TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA TERH

Tugas Epidemiologi Pelayanan Kesehatan
Sabrina N.M

TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROGRAM JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (JKN)

1. Apa dampak transisi penyakit pada JKN?
Dewasa ini, adanya transisi penyakit mengakibatkan terjadinya beban ganda
masalah penyakit di suatu negara. Transisi penyakit yang merupakan bagian
dari masalah transisi kesehatan terjadi karena adanya transisi demografi dan
transisi epidemiologi. Dikatakan beban ganda karena, dalam hal ini tren penyakit
telah bergeser dari Penyakit Menular ke arah Penyakit Tidak Menular (penyakit
degeneratif) seperti diabetes mellitus, jantung, stroke dan kanker.
Terjadinya perubahan pola penyakit dengan peningkatan penyakit tidak
menular ini dapat didorong dengan beberapa hal, yaitu: perubahan struktur
masyarakat yaitu dari agraris ke industri, dan perubahan struktur penduduk
yaitu penurunan anak usia muda dan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut
karena keberhasilan KB. Penyakit tidak menular yang berkembang di
masyarakat pada umumnya disebabkan bawaan/keturunan, kecacatan akibat
kesalahan proses kelahiran, maupun akibat pola hidup yang tidak sehat,
seperti dampak dari konsumsi makanan serta minuman, perilaku merokok,

mengonsumsi alkohol, narkoba, kurangnya olah raga, tipe pekerjaan yang
banyak duduk, dan pola makanan berkolesterol tinggi serta kurang serat mulai
banyak dilakukan oleh angkatan muda, terutama di perkotaan. Faktor-faktor
tersebut ditambah lagi dengan perilaku yang serba kompetitif akan
meningkatkan stres dan menaikkan tekanan darah. Dipengaruhi juga faktor
lingkungan yang tidak sehat dan udara yang tercemar asap rokok, asap knalpot,
dan asap industri, membuat angka kematian akibat penyakit tidak menular itu
meningkat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, pada tahun 2020
penyebab kematian karena penyakit tidak menular akan mencapai 73 persen
dari seluruh penyebab kematian. Hal ini bisa dilihat dari pola penyebab kematian
kasar yang didominasi oleh penyakit degeneratif dengan menempati ranking 3
besar yaitu Stroke 15,4%, Tuberculosis 7,5% dan Hipertensi 6,8%. Justru yang
menarik dari penyebab kematian tersebut adalah posisi ranking ke empat
ternyata diakibatkan oleh cedera (6,5 %) sehingga mengindikasikan bahwa
pembunuh potensial saat ini dan kedepan akan bergeser pada trend kematian
akibat kecelakaan di jalan atau transportasi (46,4% dari kematian akibat cedera).
Selain itu, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2010, trend proporsi
penyebab kematian 60% telah bergeser dari penyakit menular ke penyakit tidak
menular. Berdasarkan data WHO tahun 2011, kematian akibat penyakit tidak

menular di negara-negara berkembang menyumbang sekitar 60% dari seluruh
penyebab kematian. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terakhir juga
menyebutkan bahwa sebanyak 60% kasus kematian di Indonesia disebabkan
oleh penyakit degeneratif yaitu stroke, darah tinggi dan diabetes.
1

Tugas Epidemiologi Pelayanan Kesehatan
Sabrina N.M

TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROGRAM JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (JKN)
Sejak 1 Januari kemarin, pemerintah telah meluncurkan salah satu program
khusus di bidang kesehatan yakni Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Jaminan Kesehatan Nasional ini adalah
jaminan berupa perlindungan
kesehatan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial dan prinsip ekuitas agar para peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayarkan oleh pemerintah. Adapun badan hukum yang dibentuk untuk

