ISLAM DI INDONESIA DI AWAL ABAD 21

Artikel :Sejarah Sosial Intelektual Islam Indonesia
Disusun oleh
Nama

: Zulfitra AJ

Nim

: (511002236)

Jurusan

: ASK

ISLAM DI INDONESIA DI AWAL ABAD 21
Salah satu karakter Islam adalah sifatnya yang dinamis. Hal tersebut tampak dari
keluasan ajaran-ajarannya yang dapat dipakai oleh siapa pun, di mana pun, dan kapan
pun. Secara historis, Islam pada mulanya memang turun di masyarakat Arab. Namun demikian
pada dasarnya Islam bukanlah untuk masyarakat Arab saja, akan tetapi Islam turun untuk
memberi pencerahan bagi seluruh alam hingga hari kiamat. Berkenaan dengan hal tersebut,
timbul permasalahan karena setting masyarakat selalu berbeda dari satu waktu ke waktu yng lain.

Sedangkan Islam dituntut untuk dapat selalu up to date dengan setiap masyarakat yang ada.
Dengan demikian diperlukan adanya reinterpretasi terhadap sumber-sumber ajaran Islam agar
dapat didialogkan dengan setiap masyarakat yang dihadapinya.

A. Pengaruh Globalisasi Terhadap Pemikiran Islam
Isu seputar globalisasi mulai marak sekitar dekade 1990-an, pada masa ini sering
disebut sebagai zaman globalisasi (the age of globalization). Globalisasi merupakan suatu
pandangan masyarakat global yang merujuk pada perkembangan tatanan kehidupan, mulai
dari perkembagan sektor perekonomian, perdagangan dan teknologi informasi. Namun,
perkembangan itu tidak selalu merujuk pada hal-hal positif saja, banyak dampak-dampak
negatif globalisasi di rasakan masyarakat.
1

Islam Di Indonesia Di Awal Abad 21

Artikel :Sejarah Sosial Intelektual Islam Indonesia
Globalisasi selalu dihubungkan dengan modernisasi dan modernism. Para pakar
budaya mengatakan bahwa ciri khas modernisasi dan manusia modern itu adalah tingkat
berfikir, iptek, dan sikapnya terhadap penggunaan waktu dan penghargaan terhadap karya
manusia. Globalisasi bertujuan mengubah pemikiran masyarakat yang tradisional menuju

masyarakat modern. Atau disebut modernisasi. Salah satu elemen penting untung penunjang
modernisasi ini adalah media, dalam banyak cara yang bersifat mendasar, media adalah
dinamika sentral. Sifat media yang sentral dapat diterima dengan luas dan cepat, contohnya
televisi, dan internet. Yang dimana dengan adanya telivisi ataupun internet ini apabila ada
issu-issu terbaru dunia atau semacamya akan begitu cepat tersebar didunia.
Seiring dengan perkembangan zaman ini, Indonesia pun sebagai Negara yang
berpenduduk mayoritas muslim dan salah satu Negara tengah berkembang ikut terlibat dalam
arus globalisasi ini. Dampaknya dapat kita lihat dengan lahirnya intelektual-intelektual muda
muslim yang bersifat modernis. Hal ini juga erat kaitannya dengan tumbangnya Rezim Orde
Lama (Era Soeharto) yang mulanya mengekang Islam dengan kekuasaan diktatornya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Fuad Imron dalam tesisnya “Di Indonesia, Islam kembali
menemukan momentum untuk bangkit setelah Soeharto lengser dari kedudukannya. Para
intelektual Islam menggunakan momen keterbukaan yang ada untuk mendirikan partai-partai
politik, ormas, publikasi media, dan organisasi-organisasi payung untuk mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Perkembangan Islam di Indonesia mengalami kemajuan
yang lebih cepat daripada masa sebelumnya. Dinamisasi Islam yang terjadi tidak dapat
dilepaskan dari munculnya para intelektual muda yang mengenyam pendidikan barat.
Sepulang dari barat, mereka berusaha menerjemahkan pemikirannya dalam alam Indonesia
2


