PENGEMBANGAN GULA CAIR BERBAHAN BAKU UBI KAYU SEBAGAI ALTERNATIF GULA KRISTAL DENGAN PENDEKATAN SISTEM INOVASI

PENGEMBANGAN GULA CAIR BERBAHAN BAKU UBI KAYU
SEBAGAI ALTERNATIF GULA KRISTAL DENGAN PENDEKATAN
SISTEM INOVASI
Suripto1), Syamsul Ma’arif2), Yandra Arkeman3)
Mahasiswa Pascasarjanan, Teknik Industri Pertanian IPB - Bogor
e-mail: s.ripto@gmail.com
2)
Program Studi Teknik Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian IPB - Bogor
e-mail: msmaarif@ipb.ac.id
2)
Program Studi Teknik Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian IPB - Bogor
e-mail: yandra_ipb@yahoo.com
1)

ABSTRACT
Alternative sweetener (glucose and fructose syrup) made from cassava is still imported.
Potential of domestic raw materials is very large. In terms of technology and business
feasibility, commercialization of small-scale manufacturing of liquid sugar can be done. This
product is also excellent for food, beverages and medicines. The problem is the innovation
process is not so well known in the wider community. As an alternative strategic food product,
the development of this product is the responsibility of the government. The purpose of this

paper is to study the development of liquid sugar made from raw cassava with the innovation
systems approach. Innovation system which is used in this assessment is the system of
agricultural innovation by Termel, et al in Zuhal (2010). Key to the success of this development
is the process of diffusion of innovations to investors in the centers of production and diffusion
of cassava products to the public. The method used is coaching and training, campaigns and
socialization benefits products.
Keywords: Liquid sugar, agricultural innovation systems, and the diffusion of innovation.

1. PENDAHULUAN
Tahun 2012 kebutuhan gula kristal
putih sebesar 5,13 juta ton, dimana 2,60 juta
Ton adalah kebutuhan rumah tangga dan
sisanya 2,53 juta ton adalah kebutuhan
industri. Sementara jumlah produksi hanya
sebesar 2,5 juta ton. Kekurangan kebutuhan
dipenuhi melalui impor. Ketergantungan
pada impor diperkirakan akan terus
berlangsung sejalan dengan pertambahan
penduduk, dan peningkatan pendapatan
masyarakat serta pertumbuhan sektor

industri. Kekurangan gula dalam arti luas
semakin besar, karena setiap tahun kita
masih mengimpor gula cair (sirup glukosa)
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 30%
dan pada tahun 2011 sebesar 73.100 ton dan
ekspornya sebesar 1.092 ton (Pusdatin
Kemenprin, 2012).
Memperhatikan besarnya kebutuhan
tersebut di atas, maka diperlukan bahan
alternatif pemanis yang dapat menggantikan
gula kristal putih. Alternatif sumber pemanis
non tebu adalah pati-patian dan yang paling

memungkinan adalah ubi kayu mengingat
ubi kayu tanaman berpati yang masih
surplus (Ekspor-Impor). Data tahun 2011
ubi kayu segar surplus 2,37 juta ton.
Tanaman ini juga tersebar di semua provinsi,
dan hanya 4 provinsi yang produksinya
dibawah 10 ribu ton/tahun yaitu Kepulauan

Riau, DKI, Gorontalo dan Papua Barat
(Pusdatin-Kementan, 2012). Tanaman ubi
kayu juga mudah tumbuh dan mudah
perawatannya.
Ubi kayu sebagai sumber pati-patian
selama ini diketahui masyarakat luas hanya
sebagai sumber karbohidrat, sampai
munculnya inovasi proses yang dapat
memproses ubi kayu menjadi berbagai
produk turunan yang sangat beragam.
Produk gula yang dapat diturunkan dari
tepung tapioka (casava) terdiri dari tepung
gula kasava, sirup glukosa kualitas nomor
dua (warna coklat), sirup glukosa kualitas
nomor satu (warna bening), dan sirup
fluktosa yang 1,5 kali lebih manis dari gula

Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk)

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 147


tebu (Sinar Tani, Edisi 31 Mei – 6 Juni
2006).
Memperhatikan
defisit
necara
perdagangan sirup glukosa di atas,
menunjukkan bahwa konsumsi sirup glukosa
dalam negeri cukup tinggi, yaitu untuk
bahan baku dalam industri makanan dan
minuman, serta industri farmasi. Hal ini
menunjukkan peluang untuk pengembangan
industri sirup glukosa. Peluang ini semakin
besar jika sirup glukosa dapat diterima pasar
sebagai pengganti gula rafinasi yang selama
ini masih 100% impor.
Secara teknologi, proses pembuatan
sirup glukosa relatif sederhana dan dapat
dilakukan di perdesaan (B2P4). Namun pada
kenyataanya produsen sirup glukosa hampir

semuanya industri besar. Oleh karena itu
tulisan ini bertujuan melakukan analisis
sejauh mana pengembangan industri sirup
glukosa dapat dilakukan dengan pendekatan
sistem inovasi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sirup Glukosa
Sirup glukosa (Glucose syrup)
merupakan cairan jernih dan kental yang
mengandung D-glukosa, maltose, dan
polimer D-glukosa yang diperoleh dari
hidrolisis pati, seperti tapioka, sagu, pati
jagung, dan pati umbi-umbian. Hidrolisis
dapat dilakukan dengan cara kimia atau
enzimatis pada waktu dan suhu, dan pH
tertentu.
Sirup
glukosa
mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan gula sukrosa

