Makalah Kasus Golkar Lp 1
Makalah Dasar-Dasar Ilmu Hukum
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tentang Konflik
Dualisme Kepemimpinan Partai Golkar
Ananda Rizky A
Benaya Putera Herwidianto
Eti Ma’rifah
Nurul Chairunnisa
Syifa Amania Afra
Yunita Wulandari
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2015
1
Kata Pengantar :
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME karna atas rahmat dan berkah Nya
makalah yang berjudul “Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tentang Kasus Dualisme
Kepemimpinan Partai Golkar” ini dapat kami selesaikan.
Kami menyusun makalah ini dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah “DasarDasar Ilmu Hukum”. Makalah ini berisi analisis atas putusan yang ditetapkan PTUN
terhadap kasus dualisme kepemimpinan partai golkar . Makalah ini juga membahas korelasi
antara Hukum Tata Negara dengan kasus tersebut. Bila dalam makalah ini terdapat
kekurangan kami akan perbaiki untuk kedepannya.
Terimakasih.
Depok, 8 Oktober 2015
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
1
KATA PENGANTAR………………………………………………………...
2
DAFTAR ISI ............................................................................................
3
1.
PENDAHULUAN ……………………………………………………
4
2.
PEMBAHASAN (ISI) ……………………………………………….
5
2.1.Kronologi Konflik Dualisme Kepemimpinan Partai Golkar……….. 5
2.2.Teori Hukum Tata Negara,Hukum Administraasi Negara dan Peradilan
Tata Usaaha Negara………………………………………………….…….. 7
2.3.Analisis Putusan………………………………………………………....
3.
11
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
20
DAFTAR REFERENSI ............................................................................ ......
21
3
1. PENDAHULUAN
Setiap partai tentu memiliki anggota-anggota yang memiliki latar belakang yang
berbeda-beda. Perbedaan latar belakang ini menyebabkan perbedaan ideologi maupun cara
pandang dari para anggotanya. Perbedaan ideologi inilah yang menjadi salah satu penyebab
perpecahan dari partai-partai di Indonesia, tidak terkecuali partai Golkar yang mengalami
konflik internal.
Konflik pecahnya partai golkar menjadi dua golongan yang memiliki idealisme
kepemimpinan berbeda telah berlangsung cukup lama. Konflik ini diawali dari perbedaan
persepsi terhadap hasil Musyawarah Nasional Golkar yang diadakan tahun 2009 di Riau.
Hingga akhirnya terdapat dua golongan yang menafsirkan hasil Munas Riau dengan
pandangan yang berbeda yang berujung pada diadakannya dua Munas yang semakin
memperburuk keadaan. Kedua golongan tersebut pun saling menggugat Munas masing
masing golongan. Pada akhirnya, untuk mencari jalan keluar ditempuhlah proses peradilan
yang cukup panjang hingga saat ini. Konflik dualisme kepemimpinan yang ada dalam tubuh
golkar ini telah membawa warna dan pengaruh tersendiri dalam dunia hukum dan
perpolitikan Indonesia. Muncul kekhawatiran dari berbagai pihak bahwa konflik internal dari
partai golkar ini dapat mengganggu proses pilkada yang akan berlangsung pada bulan
Desember nanti. Hal tersebut membuat diperlukannya sebuah kajian dan analisis khusus
mengenai kasus ini. Terutama yang menyoroti kasus ini dari sisi pandang hukum dan
memfokuskan kajian tersebut pada proses hukum dari kasus ini.
4
2. PEMBAHASAN (ISI)
2.1.Kronologi Konflik Dualisme Kepemimpinan Partai Golkar:
Konflik dualisme kepimpinan dalam partai golkar tidak muncul begitu saja.
Menurut Indra J Piliang (Ketua Tim Ahli Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi) ,
perseteruan dua kubu Golkar yang terpecah hari ini tidak terlepas dari perbedaan persepsi
terhadap hasil Musyawarah Nasional Golkar yang diadakan tahun 2009 di Riau. Kader-kader
senior Golkar yang mengikuti Munas Riau menganggap ada perbedaan hasil rekomendasi
Munas Riau dengan AD ART Golkar. Dalam AD ART Golkar disebutkan bahwa pemilihan
pimpinan partai dilakukan setiap 5 tahun sekali, yang berarti Munas selanjutnya harus
dilaksanakan paling lambat 8 Oktober 2014 satu tahun ari berakhirnya Munas Riau yakni
pada tanggal 8 Oktober 2009. Di sisi lain, AD ART juga menyebutkan bahwa hasil munas
adalah keputusan tertinggi partai. Hasil rekomendasi Munas Riau adalah masa kepengurusan
partai diperpanjang sampai tahun 2015. Menurut Dave Akbershah Laksono, Ketua DPP
Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia, hasil Munas Riau hanyalah bentuk rekomendasi.
Jika menyalahi AD ART semuanya harus dikembalikan kepada AD ART. Akhirnya hasil
Munas Riau menyatakan Abu Rizal Bakrie sebagai Ketua Umum Golkar dan Agung Laksono
sebagai Wakil Ketua Umum.
Pada tanggal 24 – 25 November 2014, dilakukan Rapat pleno penentuan waktu
Munas IX di Kantor DPP Partai Golkar. Namun,rapat pleno ini justru berujung ricuh dengan
masuknya 50 orang massa yang mengaku berasal dari Angkatan Muda Partai Golkar. Pleno
ketika itu sudah memutuskan untuk mengadakan Munas pada tanggal 30 November 2014.
Ketika ricuh, rapat diambil alih oleh Agung Laksono yang kemudian membentuk Presidium
Penyelamat Partai Golkar. Kubu Agung memutuskan agar Munas diadakan 13 Januari
2015 karena khawatir akan ricuh. Sementara kubu Aburizal Bakrie bersikeras untuk tetap
mengadakan Munas pada tanggal 30 November 2014 sesuai dengan amanat Rapimnas di
Yogyakarta.
Akhirnya, terdapat 2 Munas yang diselenggarakan oleh dua pihak yang berbeda. Pada
tanggal 30 November – 4 Desember 2014 Munas Golkar ke IX diadakan di Nusa Dua, Bali
oleh kubu Aburizal Bakrie. Munas ini memilih Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Golkar.
Sedangkan pada tanggal 6 – 8 Desember 2014,Munas Golkar ke IX diadakan di Ancol,
5
Jakarta oleh kubu Agung Laksono. Munas ini memilih Agung Laksono sebagai Ketua Umum
Golkar.
Konflik pun semakin memanas,tidak berhenti di penyelenggaraan Munas, kedua kubu
partai Golkar terus berkonflik dengan saling menggugat hasil Munas kubu masing-masing.
Pada tanggal 5 Januari 2015, Kubu Agung Laksono menggugat Munas Bali ke PN Jakpus
dan hasilnya ditolak. Majelis hakim menolak dalil penggugat bahwa masalah sudah
diselesaikan di internal partai sehingga tidak perlu lagi dibawa ke Mahkamah Partai Golkar.
Lalu pada tanggal 12 Januari 2015,Pengadilan Jakarta Barat menolak gugatan kubu Aburizal
Bakrie terkait konflik internal Partai Golkar. Majelis hakim menolak dalil penggugat karena
dianggap gugatan terlalu prematur dan penyelesaian konflik lebih baik dikembalikan kepada
mekanisme partai. Kubu ARB, pada tanggal 6 Februari mengajukan gugatan kepada
Mahkamah Golkar. Lalu 5 hari setelahnya Mahkamah Golkar bersidang dan menyatakan
bahwa Munas Ancol sah. Majelis hakim menilai Munas yang diselenggarakan di Bali dengan
memilih Aburizal Bakrie secara aklamasi tidak demokratis. Mahkamah Golkar menerima
hasil Munas Agung Laksono dengan kewajiban untuk mengakomodir kader dari kubu
Aburizal Bakrie. Pada tanggal 23 Maret 2015, Menteri Hukum dan HAM menandatangani
surat keputusan yang menyatakan Munas Ancol sah.
Merasa tidak terima,Abu Rizal Bakrie menggugat Menteri Hukum dan HAM atas SK
yang diputuskan terkait disahkannya hasil Munas Ancol yang secara otomatis mengesahkan
kepemimpinan Agung Laksono. Proses hukum berlangsung hingga terbitnya putusan PTUN
Jakarta Utara NO. 62/G/2015/PTUN-JKT pada tanggal 18 Mei 2015.Ternyata putusan
tersebut menyatakan bahwa PTUN membatalkan SK Menkumham. Dengan alasan bahwa
keputusan yang mengangkat kubu Agung sah bukanlah keputusan Mahkamah Golkar,
melainkan pernyataan dua hakim Andi Mattalata dan Djasri Marin. Keputusan ini dinyatakan
sah dan menunggu keputusan tetap. Kubu Agung Laksono yang tidak merasa puas kemudian
mengajukan banding. Di sela-sela proses hukum tersebut, sempat terjadi upaya mediasi yang
diprakarsai oleh Jusuf Kalla pada tanggal 30 Mei 2015. Namun upaya mediasi yang
diharapkan dapat menjadi islah tersebut ternyata tidak dapat mencapai islah dan tidak dapat
menghentikan konflik ini sehingga proses hukum terus berjalan.
Kubu Agung Laksono pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (PT TUN). Pada tanggal 10 Juli 2015 PTTUN Jakarta mengadili dan membatalkan
6
putusan PTUN Jakarta Nomor 62/G/2015/PTUN-JKT tanggal 18 Mei 2015, yang meminta
dibatalkannya SK Kemenkumham atas kepengurusan Golkar Agung Laksono. Dengan
dikeluarkanya putusan PT TUN Jakarta Nomor 162/B/2015/PT.TUN.JKT , maka dipastikan
pada peradilan tingkat Provinsi (DKI JAKARTA) kubu Agung Laksono menang.
Pada tanggal 14 Juli 2015 kubu Abu Rizal Bakrie mengajukan kasasi kepada
Mahkamah Agung. Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan gugatan yang
diajukan Ketum Partai Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie terkait dualisme
kepengurusan partai sudah sampai di Mahkamah Agung. Namun kasus tersebut masih dalam
proses.
