MAKALAH DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN OB

MAKALAH DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
OBESITAS PADA ANAK

Karya Tulis Ilmiah

Disusun Oleh :
Febri Rohmadyanto
(201501103)

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAHKABUPATEN PONOROGO
Jalan Dr. Cipto Mangunkusumo No.82 A Ponorogo

TAHUN AKADEMIK 2016/2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas dari mata kuliah IT. Dalam makalah ini kami membahas tentang “Obesitas” .
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis membuka diri untuk menerima
berbagai masukan dan kritikan dari semua pihak. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi

penulis dan bagi pembaca khususnya.

Ponorogo, 12 Agustus 2016

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1
Definisi Obesitas
2.2
Etiologi Obesitas
2.3
Patofisiologi Obesitas
2.4
Manifestasi Klien
2.5
Komplikasi
2.6
Pemeriksaan Penunjang

2.7
Penatalaksanaan
2.8
Konsep Askep Obesitas
2.9
Diagnosa Keperawatan yang mungkin Muncul
2.10 Perencanaan
DAFTAR PUSTAKA

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Obesitas
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan
lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar
dan jumlah sel
lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah
berat badannya, maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya
bertambah banyak. Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan
metabolisme
energi

yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Faktor
genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit
ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan
dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di
jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Keadaan obesitas ini, terutama
obesitas sentral, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya dengan
sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin yang terdiri dari resistensi 10
insulin/hiperinsulinemia, hiperuresemia, gangguan fibrinolisis, hiperfibrinogenemia dan
hipertensi (Sudoyo, 2009).
Obesitas timbul sebagai akibat masukan energi yang melebihi pengeluaran energi. Bila energi
dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) yang masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah yang

dikeluarkan, maka berat badan akan bertambah dan sebagian besar kelebihan energi tersebut
akan di simpan sebagai lemak. Oleh karena itu, kelebihan adipositas (obesitas) disebabkan
masukan energi yang melebihi pengeluaran energi. Untuk setiap kelebihan energi sebanyak
9,3 kalori yang masuk ke tubuh, kira-kira 1 gram lemak akan disimpan. Lemak disimpan
terutama di aposit pada jaringan subkutan dan rongga intraperitoneal, walaupun hati dan jaringan
tubuh lainnya seringkali menimbun cukup lemak pada orang obesitas. Perkembangan
obesitas pada orang dewasa juga terjadi akibat penambahan jumlah adiposit dan peningkatan
ukurannya. Seseorang dengan obesitas yang ekstrem dapat memiliki adiposit sebanyak empat

kali normal, dan setiap adiposit memiliki lipid dua kali lebih banyak dari orang yang kurus
(Guyton, 2007).

2.2 Etiologi Obesitas
Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun gen
berperan
penting
dalam
menentukan
asupan
makanan
dan
metabolisme energi, gaya hidup dan faktor lingkungan dapat
berperan dominan pada banyak orang dengan obesitas. Diduga bahwa sebagian besar
obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara
lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional (Guyton, 2007 )
a. Genetik
Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti untuk menimbulkan
obesitas masih sulit ditentukan, karena anggota keluarga umumnya memiliki kebiasaan makan
dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti terkini menunjukkan bahwa 20-25% kasus

obesitas dapat disebabkan faktor genetik. Gen dapat berperan dalam obesitas dengan
menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi
serta penyimpanan lemak. Penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah mutasi MCR4, yaitu penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang ditemukan sejauh ini, defisiensi
leptin kongenital, yang diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan mutasi reseptor
leptin, yang juga jarang ditemui.
Semua bentuk penyebab monogenik tersebut hanya terjadi pada sejumlah kecil persentase dari
seluruh kasus obesitas. Banyak variasi gen sepertinya berinterakasi dengan faktor lingkungan
untuk mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak (Guyton, 2007).
b. Aktivitas fisik
Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini didasari oleh
aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi
massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan
pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang obesitas,
peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi
melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan (Guyton, 2007).
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran
energi tergantung dari dua faktor: 1) tingkat aktivitas dan olahraga secara umum; 2) angka
metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal
tubuh. Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab duapertiga
dari pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi sepertiga


pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan
berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori
terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara
tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian
akan mengalami penurunn metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan
menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit
dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi
turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan
berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu
mengatur berfungsinya metabolisme normal (Guyton, 2007).
c. Perilaku makan
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan yang
tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena lingkungan dan sosial. Hal
ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain yang
menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana perilaku makan agaknya
dijadikan sebagai sarana penyaluran stress. Perilaku makan yang tidak baik pada masa
kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini
didasarkan karena kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru terutama meningkat
pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin

besar pula jumlah sel lemak. Oleh karena itu, obesitas pada kanak-kanak
cenderung mengakibatkan obesitas pada dewasanya nanti (Guyton, 2007).
d. Neurogenik
Telah dibuktikan bahwa lesi di nukleus ventromedial hipotalamus dapat menyebabkan
seekor binatang makan secara berlebihan dan menjadi obesitas. Orang dengan tumor hipofisis
yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas yang progresif. Hal ini
memperlihatkan bahwa, obesitas pada manusia juga dapat timbul akibat kerusakan pada
hipotalamus. Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan
yaitu hipotalamus lateral (HL) yang menggerakkan nafsu makan (awal atau pusat makan) dan
hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas menintangi nafsu makan (pemberhentian atau
pusat kenyang). Dan hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu
menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan minum
(diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM, maka seseorang akan
menjadi rakus dan kegemukan. Dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian ventromedial
dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan obesitas, serta terjadi
perubahan yang nyata pada neurotransmiter di hipotalamus berupa peningkatan oreksigenik
seperti NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan α-MSH pada
hewan obesitas yang dibatasi makannya (Guyton, 2007) .
e. Hormonal
Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin adalah sitokin

yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja melalui aktivasi
reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah makanan yang
dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui berhubungan langsung dalam
penyimpanan
dan
penggunaan
energi
pada
sel
adiposa.
Kortisol

adalah glukokortikoid yang bekerja dalam mobilisasi asam
lemak yang tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et
al, 2005).
f. Dampak penyakit lain
Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari penyakit lain.
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism, Cushing syndrome,
hypothyroidism,
insulinoma,

craniophryngioma
dan
gangguan lain pada hipotalamus. Beberapa anggapan menyatakan bahwa berat badan
seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan komponenen neural. Berdasarkan anggapan itu
maka sedikit saja kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek pada berat badan
(Flieretal,2005).

2.3 Patofisiologi Obesitas
Obesitas
terjadi
akibat
ketidakseimbangan
masukan
dan
keluaran
kalori
dari tubuh serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang
menyebabkan penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh (Rosen,2008). Penelitian yang
dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan seseorang
diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik,

nutrisi,lingkungan, dan sinyal psikologis. Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh
hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang,
mempengaruhi
laju
pengeluaran
energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi
melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen
dari perifer (jaringan adiposa, usus dan jaringan otot).
Sinyal-sinyal
tersebut
bersifat
anabolik (meningkatkan
rasa
lapar
serta
menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik(anoreksia, meningkatkan
pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.
Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor
distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK)
sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fatderived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi

(Sherwood, 2012).
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat
disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Kemudian, leptin merangsang
anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptida Y (NPY) sehingga
terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari
asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di
hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita
obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan
nafsu makan (Jeffrey, 2009).

2.4 Manifestasi Klien

Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada anak biasanya timbul
menjelang remaja dan dalam masa remaja terutama anak wanita, selain berat badan meningkat
dengan pesat, juga pertumbuhan dan perkembangan lebih cepat (ternyata jika periksa usia
tulangnya), sehingga pada akhirnya remaja yang cepat tumbuh dan matang itu akan mempunyai
tinggi badan yang relative rendah dibandingkan dengan anak yang sebayanya.
Bentuk tubuh, penampilan dan raut muka penderita obesitas :
a. Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif kecil dengan jari – jari yang
berbentuk runcing.
b. Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif tampak kecil dengan dagu yang berbentuk
ganda.
c. Dada dan payudara membesar, bentuk payudara mirip dengan payudara yang telah tumbuh
pada anak pria keadaan demikian menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan.
d. Abdomen, membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul lonceng, kadang –
kadang terdapat strie putih atau ungu.
e. Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas ditemukan biasanya pada biseb dan
trisebnya.
Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi yang mungkin merupakan penyebab
atau keadaan dari obesitas. Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam
dinding dada bisa menekan paru - paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas,
meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa terjadi
pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu),
sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan
memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang
sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh
yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat
dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan edema
(pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.

2.5 Komplikasi
Mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas apple shaped, sangat erat
hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan satu kelompok kelainan
metabolik selain obesitas, meliputi resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas
lipid dan hemostasis, disfungsi endotel dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama merupakan faktor resiko terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi
penyakit jantung koroner dan/atau stroke. Mekanisme dasar bagaimana komponen- komponen
sindrom metabolik ini dapat terjadi pada seseorang dengan obesitas apple shaped dan bagaimana
komponen-komponen ini dapat menyebabkan terjadi gangguan vaskular, hingga saat ini masih
dalam penelitian (Soegondo,2007).