yaitu tidak mengkristal dan mempunyai rasa
yang alami. Pada produk es krim, glukosa
dapat menekan titik beku dan meningkatkan
kehalusan tekstur, pada kue olahan dapat
menjaga kue tetap segar dan tidak mudah
retak. Sedangkan dalam permen, glukosa
lebih
dapat
mencegah
kerusakan
mikrobiologis dan memperbaiki tekstur .
Proses pembuatan sirup glukosa
dengan cara proses hidrolisis asam lebih
mudah dilakukan daripada melalui hidrolisis
enzimmatis
karena
peralatan
yang
digunakan lebih sederhana, namun peralatan
harus anti korosi dan sirup yang dihasilkan

mempunyai kemanisan yang lebih rendah
karena nilai ekuivalen dekstrosannya rendah
dan terjadi degradasi karbohidrat yang dapat
mempengaruhi warna dan rasa (Berghmans,
dalam Faoji Yahman, 2009). Sedangkan
Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk)

hidrolisis enzimatis memiliki beberapa
kelebihan, seperti prosesnya lebih spesifik
dan bisa diperoleh produk seperti yang
diharapkan,
proses
pembuatan
bisa
dikontrol, biaya permurnian lebih murah,
kerusakan warna bisa diminimalisasi serta
produk sampingan yang lebih sedikit
(Norman, dalam Faoji Yahman, 2009).
Secara singkat proses pembuatan sirup
glukosa dengan cara enzimatis adalah

sebagai berikut:
1. Tahap Likuifikasi : Larutkan tapioka
dipanaskan dan ditambahkan enzim αamilase, pada proses ini akan diperoleh
dextrin
2. Tahap Sakarifikasi: Dextrin, tambahkan
enzim Amiloglukosidase, diperoleh gula
cair.
3. Tahap pemucatan dan penyaringan:
ditujukan untuk menghilangkan kotoran
serta menghentikan aktifitas enzim,
sehingga diperoleh gula cair yang jernih.
4. Tahap evaporasi: proses ini untuk
menaikkan kemurnian gula. Dengan
pemurnian tersebut kadar kemanisan
gula cair meningkat dari 30-36° briks
menjadi 60-80° briks.
2.2 Inovasi
Kata inovasi seringkali tertukar
dengan invensi, padahal keduanya berbeda,
akan tetapi keduanya saling berhubungan.

Tidak ada inovasi tanpa adanya invensi,
karena invensi adalah awal dari inovasi.
Akan tetapi invensi belum tentu menjadi
suatu inovasi jika tidak diterima pasar, dia
hanya sebatas hasil temuan semata dan atau
hanya menjadi khasanah ilmu pengetahuan
yang mungkin akan menjadi inovasi dimasa
mendatang setelah mendapat perbaikan atau
strategi pemasaran tertentu dan dapat
dikomersialisasi. Secara sederhana inovasi
adalah invensi + komersialisasi.
Invensi menurut Schumpeter, dalam
Tidd Joe, (2005) An ’invention’ is an idea, a
sketch or model for a new or improved
device, product, process or system. It has
not yet entered to economic system, and
most inventions never do so. UU Sipteknas

(2005) mendefinisikan invensi sebagai
suatu ciptaan atau perancangan baru

yang belum ada sebelumnya yang
memperkaya khazanah serta dapat
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 148

dipergunakan untuk menyempurnakan
atau memperbarui ilmu pengetahuan dan
teknologi yang telah ada. Sementara
definis inovasi yang dikutip dari buku
Tatang (2005) adalah sebagai berikut : 1).

The implementation of products or
production and delivery processes with
new
or
significantly
improved
characteristics, dan pada edisi ke-3
definisi inovasi diperluas meliputi: new
organizational methods in business
practices, workplace organization, or

external relations (OECD 2005); 2).
Innovation as the design, development,
and implementation of new or altered
products,
services,
processes,
organizational structures, and business
models to create value for the customer
and financial returns for the firm
practicing innovation (DOC 2008), dan
3). An ’innovation’ is accomplished only
with the first commercial transaction
involving the new product, process, system
or device. It is part of the economic system
(Schumpeter, dalam Tidd Joe, 2005).
Sedangkan menurut UU Sipteknas (2002)
inovasi
adalah
kegiatan
penelitian,
pengembangan, dan/atau perekayasaan yang
bertujuan
mengembangkan
penerapan
praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan
yang baru, atau cara baru untuk menerapkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah
ada ke dalam produk atau proses produksi.
Inovasi lahir tidak selalu karena
adanya
persaingan
tetapi
karena
ditemukannya
teknologi
baru
yang
memungkinkan diproduksi produk-produk
baru, atau inovasi lahir karena dalam rangka
memenuhi kebutuhan pasar atau tuntutan
kehidupan. Kedua inovasi ini terjadi pada
awal-awal periode industrialisai yaitu antara
tahun 50-70 an, dimana persaingan usaha
belum begitu ketat. Menyadari akan
keinginan konsumen yang terus berubah,
maka industri melakukan R&D berdasarkan
harapan-harapan konsumen sehingga inovasi
merupakan produk R & D yang telah sesuai
dengan preferensi konsumen. Kondisi ini
terjadi pada tahun 70-80-an.
Selanjutnya pada model ke-4
inovasi terjadi sudah merupakan integrasi
antara tarikan pasar dan dorongan teknologi
yang ide-ide muncul tidak hanya dari dalam
Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk)