2.2.Teori Hukum Tata Negara,Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Tata
Usaha Negara :
1. Pengertian Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum kenegaraan yang
berada di ranah hukum publik. Hukum Tata Negara dalam arti luas mencakup baik hukum
yang mempelajari negara dalam keadaan diam maupun mempelajari negara dalam keadaan
bergerak
Pengertian Hukum Tata Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang
menjadikan negara dapat berfungsi. Sehingga peraturan-peraturan itu mengatur hubunganhubungan hukum antar warga negara dengan pemerintahnya.
Hukum Tata Negara atau “constitutional law” ialah hukum yang mengatur bentuk,
organisasi, tugas dan wewenang negara. Hukum Tata Negara melihat negara dalam keadaan
statis. Hukum tata negara itu diatur di dalam konstitusi UUD NKRI 1945 dan diatur dalam
peraturan-peraturan lain. Bahkan diatur juga di dalam hukum yang tidak tertulis.Pengertian
konstitusi pada umumnya diartikan lebih luas daripada sekedar UUD saja. UUD merupakan
salah satu bentuk dari konstitusi terulis, tetapi konstitusi itu menunjukkan keseluruhan
konstelasi negara termasuk yang tidak tertulis.
Mr.Drs.E. Utercht dalam bukunya "Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia",
memberikan gambaran mengenai Pengertian Hukum Tata Usaha Negara ialah (hukum
administrasi, hukum pemerintahan) menguji perhubungan-perhubungan hukum istimewa
7
yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (ambtsdragers) (tata usaha negara,
administrasi) melakukan tugas mereka yang istimewa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengertian Hukum Tata Negara berarti himpunan
peraturan perundang-undangan yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara
pemerintah (Tata Usaha Negara) dengan warga negaranya; sehingga dengan demikian para
pejabat pemerintahan (ambtsdragers) dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
2. Pengertian Hukum Administrasi Negara
Menurut Utrecht (1985) dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara
mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah himpunan peraturan –peraturan
tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi. Dengan kata lain Hukum Administrasi
Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada administrasi
negara untuk mengatur masyarakat.
Berdasarkan definisi Hukum Administrasi Negara menurut Prajudi Atmosudirdjo
(1994), maka dapatlah disimpulkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum
mengenai seluk-beluk administrasi negara (hukum administrasi negara heteronom) dan
hukum operasional hasil ciptaan administrasi negara sendiri (hukum administrasi negara
otonom) di dalam rangka memperlancar penyelenggaraan dari segala apa yang dikehendaki
dan menjadi keputusan pemerintah di dalam rangka penunaian tugas-tugasnya.
Hukum Administrasi Negara merupakan bagian operasional dan pengkhususan teknis
dari hukum tata negara, atau hukum konstitusi negara atau hukum politik negara. Hukum
administrasi negara sebagai hukum operasional negara di dalam menghadapi masyarakat
serta penyelesaian pada kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat tersebut.
Hukum Administrasi Negara diartikan juga sebagai sekumpulan peraturan yang
mengatur hubungan antara administrasi Negara dengan warga masyarakat, dimana
administrasi Negara diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukumnya sebagai
implementasi dari policy suatu pemerintahan.
3. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara
Berdasarkan UU NO.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam pasal (1)
ayat (1) disebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang
melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di
daerah. Sedangkan pada ayat (2) menerangkan bahwa “Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan
8
peraturan perundangundangan yang berlaku”. Dan keputusan Tata Usaha Negara ialah (3)
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata. Sengketa yang dapat diperkarakan pada PTUN adalah (4) Sengketa Tata Usaha
Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau
badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedudukan PTUN di Indonesia menurut pasal 4 yaitu “Peradilan Tata Usaha Negara
adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap
sengketa Tata Usaha Negara.”
4. Obyek Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara :
Obyek hukum administrasi negara adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan
dalam hukum administrasi negara. Menurut Prof. Djokosutono, S.H., obyek hukum
administrasi negara adalah pemegang jabatan dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan
negara dan warga masyarakat.
Pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya obyek hukum administrasi adalah sama
dengan obyek hukum tata negara, yaitu negara (pendapat Soehino, S.H.). pendapat demikian
dilandasi alasan bahwa hukum administrasi negara dan hukum tata negara sama-sama
mengatur negara. Namun, kedua hukum tersebut berbeda, yaitu hukum administrasi negara
mengatur negara dalam keadaan bergerak sedangkan hukum tata negara dalam keadaan diam.
Maksud dari istilah ”negara dalam keadaan bergerak” adalah nahwa negara tersebut dalam
keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan-jabatan atau alat-alat perlengkapan negara yang
ada pada negara telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya masingmasing. Istilah ”negara dalam keadaan diam” berarti bahwa negara itu belum hidup
sebagaimana mestinya. Hal ini berarti bahwa alat-alat perlengkapan negara yang ada belum
menjalankan fungsinya. Dari penjelasan diatas dapat diketahui tentang perbedaan antara
hukum administrasi negara dan hukum tata negara.
9
5. Tugas Pokok (Bidang Yustisial) Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) :
1. Menerima, Memeriksa, Memutus dan Menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara
(TUN) Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta), Dengan
Berpedoman Pada Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 , Undang-Undang
Nomor : 9 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor : 51 Tahun 2009 dan Ketentuan dan
Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Lain yang Bersangkutan, Serta PetunjukPetunjuk Dari Mahkamah Agung Republik Indonesia (Buku Simplemen Buku I,
Buku II, SEMA, PERMA, dll);
2. Meneruskan Sengketa-Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) yang
Berwenang;
3. Peningkatan Kualitas dan Profesionalisme Hakim Pada Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta (PTUN Jakarta), Seiring Peningkatan Integritas Moral dan Karakter
Sesuai Kode Etik dan Tri Prasetya Hakim Indonesia, Guna Tercipta dan
Dilahirkannya Putusan-Putusan yang Dapat Dipertanggung jawabkan Menurut
Hukum
dan
Keadilan,
Serta
Memenuhi
Harapan
Para
Pencari
Keadilan
(Justiciabelen);
4. Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Lembaga Peradilan Guna
Meningkatan dan Memantapkan Martabat dan Wibawa Aparatur dan Lembaga
Peradilan, Sebagai Benteng Terakhir Tegaknya Hukum dan Keadilan, Sesuai
Tuntutan Undang-Undang Dasar 1945;
5. Memantapkan Pemahaman dan Pelaksanaan Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Sesuai Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA/012/SK/III/1993, tanggal 5
Maret 1993 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN);
6. Membina Calon Hakim Dengan Memberikan Bekal Pengetahuan Di Bidang Hukum
dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Agar Menjadi Hakim yang
Profesional.
6.
Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) :
1. Melakukan
Pembinaan
Pejabat
Struktural
dan
Fungsional
Serta
Pegawai
Lainnya, Baik Menyangkut Administrasi, Teknis, Yustisial Maupun Administrasi
Umum;
10
2. Melakukan Pengawasan atas Pelaksanaan Tugas dan Tingkah Laku Hakim dan
Pegawai Lainnya;
3. Menyelenggarakan Sebagian Kekuasaan Negara Dibidang Kehakiman.
2.3.Analisis Kasus :
Terdapat beberapa pertanyaan yang dapat digunakan sebagai alat analisa dalam menganalisis
kasus tersebut yaitu :
1. Apakah peristiwa ini merupakan peristiwa hukum dalam HAN?
2. Apakah putusan Yasona Laolly merupakan putusan dalam HAN?
3. Apakah kubu Abu Riezal Bakrie memiliki kedudukan hukum untuk melakukan
gugatan ke PTUN?
4. Apa saja yang menjadi obyek gugatan dalam PTUN?
5. Apakah rasio juris hakim PTUN?
1. Apakah peristiwa ini merupakan peristiwa hukum dalam HAN?
Pengertian Peristiwa Hukum:
Peristiwa hukum adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang dapat menimbulkan
akibat hukum atau yang dapat menggerakkan peraturan tertentu sehingga peraturan yang
tercantum di dalamnya dapat berlaku konkrit[1]. Menurut van Apeldorn
bahwa peristiwa hukum adalah peristiwa yang berdasarkan hukum menimbulkan atau
menghapuskan hak.[2] Begitu pula pendapat Bellefroid yang menjelaskan
bahwa peristiwa hukum adalah peristiwa sosial yang tidak secara otomatis dapat
merupakan/menimbulkan hukum. Suatu peristiwa dapat menimbulkan hukum apabila
peristiwa itu oleh peraturan hukum dijadikan peristiwa hukum.[3] Seperti misalnya
perkawinan antara pria dan wanita Demikian pula misalnya kematian seseorang, akan
pula membawa berbagai akibat hukum, seperti penetapan pewaris, ahli waris dan harta
waris. Dan apabila dibidang hukum pidana, seandainya kematian tersebut akibat
perbuatan seseorang, maka orang bersangkutan terkena akibat hukum berupa
pertanggung jawab pidana. Dalam hukum dikenal dua macam peristiwa hukum yaitu:
11
1.
Perbuatan subyek hukum (persoon) yaitu berupa perbuatan manusia atau
badan hukum (recht persoon) sebagai pendukung hak dan kewajiban.
2.