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis OA biasanya dilakukan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, tetapi
evaluasi radiografi juga diperlukan. Radiografi adalah sensitif dan murah sehingga dapat
dijadikan sebagai pemeriksaan rutin untuk OA (Siddiqui & Laborde, 2009).
Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan gizi.
Pada pemeriksaan antropometri tujuan yang hendak dicapai adalah:
1) Penapisan status gizi, yang diarahkan untuk orang dengan keperluan khusus.
2) Survei status gizi, yang ditujukan untuk memperoleh gambaran status gizi masyarakat pada saat
tertentu serta faktor yang berkaitan.
3) Pemantauan status gizi, yang digunakan untuk memberikan gambaran perubahan status gizi
dari waktu ke waktu.
Pemeriksaan antropometri dilakukan dengan mengukur ukuran fisik, seperti tinggi badan,
berat badan serta lingkar beberapa bagian tubuh tertentu.

2.7 Penatalaksanaan
a. Merubah gaya hidup
Diawali dengan merubah kebiasaan makan. Mengendalikan kebiasaan ngemil dan makan
bukan karena lapar tetapi karena ingin menikmati makanan dan meningkatkan aktifitas fisik pada
kegiatan sehari-hari. Meluangkan waktu berolahraga secara teratur sehingga pengeluaran kalori
akan meningkat dan jaringan lemak akan dioksidasi (Sugondo,2008).
b. Terapi Diet
Mengatur asupan makanan agar tidak mengkonsumsi makanan dengan jumlah kalori
yang berlebih, dapat dilakukan dengan diet yang terprogram secara benar. Diet rendah kalori
dapat dilakukan dengan mengurangi nasi dan makanan berlemak, serta mengkonsumsi
makanan yang cukup memberikan rasa kenyang tetapi tidak menggemukkan karena jumlah
kalori
sedikit,
misalnya
dengan
menu
yang mengandung serat tinggi seperti sayur dan buah yang tidak terlalu manis (Sugondo,
2008).
c. Aktifitas Fisik
Peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen penting dari
program penurunan berat badan, walaupun aktifitas fisik tidak
menyebabkan penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan. Untuk
penderita
obesitas,
terapi
harus
dimulai
secara perlahan, dan intensitas sebaiknya ditingkatkan secara bertahap. Penderita obesitas
dapat memulai aktifitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali
seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 3 kali
seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali
seminggu (Sugondo, 2008).
d. Terapi perilaku
Untuk
mencapai
penurunan
berat
badan
dan
mempertahankannya,
diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan

aktifitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan
aktifitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah, contigency management,
cognitive restructuring dan dukungan sosial (Sugondo,2008).
e. Farmakoterapi
Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program manajemen berat
badan. Sirbutramine dan orlistat merupakan obat-obatan penurun berat badan yang telah disetujui
untuk penggunaan jangka panjang. Sirbutramine ditambah diet rendah kalori dan aktifitas fisik
efektif menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Orlistat menghambat absorpsi lemak
sebanyak
30 persen. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian
vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial (Sugondo,2008).

2.8 Konsep Askep Obesitas

1. Pengkajian
Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
hatan sekarang : keluhan pasien saat ini
hatan masa lalu
: kaji apakah ada keluarga dari pasien yang pernah menderita obesitas
hatan keluarga : kaji apakah ada ada di antara keluarga yang mengalami penyakit serupa atau memicu
sosial,spiritual : kaji kemampuan interaksi sosial , ketaatan beribadah , kepercayaan.
3. Pemerikasaan fisik :
ardiovaskuler :Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan
kelainan bunyi jantung.
pirasi
:Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesulitan napas
matologi
:Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan
pendarahan, mimisan.
genital
: Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
sculoskeletal :Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan
terdapat fraktur atau tidak.
ebalan tubuh :Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.

4. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan metabolik / endokrin dapat menyatakan tak normal, misal : hipotiroidisme,
hipopituitarisme, hipogonadisme, sindrom cushing (peningkatan kadar insulin).
Pola fungsi kesehatan
tivitas istirahat :Kelemahan dan cenderung mengantuk, ketidakmampuan / kurang keinginan untuk beraktifitas.
kulasi
:Pola hidup mempengaruhi pilihan makan, dengan makan akan dapat menghilangkan perasaan
tidak senang.
) Makanan / cairan : Mencerna makanan berlebihan

enyamanan

) Pernafasan
ksualitas

:Pasien obesitas akan merasakan ketidaknyamanan berupa nyeri dalam menopang berat badan
atau tulang belakang
: Pasien obesitas biasanya mengalami dipsnea
: Pasien dengan obesitas biasanya mengalami gangguan menstruasi dan amenouria.