perusahaan tetapi juga dari luar perusahaan.
Sejalan makin kompleksitas teknologi, maka
inovasi tidak bisa lahir hanya mengandalkan
kemampuan perusahaan semata, tapi
akumulasi
pengetahuan
bersama-sama
dengan mitra di luar perusahaan yang dalam
satu jaringan sistem yang terintegrasi, hal ini
dimungkinkan karena terseedianya teknologi
informasi dan teknologi. Terakhir model ke6 adalah model inovasi dimana ide-ide
inovasi lahir dari internal dan ekternal serta
jaringannya yang disesuaikan dengan
kebutuhan
pasardan
bertujuan
mengembangkan teknologi baru.
Secara ringkas model-model inovasi
terlihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Pengembangan Model Inovasi
(Diadopsi dari Rothwell, 1992)
Model
Technology push
Market
pull

Coupling
model

Interactive model

Network
model

Open
Innovation

GeneSifat
rasi
I
Sederhana proses berurutan
linear, penekanan pada R & D
dan ilmu pengetahuan
II
Sederhana proses berurutan
linear,
penekanan
pada
pemasaran,
pasar
adalah
sumber ide-ide baru untuk R &
D
III
Menyadari interaksi antara
unsur-unsur yang berbeda dan
loop umpan balik antara
mereka,
penekanan
pada
mengintegrasikan R & D dan
pemasaran
IV
Kombinasi Technology Push
dan Market pull, integrasi
dalam perusahaan, penekanan
pada hubungan eksternal
V
Penekanan pada akumulasi
pengetahuan dan hubungan
eksternal, integrasi sistem dan
jaringan yang luas
VI
Ide internal dan eksternal serta
jalur internal dan eksternal ke
pasar dapat dikombinasikan
untuk
memajukan
pengembangan teknologi baru

Beberapa pakar seperti Francis, D. and J.
Bessant dalam Tidd J. (2005) dan
Ramalingam B, (2009) membagi inovasi
atas 4 katagori besar yang biasa disingkat
dengan 4Ps yaitu: 1) inovasi
yang
memperkenalkan dan memperbaiki produk
dan jasa; 2) inovasi yang memperkenalkan
dan memperbaiki proses; 3) inovasi yang
mendefinisikan dan meredefinisi posisi
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 149

produk, organisasi atau sektor – atau sebuah
perubahan kontek dan cara di mana suatu
produk atau proses diterapkan. Misalnya
reposisi telpon bergerak dari yang awalnya
untuk tujuan bisnis menjadi media sosial dan
sarana hiburan. 4). Inovasi untuk
menentukan atau mendefinisikan kembali
paradigma yang dominan dari suatu
organisasi atau sektor, seperti merubah
paradigma bahwa penerbangan tidak harus
mahal dengan penerbangan murah (low-cost
airlines).
Dewasa ini keempat bentuk inovasi
bisa terjadi secara kait mengkait dan saling
mendukung, karena untuk mendapatkan
produk baru diperlukan proses baru, dan
cara pemasaran yang berbeda dengan caracara sebelumnya, bahkan jika dirasa perlu
dilakukan perubahan dalam organisasi atau
paradigma.
Sirup glukosa adalah bentuk inovasi
proses yang menghasilkan produk baru,
inovasi ini lahir sebagai dorongan teknologi
proses dan telah lama ditemukan.
Berdasarkan literatur yang dapat penulis
telusuri tahun 1970 Park and Papini menulis
dalam jurnal Coletânea do Instituto de
Tecnologia de Alimentos, v. 3, p. 65-74,
dengan judul Glucose syrup production from
cassava starch by enzyme-enzyme method,
tulisan ini menjadi referensi Silva et.al
(2009).
2.4 Sistem inovasi
Sistem inovasi adalah lingkungan
yang mendukung aktivitas inovasi di tingkat
lokal/sektoral, regional atau yang meliputi
lembaga riset, pendanaan, jasa pendukung
bisnis, kebijakan publik yang saling
berinteraksi dan bergantung (Zuhal, 2010).
Oleh karena begitu pentingnya sistem
inovasi maka sistem inovasi nasional (Sinas)
adalah pilihan serius bagi sebuah negara,
karena melalui kebijakan Sinas yang tepat
sebuah negara dapat memetik perrtumbuhan
ekonomi yang cepat (Zuhal, 2010)
Dalam berbagai survei lembaga
dunia seperti Indeks Daya Saing Global dari
World Economic Forum (WEF), Indeks
Inovasi
Global
(GII)
menunjukkan
Indonesia termasuk negara yang mempunyai
daya saing rendah. Indeks inovasi global
tahun 2012 Indonesia menempati urutan
terbawah dari 7 negara Asean yang di survei
Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk)

(Lihat tabel 2). Hal tersebut karena belum
adanya Sistem Inovasi Nasional yang
menjadi kerangka umum bersama dalam
pengembangan inovasi di Indonesia. Tatang
(2005) menyatakan bahwa dalam konteks
governance, kelemahan utama dalam Sinas
Indonesia adalah koordinasi dan koherensi
kebijakan. Pada tataran nasional belum ada
”mekanisme” yang efektif untuk koordinasi
dan koherensi kebijakan inovasi nasional.
Dewan Riset Nasional (DRN) yang bertugas
salah satunya adalah membantu Menteri
(Menristek) dalam merumuskan arah dan
prioritas
utama
pembangunan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
telah
mengeluarkan buku Arahan Riset Nasional
yang diharapkan menjadi acuan seluruh
lembaga riset nasional dalam melakukan
penelitian dan pengembangan. Akan tetapi
arahan tersebut tidak dijadikan acuan.
Masing-masing lembaga berjalan sendirisendiri menurut koordinator menterinya
masing-masing.
Tabel 2.
Rangking dan Score Indeks Inovasi Global
Negara-negara Asean 2012
RangkingNegara
Score
3
Singapore
63.47
32
Malaysia
45.93
53
Brunei Darussalam37.72
57
Thailand
36.94
76
Viet Nam
33.92
95
Philippines
29.02
100
Indonesia
28.07
Sumber: http://www.globalinnovationindex.org