Peristiwa lain yang bukan perbuatan subyek hukum.[4]
Jadi, peristiwa hukum adalah peristiwa-peristiwa kemasyarakatn yang oleh hukum
diberikan akibat-akibat dan akibat itu dikehendaki oleh yang bertindak. Apabila akibat
sesuatu
perbuatan
tidak
dikehendaki
oleh
orang
yang
melakukannya,
maka
perbuatannya tersebut bukan merupakan peristiwa hukum. Sedangkan peristiwa hukum
dalam Hukum Administrasi Negara memiliki arti bahwa peristiwa-peristiwa yang
berkaitan dengan alat perlengkapan negara(aparatur negara) saat melaksanakan tugas
sesuai fungsinya,dimana peristiwa tersebut mengandung akibat hukum dan dikehendaki
oleh yang bertindak. Menimbulkan akibat hukum artinya perbuatan hukum yang
diwujudkan dalam bentuk Keputusan badan atau pejabat TUN menimbulkan suatu perubahan
suasana dalam hubungan hukum yang ada sehingga dapat menimbulkan suatu hak dan
kewajiban
Maka, dapat disimpulkan bahwa kasus dualisme dalam partai Golkar ini merupakan
salah satu peristiwa hukum dalam HAN. Karna, peristiwa ini berkaitan dengan alat
perlengkapan negara (aparatur negara) yang dalam kasus ini adalah tergugatnya
Yasonna Laoly saat melaksanakan fungsinya sebagai Menteri Hukum dan HAM atas
diputuskannya SK Kemenkumham dengan nomor M. HH-01.AH.11.01 pada tanggal 23
Maret 2015 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta
Komposisi dan Personalia DPP Golkar. Yang menyatakan disahkannya kepengurusan Partai
Golkar dibawah pimpinan Agung Laksono.
2.Apakah putusan Yasona Laolly merupakan putusan dalam HAN?
Pengertian Keputusan Administrasi :
Menurut Undang-undang No.9 tahun 2004 pasal 1 (3) yang menyatakan bahwa suatu
Keputusan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan
atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, bersifat konkret, individual, dan final.
Pengaturan ini memberikan suatu ciri khas tentang pengertian Keputusan tata usaha itu
sendiri sehingga memberikan suatu ciri pembeda antara suatu Keputusan yang dapat
dijadikan obyek gugatan serta yang tidak bisa dijadikan obyek gugatan di pengadilan.
[1]
[2]
[3]
[4]
Kansil, Drs., SH., Op-cit, hlm 35
Arrasjid, Chainur, Prof. DR., Op-Cit, hlm 134
Syarifin, Pipin, SH., Op-Cit, hlm 73
Arrasjid, Chainur, Prof., DR., Op-Cit, hlm 136
12
Jadi dapat disimpulkan bahwa putusan dalam HAN berbentu KTUN yang memiliki ciri khas
tertentu dibanding keputusan lainnya. Adapun pembatasan tentang KTUN tercantum dalam
pasal 2 yaitu : Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut
Undang-Undang ini:
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
3. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
4. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab UndangUndang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan
perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
5. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.
Kebijakan Regeling dan Beschikking :
Terdapat 2 jenis kebijakan yang bisa ditentukan oleh pemerintah. Yaitu Regeling
(peraturan)yaitu memberlakukan sesuatu yang bersifat abstrak- umum,belum ada subjek dan
objeknya yang spesifik. Serta Beschikking (penetapan) memberlakukan sesuatu yang bersifat
konkretindividual, sudah jelas subjek dan objeknya. Kalau pemerintah dianggap salah dalam
membuat peraturan (regeling), upaya hukum untuk melawannya dilakukan melalui pengujian
yudisial atau judicial review. Tetapi, jika pemerintah atau pejabat tata usaha negara dalam
membuat keputusan (beschikking), upaya hukum untuk melawannya adalah ke Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN) atau administratief rechtspraak atau bisa juga ke peradilan
umum, bergantung pada isi keputusannya.
Maka, dapat disimpulkan bahwa putusan Yasonna Laoly tentu saja merupakan
putusan dalam HAN. Yang pertama, secara logika jika putusan tersebut bukan putusan HAN
maka putusan tersebut tidak memenuhi syarat sebuah putusan dalam HAN, dan tentu tidak
akan diterima oleh PTUN. Yang kedua, berdasarkan UU.NO.9 Tahun 2004 pasal 1(3) bahwa
putusan dalam HAN atau bisa disebut juga sebagai KTUN memiliki ciri khusus dibandingkan
putusan lain yaitu bersifat konkret, individual, dan final.
Bersifat konkret artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan tata usaha Negara
itu tidak abstrak tetapi berwujud hal ini dapat kita lihat bahwa putusan Menkumham
13
memiliki objek yang jelas yaitu Kepengurusan Partai Golkar. Kata Individual memiliki arti
Keputusan tata usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi ditujukan untuk pihak
tertentu yang jelas subyeknya. Kata individual juga tercermin dalam putusan tersebut bahwa
subyek dari putusan tersebut jelas hanya untuk Partai Golkar bukan seluruh partai di
Indonesia. Final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.
Menimbulkan akibat hukum artinya perbuatan hukum yang diwujudkan dalam bentuk
Keputusan badan atau pejabat TUN menimbulkan suatu perubahan suasana dalam hubungan
hukum yang ada sehingga dapat menimbulkan suatu hak dan kewajiban. Sifat yang terakhir
tersebut juga sudah terpenuhi karna putusan tersebut menimbulkan perubahan dalam
hubungan hukum kepengurusan Partai Golkar sehingga menimbulkan hak dan kewajiban
salah satu contohnya kewajiban bagi Agung Laksono sebagai Ketua Umum Partai menurut
putusan Menkumham tersebut.
Pembatasan konteks putusan HAN/KTUN pada pasal 2 juga semakin memperkuat
bahwa putusan Menkumham ini memang sebuah produk putusan dalam HAN. Karna putusan
Menkumham tidak mengandung unsur-unsur yang disebutkan pada pasal 2 dan justru
mengandung unsur yang sebaliknya. Salah satu contohnya Yang tidak dianggap sebagai
Keputusan Tata Usaha Negara adalah “Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan
pengaturan yang bersifat umm” hal ini jelas dapat dibuktikan karna isi dari putusan
menkumham tersebut hanya ditujukan kepada kepengurusan partai golkar.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa putusan Yasonna Laoly
berupa SK Kemenkumham dengan nomor M. HH-01.AH.11.01 tanggal 23 Maret 2015
tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta Komposisi
dan Personalia DPP Golkar adalah sah merupakan putusan dalam HAN / merupakan sebuah
KTUN.
3. Apakah kubu Abu Riezal Bakrie memiliki kedudukan hukum untuk melakukan
gugatan ke PTUN?
Berdasarkan UU.NO.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pasal 1 (4)
“Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku;Berdasarkan ayat tersebut menunjukkan bahwa hal yang dijadikan
sengketa oleh kubu Abu Rizal Bakrie sudah memenuhi syarat sebagai sengketa tata usaha
14
negara yang dapat diajukan ke PTUN. ”(5). Gugatan adalah permohonan yang berisi
tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan
untuk mendapatkan putusan;Konteks gugatan yang diajukan Abu Rizal Bakrie juga telah
memenuhi syarat suatu gugatan dalam ayat 5 tersebut. Dan yang terakhir pada ayat (6)
dinyatakan bahwa: “Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata; “ Pada ayat (6) tersebut
syarat seorang penggugat dan tergugat juga sudah dipenuhi dalam kasus ini. Penyelenggaraan
Munas di Ancol oleh TPPG juga dianggap tidak memenuhi ketentuan Pasal 30 AD Partai
GOLKAR, karena TPPG bukan sebagai Pihak (Kepengurusan), yang berwenang berdasarkan
hasil Musyawarah Nasional Partai GOLKAR ke VIII di Pekanbaru, tanggal 5 s.d 8 Oktober
Tahun 2009 untuk menyelenggarakan Munas IX Partai GOLKAR. Dasar itu juga yang
memperkuat kedudukan hukum kubu Abu Rizal Bakrie.
Maka,dapat disimpulkan bahwa berdasarkan data diatas kubu Abu Rizal Bakrie
memiliki kedudukan hukum untuk melakukan gugatan ke PTUN. Bahkan memiliki bukti dan
argumen yang menguatkan kedudukan hukum kubu Abu Rizal Bakrie sehingga dapat
memenangkan gugatan di tingkat PTUN Jakarta Utara.
4. Apa saja yang menjadi obyek gugatan dalam PTUN?
Obyek sengketa atau obyek gugatan di PTUN terdiri dari Keputusan tata usaha
negara sebagaimana dimaksud Pasal 1(3) dan Keputusan fiktif negatif berdasarkan Pasal 3
UU No. 5 Tahun 1986.
a. Keputusan Tata Usaha Negara :
Pengertian Keputusan tata usaha negara menurut pasal 1(3) UU. No. 5 Tahun 1986 ialah
"Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara yang
berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang bersifat konkret, individual, final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
Seseorang atau Badan Hukum Perdata.
Dari rumusan keputusan tersebut di atas, dapat ditarik unsur-unsur yuridis keputusan menurut
hukum positip sebagai berikut :
1)
Suatu penetapan tertulis.
2)
Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara.
3)
Berisi tindakan hukum tata usaha negara.
15
4)
Bersifat konkret, individual dan final.
5)
Menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang atau Badan Hukum Perdata.
b. Keputusan tata usaha negara fiktif negatif
Obyek sengketa PTUN termasuk Keputusan Tata Usaha Negara yang fiktif negatif
sebagai mana dimaksud Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986, yaitu :
(1)
Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan,
sedangkan hal itu menjadi kewajibannya maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan
Tata Usaha Negara.
(2)
Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang
dimohon, sedangkan jangka waktu sebagai mana ditentukan dalam peraturan perundangundangan dimaksud telah lewat, maka badan atau penjabat tata usaha negara tersebut
dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
(3)
Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka
waktu maka setelah lewat jangka waktu 4 bulan sejak diterimanya permohononan, badan atau
penjabat tata usaha negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan.
Jadi jika jangka waktu telah lewat sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangundangan atau setelah lewat empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat
tata usaha negara itu tidak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan, maka Badan atau
Pejabat tata usaha negara tersebut dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
Sikap pasif Badan/Pejabat tata usaha negara yang tidak mengeluarkan keputusan itu dapat
disamakan dengan keputusan tertulis yang berisi penolakan meskipun tidak tertulis.
Keputusan demikian disebut keputusan fiktif-negatif. Fiktif artinya tidak mengeluarkan
keputusan tertulis, tetapi dapat dianggap telah mengeluarkan keputusan tertulis. Sedangkan
negatif berarti karena isi keputusan itu berupa penolakan terhadap suatu permohonan.