2.9 Diagnosa Keperawatan yang mungkin Muncul
1. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan denganintake makanan yang
lebih.
2. Gangguan pencitraan diri yang berhubungan dengan biofisika atau psikosial pandangan px
tehadap diri.
3. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan ungkapan atau tampak tidak nyaman dalam
situasi sosial.
4. Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, nyeri, ansietas,
kelemahan dan obstruksi trakeobronkial.

2.10 Perencanaan
Setelah pengumpulan data, megelompokkan dan menentukan diagnosa keoerawatan yang
mungkin muncul, maka tahapan selanjutnya adalah menentukkan prioritas, tujuan dan rencana
tindakkan keperawatan.
Diagnosa 1
Perubahan nutrisi :
Lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake makanan yang lebih.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi kembali normal.
Kriteria hasil :
Perubahan pola makan dan keterlibatan individu dalam program latihan
Menunjukan penurunan berat badan.
Intervensi :
1. Kaji penyebab kegemukan dan buat rencana makan dengan pasien
2. Timbang berat badan secara periodik
3. Tentukan tingkat aktivitas dan rencana program latihan diet
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentujan keb kalori dan nutrisi penurunan berat badan
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penekan nafsu makan (ex.dietilpropinion)
Rasional :
1. Mengidentifikasi / mempengaruhi penentuan intervensi
2. Memberikan informasi tentang keefektifan program
3. Mendorong px untuk menyusun tujuan lebih nyata dan sesuai dengan rencana
4. Kalori dan nurtisi terpenuhi secara normal
5. Penurunan berat badan
Diagnosa 2

1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
a.
b.

1.
2.
3.
1.
2.
3.

Gangguan pencitraan diri b.d biofisika atau psikosial pandangan px tehadap diri
Tujuan :
Menyatakan gambaran diri lebih nyata
Kriterian hasil :
Menunjukkan beberapa penerimaan diri dari pandangan idealisme
Mengakui indiviu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
Intervensi :
Beri privasi kepada px selama perawatan
Diskusikan dengan px tentang pandangan menjadi gemuk dan apa artinya bagi px trsebut
Waspadai mitos px / orang terdekat
Tingkatkan komunikasi terbuka dengan px untuk menghondari kritik
Waspadai makan berlebih
Kolaborasi dengan kelompok terapi
Rasional :
Individu biasanya sensitif terhadap tubuhnya sendiri
Pasien mengungkapkan beban psikologisnya
Keyakinan tentang seperti apa tubuh yang ideal atau motifasi dapat menjadi upaya penurunan
berat badan
Meningkatkan rasa kontrol dan meningkatkan rasa ingin menyelesaikan masalahnya :
Pola makan terjaga
Kelompok terapi dapat memberikan teman dan motifasi
Diagnosa 3
Hambatan interaksi sosial b.d ungkapan atau tampak tidak nyaman dalam situasi sosial
Tujuan :
Mengungkapkan kesadaran adanya perasaan yang menyebabkan interaksi sosial yang buruk
Kriteria hasil :
Menunjikan peningkatan perubahan positif dalam perilaku sosial dan interpersonal
Intervensi :
Kaji perilaku hubungan keluarga dan perilaku sosial
Kaji penggunaan ketrampilan koping pasien
Rujuk untuk terapi keluarga atau individu sesuai dengan indikasi
Rasional :
Keluarga dapat membantu merubah perilaku sosial pasien
Mekanisme koping yang baik dapat melindungi pasien dari perasaankesepian isolasi
Pasien mendapat keuntungan dari keterlibatan orang terdekat untuk memberi dukungan
Diagnosa 4
Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, nyeri , ansietas ,
kelemahan dan obstruksi trakeobronkial
Tujuan :
Mengembalikan pola napas normal
Kriteria hasil :
Mempertahankan ventilasi yang adekuat
Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain

1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.

Intervensi :
Awasi , auskultasi bunyi napas
Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
Bantu lakukan napas dalam, batuk menekan insisi
Ubah posisi secara periodik
Berikan O2 tambahan / alat pernapasan lain
Rasional :
Peranapasan mengorok/ pengaruh anastesi menurunkan ventilasi, potensial atelektasis, hipoksia.
Mendorong pengembangan diafragma sehingga ekspansi paru optimal, pasien lebih nyaman.
Ekspansi paru maksimal, pembersihan jalan napas, resiko atelektasis minimal.
Memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan penurunan kerja napas.

DAFTAR PUSTAKA
Ayu, R., & Sartika, D. (2011). FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK 5-15 TAHUN DI
INDONESIA, 15(1), 37–43.
Hariyanto, D., Madiyono, B., Sjarif, D. R., & Sastroasmoro, S. (2009). Hubungan Ketebalan Tunika
Intima Media Arteri Carotis dengan Obesitas pada Remaja,11(3).