Peran Indonesia dalam Penyelesaian Konfl

ROHINGYA

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) strata-1 Jurusan Hubungan Internasional

MEI NURDIANA 201010360311061

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015

ABSTRAKSI

Mei Nurdiana. 2014. 201010360311061. Universitas Muhammadiyah Malang. Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik. Ilmu Hubungan Internasional. “Peran Indonesia Dalam Penyelesaian Konflik Rohingya”. Dibimbing oleh: M. Syaprin Zahidi, MA, Hafid Adim Pradana, MA.

Rohingya merupakan salah satu etnis minoritas muslim yang ada di Myanmar. Perbedaan agama, fisik, bahasa serta keyakinan sejarah pemerintah Myanmar yang menyatakan bahwa Rohingya merupakan imigran gelap dari Bangladesh membuat Rohingya mendapatkan banyak perlakuan diskriminasi di negaranya. Semua perlakuan diskriminasi dan kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah serta etnis mayoritas di Myanmar membuat Rohingya terpaksa berada di pengungsian bahkan harus keluar dari negaranya untuk mencari suaka ke negara lain. Konflik yang melibatkan Rohingya dan Rakhine pada bulan Juni 2012 silam langsung kembali menyita perhatian dunia internasional. Termasuk Indonesia sebagai negara yang berada dalam satu wilayah kawasan dan berpenduduk mayoritas muslim.

Penulis menggunakan Teori Peran, serta konsep diplomasi untuk menganalisa peran serta menjelaskan segala upaya diplomatik yang dilakukan oleh Indonesia. Dengan menggunakan teori peran, dapat dilihat bahwa Indonesia berperan sebagai mediator integrator dengan mempertimbangkan sumber-sumber seperti lokasi geografi, peranan tradisional serta komposisi etnis-budaya nasional. Peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya juga didasari oleh aspek internal dan eksternal. Sesuai dengan peranannya sebagai mediator integrator, Indonesia juga melakukan beberapa upaya diplomasi antar pemerintah seperti mengirimkan surat kepada presiden Myanmar, melakukan kunjungan ke lokasi konflik, pemberian bantuan serta aktif dalam berbagai forum internasional. Hal tersebut dilakukan guna menyelesaikan konflik tersebut.

Kata kunci : Rohingya, Indonesia, Peranan Nasional, Diplomasi

Mengetahui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

M. Syaprin Zahidi, MA Hafid Adim Pradana, MA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asia Tenggara terkenal dengan keanekaragaman penghuninya. Kemajemukan masyarakatnya terdiri dari berbagai etnis dan agama baik etnis atau agama asli negara tersebut maupun etnis atau agama pendatang. Karena hal itulah ada yang disebut mayoritas dan ada pula yang disebut minoritas. Setiap kelompok-kelompok etnis pastinya memiliki kebudayaan, batas-batas sosial-budaya, dan sejumlah atribut atau ciri-ciri budaya yang menandai identitas dan eksistensi mereka masing-masing. Adat-istiadat, tradisi, bahasa, kesenian, agama, kesamaan leluhur, asal-usul daerah, sejarah sosial, pakaian tradisional, atau aliran ideologi menjadi ciri pembeda suatu kelompok etnik dari kelompok etnik yang

lainnya. 1 Sementara itu, banyaknya kelompok etnis yang tinggal di kawasan Asia Tenggara tersebut terkadang menjadi penyebab terjadinya banyak pergesekan dan pertentangan dalam kehidupan bermasyarakat. Pergesekan dan pertentangan yang terjadi itulah disebut sebagai

konflik etnis. 2 Bayangkan saja apabila satu negara, memiliki banyak etnis didalamnya dan harus berusaha untuk hidup rukun dengan para tetangganya, mau tidak mau akan menimbulkan kesenjangan sosial. Terutama bagi kaum mayoritas yang selalu ingin mendominasi dalam setiap momen. Bahkan tak segan-segan menindas kaum minoritas yang ada di negara tersebut.