Keputusan fiktif negatif merupakan perluasan dari keputusan tata usaha negara tertulis yang
menjadi objek dalam sengketa tata usaha negara.
5. Apakah rasio juris hakim PTUN?
Pertimbangan hakim(ratio juris) merupakan salah satu aspek terpenting dalam
menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex
aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung manfaat
bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan
teliti, baik, dan cermat. Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan adanya
16
pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu kan digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam memutus perkara. Hakim tidak dapat menjatuhkan suatu putusan sebelum nyata
baginya. Selain itu, pertimbangan hakim hendaknya juga memuat tentang hal-hal sebagai
berikut : a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak disangkal.
b. Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek menyangkut semua
fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan.
c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus dipertimbangkan/diadili secara satu
demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat
dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam putusan.. Dasar Pertimbangan Hakim Dasar
hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan perlu didasarkan kepada teori dan hasil
penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil penelitian yang maksimal dan
seimbang dalam tataran teori dan praktek.
Keteraitan dengan kasus ini dapat kita analisis bahwa :
1. Mengapa Abu Rizal Bakrie mengajukan gugatan ke PTUN? Karna dalam hal ini, Abu
Rizal Bakrie merasa tidak puas atas kebijakan yang dikeluarkan oleh aparat negara
yaitu dalam konteks kasus ini adalah Menkumham. Sesuai kutipan UU NO.5 Tahun
1986 pasal 1 ayat (4) “Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai
akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku” dan pada
ayat (5) “Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan
putusan.”
Dalam kasus ini Abu Rizal Bakrie berperan sebagai pemohon/penggugat dan gugatan
yang dilakukan Abu Rizal Bakrie ke PTUN Jakarta Utara adalah valid sesuai
konstitusional.
2. Dalam kasus ini pihak yang tergugat adalah Menteri Hukum dan HAM yaitu Yasonna
Laoly atas SK Kemenkumham dengan nomor M. HH-01.AH.11.01 tanggal 23 Maret
2015 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta
Komposisi dan Personalia DPP Golkar Sesuai kutipan UU NO.5 Tahun 1986 pasal 1
ayat (6).” Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
17
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata”
3. Salah satu penyebab Abu Rizal Bakrie menggugat SK tersebut adalah karna
penyelenggaraan Munas di Ancol oleh kubu Agung Laksono yang disebut sebagai
Tim Penyelamat Partai Golkar dianggap tidak memenuhi ketentuan Pasal 30 AD
Partai GOLKAR, karena Tim Penyelamat Partai Golkar bukan sebagai Pihak
(Kepengurusan), yang berwenang berdasarkan hasil Musyawarah Nasional Partai
GOLKAR ke VIII di Pekanbaru, tanggal 5 s.d 8 Oktober Tahun 2009 untuk
menyelenggarakan Munas IX Partai GOLKAR.
4. Akhirnya PTUN memutuskan :
Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, dalil gugatan
Penggugat yang menyatakan penerbitan Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia RI Nomor M.HH-01.AH.11.01 tanggal 23 Maret 2015 Tentang Pengesahan
Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Serta Komposisi dan Personalia
Dewan Pimpinan Pusat Partai GolonganKarya oleh Tergugat, telah melanggar Ketentuan
Pasal 33 Undang-Undang Nomor2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2011tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik dan telah melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik khususnya
Asas Kepastian Hukum yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
Penyelenggara Negara adalah beralasan menurut hukum; Menimbang, bahwa berdasarkan
seluruh rangkaian pertimbangan hukum di atas, merujuk pada penilaian atas fakta dan hukum
dalam sengketa ini,
Pengadilan berkesimpulan:
1. Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta berwenang untuk mengadili gugatan
a quo ;
2. Penggugat memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan
gugatan a quo ;
3. Pokok gugatan Penggugat terbukti dan beralasan menurut hukum ;
Menimbang, bahwa karena dalil pokok gugatan Penggugat terbukti dan beralasan menurut
hukum, maka sangat beralasan hukum bagi Pengadilan untuk menyatakan batal keputusan
Objek Sengketa dinyatakan batal, dan mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut
keputusan tersebut.
18
Berdasarkan putusan PTUN tersebut, menurut analisis kelompok kami putusan yang diambil
PTUN sudah tepat karna dalam kasus ini pemohon juga mampu memberikan bukti dan
argumen yang kuat.
-Setelah itu kubu Agung Laksono mengajukan banding kepada PT TUN (Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara).
-Dalam kasus ini pemohon/penggugat adalah pihak kubu Agung Laksono dan Menteri
Hukum dan HAM.
-Sebagai pihak tergugat adalah PTUN Jakarta Utara terhadap putusannya Nomor :
62/G/2015/PTUN-JKT.
-Penyebab pengajuan banding ke PT TUN adalah karna pihak Agung Laksono merasa tidak
puas dengan putusan PTUN Nomor : 62/G/2015/PTUN-JKT dan merasa aspirasi dan
kepentingannya belum terpenuhi secara konstitusional.
-Akhirnya PT TUN menerima permohonan banding dari pihak Agung Laksono yang
dirumuskaan pada putusan Nomor 162/B/2015/PT.TUN.JKT yang memutuskan bahwa :
1. Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding dan Tergugat
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor
62/G/2015/PTUN-JKT tanggal 18 Mei 2015 yang dimohonkan banding,Memperhatikan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, undang-undang, serta peraturan
hukum
lainnya yang terkait dengan sengketa ini.
-Pihak Abu Rizal Bakrie tentu tidak tinggal diam dan segera mengajukan kasasi kepada MA
yang sampai saat ini masih menempuh proses pembahasan.
19
3. KESIMPULAN & SARAN
Hukum Publik terdiri dari Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Hukum
Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur negara dalam keadaan alat perlengkapan
negara yang ada pada negara telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya
masing-masing(bergerak). Kasus ini merupakan sebuah peristiwa hukum dalam HAN karna
karna berkaitan dengan alat perlengkapan negara(aparatur negara) saat melaksanakan
tugas sesuai fungsinya,dimana peristiwa tersebut mengandung akibat hukum dan
dikehendaki oleh yang bertindak. Putusan yang dibahas dalam kasus ini merupakan
putusan dalam HAN karna menunjukkan ciri khusus dari putusan HAN itu sendiri yaitu
bersifat konkret, individual, dan final. Saat mengajukan gugatan ke PTUN pemohon harus
memiliki keuddukan hukum yang kuat. Obyek gugatan di dalam PTUN adalah KTUN dan
KTUN Fiktif Negaatif. Seorang hakim memutuskan putusan dengan mempertimbangkan ratio
yuris(pertimbangan hukum hakim).
Menurut analisis kelompok kami, secara hukum tentu pihak pihak terkait sudah
menempuh proses hukum yang benar. Proses hukum tersebut tentu akan menghasilkan
keputusan secara adil karna ditempuh dengan proses hukum yang tepat. Namun konteks kata
keadilan memang bukan berarti semua pihak dapat diuntungkan dan terpenuhi
kepentingannya. Di dalam situasi tersebut pihak yang merasa kepentingannya belum
terakomodasi akan terus mencari jalan dengaan melakukan banding,kasasi maupun PK.
Menurut kelompok kami salah satu jalan lain yang dapat mengatasi konflik ini adalah dengan
dilakukannya mediasi melalui pihak yang benar benar netral dan dapat menjadi mediator
yang baik. Pihak yang bertikai juga seharusnya mau untuk bersinergi dan saling mengurangi
tuntutannya agar tercapainya kesepakatan bersama sehingga masalah ini tidak berlarut-larut
dan terselamatkannya Partai Golkar dari kehancuran.
20
DAFTAR REFRENSI
BUKU:
R. Atang Ranumihardja (1989). Hukum Tata Usaha Negara dan Peradilan Tata
Usaha Negara di Indonesia. Bandung,Indonesia : Penerbit Tarsito.
Prof.DR.Sudikno Mertokusumo, SH, (1999). Mengenal Hukum. Yogyakarta,Indonesia :
Liberty .
Mukti Arto, (2004) Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V h.140.
Yogyakarta, Indonesia, Pustaka Pelajar.
PUBLIKASI ELEKTRONIK:
Indra Jaya Piliang. “Kronologi Perang Beringin.”Selasar 30 November 2014.
Sugeng Triono.”Menkumham : SK Golkar Agung Laksono Sah Terbit Hari Ini.”
News Liputan6 23March 2015. < http://news.liputan6.com/read/2195573/menkumhamsk-golkar-agung-laksono-sah-terbit-hari-ini>
Put. “Yasonna Keukeuh Putusannya soal Kisruh Golkar Sudah Tepat” OkezoneNews 6
April 2015. < http://news.okezone.com/read/2015/04/06/337/1130063/yasonnakeukeuh-putusannya-soal-kisruh-golkar-sudah-tepat>
Damar Iradat.”Pengamat Sebut PTUN Jasi Lembar Baru Kisruh Golkar”. MetroTV
News 18 May 2015.
Dani PrabowoEditor,Laksono Hari Wiwoho. “Hari Ini, PTUN Berikan Putusan soal
Konflik Internal Partai Golkar” Kompas 18 May 2015.
Agnes Theodora. “Kasus Golkar Berlanjut ke PTTUN”.Kompas 19 May 2015.
21
Rinaldo. “PT TUN Jakarta Batalkan Putusan PTUN, Kubu Agung Laksono
‘Menang’.” News Liputan6 10 July 2015.
Basuki Rahmat N. “Langkah Banding Kubu Agung Laksono Mentahkan Putusan PN
Jakut.” CNN INDONESIA 24 July 2015.
PTUN JAKARTA (2015, May 18) . Putusan PTUN Nomor : 62/G/2015/PTUN-JKT.
May 18,2015.
KOMISI YUDISIAL.UU.NO.5 Tahun1986. December 29,1986.
DPR. UU.NO.9.Tahun 2004. March 29,2004.
PTTUN,DIREKTORI PUTUSAN MA-RI.PUTUSAN NO.162/B/2015/PT.TUN.JKT.