Oleh karena itu gagasan sistem
inovasi nasional terus diwacanakan, Tatang
(2005) mengusulkan kerangka umum sinas
dengan mengadopsi konsep Sinas Arnold
(2001) dan Meyer-Stamer (1998), yang
menekankan pada interaksi antar lembaga
atau institusi yang akan akan mempengaruhi
jalan tidaknya inovasi dalam suatu negara.
Sementara Zuhal (2010) mengusulkan
konsep sinas lebih pada koordinasi dalam
pelaksanaan program atau rencana aksi yang
harus dijalankan oleh masing-masing pelaku
(institusi) dalam sinas.
2.5 Sistem Inovasi Pertanian
Suatu sistem terdiri dari berberapa
sub-sistem atau elemen, dalam batasan
tertentu sub-sistem atau elemen bisa menjadi
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 150

sistem. Dalam sinas terdapat sub-elemen
sektor industri yang didalamnya terdapat
elemen industri pertanian, yang jika kita
dilihat hanya dari sisi pertanian, maka
pertanian merupakan sistem. Sehingga
dalam konteks membangun pertanian yang
berinovasi sebaiknya suatu negara berbasis
pertanian juga mempunyai konsep sistem
inovasi pertanian. Pada beberapa negara
yang telah mempunyai konsep inovasi
pertanian adalah Australia, Nicaragua,
Thailand, Italy dll.
Menurut Termel, et Al dalam Zuhal
(2010) sistem inovasi pertanian adalah: set
of agents that jointly and/or individually
contribute to the development, diffusion, and
use of agriculture-related new technologies,
and that directly and/or indirectly influence
the process of technological change in
agriculture
Menganalogikan definisi sistem
inovasi pertanian tersebut di atas, maka jika
sekumpulan agen/instsitusi/lembaga yang
secara bersama-sama dan/atau individual
memberikan kontribusi pada pengembangan,
difusi, dan penggunaan teknologi baru yang
berhubungan dengan pengembangan gula
cair baik secara langsung dan/atau tidak
langsung mempengaruhi proses perubahan
teknologi gula cair tersebut, maka bisa kita
bisa menyebut sebagai sistem inovasi gula
cair. Seperti halnya Yasushi Ueki (2007)
yang menganalisis inovasi dan sistem
inovasi sektor etanol dan dinamikanya di
Negara Bagian São Paulo, Brazil.

inovasi yang akan memanfaatkan hasil
inovasi.
Dalam difusi inovasi, maka elemen
utama yang harus ada adalah inovasi itu
sendiri baik berupa gagasan, tindakan, atau
barang yang dianggap baru oleh seseorang.
Elemen kedua adalah saluran komunikasi,
yaitu ’alat’ untuk menyampaikan pesanpesan inovasi dari sumber kepada penerima.
Pemilihan sarana komunikasi sangat
tergantung pada tujuan komunikasi dan sifat
penerima difusi. Elemen ke-tiga adalah
jangka waktu, hal ini karena proses
mengambil keputusan untuk menerima hasil
inovasi yang dikomunikasikan memerlukan
waktu. Terakhir adalah elemen sistem sosial
yang merupakan sehimpunan yang secara
fungsional berbeda akan tetapi terikat pada
kerjasama untuk memecahkan masalah
secara bersama-sama.
Pihak penerima inovasi disebut
sebagai adoptor. Berdasarkan sikapnya atau
kemampuan menyerap inovasi, adaptor
dapat
dikelompokkan
menjad:
1).
innovators: adalah individu yang pertama
kali mengadopsi inovasi. 2) Early Adopters
sebagai para perintis dalam penerimaan
inovasi. 3).Early Majority/ Pengikut Awal,
banyak melakukan pertimbangan dan
interaksi internalnya tinggi; 4). Late
Majority (Pengikut Akhir): acuh tak acuh,
tak peduli, menerima karena terpaksa dan
hati-hati; dan 5) Laggards (Tradisional);
berwawasan dan bersumber daya terbatas.