menyelenggarakan program ini yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS).
Lantas apa sebenarnya dampak dari transisi penyakit tadi terhadap
program JKN ini? Dari sejumlah fakta menunjukkan bahwa tren penyakit saat
ini didominasi oleh penyakit tidak menular yang dimana penyebabnya tidak
hanya karena satu faktor saja akan tetapi multi faktor,contohnya faktor gaya
hidup. Faktor gaya hidup seperti kebiasaan merokok dan konsumsi makanan
tinggi lemak dan rendah serat ini ternyata tidak diikuti dengan pengetahuan yang
komprehensif oleh masyarakat mengenai risiko yang ditimbulkan. Adapun
sebagian masyarakat yang sudah mengetahui mengenai faktor risiko,namun
tingkat kesadaran mereka untuk melakukan upaya menuju gaya hidup yang
lebih baik,ternyata masih terbilang rendah. Padahal, tanpa mereka sadari biaya
yang mereka keluarkan untuk pembiayaan terkait risiko kesehatan yang
ditimbulkan (misalnya: kanker paru) jauh lebih besar dibanding biaya yang
mereka gunakan untuk gaya hidup tersebut (misalnya: perilaku merokok). Tidak
jauh berbeda, pemerintah pun mengeluarkan biaya yang lebih besar dalam
masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok dibanding pendapatan yang
diperoleh dari cukai rokok tersebut.
Kita dapat mengambil contoh perbandingan biaya pengobatan dalam sebulan
antara penyakit menular (misalnya: Malaria) dan penyakit tidak menular

(misalnya: Diabetes Melitus). Biaya pengobatan untuk penyakit Malaria
diestimasi sekitar Rp 20.000 per bulan, sementara biaya pengobatan untuk
Diabetes Melitus yakni obat-obatan dan insulin,diperkirakan sekitar Rp 600.000
per bulan.
Perbedaan biaya yang cukup jauh ini terasa sangat ironis, terutama karena
negara-negara berkembang justru turut menyumbang dalam tingginya angka
kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular, tidak
terkecuali Indonesia.
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan program JKN yang diharapkan
kelak dapat mengatasi permasalahan kesehatan terutama dalam pelayanan,
namun melihat adanya transisi penyakit ini, justru dapat menjadi beban dalam
sistem jaminan kesehatan. Tidak hanya itu,transisi penyakit ini juga dapat
2

Tugas Epidemiologi Pelayanan Kesehatan
Sabrina N.M

TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROGRAM JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (JKN)
mempengaruhi dalam hal rendahnya produktivitas apabila pengelolaan JKN ini

tidak diupayakan secara maksimal pada bagian promotif dan preventif.
2. Apa dampak five level of prevention pada JKN?
Five level of prevention menurut Leavell & Clark yakni :
1. Health promotion
2. Specific protection
3. Early diagnosis and promt treatment
4. Disability limitation
5. Rehabilitation
Berdasarkan lima level diatas, dapat dilihat bahwa jika seseorang
memiliki,memahami dan mengamalkan Health promotion dan Specific protection
sebagai 1st prevention,maka yang bersangkutan akan berada pada kondisi yang
dapat terus menjaga kesehatan. Level satu dan dua ini, seyogyanya memang
diterapkan sebagai pencegahan primer pada tingkat komunitas/masyarakat.
Namun demikian, bila sewaktu-waktu seseorang yang terpelihara upaya Health
promotion dan Specific protection-nya mendadak jatuh sakit, maka ia akan tiba
untuk menghadapi Early diagnosis and promt treatment dimana yang
bersangkutan harus siap untuk berobat secara sempurna sampai dapat pulih
atau sehat dan kembali dapat mengamalkan Health promotion dan Specific
protection secara berkesinambungan. Dari uraian ini dapat dilihat bahwa setiap
orang memiliki kesempatan untuk mengamalkan Health promotion dan Specific