July 10,2015.
22
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tentang Konflik
Dualisme Kepemimpinan Partai Golkar
Ananda Rizky A
Benaya Putera Herwidianto
Eti Ma’rifah
Nurul Chairunnisa
Syifa Amania Afra
Yunita Wulandari
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2015
1
Kata Pengantar :
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME karna atas rahmat dan berkah Nya
makalah yang berjudul “Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tentang Kasus Dualisme
Kepemimpinan Partai Golkar” ini dapat kami selesaikan.
Kami menyusun makalah ini dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah “DasarDasar Ilmu Hukum”. Makalah ini berisi analisis atas putusan yang ditetapkan PTUN
terhadap kasus dualisme kepemimpinan partai golkar . Makalah ini juga membahas korelasi
antara Hukum Tata Negara dengan kasus tersebut. Bila dalam makalah ini terdapat
kekurangan kami akan perbaiki untuk kedepannya.
Terimakasih.
Depok, 8 Oktober 2015
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
1
KATA PENGANTAR………………………………………………………...
2
DAFTAR ISI ............................................................................................
3
1.
PENDAHULUAN ……………………………………………………
4
2.
PEMBAHASAN (ISI) ……………………………………………….
5
2.1.Kronologi Konflik Dualisme Kepemimpinan Partai Golkar……….. 5
2.2.Teori Hukum Tata Negara,Hukum Administraasi Negara dan Peradilan
Tata Usaaha Negara………………………………………………….…….. 7
2.3.Analisis Putusan………………………………………………………....
3.
11
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
20
DAFTAR REFERENSI ............................................................................ ......
21
3
1. PENDAHULUAN
Setiap partai tentu memiliki anggota-anggota yang memiliki latar belakang yang
berbeda-beda. Perbedaan latar belakang ini menyebabkan perbedaan ideologi maupun cara
pandang dari para anggotanya. Perbedaan ideologi inilah yang menjadi salah satu penyebab
perpecahan dari partai-partai di Indonesia, tidak terkecuali partai Golkar yang mengalami
konflik internal.
Konflik pecahnya partai golkar menjadi dua golongan yang memiliki idealisme
kepemimpinan berbeda telah berlangsung cukup lama. Konflik ini diawali dari perbedaan
persepsi terhadap hasil Musyawarah Nasional Golkar yang diadakan tahun 2009 di Riau.
Hingga akhirnya terdapat dua golongan yang menafsirkan hasil Munas Riau dengan
pandangan yang berbeda yang berujung pada diadakannya dua Munas yang semakin
memperburuk keadaan. Kedua golongan tersebut pun saling menggugat Munas masing
masing golongan. Pada akhirnya, untuk mencari jalan keluar ditempuhlah proses peradilan
yang cukup panjang hingga saat ini. Konflik dualisme kepemimpinan yang ada dalam tubuh
golkar ini telah membawa warna dan pengaruh tersendiri dalam dunia hukum dan
perpolitikan Indonesia. Muncul kekhawatiran dari berbagai pihak bahwa konflik internal dari
partai golkar ini dapat mengganggu proses pilkada yang akan berlangsung pada bulan
Desember nanti. Hal tersebut membuat diperlukannya sebuah kajian dan analisis khusus
mengenai kasus ini. Terutama yang menyoroti kasus ini dari sisi pandang hukum dan
memfokuskan kajian tersebut pada proses hukum dari kasus ini.
4
2. PEMBAHASAN (ISI)
2.1.Kronologi Konflik Dualisme Kepemimpinan Partai Golkar:
Konflik dualisme kepimpinan dalam partai golkar tidak muncul begitu saja.
Menurut Indra J Piliang (Ketua Tim Ahli Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi) ,
perseteruan dua kubu Golkar yang terpecah hari ini tidak terlepas dari perbedaan persepsi
terhadap hasil Musyawarah Nasional Golkar yang diadakan tahun 2009 di Riau. Kader-kader
senior Golkar yang mengikuti Munas Riau menganggap ada perbedaan hasil rekomendasi
Munas Riau dengan AD ART Golkar. Dalam AD ART Golkar disebutkan bahwa pemilihan
pimpinan partai dilakukan setiap 5 tahun sekali, yang berarti Munas selanjutnya harus
dilaksanakan paling lambat 8 Oktober 2014 satu tahun ari berakhirnya Munas Riau yakni
pada tanggal 8 Oktober 2009. Di sisi lain, AD ART juga menyebutkan bahwa hasil munas
adalah keputusan tertinggi partai. Hasil rekomendasi Munas Riau adalah masa kepengurusan
partai diperpanjang sampai tahun 2015. Menurut Dave Akbershah Laksono, Ketua DPP
Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia, hasil Munas Riau hanyalah bentuk rekomendasi.
Jika menyalahi AD ART semuanya harus dikembalikan kepada AD ART. Akhirnya hasil
Munas Riau menyatakan Abu Rizal Bakrie sebagai Ketua Umum Golkar dan Agung Laksono
sebagai Wakil Ketua Umum.
Pada tanggal 24 – 25 November 2014, dilakukan Rapat pleno penentuan waktu
Munas IX di Kantor DPP Partai Golkar. Namun,rapat pleno ini justru berujung ricuh dengan
masuknya 50 orang massa yang mengaku berasal dari Angkatan Muda Partai Golkar. Pleno
ketika itu sudah memutuskan untuk mengadakan Munas pada tanggal 30 November 2014.
Ketika ricuh, rapat diambil alih oleh Agung Laksono yang kemudian membentuk Presidium
Penyelamat Partai Golkar. Kubu Agung memutuskan agar Munas diadakan 13 Januari
2015 karena khawatir akan ricuh. Sementara kubu Aburizal Bakrie bersikeras untuk tetap
mengadakan Munas pada tanggal 30 November 2014 sesuai dengan amanat Rapimnas di
Yogyakarta.
Akhirnya, terdapat 2 Munas yang diselenggarakan oleh dua pihak yang berbeda. Pada
tanggal 30 November – 4 Desember 2014 Munas Golkar ke IX diadakan di Nusa Dua, Bali
oleh kubu Aburizal Bakrie. Munas ini memilih Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Golkar.
Sedangkan pada tanggal 6 – 8 Desember 2014,Munas Golkar ke IX diadakan di Ancol,
5
Jakarta oleh kubu Agung Laksono. Munas ini memilih Agung Laksono sebagai Ketua Umum
Golkar.
Konflik pun semakin memanas,tidak berhenti di penyelenggaraan Munas, kedua kubu
partai Golkar terus berkonflik dengan saling menggugat hasil Munas kubu masing-masing.
Pada tanggal 5 Januari 2015, Kubu Agung Laksono menggugat Munas Bali ke PN Jakpus
dan hasilnya ditolak. Majelis hakim menolak dalil penggugat bahwa masalah sudah
diselesaikan di internal partai sehingga tidak perlu lagi dibawa ke Mahkamah Partai Golkar.
Lalu pada tanggal 12 Januari 2015,Pengadilan Jakarta Barat menolak gugatan kubu Aburizal
Bakrie terkait konflik internal Partai Golkar. Majelis hakim menolak dalil penggugat karena
dianggap gugatan terlalu prematur dan penyelesaian konflik lebih baik dikembalikan kepada
mekanisme partai. Kubu ARB, pada tanggal 6 Februari mengajukan gugatan kepada
Mahkamah Golkar. Lalu 5 hari setelahnya Mahkamah Golkar bersidang dan menyatakan
bahwa Munas Ancol sah. Majelis hakim menilai Munas yang diselenggarakan di Bali dengan
memilih Aburizal Bakrie secara aklamasi tidak demokratis. Mahkamah Golkar menerima
hasil Munas Agung Laksono dengan kewajiban untuk mengakomodir kader dari kubu
Aburizal Bakrie. Pada tanggal 23 Maret 2015, Menteri Hukum dan HAM menandatangani
surat keputusan yang menyatakan Munas Ancol sah.
Merasa tidak terima,Abu Rizal Bakrie menggugat Menteri Hukum dan HAM atas SK
yang diputuskan terkait disahkannya hasil Munas Ancol yang secara otomatis mengesahkan
kepemimpinan Agung Laksono. Proses hukum berlangsung hingga terbitnya putusan PTUN
Jakarta Utara NO. 62/G/2015/PTUN-JKT pada tanggal 18 Mei 2015.Ternyata putusan
tersebut menyatakan bahwa PTUN membatalkan SK Menkumham. Dengan alasan bahwa
keputusan yang mengangkat kubu Agung sah bukanlah keputusan Mahkamah Golkar,
melainkan pernyataan dua hakim Andi Mattalata dan Djasri Marin. Keputusan ini dinyatakan
sah dan menunggu keputusan tetap. Kubu Agung Laksono yang tidak merasa puas kemudian
mengajukan banding. Di sela-sela proses hukum tersebut, sempat terjadi upaya mediasi yang
diprakarsai oleh Jusuf Kalla pada tanggal 30 Mei 2015. Namun upaya mediasi yang
diharapkan dapat menjadi islah tersebut ternyata tidak dapat mencapai islah dan tidak dapat
menghentikan konflik ini sehingga proses hukum terus berjalan.
Kubu Agung Laksono pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (PT TUN). Pada tanggal 10 Juli 2015 PTTUN Jakarta mengadili dan membatalkan
6
putusan PTUN Jakarta Nomor 62/G/2015/PTUN-JKT tanggal 18 Mei 2015, yang meminta
dibatalkannya SK Kemenkumham atas kepengurusan Golkar Agung Laksono. Dengan
dikeluarkanya putusan PT TUN Jakarta Nomor 162/B/2015/PT.TUN.JKT , maka dipastikan
pada peradilan tingkat Provinsi (DKI JAKARTA) kubu Agung Laksono menang.
Pada tanggal 14 Juli 2015 kubu Abu Rizal Bakrie mengajukan kasasi kepada
Mahkamah Agung. Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan gugatan yang
diajukan Ketum Partai Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie terkait dualisme
kepengurusan partai sudah sampai di Mahkamah Agung. Namun kasus tersebut masih dalam
proses.