Islam Di Indonesia Di Awal Abad 21

Artikel :Sejarah Sosial Intelektual Islam Indonesia
yang majemuk”. Lahirnya para pemikir modernis tersebut menunjukkan dinamisasi Islam di
Indonesia sehingga melahirkan Pembaharuan pemikiran Islam.
Jika pada masa pasca kemerdekaan umat Islam memperjuangkan Islam melalui
politik dengan tujuan mendirikan Negara Islam, maka pada zaman globalisasi intelektual
muslim mengubah pola pikirnya dengan menjadikan masyarakat sebagai target dakwah
dengan alasan jika masyarakat Indonesia sudah memahami tentang Islam secara menyeluruh
maka dengan sendirinya Indonesia akan menjadi Negara Islam. Seperti kutipan pemikiran
Nurcholis Madjid yang dikatakan Abdul Qodir, dalam bukunya Jejak langkah Pembaharuan
Pemikiran Islam di Indonesia, eksistensi dan artikulasi nilai-nilai Islam yang intrinsik, dalam
iklim politik Indonesia lebih penting dan sangat memadai untuk mengembangkan islamisasi
dalam wajah kulturalisasi masyarakat Indonesia modern. Proses Islamisasi seharusnya
mengambil bentuk kulturalisasi, bukan politisasi. Dengan demikian gerakan-gerakan Islam
sebaiknya menjadi gerakan budaya daripada menjadi gerakan politik.
Dari uraian diatas kita dapat memahami bahwa pada zaman ini Islam sedang
membangun sebuah fondasi Islam yang berilmu pengetahuan yang sekarang lebih dikenal
dengan nama fase Islam yang berilmu pengetahuan.


B. Pengaruh Barat (Islam Liberal)
Jika dampak positif dari arus globalisasi bagi umat Islam Indonesia adalah adanya
perubahan pola pikir yang dulunya bersifat tradisional menjadi lebih modernis, maka dampak
negative dari perubahan zaman tersebut adalah munculnya faham liberalis dikalangan

3

Islam Di Indonesia Di Awal Abad 21

Artikel :Sejarah Sosial Intelektual Islam Indonesia
pemikir Islam. Hal ini tidak terlepas dari munculnya intelektual-intelektual muda muslim
yang mengenyam pendidikan di Barat.
Sejak akhir tahun 1990an muncul kelompok-kelompok anak muda yang menamakan
diri kelompok “Islam Liberal” yang mencoba memberikan respon terhadap permasalahanpermasalahan yang muncul pada akhir abad ke- 20. Majelis Ulama Indonesia melihat betapa
bahayanya pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh kelompok ini, sehingga pada
Munasnya yang ke-7 pada tanggal 25-29 Juli 2005 mengeluarkan fatwa bahwa pluralisme,
sekularisme dan liberalisme merupakan paham yang bertentangan dengan ajaran agama
Islam. Oleh sebab itu umat Islam haram hukumnya mengikuti paham pluralisme, sekularisme
dan liberalisme agama.
Hal tersebut sempat sedikit membingungkan, karena saya melihat modernis dan

liberalis sangat erat hubungannya, dan juga sebagian penulis buku mengatakan tokoh-tokoh
modernis islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman wahid, Syafi’i Ma’arif, Harun
Nasution dll, oleh sebagian penulis buku lainnya di klaim sebagai kelompok pemikir liberal.
Namun setelah melihat pengertian kata liberal yang dimaksudkan oleh MUI yaitu
memahami nash-nash agama (Al-Qur’an dan As-Sunnah) menggunakan akal pikiran yang
bebas, dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
Barulah saya memahami adanya perbedaan antara tujuan dari tokoh-tokoh tersebut dengan
pemahaman yang diterima oleh masyarakat.

C. Pengaruh Organisasi Islam Interrnasional yang masuk ke Indonesia

4

Islam Di Indonesia Di Awal Abad 21

Artikel :Sejarah Sosial Intelektual Islam Indonesia
Pasca tumbangnya Soeharto dan bergulirnya reformasi, Indonesia menjadi sebuah
Negara yang terbuka. Peluang emas inilah yang dijadikan era kebangkitan kembali bagi
organisasi-organisasi Islam yang pernah mundur bahkan mati (bubar). Momen ini pula yang
menjadi waktu masuk dan berkembang organisasi-organisasi Islam Internasional seperti

Hizbut Tahrir (HTI) dan Ikhwanul Muslimin.
Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia dengan membawa misi mereka yaitu berdirinya
kembali Khilafah Islamiyah, hal ini hampir memiliki kesamaan dengan tujuan para tokohtokoh Islam pasca kemerdekaan Indonesia yaitu mendirikan Negara Islam. Bedanya adalah
jika para tokoh tersebut menginginkan Indonesia sebagai sebuah Negara Islam yang berdiri
sendiri sedangkan HTI ingin Indonesia menjadi sebuah Daulah Islamiyah bagi seluruh dunia
atau minimal menjadi bagian dari Daulah Islamiyah jika suatu hari nanti berdiri Khalifah
Ismamiyah di sebuah Negara. Di luar Indonesia (jazirah arab) organisasi ini di larang karena
melakukan pergerakan yang ekstrim dengan tuduhan upaya pengkudetaan terhadap
Pemerintah yang tidak bersifat seperti Khalifah Islamiyah pada masa Rasulullah-Turki
Usmani. Berbeda dengan HTI, Ikhwanul Muslimin sedikit lebih moderat karena mau
menerima Negara nasional. Namun subtasi perjuangan formalisasi syari’at tetap mempunyai
kesamaan.