Dalam tulisan ini, penulis ingin berbicara mengenai konflik etnis di Myanmar (Burma) yang menyeret etnis Rohingya dan Rakhine. Konflik Myanmar menyita perhatian dunia internasional akhir-akhir ini. Penindasan yang dialami etnis Rohingya membuka mata

1 Ja Juli. “Essai Cross Culture Understanding” 2 Angela Narwastu Andrasukma. “Konflik Etnis”. Lihat pada http://angela-n-a-

fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-44100-Astengg-Konflik%20Etnis.html diakses pada 29 november 2012 fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-44100-Astengg-Konflik%20Etnis.html diakses pada 29 november 2012

Konflik antara Rohingya dan Rakhine sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Tetapi kerusuhan yang terjadi Juni 2012 lalu, kembali menyita perhatian dunia internasional. Etnis Rohingnya yang sudah bermukim di Myanmar sejak ratusan tahun lalu, terus mendapatkan perlakukan diskriminatif oleh Pemerintah Myanmar. Presiden Thein Sein pun tidak ingin mengakui kewarganegaraan dari etnis tersebut dan lebih memilih untuk

mendeportasi mereka serta mengumpulkannya dalam tempat penampungan. 4 Ketegangan antara etnis Rohingya dengan etnis Rakhine yang mayoritas Budha semakin di perparah dengan adanya isu pembunuhan yang dilakukan oleh 3 orang pemuda Rohingya. Kabar simpang siur yang diberitakan oleh media dengan mudah menyulut konflik dan menyebabkan balas dendam antar etnis ini.

Pada dasarnya, konflik yang terjadi antara Rohingya dan Rakhine di Myanmar saat ini terjadi lebih dikarenakan konflik etnis bukan konflik agama. Yang secara kebetulan, Etnis

3 Agil Iqbal Cahaya,S.AP, Staf Analisis Bidang Pertahanan Deputi Bidang Polhukam. “Rohingya, Korban Minoritas Yang Terusir Dari Negaranya”. Lihat pada www.setkab.go.id/artikel-5309-html diakses pada

tanggal 28 november 2012 4 Fajar Nugraha. “Suu Kyi Ingin Tambahan Pasukan di Rakhine”. Lihat pada

http://international.okezone.com/read/2012/11/08/411/715530/suu-kyi-ingin-tambahan-pasukan-di-rakhine . Baca juga “Analisis Politik Konflik Rohingya”. http://politik.kompasiana.com/2012/08/09/analisis-politik- konflik-rohingya-483820.html diakses pada tanggal 28 november 2012

Rohingya beragama Islam dan Rakhine beragama Budha. Mengingat bahwa sebenarnya etnis Rohingya telah didiskriminasi selama puluhan tahun oleh negaranya sendiri maupun etnis mayoritas yang ada disana karena dianggap minoritas dari segi bahasa, agama dan ciri-ciri fisik. Mereka dianggap bukan suku asli dan bukan bagian dari Burma serta dianggap lebih dekat kepada orang Bangladesh. Begitu banyak diskriminasi yang dialami oleh orang-orang Rohingya seperti tidak diberikannya pengakuan kewarganegaraan, pembatasan dalam mencari lapangan pekerjaan, pelanggaran HAM, penyitaan property, kerja paksa, pembunuhan, wanita Rohingya yang sering dijadikan obyek pemerkosaan, serta maraknya

pembakaran rumah dan tempat ibadah yang terjadi. 5 Pemerintah Myanmar yang diharapkan bisa mengamankan dan menolong etnis Rohingya yang tertindas malah bersikap dingin di antaranya, pemerintah justru gencar melakukan operasi-operasi bersenjata dan operasi sensus yang bertujuan untuk mengusir orang-orang rohingya. Seperti operasi nagamin yang dilakukan pada tahun 1978, dimana operasi tersebut di targetkan langsung kepada warga sipil etnis Rohingya dengan tujuan memantau setiap individu yang hidup di negara bagian dan tidak mengakui bahwa etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar yang mengakibatkan pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan dan pembakaran masjid. 6

Ini bukan permasalahan orang Budha dan Islam, melainkan permasalahan etnis Myanmar yang tidak bisa menerima etnis lain dimana etnis yang terletak di perbatasan Bangladesh dan Myanmar (baca Rohingya) yang selama puluhan tahun ini tidak diberikan