2.2.Teori Hukum Tata Negara,Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Tata
Usaha Negara :
1. Pengertian Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum kenegaraan yang
berada di ranah hukum publik. Hukum Tata Negara dalam arti luas mencakup baik hukum
yang mempelajari negara dalam keadaan diam maupun mempelajari negara dalam keadaan
bergerak
Pengertian Hukum Tata Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang
menjadikan negara dapat berfungsi. Sehingga peraturan-peraturan itu mengatur hubunganhubungan hukum antar warga negara dengan pemerintahnya.
Hukum Tata Negara atau “constitutional law” ialah hukum yang mengatur bentuk,
organisasi, tugas dan wewenang negara. Hukum Tata Negara melihat negara dalam keadaan
statis. Hukum tata negara itu diatur di dalam konstitusi UUD NKRI 1945 dan diatur dalam
peraturan-peraturan lain. Bahkan diatur juga di dalam hukum yang tidak tertulis.Pengertian
konstitusi pada umumnya diartikan lebih luas daripada sekedar UUD saja. UUD merupakan
salah satu bentuk dari konstitusi terulis, tetapi konstitusi itu menunjukkan keseluruhan
konstelasi negara termasuk yang tidak tertulis.
Mr.Drs.E. Utercht dalam bukunya "Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia",
memberikan gambaran mengenai Pengertian Hukum Tata Usaha Negara ialah (hukum
administrasi, hukum pemerintahan) menguji perhubungan-perhubungan hukum istimewa
7
yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (ambtsdragers) (tata usaha negara,
administrasi) melakukan tugas mereka yang istimewa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengertian Hukum Tata Negara berarti himpunan
peraturan perundang-undangan yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara
pemerintah (Tata Usaha Negara) dengan warga negaranya; sehingga dengan demikian para
pejabat pemerintahan (ambtsdragers) dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
2. Pengertian Hukum Administrasi Negara
Menurut Utrecht (1985) dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara
mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah himpunan peraturan –peraturan
tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi. Dengan kata lain Hukum Administrasi
Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada administrasi
negara untuk mengatur masyarakat.
Berdasarkan definisi Hukum Administrasi Negara menurut Prajudi Atmosudirdjo
(1994), maka dapatlah disimpulkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum
mengenai seluk-beluk administrasi negara (hukum administrasi negara heteronom) dan
hukum operasional hasil ciptaan administrasi negara sendiri (hukum administrasi negara
otonom) di dalam rangka memperlancar penyelenggaraan dari segala apa yang dikehendaki
dan menjadi keputusan pemerintah di dalam rangka penunaian tugas-tugasnya.
Hukum Administrasi Negara merupakan bagian operasional dan pengkhususan teknis
dari hukum tata negara, atau hukum konstitusi negara atau hukum politik negara. Hukum
administrasi negara sebagai hukum operasional negara di dalam menghadapi masyarakat
serta penyelesaian pada kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat tersebut.
Hukum Administrasi Negara diartikan juga sebagai sekumpulan peraturan yang
mengatur hubungan antara administrasi Negara dengan warga masyarakat, dimana
administrasi Negara diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukumnya sebagai
implementasi dari policy suatu pemerintahan.
3. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara
Berdasarkan UU NO.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam pasal (1)
ayat (1) disebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang
melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di
daerah. Sedangkan pada ayat (2) menerangkan bahwa “Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan
8
peraturan perundangundangan yang berlaku”. Dan keputusan Tata Usaha Negara ialah (3)
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata. Sengketa yang dapat diperkarakan pada PTUN adalah (4) Sengketa Tata Usaha
Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau
badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedudukan PTUN di Indonesia menurut pasal 4 yaitu “Peradilan Tata Usaha Negara
adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap
sengketa Tata Usaha Negara.”
4. Obyek Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara :
Obyek hukum administrasi negara adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan
dalam hukum administrasi negara. Menurut Prof. Djokosutono, S.H., obyek hukum
administrasi negara adalah pemegang jabatan dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan
negara dan warga masyarakat.
Pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya obyek hukum administrasi adalah sama
dengan obyek hukum tata negara, yaitu negara (pendapat Soehino, S.H.). pendapat demikian
dilandasi alasan bahwa hukum administrasi negara dan hukum tata negara sama-sama
mengatur negara. Namun, kedua hukum tersebut berbeda, yaitu hukum administrasi negara
mengatur negara dalam keadaan bergerak sedangkan hukum tata negara dalam keadaan diam.
Maksud dari istilah ”negara dalam keadaan bergerak” adalah nahwa negara tersebut dalam
keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan-jabatan atau alat-alat perlengkapan negara yang
ada pada negara telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya masingmasing. Istilah ”negara dalam keadaan diam” berarti bahwa negara itu belum hidup
sebagaimana mestinya. Hal ini berarti bahwa alat-alat perlengkapan negara yang ada belum
menjalankan fungsinya. Dari penjelasan diatas dapat diketahui tentang perbedaan antara
hukum administrasi negara dan hukum tata negara.
9
5. Tugas Pokok (Bidang Yustisial) Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) :
1. Menerima, Memeriksa, Memutus dan Menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara
(TUN) Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta), Dengan
Berpedoman Pada Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 , Undang-Undang
Nomor : 9 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor : 51 Tahun 2009 dan Ketentuan dan
Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Lain yang Bersangkutan, Serta PetunjukPetunjuk Dari Mahkamah Agung Republik Indonesia (Buku Simplemen Buku I,
Buku II, SEMA, PERMA, dll);
2. Meneruskan Sengketa-Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) yang
Berwenang;
3. Peningkatan Kualitas dan Profesionalisme Hakim Pada Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta (PTUN Jakarta), Seiring Peningkatan Integritas Moral dan Karakter
Sesuai Kode Etik dan Tri Prasetya Hakim Indonesia, Guna Tercipta dan
Dilahirkannya Putusan-Putusan yang Dapat Dipertanggung jawabkan Menurut
Hukum
dan
Keadilan,
Serta
Memenuhi
Harapan
Para
Pencari
Keadilan
(Justiciabelen);
4. Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Lembaga Peradilan Guna
Meningkatan dan Memantapkan Martabat dan Wibawa Aparatur dan Lembaga
Peradilan, Sebagai Benteng Terakhir Tegaknya Hukum dan Keadilan, Sesuai
Tuntutan Undang-Undang Dasar 1945;
5. Memantapkan Pemahaman dan Pelaksanaan Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Sesuai Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA/012/SK/III/1993, tanggal 5
Maret 1993 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN);
6. Membina Calon Hakim Dengan Memberikan Bekal Pengetahuan Di Bidang Hukum
dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Agar Menjadi Hakim yang
Profesional.
6.
Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) :
1. Melakukan
Pembinaan
Pejabat
Struktural
dan
Fungsional
Serta
Pegawai
Lainnya, Baik Menyangkut Administrasi, Teknis, Yustisial Maupun Administrasi
Umum;
10
2. Melakukan Pengawasan atas Pelaksanaan Tugas dan Tingkah Laku Hakim dan
Pegawai Lainnya;
3. Menyelenggarakan Sebagian Kekuasaan Negara Dibidang Kehakiman.
2.3.Analisis Kasus :
Terdapat beberapa pertanyaan yang dapat digunakan sebagai alat analisa dalam menganalisis
kasus tersebut yaitu :
1. Apakah peristiwa ini merupakan peristiwa hukum dalam HAN?
2. Apakah putusan Yasona Laolly merupakan putusan dalam HAN?
3. Apakah kubu Abu Riezal Bakrie memiliki kedudukan hukum untuk melakukan
gugatan ke PTUN?
4. Apa saja yang menjadi obyek gugatan dalam PTUN?
5. Apakah rasio juris hakim PTUN?
1. Apakah peristiwa ini merupakan peristiwa hukum dalam HAN?
Pengertian Peristiwa Hukum:
Peristiwa hukum adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang dapat menimbulkan
akibat hukum atau yang dapat menggerakkan peraturan tertentu sehingga peraturan yang
tercantum di dalamnya dapat berlaku konkrit[1]. Menurut van Apeldorn
bahwa peristiwa hukum adalah peristiwa yang berdasarkan hukum menimbulkan atau
menghapuskan hak.[2] Begitu pula pendapat Bellefroid yang menjelaskan
bahwa peristiwa hukum adalah peristiwa sosial yang tidak secara otomatis dapat
merupakan/menimbulkan hukum. Suatu peristiwa dapat menimbulkan hukum apabila
peristiwa itu oleh peraturan hukum dijadikan peristiwa hukum.[3] Seperti misalnya
perkawinan antara pria dan wanita Demikian pula misalnya kematian seseorang, akan
pula membawa berbagai akibat hukum, seperti penetapan pewaris, ahli waris dan harta
waris. Dan apabila dibidang hukum pidana, seandainya kematian tersebut akibat
perbuatan seseorang, maka orang bersangkutan terkena akibat hukum berupa
pertanggung jawab pidana. Dalam hukum dikenal dua macam peristiwa hukum yaitu:
11
1.
Perbuatan subyek hukum (persoon) yaitu berupa perbuatan manusia atau
badan hukum (recht persoon) sebagai pendukung hak dan kewajiban.
2.