protection. Mereka inilah yang dalam hidupnya memiliki kemampuan untuk
berada dalam keadaan seimbang antara agen,host dan environment. Akan
tetapi,dengan adanya transisi penyakit saat ini, pergeseran hingga akhirnya
seseorang harus menghadapi level Early diagnosis and promt treatment,tidak
lepas dari peran perilaku pada diri orang tersebut (habit).
Jika melihat pada manfaat pelayanan yang diberikan oleh JKN,yakni
pelayanan kesehatan perorangan, maka five level of prevention ini akan sangat
membantu terutama pada level pertama hingga level ketiga. Pelayanan JKN
memang
diupayakan
dapat
mencakup
mulai
dari
pelayanan
preventif,kuratif,rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang
diperlukan. Dimana bagi peserta JKN akan memperoleh pelayanan kesehatan
dengan mengikuti prosedur pelayanan yang telah ditetapkan.
Meskipun program JKN ini berbasis gotong royong, namun pemerintah perlu
mengingat bahwa jumlah penduduk dengan golongan ekonomi ke bawah yang

pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah, masih cukup banyak,dan akan
menjadi sia-sia apabila mereka tidak dibekali dengan informasi dan pengetahuan
yang komprehensif mengenai risiko suatu masalah kesehatan. Misalnya,untuk
menekan angka kematian akibat epidemi penyakit tidak menular ini,sebenarnya
bukan tergantung pada obat saja, tetapi diperlukan juga kesadaran masyarakat
3

Tugas Epidemiologi Pelayanan Kesehatan
Sabrina N.M

TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROGRAM JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (JKN)
sendiri untuk mengubah pola hidup yang tidak sehat menjadi pola hidup yang
sehat, termasuk juga mengendalikan pencemaran udara dan lingkungan hidup.
Contohnya Pasien hipertensi tidak hanya bergantung pada obatnya, tetapi juga
harus mengubah pola makannya untuk mendukung pengobatannya, jika tidak
tentu akan percuma saja.
Oleh karena itu, five level of prevention ini dapat memberikan dampak yang
positif bagi program JKN bila diprioritaskan pada level pertama hingga level
ketiga. Hanya saja, karena pelayanan ini bersifat perorangan,sehingga perlu

adanya monitoring dan evaluasi dari petugas kesehatan terhadap manfaat dari
pelayanan perorangan ini. Memang untuk mewujudkan pelaksanaan level
pertama hingga ketiga masih terbilang cukup sulit,mengingat paradigma
masyarakat yang sudah terbiasa dengan upaya kuratif dibandingkan preventif.
3. Bagaimana transisi epidemiologi di Indonesia?
Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam
pola kesehatan dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi
penurunan prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit
non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin meningkat. Hal ini terjadi
seiring dengan berubahnya gaya hidup, sosial ekonomi dan meningkatnya umur
harapan hidup yang berarti meningkatnya pola risiko timbulnya penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan
lain sebagainya.
Teori mengenai transisi epidemiologi ini pertama kali dikeluarkan oleh
seorang pakar Demografi, Abdoel Omran pada tahun 1971,dimana saat itu dia
mengamati perkembangan kesehatan di negara industri sejak abad 18. Abdoel
Omran kemudian menuliskan sebuah teori bahwa ada 3 fase transisi
epidemiologi yaitu 1)The age of pestilence and famine, yang ditandai dengan
tingginya mortalitas dan berfluktuasi serta angka harapan hidup kurang dari 30
tahun, 2)The age of receding pandemics, era di mana angka harapan hidup

mulai meningkat antara 30-50 dan 3)The age of degenerative and man-made
disease, fase dimana penyakit infeksi mulai turun namun penyakit degeneratif
mulai meningkat.
Gambaran mengenai 3 fase ini memang ditujukan untuk negara Barat pada
saat itu. Namun, karena mendapatkan sejumlah kritikan, Omran kemudian
melakukan sedikit revisi. Bagi negara Barat, ketiga model tersebut ditambah 2
lagi yaitu: 4)The age of declining CVD mortality, ageing, lifestyle modification,
emerging and resurgent diseases ditandai dengan angka harapan hidup
mencapai 80-85, angka fertilitas sangat rendah, serta penyakit kardiovakular dan
kanker, serta 5)The age of aspired quality of life with paradoxical longevity and
persistent inequalities yang menggambarkan harapan masa depan, dengan
angka harapan hidup mencapai 90 tahun tetapi dengan karakteristik kronik
4