2.6 Difusi Inovasi
Dalam sistem inovasi, difusi inovasi
merupakan suatu hal yang tak dapat
dipisahkan dari inovasi itu sendiri. Karena
inovasi tanpa didifusikan menjadi hanya
sekedar invensi. Dan dengan difusi
perkembangan inovasi akan lebih cepat.
Roger (1983) mendefiniskan difusi sebagai
“the process by which an innovation is
communicated through certain channels
over time among the members of a social
system” Hal yang dikomunikasikan adalah
ide baru atau gagasan dari sumber invensi
atau penciptaan kepada pengguna atau pihak
yang mengadopsi. Dalam sistem inovasi,
maka sistem sosial yang dimaksud dalam
definisi tersebut adalah anggota sistem

2.7 Manajemen Pengetahuan
Definisi manajemen pengetahuan
(MP) sangat beragam namun secara
sederhana dapat dikatakan sebagai suatu
proses penciptaan nilai yang didasarkan
pada aset pengetahuan yang dimiliki. Dalam
suatu organisasi MP meliputi berbagai
kegiatan seperti mendidentifikasi dan
memetakan aset intelektual perusahaan,
menciptakan pengetahuan baru, sharing dan
penyebarluasan pengetahuan dan praktek
terbaik dengan bantuan teknologi infomasi.
Model konseptual tentang MP
sangat banyak yang paling terkenal adalah
model koseptual sederhana dari Nonaka
yang disebut sebagai model SECI. Dalam
model SECI MP sebagai suatu siklus proses
penciptaan pengetahuan yang terdiri dari
Socialization, Externalization, Combination,

Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk)

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 151

2.8 Analisis Kebijakan
Kebijakan adalah suatu pernyataan
cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud

sebagai garis pedoman untuk manajemen
dalam usaha mencapai sasaran (KBBI,
2011). Kebijakan juga diartikan sebagai
serangkaian tindakan yang mempunyai
tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan
oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku
guna memecahkan suatu masalah tertentu
(Anderson dalam Kamalfuadi, 2012).
Kebijakan yang terkait dengan masalahmasalah publik, maka kebijakan sering
disebut sebagai kebijakan publik, dengan
demikian kebijakan dapat diartikan sebagai
sebuah tindakan yang dilakukan oleh
pemegang kekuasaan untuk memastikan
tujuan-tujuan yang sudah dirumuskan dan
disepakati oleh publik bisa tercapai
(Santoso, 2010).
Kebijakan dilakukan melalui suatu
tahapan diantaranya: 1). penyusunan agenda
(memilih permasalahan apa yang paling
mendesak untuk diselesaikan) 2). Formulasi
kebijakan (melalui suatu analisis kebijakankebijakan apa saja yang akan dilakukan) 3).
Adopsi kebijakan (memilih dari berbagai
alternatif kebijakan yang ditawarkan yang
paling sesuai dengan kondisi dan situasi dan
memberikan dampak negatif yang paling
minimal) 4). Implementasi kebijakan
(melaksanakan kebijakan melalui program
dan kegiatan) dan 5). Evaluasi kebijakan
(melakukan evaluasi terhadap kebijakan
yang telah dilaksanakan dan memberikan
saran perbaikan atau perubahan).
Dalam implementasi kebijakan
terdapat beberapa variabel kritis, menurut
Edward III (1980) antara lain: 1).
Komunikasi,
kebijakan
harus
dikomunikasikan kepada kelompok sasaran
yang diindikasikan dengan bagaimana
penyaluran
komunikasi,
konsistensi
komunikasi dan kejelasan komunikasi. 2).
ketersediaan sumberdaya pendukung untuk
implementasi
kebijakan
dinataranya:
Sumber
daya
manusia,
informasi,
kewenangan, sarana dan prasarana dan
pendanaan. 3) Sikap dan komitment dari
pelaksana program (disposition), dan 4).
Struktur birokrasi (bureaucratic strucuture),
yaitu kesesuaian organisasi pelaksana
implementasi kebijakan dengan tugas yang
diembannya.
Analisis kebijakan menurut Dunn
(2004) suatu terapan ilmu sosial dengan
memakai beberapa metode penelitian dan

Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk)

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 152

dan Internalization. Sebagai suatu siklus
proses interaksi pengetahuan berbentuk
spiral antara pengentahuan eksplisit/jelas
dan pengetahuan tacit/
tersembunyi.
Pengetahuan implisit dikonversi menjadi
pengetahuan eksplisit dan penhgetahuan
eksplisit
diinternasisasi
menjadi
pengetahuan implisit.
MP tumbuh dan berkembang di era
informasi dimana ekonomi didasarkan pada
pengetahuan. Perusahaan yang mempunyai
keunggulan kempetitif adalah perusahaan
yang mampu mengelola pengetahuannya
dengan baik untuk mendorong lahirnya
inovasi dan teknologi sebagai faktor penentu
daya saing. Menurut Plessis (2000), MP
mendorong
inovasi
karena:
1).
memungkinkan berbagi dan kodifikasi
pengetahuan tacit 2). berperan penting
dalam membuat pengetahuan eksplisit
tersedia untuk rekombinasi menjadi ide-ide
baru dan inovatif
3). Memungkinkan
terjadinya
kolaborasi
antar
semua
stakeholder 4). mengelola berbagai kegiatan
dalam manajemen siklus hidup pengetahuan,
yang terdiri dari fase penciptaan,
pengumpulan,
berbagi,
meningkatkan
pengetahuan.
Terkait dengan teknologi MP juga
sangat berperan penting, karena teknologi
lahir dari akumulasi pengetahuan. inovasi
dan manjemen pengetahuan kini tak bisa
lagi
dipisahkan,
ketiganya
saling
mempengaruhi. Teknologi lahir dari
pengetahuan, inovasi melahirkan teknologi,
teknologi juga mendorong inovasi, teknologi
dan inovasi melahirkan pengetahuan baru.
Sehingga ketiganya dapat digambarkan
sebagai berikut:
Innovation
Management