5 Diambil dari Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan (PIARA) PAHAM Indonesia. “Rohingya, 101 Data dan Fakta”

6 Ada banyak operasi bersenjata yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar yang bertujuan secara bertahap mengusir orang-orang Rohingya, antara lain: operasi Militer (Rezim Birma 5) November 1948; Operasi

Kekuatan Teritorial Myanmar (Myanmar Territorial Force), 1948 -50; Operasi Militer (2nd Emergency Chin Regime ), Maret 1952-52; Operasi Mei Yu, Oktober 1952-53; Operasi Mone-Thone, Oktober 1954; Operasi bersama imigrasi dan Angkatan Darat, Januari 1955; Operasi Union Military Police (UMP), 1955-1959; Operasi Caption Htin Kyaw, 1959; Operasi dan Operasi Kyi, 1966; Operasi Kyi Gan, Oktober-Desember 1986; Operasi Ngazinka, 1967-1969; Operasi Myat Mon Februari, 1969-71; Operasi Mayor Aung Than, 1973; Operasi Sabe Februari, 1974-78; Operasi Naga Min (Raja Naga), Februari 1978-79; Operasi Shwe Hin Tha, Agustus 1978-80; Operasi Galon, 1979 Juli 1991-92; Operasi Pyi Thaya, Juli 1991-92; Operasi Nasaka sejak 1992 (Zaw 2007). Lebih lengkap baca Baiq L.S.W Wardhani. Beggar Thy Neighbour: “Pemiskinan Sistematis bagi Stateless Rohingya dan Dampaknya bagi Bangladesh.” Baca juga Aris Pramono. “Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh (Periode 1978-2002).

haknya sebagai warga negara. Pemerintah Myanmar juga diduga melakukan diskriminasi terhadap Rohingya. Ini tertuang dalam Undang-Undang kewarganegaraan Burma tahun 1982

yang telah meniadakan Rohingya sebagai salah satu etnis yang diakui di Myanmar. 7 Inilah yang menjadi faktor pendorong yang menyebabkan konflik etnis berubah haluan menjadi konflik agama dan berhasil memprovokasi negara-negara penganut agama Islam atau yang memiliki penduduk beragama Islam berbondong-bondong mengutuk dan mengecam pemerintahan Myanmar yang membiarkan konflik ini berlarut-larut. Pada dasarnya, konflik ini tidak berdampak langsung terhadap Indonesia. Karena secara geografis, Indonesia dan Myanmar bukanlah dua negara yang berbatasan secara langsung, sehingga konflik etnis yang terjadi di Myanmar tidak akan berpengaruh langsung terhadap jatuhnya korban jiwa dari Indonesia. Oleh karena itu penulis tertarik mengapa Indonesia turut membantu penyelesaian konflik ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat satu masalah yang penulis pikir menarik untuk diteliti, yakni Bagaimana Indonesia berperan dalam penyelesaian konflik etnis

Rohingya?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian, harus ditentukan terlebih dahulu tentang tujuan penelitian yang ingin dicapai, sebab tanpa adanya tujuan yang jelas dan tegas maka seorang peneliti akan mengalami kesulitan dalam pengumpulan data serta maksud dari penelitian. Sesuai

7 “Rohingya, 101 Data dan Fakta”. Op.cit 7 “Rohingya, 101 Data dan Fakta”. Op.cit

1. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam membantu menyelesaikan konflik Etnis Rohingya di Myanmar dalam rentan waktu 2012 – 2013 sesuai dengan peranan sebagai mediator integrator.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Setiap kegiatan penelitian pasti mempunyai tujuan dan kegunaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Demikian pula pada penelitian yang peneliti lakukan juga mempunyai tujuan dan kegunaan, yakni:

1. Secara Akademis

Sebagai bahan wacana untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam kajian ilmu hubungan internasional, terutama tentang peran pemerintah Indonesia terkait penyelesaian konflik etnis Rohingya sesuai dengan peranannya sebagai mediator integrator.