Tugas Epidemiologi Pelayanan Kesehatan
Sabrina N.M

TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROGRAM JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (JKN)
morbiditas, sehingga mendorong upaya peningkatan quality of life. Selain itu,

Omran juga membuat revisi model transisi epidemiologis untuk negara
berkembang dengan mengganti fase ketiganya menjadi “The age of triple health
burden” yang ditandai dengan 3 hal yaitu: a) masalah kesehatan klasik yang
belum terselesaikan (infeksi penyakit menular), b)munculnya problem kesehatan
baru dan c) pelayanan kesehatan yang tertinggal (Lagging), Namun ketika itu
dikaitkan dengan jenis penyakit beberapa pakar menggati beban ketiga itu
dengan “New Emerging Infectious Disease” Penyakit menular baru/penyakit
lama muncul kembali.
Indonesia sebagai negara berkembang dekade saat ini dan kedepan
diperkirakan akan berada pada fase ketiga ini yaitu “The age of triple health
burden”. Tiga beban ganda kesehatan.
Beban pertama yang dihadapi Indonesia adalah masih tingginya angka
kesakitan penyakit menular “klasik”. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan
yang besar di hampir semua Negara berkembang apalagi negara tersebut
berada pada daerah tropis dan sub-tropis. Angka kesakitan dan kematian relatif
cukup tinggi dan berlangsung sangat cepat menjadi masalahnya. Sebut saja
Tuberkulosis (TB), Kusta, Diare, DBD, Filarisisi, Malaria, Leptospirosis dan
masih banyak lagi teman-temannya. Seolah Indonesia sudah menjadi rumah
yang nyaman buat mereka tinggal (baca:endemis). Sudah berpuluh-puluh tahun
pemerintah mencoba membuat program memberantas bahkan mengeliminasi

penyakit ini namun penyakit ini belum juga mau pergi dari Indonesia, yang terjadi
justru trend kasusnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Penyakit menular ini merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi. Secara garis besar, biasa kita sebut Segitiga Epidemiologi
(Epidemiological Triangle) yaitu lingkungan, Agent penyebab penyakit, dan
pejamu. Ketidakseimbangan ketiga faktor inilah yang bisa menimbulkan penyakit
tersebut. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular secara konsep
sebenarnya bisa kita lakukan dengan memutus mata rantai penularan. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara menghentikan kontak agen penyebab penyakit
dengan pejamu. Mengintervensi faktor risiko utama yaitu Modifikasi lingkungan
(menciptakan lingkungan yang sehat) dan mengubah perilaku menjadi hidup
bersih dan sehat. Namun kedua faktor utama inilah yang sampai sekarang tidak
mampu dimodifikasi. Masalahnya cukup kompleks, bisa disebabkan karena
kebijakan pemerintah yang belum berpihak pada upaya preventif (pencegahan),
Sektor kesehatan merasa bekerja sendiri menyelesaikan masalah kesehatan,
Keadaan politik,sosial dan ekonomi menjadi akar masalah kita.
Beban Kedua yang dihadapi Indonesia adalah tingginya angka kesakitan dan
kematian akibat Penyakit Tidak Menular (Non-Communicable Disease). Sebut
saja Hipertensi, Diabetes Mellitus, Penyakit Cardiovaskuler (CVD), Ischemic
Heart Disese, PPOK, Kanker dan teman-temannya. Masalah utamanya adalah
5