Technology
Management

Knowledge
Management

Gambar 1. Batasan antara innovation,
technology dan knowledge management.
(Cetindamar, 2009)

argumentasi
agar
mendapatkan
dan
mentransformasikan informasi yang terkait
dengan
kebijakan,
sehingga
dapat
dipergunakan pada tingkat politik untuk
memecahkan masalah-masalah kebijakan.
Analisis kebijakan dilakukan sebelum dan
sesudah kebijakan dilaksanakan atau
kombinasi diantara keduanya. Analisis
prosektif adalah analisis yang dapat
digunakan sebelum kebijakan dibuat;
analisis retrospektif (dilakukan sesudah
kebijakan dilaksanakan) dan c) analisis
terintegrasi, merupakan analisis yang
dilakukan dengan memantau jalannya
kebijakan dan evaluasi secara bersamaan
(Dunn 2004).
3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sirup glukosa merupakan produk
hasil inovasi proses, dan merupakan produk
alternatif pengganti gula, maka apakah sirup
glukosa secara fungsi dapat menggantikan
gula dan apakah secara ekonomi (menurut
studi leteratur) layak untuk dikembangkan.
Selanjutnya dengan pendekatan sistem
inovasi, yang dikemukakan oleh Zuhal
(2010) dilakukan analisis komponen sistem
dan perannya dan terakhir bagaimana
hubungan pengembangan gula cair dengan
kebijakan swasembada gula nasional.
3.1 Analisis Fungsional
Sirup glukosa adalah gula cair yang
diperoleh dari hidrolisis tepung ubi kayu.
Komponen sirup glukosa dan gula kristal
putih atau tebu adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Standar Nasional Indonesia (SNI)
Sirup Glukosa
No Kriteria Uji
1 Keadaan
1.1 Bau
1.2 Rasa
1.3 Warna
2 Air
3 Abu
4 Gula pereduksi
dihitung sebagai DGlukosa
5 Pati
6 Cemaran Logam
6.1 Timbal
6.2 Tembaga
6.3 Seng

Satuan

Persyaratan

% b/b
% b/b

Tidak berbau
Manis
Tidak
berwarna
Maks. 20
Maks. 1

No Kriteria Uji
7 Arsen
8 Cemaran mikroba :
8.1 Angka lempeng
total
8.2 Bakteri coliform
8.3 E. coli
8.4 Kapang
8.5 Khamir

Satuan Persyaratan
ppm
Maks. 0,5
Koloni/g Maks. 5 x
102
APM/g Maks. 20
APM/g < 3
Koloni/g Maks. 50
Koloni/g Maks. 50

Sumber: SNI 01-2978-1992

Tabel 4. Standar Nasional Indonesia (SNI)
Gula Kristal Putih
No
1

Kriteria Uji
Warna
1.1 Warna Kristal

Persyaratan
Satu
-an GKP 1 GKP 2
CT

4,0-7,5

7,6 –
10,0
1.2 Warna Larutan
IU 81 - 200 201 (ICUMSA)
300
2 Besar jenis butir
mm 0,8 – 1,2 0,8 – 1,2
3 Susut pengeringan
%
Maks. Maks.
0,1
0,1
4 Polarisasi
Z Min.
Min 99,5
99,6
5 Abu kondusktiviti (b/b)
Mak
Mak
0,10
0,15
6 Bahan Tambahan
Logam
6.1 Belerang dioksida
Mg/ Mak 30 Mak 30
kg
7 Cemaran Logam
7.1 Timbal
ppm Maks 2 Maks 2
7.2 Tembaga
ppm Maks 2 Maks 2
7.3 Arsen
ppm Maks 1 Maks 1
Sumber: SNI 3140.3:2010

Berdasarkan kedua SNI di atas
terlihat terdapat perbedaan standar, hal ini
karena keduanya dalam bentuk yang berbeda
walaupun bisa saling melengkapi substitusi
yaitu gula kristal putih berbentuk padat
sedangkan sirup glukosa berbentuk cair.
Kedua
produk
dapat
saling
melengkapi karena sama-sama manis,
bahkan untuk kebutuhan pemanis kue olahan
sirup glukosa lebih baik karena rasa
manisnya lebih alami, sifatnya yang
melembutkan tekstur, menambah volume,
mencegah
kristalisasi
gula,
dan
meningkatkan rasa.

% b/b

Min. 30
Tidak ada

ppm
ppm
ppm

Maks 1
Maks 10
Maks 25

3.2 Analisis Kelayakan Usaha (Sebuah
tinjauan pustaka)
Analisis kelayakan usaha pendirian
industri sirup glukosa dari tapioka telah
dilakukan oleh Faoji Yahman (2009) dengan
lokasi usaha di Kab. Pati Jawa Tengah. Hasil
analisis untuk kapasitas 2 ton bahan baku

Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk)

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 153

tapioka/hari dengan nilai investasi sebesar
Rp. 3,934 M dengan harga jual produk Rp.
6.500/kg layak secara ekonomi dengan
payback period 3,98 tahun. Hasil analisis
sensitifitas menunjukkan bahwa usaha ini
beresiko tinggi terhadap kenaikan bahan
baku dan penurunan harga jual.
Sementara hasil kajian lembaga
Litbang Pasca Panen Kementrian Pertanian
tahun 2006 menyebutkan bahwa industri
gula kasava dapat dilakukan oleh usaha kecil
menengah karena cukup dengan modal Rp.
100 juta untuk produksi sebesar 300 kg/hari.
Klaim ini masih perlu dilakukan konfirmasi
dengan melakukan analisis kuantitatif yang
lebih detail.

No. Institusi/Lembaga

8.

Lembaga
keuangan

9.