Peristiwa lain yang bukan perbuatan subyek hukum.[4]
Jadi, peristiwa hukum adalah peristiwa-peristiwa kemasyarakatn yang oleh hukum
diberikan akibat-akibat dan akibat itu dikehendaki oleh yang bertindak. Apabila akibat
sesuatu
perbuatan
tidak
dikehendaki
oleh
orang
yang
melakukannya,
maka
perbuatannya tersebut bukan merupakan peristiwa hukum. Sedangkan peristiwa hukum
dalam Hukum Administrasi Negara memiliki arti bahwa peristiwa-peristiwa yang
berkaitan dengan alat perlengkapan negara(aparatur negara) saat melaksanakan tugas
sesuai fungsinya,dimana peristiwa tersebut mengandung akibat hukum dan dikehendaki
oleh yang bertindak. Menimbulkan akibat hukum artinya perbuatan hukum yang
diwujudkan dalam bentuk Keputusan badan atau pejabat TUN menimbulkan suatu perubahan
suasana dalam hubungan hukum yang ada sehingga dapat menimbulkan suatu hak dan
kewajiban
Maka, dapat disimpulkan bahwa kasus dualisme dalam partai Golkar ini merupakan
salah satu peristiwa hukum dalam HAN. Karna, peristiwa ini berkaitan dengan alat
perlengkapan negara (aparatur negara) yang dalam kasus ini adalah tergugatnya
Yasonna Laoly saat melaksanakan fungsinya sebagai Menteri Hukum dan HAM atas
diputuskannya SK Kemenkumham dengan nomor M. HH-01.AH.11.01 pada tanggal 23
Maret 2015 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta
Komposisi dan Personalia DPP Golkar. Yang menyatakan disahkannya kepengurusan Partai
Golkar dibawah pimpinan Agung Laksono.
2.Apakah putusan Yasona Laolly merupakan putusan dalam HAN?
Pengertian Keputusan Administrasi :
Menurut Undang-undang No.9 tahun 2004 pasal 1 (3) yang menyatakan bahwa suatu
Keputusan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan
atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, bersifat konkret, individual, dan final.
Pengaturan ini memberikan suatu ciri khas tentang pengertian Keputusan tata usaha itu
sendiri sehingga memberikan suatu ciri pembeda antara suatu Keputusan yang dapat
dijadikan obyek gugatan serta yang tidak bisa dijadikan obyek gugatan di pengadilan.
[1]
[2]
[3]
[4]
Kansil, Drs., SH., Op-cit, hlm 35
Arrasjid, Chainur, Prof. DR., Op-Cit, hlm 134
Syarifin, Pipin, SH., Op-Cit, hlm 73
Arrasjid, Chainur, Prof., DR., Op-Cit, hlm 136
12
Jadi dapat disimpulkan bahwa putusan dalam HAN berbentu KTUN yang memiliki ciri khas
tertentu dibanding keputusan lainnya. Adapun pembatasan tentang KTUN tercantum dalam
pasal 2 yaitu : Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut
Undang-Undang ini:
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
3. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
4. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab UndangUndang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan
perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
5. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.
Kebijakan Regeling dan Beschikking :
Terdapat 2 jenis kebijakan yang bisa ditentukan oleh pemerintah. Yaitu Regeling
(peraturan)yaitu memberlakukan sesuatu yang bersifat abstrak- umum,belum ada subjek dan
objeknya yang spesifik. Serta Beschikking (penetapan) memberlakukan sesuatu yang bersifat
konkretindividual, sudah jelas subjek dan objeknya. Kalau pemerintah dianggap salah dalam
membuat peraturan (regeling), upaya hukum untuk melawannya dilakukan melalui pengujian
yudisial atau judicial review. Tetapi, jika pemerintah atau pejabat tata usaha negara dalam
membuat keputusan (beschikking), upaya hukum untuk melawannya adalah ke Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN) atau administratief rechtspraak atau bisa juga ke peradilan
umum, bergantung pada isi keputusannya.
Maka, dapat disimpulkan bahwa putusan Yasonna Laoly tentu saja merupakan
putusan dalam HAN. Yang pertama, secara logika jika putusan tersebut bukan putusan HAN
maka putusan tersebut tidak memenuhi syarat sebuah putusan dalam HAN, dan tentu tidak
akan diterima oleh PTUN. Yang kedua, berdasarkan UU.NO.9 Tahun 2004 pasal 1(3) bahwa
putusan dalam HAN atau bisa disebut juga sebagai KTUN memiliki ciri khusus dibandingkan
putusan lain yaitu bersifat konkret, individual, dan final.
Bersifat konkret artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan tata usaha Negara
itu tidak abstrak tetapi berwujud hal ini dapat kita lihat bahwa putusan Menkumham
13
memiliki objek yang jelas yaitu Kepengurusan Partai Golkar. Kata Individual memiliki arti
Keputusan tata usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi ditujukan untuk pihak
tertentu yang jelas subyeknya. Kata individual juga tercermin dalam putusan tersebut bahwa
subyek dari putusan tersebut jelas hanya untuk Partai Golkar bukan seluruh partai di
Indonesia. Final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.
Menimbulkan akibat hukum artinya perbuatan hukum yang diwujudkan dalam bentuk
Keputusan badan atau pejabat TUN menimbulkan suatu perubahan suasana dalam hubungan
hukum yang ada sehingga dapat menimbulkan suatu hak dan kewajiban. Sifat yang terakhir
tersebut juga sudah terpenuhi karna putusan tersebut menimbulkan perubahan dalam
hubungan hukum kepengurusan Partai Golkar sehingga menimbulkan hak dan kewajiban
salah satu contohnya kewajiban bagi Agung Laksono sebagai Ketua Umum Partai menurut
putusan Menkumham tersebut.
Pembatasan konteks putusan HAN/KTUN pada pasal 2 juga semakin memperkuat
bahwa putusan Menkumham ini memang sebuah produk putusan dalam HAN. Karna putusan
Menkumham tidak mengandung unsur-unsur yang disebutkan pada pasal 2 dan justru
mengandung unsur yang sebaliknya. Salah satu contohnya Yang tidak dianggap sebagai
Keputusan Tata Usaha Negara adalah “Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan
pengaturan yang bersifat umm” hal ini jelas dapat dibuktikan karna isi dari putusan
menkumham tersebut hanya ditujukan kepada kepengurusan partai golkar.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa putusan Yasonna Laoly
berupa SK Kemenkumham dengan nomor M. HH-01.AH.11.01 tanggal 23 Maret 2015
tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta Komposisi
dan Personalia DPP Golkar adalah sah merupakan putusan dalam HAN / merupakan sebuah
KTUN.
3. Apakah kubu Abu Riezal Bakrie memiliki kedudukan hukum untuk melakukan
gugatan ke PTUN?
Berdasarkan UU.NO.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pasal 1 (4)
“Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku;Berdasarkan ayat tersebut menunjukkan bahwa hal yang dijadikan
sengketa oleh kubu Abu Rizal Bakrie sudah memenuhi syarat sebagai sengketa tata usaha
14
negara yang dapat diajukan ke PTUN. ”(5). Gugatan adalah permohonan yang berisi
tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan
untuk mendapatkan putusan;Konteks gugatan yang diajukan Abu Rizal Bakrie juga telah
memenuhi syarat suatu gugatan dalam ayat 5 tersebut. Dan yang terakhir pada ayat (6)
dinyatakan bahwa: “Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata; “ Pada ayat (6) tersebut
syarat seorang penggugat dan tergugat juga sudah dipenuhi dalam kasus ini. Penyelenggaraan
Munas di Ancol oleh TPPG juga dianggap tidak memenuhi ketentuan Pasal 30 AD Partai
GOLKAR, karena TPPG bukan sebagai Pihak (Kepengurusan), yang berwenang berdasarkan
hasil Musyawarah Nasional Partai GOLKAR ke VIII di Pekanbaru, tanggal 5 s.d 8 Oktober
Tahun 2009 untuk menyelenggarakan Munas IX Partai GOLKAR. Dasar itu juga yang
memperkuat kedudukan hukum kubu Abu Rizal Bakrie.
Maka,dapat disimpulkan bahwa berdasarkan data diatas kubu Abu Rizal Bakrie
memiliki kedudukan hukum untuk melakukan gugatan ke PTUN. Bahkan memiliki bukti dan
argumen yang menguatkan kedudukan hukum kubu Abu Rizal Bakrie sehingga dapat
memenangkan gugatan di tingkat PTUN Jakarta Utara.
4. Apa saja yang menjadi obyek gugatan dalam PTUN?
Obyek sengketa atau obyek gugatan di PTUN terdiri dari Keputusan tata usaha
negara sebagaimana dimaksud Pasal 1(3) dan Keputusan fiktif negatif berdasarkan Pasal 3
UU No. 5 Tahun 1986.
a. Keputusan Tata Usaha Negara :
Pengertian Keputusan tata usaha negara menurut pasal 1(3) UU. No. 5 Tahun 1986 ialah
"Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara yang
berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang bersifat konkret, individual, final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
Seseorang atau Badan Hukum Perdata.
Dari rumusan keputusan tersebut di atas, dapat ditarik unsur-unsur yuridis keputusan menurut
hukum positip sebagai berikut :
1)
Suatu penetapan tertulis.
2)
Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara.
3)
Berisi tindakan hukum tata usaha negara.
15
4)
Bersifat konkret, individual dan final.
5)
Menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang atau Badan Hukum Perdata.
b. Keputusan tata usaha negara fiktif negatif
Obyek sengketa PTUN termasuk Keputusan Tata Usaha Negara yang fiktif negatif
sebagai mana dimaksud Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986, yaitu :
(1)
Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan,
sedangkan hal itu menjadi kewajibannya maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan
Tata Usaha Negara.
(2)
Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang
dimohon, sedangkan jangka waktu sebagai mana ditentukan dalam peraturan perundangundangan dimaksud telah lewat, maka badan atau penjabat tata usaha negara tersebut
dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
(3)
Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka
waktu maka setelah lewat jangka waktu 4 bulan sejak diterimanya permohononan, badan atau
penjabat tata usaha negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan.
Jadi jika jangka waktu telah lewat sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangundangan atau setelah lewat empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat
tata usaha negara itu tidak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan, maka Badan atau
Pejabat tata usaha negara tersebut dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
Sikap pasif Badan/Pejabat tata usaha negara yang tidak mengeluarkan keputusan itu dapat
disamakan dengan keputusan tertulis yang berisi penolakan meskipun tidak tertulis.
Keputusan demikian disebut keputusan fiktif-negatif. Fiktif artinya tidak mengeluarkan
keputusan tertulis, tetapi dapat dianggap telah mengeluarkan keputusan tertulis. Sedangkan
negatif berarti karena isi keputusan itu berupa penolakan terhadap suatu permohonan.