Tugas Epidemiologi Pelayanan Kesehatan
Sabrina N.M

TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROGRAM JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (JKN)
angka kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia sudah lebih
tinggi daripada kematian akibat penyakit menular. Angka penyakit tidak menular
di Indonesia terus meningkat, pada tahun 1995 kematian akibat penyakit tidak
menular sebesar 41,7 persen dan tahun 2007 meningkat menjadi 59,5 persen.
Contohnya adalah kematian akibat rokok. Dalam hal ini, WHO memperkirakan
bahwa jika di tahun 2000 terdapat 4 juta kematian yang berkaitan dengan rokok
di seluruh dunia, maka di tahun 2030 angka itu akan mencapai 10 juta. Sebesar
7 juta di antaranya akan terjadi di negara-negara berkembang dan yang 3 juta
terjadi di negara-negara maju.
Di negara WHO SEARO (South East Asia Regional Office) termasuk
Indonesia pada tahun 2000 dilaporkan 52% penyebab kematian adalah akibat
Penyakit Tidak Menular, 9% akibat kecelakaan dan 39% akibat Penyakit
Menular (PM) serta penyakit lainnya. Ini berarti di negara berkembang telah
terjadi pergeseran penyakit penyebab kematian utama, dari penyakit menular ke
penyakit tidak menular. Adanya perubahan gaya hidup akibat era globalisasi
yang juga dibarengi dengan ketidaktahuan akan faktor risiko penyebab yang
seharusn ya dapat dicegah mengakibatkan penyakit tidak menular yang
berkaitan dengan gaya hidup dan disabilitas akibat penyakit kronis akan
mengalami peningkatan dengan meningkatnya umur harapan hidup, sementara
penyakit menular tertentu masih tetap tinggi.
PTM dikenal dengan sebutan Silent Killer, bisa membunuh secara diam-diam,
dan ketika terdeteksi oleh penderita, sudah pada tingkat keparahan yang tinggi
dan sudah sulit disembuhkan, dan biasanya akan berakhir dengan kecacatan
atau kematian. Tidak ada Faktor yang spesifik dan dominan penyebab PTM ini.
Faktor risiko penyakit ini cukup banyak dan saling berinteraksi. Berbagai
penelitian menyebutkan faktor risiko yang sering ditemukan adalah pada
perilaku yaitu merokok, minum beralkohol, makanan (Fastfood dengan kolestrol
tinggi), dan kurangnya aktivitas fisik. Pencegahan yang bisa kita lakukan yakni
dengan mengubah perilaku kita menjadi perilaku yang sehat,menjaga pola
makan yang baik dan sehat, sering berolahraga dan hindari rokok dan minum
alkohol.
Beban ketiga yang dihadapi Indonesia adalah munculnya penyakit baru (new
emerging Infectious Disease). Sebut saja HIV (1983), SARS (2003), Avian
Influenza (2004), H1N1 (2009). Penyakit ini rata-rata disebabkan oleh virus lama
yang bermutasi, yang menyebabkan tubuh manusia sering tidak mengenalnya
dengan cepat. Akibatnya angka kesakitan dan kematian pada penyakit ini sangat
tinggi dan berlangsung sangat cepat.
Adanya penyakit infeksi yang baru ataupun penyakit infeksi lama yang
muncul kembali merupakan konskuensi logis dari sebuah proses evolusi alam,
selain itu kemampuan mikroba pathogen untuk mengubah dirinya, manusia
dengan perubahan teknologi dan perilakunya juga memberikan peluang kepada
6