D. Gerakan Wanita (Feminisme/Gender)
Jika melihat dari sejarahnya, gerakan wanita sudah muncul pada awal abad ke 20,
yaitu ditandai lahirnya organisasi-organisasi kewanitaan pada masa itu seperti Wanita
Oetomo, Aisyah, Putri Indonesia. PPI, dll. Dari organisasi-organisasi itu pula lahir tokoh5

Islam Di Indonesia Di Awal Abad 21


Artikel :Sejarah Sosial Intelektual Islam Indonesia
tokoh wanita di Indonesia seperti R.A. Kartini, Putri Mardika, Dewi Sartika, Maria Ulfah,
SK Trimurti, dll. Gerakan wanita ini mulai menunjukkan perannya ketika mereka
mengeluarkan pendapat tentang poligami pada tahun 1930-an.
Pada era orde lama perempuan mulai diberikan peran oleh pemerintah dengan
dibentuknya PKK, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Dharma Wanita. Disini
wanita dijadikan sebagai pendamping suami dengan wewenang hanya sebatas pengatur
perempuan-perempuan yang menjadi istri bawahan suaminya. Artinya jabatan/peran wanita
(istri) selalu bergantung pada laki-laki (suaminya).
Dikarenakan peran yang terbatas tersebut pada tahun 1985 mulai terjadi gerakan
emasipasi wanita. Dan pada tahun 1990 terjadi pergeseran isu dan orientasi pergerakan
perempuan dengan terangkat isu kesetaraan gender yaitu penyamaan hak antara laki-laki dan
perempuan. Dikarenakan perempuan menuntut hak lebih maka hal ini mulai menjadi isu
hangat bagi para tokoh-tokoh LSM untuk menganalisis lebih mendalam tentang isu
kesetaraan gender tersebut.
Feminisme/gender menjadi isu krusial dan paling banyak diperdebatkan ketika tahun
1997 hasil Munas NU memperbolehkan wanita berkiprah dalam politik. Namun pada tahun
1999, MUI mengeluarkan fatwa bahwa perempuan tidak boleh menjadi Pemimpin. Banyak
para tokoh-tokoh elit politik maupun tokoh agama yang mengeluarkan pendapatnya seperti
Amin Rais mengatakan jika masih ada lelaki yang becus dia tidak akkan pernah memilih

perempuan.
Perdebatan semakin memanas ketika Megawati menjadi Presiden RI. Kelompok yang
memperjuangkan perempuan sampai membuat Counter Legal Draft KHI-nya yang
6

Islam Di Indonesia Di Awal Abad 21

Artikel :Sejarah Sosial Intelektual Islam Indonesia
menggunakan analisis gendernya untuk menkritisi Kompilasi Hukum Islam (KHI). Justru
yang lucu adalah pendapat Hamzah Haz ketika dia menjadi wakil Megawati, dia mengatakan
karena Indonesia bukan Negara Islam jadi tidak ada larangan perempuan menjadi Presiden,
padahal sebelumnya dia dengan tegas mengatakan Perempuan tidak boleh menjadi presiden
karena Indonesia berpenduduk mayoritas Islam.
Perjuangan perempuan masih terus berlanjut untuk menciptakan kesetaraan dan
keadilan gender, termasuk kuota 30% pun merupakan hasil perjuangan perempuan yang
cukup panjang dan sangat melelahkan, dan juga UU KDRT No 23/2004, yang memberi
peluang untuk dapat menciptakan hukum yang lebih adil khususnya bagi perempuan, karena
pasal-pasal yang ada dalam UU ini secara keseluruhan mengedepankan pola relasi
kemanusiaan dan kebersamaan antara suami istri, bahwa suami istri tidak boleh saling
menyakiti dan melakukan tindak kekerasan baik fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah

tangga, agar terwujud keluarga yang sakinah.

7

Islam Di Indonesia Di Awal Abad 21