Pemerintah

Peran
masukan
tentang
kualitas
yang
dibutuhkan
untuk
mendapatkan kualitas
produk olahan yang
lebih baik
Memberikan
kredit
pendanaan bagi usaha
baru atau lama yang
membutuhkan dana
Mengontrol
perkembangan usaha
Mengeluarkan
kebijakan
(misalnya
larangan impor sirup
glukosa,
mendorong
penelitian
dan
pengembangan
gula
alternatif, mendorong
difusi teknologi dan
inovasi pembuatan gula
alternatif,
Menyediakan
jasa
transportasi

3.3 Analisis Komponen Sistem Inovasi
Pelaku atau institusi yang terlibat
dalam pengembangan gula cair adalah
sebagai berikut:
Tabel 5. Analisis Komponen Sistem Inovasi
dan Perannya

10. Jasa pendukung
(Transportasi)

No. Institusi/Lembaga
Peran
1. Petani/Kelompok Menanam
dan
tani
Penyedia bahan baku
2. Produsen tepung Memproduksi
bahan
baku sirup glukosa
tapioka
3. Pedagang
Penyedia bahan baku
4. Koperasi
Penyedia
kebutuhan
pertanian
5. Produsen sirup
Pembuat sirup glukosa
glukosa
6. Balai pasca panen • Melakukan
Kementran
penelitian
dan
Pertanian, BPPT,
pengembangan
LIPI, Perguruan
proses
teknologi
Tinggi
(metode
dan
peralatan)
untuk
meningkatkan
kuantitas
(produktivitas) dan
kualitas produk,
• Mendifusikan
inovasi
tersebut
kepada masyarakat
pengguna
selaku
anggota
sistem
inovasi
• Melakukan
penelitian terhadap
produk buangan atau
limbah produksi agar
tidak
mencemari
lingkungan
7. Produsen makan Konsumen
sirup
dan minuman
glukosa (memberikan

3.4 Analisis Kebijakan
Terkait dengan kebijakan pemerintah
tentang swasembada gula yang ditargerkan
tercapai pada tahun 2014 diperkirakan tidak
akan tercapai, sebab beberapa program
ektensifikasi (perluasan lahan tanam) dan
pendirian pabrik gula sampai saat ini belum
terealisasi. Proses analisis kebijakan dalam
kebijakan ini bisa jadi kurang komprehensif,
sehingga beberapa faktor penghambat tidak
mendapat perhatian, skenario yang dipilih
adalah skenario optimis. Dilihat dari sisi
substansi kebijakan ini juga masih berfokus
pada swasembada gula berbahan baku tebu,
dimana kondisi industri dalam negeri tidak
mudah untuk dapat mencapai pertumbuhan
yang cepat. Sehingga target percapaian
swasembada dalam waktu 4 tahun tidak
realistis.
Esensi gula adalah pemanis dengan
demikian pemanis tidak harus berasal dari
tebu, tapi bisa dari non-tebu yang dapat
menggantikan fungsi gula kristal putih.
Berdasarkan studi literatur dan praktek pada
industri makanan dan minuman pemanis
yang dapat menggantikan tersebut adalah
gula cair yang dapat dihasilkan dari patipatian. Sumber pati yang paling potensial di
Indonesia adalah singkong atau ubi kayu.
Hal ini karena sampai saat ini kita masih

Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk)

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 154

surplus, jumlah produksi dan produktivitas
persatuan luas masih bisa ditingkatkan.
Permasalahan gula cair adalah belum
begitu dikenal oleh masyarakat luas, baik
pemanfaatannya
maupun
proses
produksinya. Oleh karena itu jika
pemanfaatan gula cair ditetapkan sebagai
salah satu program dalam kebijakan
swasemdada gula, maka banyak hal yang
dapat
dilakukan
yaitu
kampanye
pemanfaatan gula cair dan difusi inovasi
teknologi proses pembuatan gula cair pada
sentra-sentra produksi singkong.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Mencermati ketergantungan impor
gula kristal yang semakin tahun semakin
besar dan memperhatikan potensi potensi
gula cair dari ubi kayu baik dari sisi
fungsional
maupun
potensi
pengembangannya,
maka
pemerintah
sebaiknya melakukan kebijakan stubstitusi
gula kristal dengan gula yang berasal dari
pati-patian khususnya ubi kayu. Kebijakan
pemerintah harus bersistem sehingga arahan
dan capaian akan sustainable, sistem inovasi
bisa menjadi pilihan, karena pengembangan
produk tidak lepas dari upaya inovasi yang
melibatkan berbagai pihak untuk saling
berkoordinasi untuk suatu tujuan inovasi.
Inovasi tidak harus dalam bentuk
teknologi tinggi,
walaupun itu juga
diperlukan agar kita bisa menguasai
teknologi untuk proses-proses lebih hilir dari
produk pertanian kita, sehingga kita bisa
mengolah sendiri tanpa harus mengekspor
dalam bentuk bahan setengah jadi. Namun
yang lebih penting adalah yang dapat
dirasakan oleh orang banyak, dengan tetap
memperhatikan nilai tambah bagi banyak
pihak.
Dalam kerangka sistem inovasi,
maka sangat penting dilakukan adalah
mendifusikan hasil-hasil inovasi lembaga
litbang dan perguruan tinggi yang dapat
meningkatkan nilai tambah tersebut kepada
masyarakat. Dengan demikian masyarakat
(petani/ agro industri) mampu mengolah
hasil pertanian pada tingkatan yang lebih
tinggi untuk mendapatkan nilai tambah yang
lebih besar.