Tugas Epidemiologi Pelayanan Kesehatan
Sabrina N.M

TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROGRAM JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (JKN)
mikroba untuk secara alamiah merekayasa dirinya secara genetik, perubahan
iklim global juga turut campur dalam timbul dan berkembangnya penyakit baru
ini. Pengendalian penyakit infeksi baru bermacam-macam pendekatan namun
diperlukan pemahaman teradap 2 hal yakni epidemiologi global penyakit atau
dinamika penyebaran penyakit secara global dan pemahaman terhadap caracara penularan lokal.
4. Apa Strategi yang harus dilakukan untuk mengendalikan transisi penyakit
di Indonesia?
Adanya transisi penyakit di Indonesia menjadi tantangan sendiri baik bagi
pemerintah maupun masyarakat pada umumnya dan petugas kesehatan pada
khususnya. Dalam hal ini, tantangan bagi profesi kesehatan masyarakat ialah
bagaimana untuk dapat terus meningkatkan keadaan kesehatan sambil
merestrukturisasi dan mereformasi sistem kesehatan di era desentralisasi ini.
Tugas yang paling penting ialah memberikan perhatian lebih kepada kondisi
kesehatan utama meningkatkan kelayakan kondisi kesehatan serta
pemanfaatan sistem kesehatan, melibatkan peran swasta, mengevaluasi ulang
mekanisme pendanaan kesehatan dan melaksanakan desentralisasi, termasuk
juga menyangkut isu tenaga kesehatan.
Transisi penyakit ini juga turut menyumbang sebagai penyebab DALY
(Disability-Adjusted Life Year) atau ukuran keseluruhan beban penyakit yang
dinyatakan sebagai jumlah tahun yang hilang akibat gangguan kesehatan, cacat
atau kematian dini. DALY menggabungkan dampak kematian prematur (usia
kematian dibawah angka harapan hidup) dengan dampak dari cacat/hidup tidak
aktif akibat suatu penyakit. Jumlah DALYs seluruh populasi, atau beban
penyakit, dapat dianggap sebagai pengukuran kesenjangan antara status
kesehatan saat ini dan situasi kesehatan yang ideal di mana seluruh populasi
hidup untuk usia lanjut, bebas dari penyakit dan kecacatan.
Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan kualitas hidup dan produktivitas
masyarakat Indonesia, diperlukan sejumlah strategi untuk mengendalikan
transisi penyakit agar tidak terus menerus menjadi beban ganda kesehatan.
Beberapa prinsip manajemen yang perlu diingat dalam strategi
pengendalian transisi penyakit adalah:
1. Harus secara bersamaan ditangani penyakit menular yang sedang
berlangsung dan respon yang efektif terhadap penyakit kronis yang muncul.
2. Karena pengobatan begitu mahal, pendekatan yang terbaik adalah
Pencegahan terhadap penyakit kronis
3. Pendekatan harus multi aspek dari berbagai faktor penentu perubahan
epidemiologi.
Dapat dilihat bahwa untuk mengendalikan transisi penyakit ini, harus
melihat dari berbagai aspek, tidak hanya aspek kesehatan saja, tapi juga aspek
7