2. Secara Praktis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dan referensi untuk menambah informasi bagi peneliti berikutnya, yang ingin menggunakan penelitian ini sebagai masukan terutama yang berhubungan dengan pemerintah Indonesia yang ingin berperan menyelesaikan konflik etnis Rohingya sesuai dengan peranannya sebagai mediator integrator.

1.4 Penelitian Terdahulu

Sebelum membahas lebih lanjut penelitian mengenai peran Inonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya, penulis terlebih dahulu mempelajari kemudian menjabarkan Sebelum membahas lebih lanjut penelitian mengenai peran Inonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya, penulis terlebih dahulu mempelajari kemudian menjabarkan

dalam konflik di Rakhine, Myanmar 8 ”. Hasil dari jurnal artikel tersebut ialah, kedua penulis menjabarkan bahwa simpang

siurnya pemberitaan media massa khususnya di Indonesia baik cetak maupun elektronik yang menggunakan kalimat provokatif seperti adanya genosida, pembantaian umat Islam hingga pembersihan etnis Rohingya membuat masyarakat Indonesia mendesak pemerintahnya untuk mengambil sikap yang paling sesuai dengan identitas sebagai negara mayoritas Muslim yang disandangnya yang berisi tentang peran Indonesia dalam menyelesaikan konflik Rohingya. Disebutkan pula bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa langkah konkrit dan diplomasi untuk membantu pemerintah Myanmar melewati konflik tersebut baik di tingkatan bilateral, regional hingga multirateral.

Peran aktif pemerintah Indonesia terlihat dari banyaknya upaya yang dilakukan seperti pengiriman surat secara langsung oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada presiden Myanmar Thein Sein, kemudian upaya diplomasi menteri luar negeri kedua negara untuk mendorong rekonsiliasi nasional hingga menghasilkan pembukaan tapal batas bagi bantuan asing dan OKI. Artikel ini memiliki argumen bahwa Agama memiliki pengaruh dalam politik luar negeri Indonesia di isu-isu tertentu, isu-isu eksternal yang berhubungan dengan Islam, terutama yang mendeskreditkan baik nilai maupun entitas yang berafiliasi dengannya.

Metode penelitian yang digunakan penulis ialah deskriptif, dengan pendekatan konsep Identitas. Sedangkan persamaan antara penelitian milik Novandre Satria & Achmad

8 Novandre Satria & Achmad Jamaan. Islam dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Peran Indonesia dalam konflik di Rakhine, Myanmar. Dapat dilihat di

http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JTS/article/download/1799/1770

Jamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah meyakini bahwa simpang siurnya pemberitaan media massa dan kondisi internal masyarakat Indonesia yang terus mendorong pemerintahnya mengambil sikap yang pantas sesuai dengan indentitasnya sebagai negara mayoritas Muslim menjadi alasan peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya. Adapun perbedaan ialah lebih melihat alasan mengapa Indonesia berperan terhadap konflik di Rakhine, Myanmar. Sementara artikel ini cenderung melihat bagaimana pengaruh agama terhadap peran Indonesia dalam konflik etnis Myanmar.

Penelitian yang kedua, adalah tesis milik Aris Pramono yang berjudul “Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh.” 9 Tesis HI Universitas Indonesia 2010 ini memberikan latar belakang sejarah terjadinya arus pengungsi etnis Rohingya dari negara Myanmar hingga tiba di Bangladesh. Penelitian ini juga mendeskripsikan secara jelas tentang etnis-etnis minoritas di Myanmar selain Rohingya hingga kebijakan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah junta militer terhadap etnis Rohingya. Pada intinya, tesis ini menganalisa peran yang dilakukan oleh organisasi internasional yang merupakan komisi tinggi PBB dibidang penanganan pengungsi United Nations High Comissioner for Refugees (UNHCR) bagi pengungsi Rohingya di kamp Bangladesh. Tesis ini menganalisa peran UNHCR baik sebagai inisiator, fasilitator, mediator&rekonsiliator, hingga determinator. Tugas utama UNHCR adalah memberikan perlindungan internasional kepada pengungsi, mencari jalan keluar yang lama bagi pengungsi dengan membantu pemerintah dalam memfasilitasi pemulangan pengungsi secara sukarela atau mengintegrasi mereka kedalam masyarakat berkewarganegaraan baru.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa UNHCR memainkan peranan IGO sesuai dengan aktifitas dari organisasi internasional. Meskipun demikian, UNHCR tidak berhasil memenuhi mandatnya untuk mencapai solusi terbaik bagi para pengungsi Rohingya

