverage Terhadap Earning Per Share Pada Perusahaan Jasa Sub Sektor Properti dan Real Estate Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perusahaan Real Estate dan Properti - Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Real Estate Dan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 23

Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Real Estate Dan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11