Khusus produk gula cair dari ubi kayu,
walaupun inovasi ini sudah dikenal sejak
tahun 70-an akan tetapi gaungnya pada
masyarakat umum belum begitu nampak,
sehingga tujuan sebagai substitusi gula tebu
baru sebatas di kalangan industri makanan,
minuman dan obat-obatan dan inipun belum
optimal. Oleh karena itu diusulkan agar
dilakukan inovasi dalam hal:
Bagi produsen:
• Membuat variasi kemasan, kemasan
sebaiknya
dibuat
dalam
ukuran
kebutuhan rumah tangga, dalam botol
kecil tidak dalam bentuk botol besar
seperti selama ini.
• Melakukan edukasi pada masyarakat
dan industri makanan dan minuman
skala kecil untuk menggunakan gula
cair.
Bagi pemerintah:
• Pemerintah
sebaiknya
melakukan
kampanye atau sosialisasi menyadarkan
masyarakat bahwa terdapat alternatif
gula yang bisa diperoleh di pasaran yang
bisa digunakan untuk kebutuhan rumah
tangga dan sehat untuk dikonsumsi.
• Melakukan difusi inovasi teknologi
proses gula cair pada sentra-sentra
produksi singkong dengan kelayakan
usahanya dengan melibatkan komponenkomponen inovasi.
6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Akhmad Musyafak dan Tatang M.
Ibrahim, Strategi Percepatan Adopsi Dan
Difusi Inovasi Pertanian Mendukung Prima
Tani, Analisis Kebijakan Pertanian. Volume
3 No. 1, Maret 2005 : 20-37.
[2] Badan Litbang Pertanian. Rancangan
Dasar: Program Rintisan Dan Akselerasi
Pemasyarakatan
Inovasi
Teknologi
Pertanian (PRIMA TANI). Badan Litbang
Pertanian. Jakarta, 2004.
[3] Cetindamara et.al, 2009, Understanding
technology management as a dynamic
capability: A framework for technology
management
activities,
Technovation,
Volume 29, Issue 4, April 2009, Pages 237–
246

5.2 Saran

[4] Department of Commerce (DOC).
Advisory
Committee
on
Measuring

Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk)

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 155

Innovation in the 21st Century Economy.
Innovation Measurement: Tracking the State
of Innovation in the American Economy.
Report to the Secretary of Commerce, 2008.
[5] Dunn William N. (2000), Pengantar
Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada
University Press.
[6] Faoji Yahman, 2009, Studi Kelayakan
Pendirian Industri Sirup Glukosa Dari
Tapioka Di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati,
TA, IPB, Bogor.
[7] Linden, Greg, Jason Dedrick, and
Kenneth L. Kraemer. “Innovation and Job
Creation in a Global Economy: The Case of
Apple’s iPod.” Journal of International
Commerce and Economics 3, no. 1 (May
2011): 223-239.
[8] OECD. Oslo Manual: Guidelines for
Collecting and Interpreting Innovation Data
(3rd edition). Organization for Economic
Cooperation and Development, Paris,
France, 2005
[9] Plessis Marina du, 2007, The role of
knowledge management in innovation,
Journal of Knowledge Management, Vol. 11
Iss: 4, pp.20 – 29.
[10] Ramalingam Ben dkk, Innovations In
International Humanitarian Action dalam
ALNAP Review of Humanitarian Action,
London, 2009.
[11] Rogers Everett M., 1983, Diffusion Of
Innovations Third Edition, The Free Press,
New York.
[12] Schwab Klaus, World Economic Forum
The Global Competitiveness Report 2012–
2013 Full Data Edition, 2012.
[13]
Tidd
Joe.dkk.,2005
Managing
Innovation: Integrating Technological,

Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk)

Market and Organizational Change, Third
Edition, John Wiley & Sons.
[14] Yasushi Ueki, 2007, Industrial
Development and the Innovation System of
the Ethanol Sector in Brazil, Discussion
Paper No. 109, Development Studies Center,
Institute
of
Developing
Economies
(IDE/JETRO), Chiba, Japan.
[15] Zuhal, 2010, Knowledge Platform
Kekuatan Daya Saing dan Innovation,
Gramedia, Jakarta.
[16] Perpres No. 32 Tahun 2010 tentang
Komite Inovasi Nasional.
[17] Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002
tentang
Sistem
Nasional
Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
[18] ---------, 2010, Industri Fruktosa dan
Glukosa
dengan
Proses
Hidrolisis,
http://letshare17.blogspot.com/2010/10/indu
stri-fruktosa-dan-glukosa-dengan.html
diakses: 10 Juni 2013.
[19] Silva et.al, 2009, Production of glucose
and fructose syrups from cassava (Manihot
esculenta Crantz) starch using enzymes
produced by microorganisms isolated from
Brazilian
Cerrado
soil,
http://www.scielo.br/pdf/cta/v30n1/
aop_3383.pdf, diakses 10 Juni 2013.
[20]
_____,
beberapa-teori-tentangimplementasi
http://perencanaankota.blogspot.com/2012/0
1/beberapa-teori-tentang-implementasi.html
[21] Kamalfuadi, 2012, Kebijakan dan
Analisis
Kebijakan,
http://fuadinotkamal.wordpress.
com/2012/03/24/kebijakan-dan-analisiskebijakan/ diakses 7 Juni 2013.

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 156