9 Aris Pramono. Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh. Tesis, Jakarta: Jurusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia 2010. Op.cit.

di Bangladesh dan kasus ini tetap menjadi kasus yang berkepanjangan. Hal tersebut dikarenakan UNHCR tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam pembuatan kebijakan suatu negara.

Sedangkan untuk metode penelitian yang digunakan oleh Aris Pramono ialah deskriptif dengan menggunakan pendekatan konsep pengungsi, Human Security dan konsep International Government Organization (IGO). Letak perbedaan penelitian yang dilakukan Aris Pramono dengan penelitian yang akan penulis lakukan ialah subjek dan objek yang diteliti berbeda, Aris Pramono memfokuskan penelitiannya mengenai peran UNHCR dalam penanganan pengungsi Rohingya. Adapun hal yang dapat dijadikan manfaat bagi penulis ialah gambaran mengenai etnis-etnis minoritas lainnya di Myanmar dan adanya kebijakan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah junta militer terhadap etnis Rohingya.

Untuk penelitian terdahulu yang ke tiga, penulis menggunakan skripsi yang ditulis oleh Dwi Aridya Nurfadillah yang berjudul “Peran ASEAN dalam penanganan pengungsi Rohingya di Myanmar.” 10 Dalam skripsinya, Dwi Aridya menjelaskan bahwa ASEAN sebagai wadah negara negara di Asia Tenggara yang sangat majemuk mempunyai banyak tugas yang harus diselesaikan di lingkup regionalnya. Tidak hanya menangani berbagai persoalan keamanan tapi juga aspek-aspek lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup, pangan, teroris, demoratisasi, HAM, dan lain-lain. Penelitian ini memfokuskan pada peningkatan kerjasama keamanan dalam menanggulangi isu-isu keamanan non tradisional yang terjadi di Myanmar yakni melindungi hak-hak manusia untuk mendapatkan kesamaan dan memperoleh informasi, tata pemerintahan yang baik, dan lain- lain.

Metode yang digunakan ialah deskriptif, dan Landasan konsepnya ialah Regionalisme, didalamnya terdapat Comprehensive security. Dwi Aridya juga menyebutkan

10 Dwi Aridya Nurfadillah. 2011. Peran ASEAN dalam penanganan pengungsi Rohingya di Myanmar. Skripsi, Malang: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang 10 Dwi Aridya Nurfadillah. 2011. Peran ASEAN dalam penanganan pengungsi Rohingya di Myanmar. Skripsi, Malang: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang

Skripsi Milik Dwi Aridya memberikan banyak manfaat bagi penulis, karena penulis dapat memiliki gambaran mengenai tindakan represif pemerintahan junta militer Myanmar kepada etnis Rohingya didasarkan atas UU kewarganegaraan tahun 1982 . Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ASEAN sebagai organisasi regional di Asia Tenggara menggunakan Comprehensive security (keamanan secara menyeluruh) dalam penanganan masalah pengungsi Rohingya Myanmar, yakni melindungi hak-hak manusia untuk mendapatkan kesamaan dan memperoleh informasi, tata pemerintahan yang baik, dan lain- lain. Comprehensive security dipilih sebab mencakup tidak hanya isu keamanan tradisional namun lebih pada isu-isu yang mencakup keamanan non-tradisional. Dimana dalam hal penanganan masalah keamanan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara yang konvensional atau melalui jalur perang. Adapun perbedaannya adalah penelitian yang akan penulis lakukan tidak membahas masalah pengungsi dan keamanan regional lebih spesifik.