Keputusan fiktif negatif merupakan perluasan dari keputusan tata usaha negara tertulis yang
menjadi objek dalam sengketa tata usaha negara.
5. Apakah rasio juris hakim PTUN?
Pertimbangan hakim(ratio juris) merupakan salah satu aspek terpenting dalam
menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex
aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung manfaat
bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan
teliti, baik, dan cermat. Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan adanya
16
pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu kan digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam memutus perkara. Hakim tidak dapat menjatuhkan suatu putusan sebelum nyata
baginya. Selain itu, pertimbangan hakim hendaknya juga memuat tentang hal-hal sebagai
berikut : a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak disangkal.
b. Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek menyangkut semua
fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan.
c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus dipertimbangkan/diadili secara satu
demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat
dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam putusan.. Dasar Pertimbangan Hakim Dasar
hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan perlu didasarkan kepada teori dan hasil
penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil penelitian yang maksimal dan
seimbang dalam tataran teori dan praktek.
Keteraitan dengan kasus ini dapat kita analisis bahwa :
1. Mengapa Abu Rizal Bakrie mengajukan gugatan ke PTUN? Karna dalam hal ini, Abu
Rizal Bakrie merasa tidak puas atas kebijakan yang dikeluarkan oleh aparat negara
yaitu dalam konteks kasus ini adalah Menkumham. Sesuai kutipan UU NO.5 Tahun
1986 pasal 1 ayat (4) “Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai
akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku” dan pada
ayat (5) “Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan
putusan.”
Dalam kasus ini Abu Rizal Bakrie berperan sebagai pemohon/penggugat dan gugatan
yang dilakukan Abu Rizal Bakrie ke PTUN Jakarta Utara adalah valid sesuai
konstitusional.
2. Dalam kasus ini pihak yang tergugat adalah Menteri Hukum dan HAM yaitu Yasonna
Laoly atas SK Kemenkumham dengan nomor M. HH-01.AH.11.01 tanggal 23 Maret
2015 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta
Komposisi dan Personalia DPP Golkar Sesuai kutipan UU NO.5 Tahun 1986 pasal 1
ayat (6).” Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
17
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata”
3. Salah satu penyebab Abu Rizal Bakrie menggugat SK tersebut adalah karna
penyelenggaraan Munas di Ancol oleh kubu Agung Laksono yang disebut sebagai
Tim Penyelamat Partai Golkar dianggap tidak memenuhi ketentuan Pasal 30 AD
Partai GOLKAR, karena Tim Penyelamat Partai Golkar bukan sebagai Pihak
(Kepengurusan), yang berwenang berdasarkan hasil Musyawarah Nasional Partai
GOLKAR ke VIII di Pekanbaru, tanggal 5 s.d 8 Oktober Tahun 2009 untuk
menyelenggarakan Munas IX Partai GOLKAR.
4. Akhirnya PTUN memutuskan :
Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, dalil gugatan
Penggugat yang menyatakan penerbitan Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia RI Nomor M.HH-01.AH.11.01 tanggal 23 Maret 2015 Tentang Pengesahan
Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Serta Komposisi dan Personalia
Dewan Pimpinan Pusat Partai GolonganKarya oleh Tergugat, telah melanggar Ketentuan
Pasal 33 Undang-Undang Nomor2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2011tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik dan telah melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik khususnya
Asas Kepastian Hukum yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
Penyelenggara Negara adalah beralasan menurut hukum; Menimbang, bahwa berdasarkan
seluruh rangkaian pertimbangan hukum di atas, merujuk pada penilaian atas fakta dan hukum
dalam sengketa ini,
Pengadilan berkesimpulan:
1. Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta berwenang untuk mengadili gugatan
a quo ;
2. Penggugat memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan
gugatan a quo ;
3. Pokok gugatan Penggugat terbukti dan beralasan menurut hukum ;
Menimbang, bahwa karena dalil pokok gugatan Penggugat terbukti dan beralasan menurut
hukum, maka sangat beralasan hukum bagi Pengadilan untuk menyatakan batal keputusan
Objek Sengketa dinyatakan batal, dan mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut
keputusan tersebut.
18
Berdasarkan putusan PTUN tersebut, menurut analisis kelompok kami putusan yang diambil
PTUN sudah tepat karna dalam kasus ini pemohon juga mampu memberikan bukti dan
argumen yang kuat.
-Setelah itu kubu Agung Laksono mengajukan banding kepada PT TUN (Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara).
-Dalam kasus ini pemohon/penggugat adalah pihak kubu Agung Laksono dan Menteri
Hukum dan HAM.
-Sebagai pihak tergugat adalah PTUN Jakarta Utara terhadap putusannya Nomor :
62/G/2015/PTUN-JKT.
-Penyebab pengajuan banding ke PT TUN adalah karna pihak Agung Laksono merasa tidak
puas dengan putusan PTUN Nomor : 62/G/2015/PTUN-JKT dan merasa aspirasi dan
kepentingannya belum terpenuhi secara konstitusional.
-Akhirnya PT TUN menerima permohonan banding dari pihak Agung Laksono yang
dirumuskaan pada putusan Nomor 162/B/2015/PT.TUN.JKT yang memutuskan bahwa :
1. Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding dan Tergugat
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor
62/G/2015/PTUN-JKT tanggal 18 Mei 2015 yang dimohonkan banding,Memperhatikan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, undang-undang, serta peraturan
hukum
lainnya yang terkait dengan sengketa ini.
-Pihak Abu Rizal Bakrie tentu tidak tinggal diam dan segera mengajukan kasasi kepada MA
yang sampai saat ini masih menempuh proses pembahasan.
19
3. KESIMPULAN & SARAN
Hukum Publik terdiri dari Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Hukum
Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur negara dalam keadaan alat perlengkapan
negara yang ada pada negara telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya
masing-masing(bergerak). Kasus ini merupakan sebuah peristiwa hukum dalam HAN karna
karna berkaitan dengan alat perlengkapan negara(aparatur negara) saat melaksanakan
tugas sesuai fungsinya,dimana peristiwa tersebut mengandung akibat hukum dan
dikehendaki oleh yang bertindak. Putusan yang dibahas dalam kasus ini merupakan
putusan dalam HAN karna menunjukkan ciri khusus dari putusan HAN itu sendiri yaitu
bersifat konkret, individual, dan final. Saat mengajukan gugatan ke PTUN pemohon harus
memiliki keuddukan hukum yang kuat. Obyek gugatan di dalam PTUN adalah KTUN dan
KTUN Fiktif Negaatif. Seorang hakim memutuskan putusan dengan mempertimbangkan ratio
yuris(pertimbangan hukum hakim).
Menurut analisis kelompok kami, secara hukum tentu pihak pihak terkait sudah
menempuh proses hukum yang benar. Proses hukum tersebut tentu akan menghasilkan
keputusan secara adil karna ditempuh dengan proses hukum yang tepat. Namun konteks kata
keadilan memang bukan berarti semua pihak dapat diuntungkan dan terpenuhi
kepentingannya. Di dalam situasi tersebut pihak yang merasa kepentingannya belum
terakomodasi akan terus mencari jalan dengaan melakukan banding,kasasi maupun PK.
Menurut kelompok kami salah satu jalan lain yang dapat mengatasi konflik ini adalah dengan
dilakukannya mediasi melalui pihak yang benar benar netral dan dapat menjadi mediator
yang baik. Pihak yang bertikai juga seharusnya mau untuk bersinergi dan saling mengurangi
tuntutannya agar tercapainya kesepakatan bersama sehingga masalah ini tidak berlarut-larut
dan terselamatkannya Partai Golkar dari kehancuran.
20
DAFTAR REFRENSI
BUKU:
R. Atang Ranumihardja (1989). Hukum Tata Usaha Negara dan Peradilan Tata
Usaha Negara di Indonesia. Bandung,Indonesia : Penerbit Tarsito.
Prof.DR.Sudikno Mertokusumo, SH, (1999). Mengenal Hukum. Yogyakarta,Indonesia :
Liberty .
Mukti Arto, (2004) Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V h.140.
Yogyakarta, Indonesia, Pustaka Pelajar.
PUBLIKASI ELEKTRONIK:
Indra Jaya Piliang. “Kronologi Perang Beringin.”Selasar 30 November 2014.
Sugeng Triono.”Menkumham : SK Golkar Agung Laksono Sah Terbit Hari Ini.”
News Liputan6 23March 2015. < http://news.liputan6.com/read/2195573/menkumhamsk-golkar-agung-laksono-sah-terbit-hari-ini>
Put. “Yasonna Keukeuh Putusannya soal Kisruh Golkar Sudah Tepat” OkezoneNews 6
April 2015. < http://news.okezone.com/read/2015/04/06/337/1130063/yasonnakeukeuh-putusannya-soal-kisruh-golkar-sudah-tepat>
Damar Iradat.”Pengamat Sebut PTUN Jasi Lembar Baru Kisruh Golkar”. MetroTV
News 18 May 2015.
Dani PrabowoEditor,Laksono Hari Wiwoho. “Hari Ini, PTUN Berikan Putusan soal
Konflik Internal Partai Golkar” Kompas 18 May 2015.
Agnes Theodora. “Kasus Golkar Berlanjut ke PTTUN”.Kompas 19 May 2015.
21
Rinaldo. “PT TUN Jakarta Batalkan Putusan PTUN, Kubu Agung Laksono
‘Menang’.” News Liputan6 10 July 2015.
Basuki Rahmat N. “Langkah Banding Kubu Agung Laksono Mentahkan Putusan PN
Jakut.” CNN INDONESIA 24 July 2015.
PTUN JAKARTA (2015, May 18) . Putusan PTUN Nomor : 62/G/2015/PTUN-JKT.
May 18,2015.
KOMISI YUDISIAL.UU.NO.5 Tahun1986. December 29,1986.
DPR. UU.NO.9.Tahun 2004. March 29,2004.
PTTUN,DIREKTORI PUTUSAN MA-RI.PUTUSAN NO.162/B/2015/PT.TUN.JKT.
July 10,2015.
22