Tugas Epidemiologi Pelayanan Kesehatan
Sabrina N.M

TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROGRAM JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (JKN)
sosial,ekonomi,politik,lingkungan dan sebagainya. Hal ini karena permasalahan
transisi penyakit ini juga tidak terlepas dari multi aspek diatas.
Karena transisi penyakit ini didominasi oleh pergeseran dari Penyakit
Menular ke Penyakit Tidak Menular, maka upaya untuk menanggulangi faktor
risiko adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Upaya-upaya ini dapat
dilakukan salah satunya lewat model yang telah dikembangkan oleh Negaranegara lain baik negara maju maupun negara berkembang yang kemudian dapat
diadopsi dan disesuaikan di Indonesia.
Contohnya dalam upaya pengendalian tembakau (Tobacco Control).
Upaya ini telah dilakukan oleh beberapa Negara diantaranya Bhutan, Cuba,
India, Irlandia, Chili, Tonga, Thailand dan Rwanda. Pengendalian tembakau ini
dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi konsumen dan perilaku merokok di
Negara itu. Adapun pengendalian tembakau ini harus didukung oleh kebijakan
pemerintah yang tegas mengenai aturan rokok. Mengingat rokok adalah salah
satu faktor risiko bagi penyakit-penyakit kronis, maka tidak cukup hanya dengan
edukasi dan mengharapkan kesadaran masyarakat untuk berubah. Akan tetapi
perlu adanya aturan ataupun undang-undang yang mengatur secara jelas dan
dijalankan dengan tegas.
Upaya lain yang dapat dilakukan yakni meningkatkan aktivitas fisik lewat
program hidup sehat di tempat kerja, pelaksanaan skrining kanker, pemeriksaan
tekanan darah,program manajemen diri dan pemberian edukasi diabetes
ataupun membangun pusat rehabilitasi berbasis masyarakat untuk penderita
stroke.
Strategi pengendalian transisi penyakit ini sebagaimana telah dijelaskan
diatas lebih merujuk pada upaya pencegahan Penyakit Tidak Menular dengan
menggunakan prinsip upaya pencegahan penyakit lebih baik dari mengobati.
Strategi pencegahan ini merujuk pada tingkat pencegahan yang dianjurkan oleh
WHO, dimana ditujukan kepada faktor risiko yang telah diidentifikasi, yakni :
1. Pencegahan primordial, dimaksudkan untuk memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan PTM ini tidak didukung dari kebiasaan, gaya
hidup dan faktor resiko lainnya. Upaya ini cukup kompleks, karena tidak
hanya membutuhkan kesadaran pribadi dari individu tetapi juga dukungan
sosial masyarakat.
2. Pencegahan primer, meliputi Promosi kesehatan masyarakat, seperti:
kampanye kesadaran masyarakat, promosi kesehatan, pendidikan kesehatan
masyarakat. Selain itu juga berupa pencegahan khusus, yaitu pencegahan
keterpaparan.
3. Pencegahan sekunder, meliputi diagnosis dini, misalnya dengan melakukan
screening. Pencegahan tingkat dua lainya adalah pengobatan, kemoterapi
atau tindakan pembedahan.
8

Tugas Epidemiologi Pelayanan Kesehatan
Sabrina N.M

TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROGRAM JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (JKN)

1.

2.
3.

4.
5.

Dua strategi pelengkap yang dianjurkan untuk pencegahan primer adalah
pendekatan berbasis populasi dan pendekatan berbasis kelompok risiko
tinggi. Pendekatan berbasis populasi ini dilakukan melalui pendekatan
kesehatan masyarakat dimana sasarannya adalah masyarakat sehingga
ruang lingkup intervensi cukup luas. Sementara untuk pendekatan berbasis
kelompok risiko tinggi memang hanya berfokus pada pendekatan secara
klinis dengan sasarannya adalah individu.
Untuk melaksanakan sejumlah strategi pencegahan ini, tentunya
memerlukan rencana aksi agar dapat dilaksanakan dengan lebih terarah
untuk memperoleh hasil yang optimal. Adapun lima komponen esensial dalam
rencana aksi berdasarkan CDC Model (2003), yakni :
Mengambil tindakan. Pengambilan tindakan tidak serta merta tanpa adanya
dasar yang tidak jelas, akan tetapi dilakukan dengan menempatkan
pengetahuan yang dimiliki sebagai landasan dalam bekerja atau mengambil
tindakan.
Penguatan Kapasitas, dengan transformasi organisasi dan struktur petugas
kesehatan masyarakat serta membangun mitra.
Evaluasi Dampak. Dapat dilakukan dengan memonitoring beban ganda
penyakit, mengukur kemajuan dari intervensi yang dilakukan dan melakukan
komunikasi urgensi.
Kebijakan lanjutan, dalam hal ini mendefinisikan isu-isu dan berusaha untuk
menemukan solusi.
Terlibat baik dalam kemitraan regional maupun global. Hal ini dapat dilakukan
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk terlibat bersama dalam
kemitraan.

9