Untuk penelitian terdahulu selanjutnya, diambil dari skripsi milik Ainun Martinawati dengan judul “Peran ASEAN dalam penanganan pengungsi Rohingya di Myanmar.” 11 Dalam penelitian ini menjelaskan pentingnya kerjasama multirateral dalam bentuk suatu organisasi intenasional contohnya, keikutsertaan Indonesia dalam OKI. Indonesia bergabung di OKI

11 Ainun Martinawati. 2010. Peran Aktif Pemerintah Indonesia dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada masa pemerintahan SBY (periode 2004-2009). Skripsi, Malang: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas

Muhammadiyah Malang Muhammadiyah Malang

Terdapat persamaan dan perbedaan mengenai skripsi yang ditulis Ainun Martinawati dengan penelitian yang akan penulis lakukan, yakni skripsi Ainun menggunakan konsep state society relations dan teori peran. Walaupun penelitian yang akan penulis lakukan juga menggunakan teori peran milik K.J Holsti, namun kami memiliki kasus yang berbeda.

Tabel 1.1. Posisi Penelitian

Judul dan Nama

Hasil Peneliti

Metodologi,

Teori dan

Konsep

“Islam dan Kebijakan Metode : Artikel ini memiliki argumen bahwa Luar Negeri Indonesia: Deskriptif

Agama memiliki pengaruh dalam Peran Indonesia dalam Teori / Konsep : politik luar negeri Indonesia di isu- konflik di Rakhine, Identitas

isu tertentu, isu-isu eksternal yang Myanmar”

oleh berhubungan dengan Islam, terutama Novandre Satria &

yang mendeskreditkan baik nilai Achmad Jamaan.

maupun entitas yang berafiliasi dengannya.

Peran aktif pemerintah Indonesia terlihat dari banyaknya upaya yang dilakukan seperti pengiriman surat secara langsung oleh presiden Susilo Bambang

Yudhoyono kepada presiden Myanmar Thein Sein, kemudian upaya diplomasi menteri luar negeri kedua negara untuk mendorong rekonsiliasi nasional hingga menghasilkan pembukaan tapal batas bagi bantuan asing dan OKI.

“Peran UNHCR dalam Metode: Tesis ini menganalisa peran yang Menangani Pengungsi Deskriptif

oleh organisasi Myanmar

dilakukan

yang merupakan Rohingya

Etnis Teori / Konsep:

internasional

komisi tinggi PBB dibidang Bangladesh” oleh Aris Pengungsi,

di Konsep

pengungsi United Pramono.

penanganan

Konsep Human Nations High Comissioner for Security,

Refugees (UNHCR) bagi pengungsi UNHCR sebagai Rohingya di kamp Bangladesh. Tesis agensi PBB

ini menganalisa peran UNHCR baik sebagai

inisiator, fasilitator, mediator&rekonsiliator,

hingga

determinator. Bahwa UNHCR memainkan peranan

IGO sesuai dengan aktifitas dari organisasi internasional. Meskipun demikian, UNHCR tidak berhasil memenuhi

mandatnya untuk mencapai solusi terbaik bagi para pengungsi Rohingya di Bangladesh dan kasus ini tetap menjadi kasus yang berkepanjangan. Hal tersebut dikarenakan UNHCR tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam mandatnya untuk mencapai solusi terbaik bagi para pengungsi Rohingya di Bangladesh dan kasus ini tetap menjadi kasus yang berkepanjangan. Hal tersebut dikarenakan UNHCR tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam

“Peran ASEAN dalam Metode: Hasil dari penelitian ini adalah Penanganan Pengungsi Deskriptif

bahwa ASEAN sebagai organisasi Rohingya di Myanmar” Teori / Konsep:

Asia Tenggara Oleh

regional

di

Comprehensive Nurfadillah.

Dwi Aridya Regionalisme

menggunakan

security (keamanan secara menyeluruh) dalam penanganan masalah

pengungsi Rohingya Myanmar, yakni melindungi hak-hak manusia

untuk mendapatkan

kesamaan

dan memperoleh informasi, tata pemerintahan yang baik, dan lain-lain.

Comprehensive security dipilih sebab mencakup tidak hanya isu keamanan tradisional namun lebih pada isu-isu yang mencakup keamanan non-tradisional. Dimana dalam hal penanganan masalah keamanan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara yang konvensional atau melalui jalur perang.

“Peran Aktif Metode: Hasil penelitian ini menjelaskan Pemerintah Indonesia Eksplanatif

peran aktif pemerintah Indonesia dalam

Organisasi Teori / Konsep: dalam OKI didasarkan pada konsep Konferensi Islam (OKI) konsep

State state society relation , dimana SBY pada

Masa Society Relations diangap berperan aktif dalam OKI Pemerintahan

SBY dan teori Peran karena ia terpilih sebagai presiden (periode

2004-2009) atas koalisi partai demokrat dengan oleh

Ainun beberapa partai Islam. Kemudian Martinawati.

adanya dugaan SBY berperan aktif di OKI karena beberapa kursi di pemerintahan diduduki oleh orang- orang dari partai berbasis Islam

Selain itu dengan menggunakan teori peran, pemerintah Indonesia di tuntut untuk melaksanakan peran politiknya di OKI sesuai yang diinginkan rakyatnya. Disini dapat terlihat bahwa pendapat dan sikap umum dari masyarakat dapat mempengaruhi kebijakan.

“Peran Indonesia dalam Metode:

dalam Penyelesian

Indonesia

berperan

Konflik Deskriptif menyelesaikan konflik Rohingya Rohingya” oleh Mei Teori / Konsep: sesuai dengan peranan nasionalnya Nurdiana

Diplomasi

dan sebagai mediator integrator dengan

teori Peran

beberapa sumber seperti lokasi geografi, peranan tradisiona, serta komposisi etnis nasional. Peranan Indonesia dalam

mempertimbangkan

konflik Rohingya juga dapat ditinjau dari aspek internal yang sangat berkaitan erat dengan kebutuhan domestik dan sikap masyarakatnya serta aspek eksternal yang digambarkan sebagai respon Indonesia atas apa yang terjadi di Myanmar

penyelesaian

Tindakan yang dilakukan Indonesia sesuai dengan peranannya sebagai mediator integrator adalah dengan menawarkan penyelesaian masalah melalui beberapa upaya diplomatik yang dilakukan antar pemerintah Indonesia

Dari keempat penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai perbedaan dan persamaan penelitian yang penulis akan lakukan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan yang dapat dimaknai ialah adanya salah satu penelitian terdahulu yang menggunakan konsep yang sama, menjelaskan latar belakang konflik Etnis Rohingya, tindakan represif pemerintah Myanmar dan beberapa tindakan yang dilakukan Indonesia sebagai respon konflik. Sedangkan untuk perbedaannya, penulis memiliki kasus yang berbeda dimana penelitian ini lebih memfokuskan tentang bagaimana Indonesia berperan dalam penyelesaian konflik Rohingya sesuai dengan peranan nasionalnya sebagai mediator integrator.

1.5 Landasan Konsep dan Teori

Dalam melakukan sebuah penelitian, sangat dibutuhkan adanya landasan konsep dan teori. Dikarenakan dengan adanya landasan konsep dan teori ini, nantinya akan sangat Dalam melakukan sebuah penelitian, sangat dibutuhkan adanya landasan konsep dan teori. Dikarenakan dengan adanya landasan konsep dan teori ini, nantinya akan sangat

1.5.1 Teori Peran

Untuk menjawab rumusan masalah, penulis terlebih dahulu akan menjelaskan mengenai teori peran. Dimana peranan nasional dapat membantu menggambarkan tugas suatu negara dan memberikan pedoman untuk bertindak ketika negara tersebut sudah mengidentifikasi peranan nasionalnya. Dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Wawan Juanda, Holsti menyatakan bahwa:

“...Peranan nasional menggambarkan fungsi dan tugas suatu negara dalam berbagai konteks internasional yang berbeda. Dengan demikian peranan nasional memberikan pedoman untuk bertindak ketika situasi tertentu muncul pada lingkungan internasional.” 12

Disini, peranan nasional akan nampak sebagai kebijakan luar negeri suatu negara pada saat ia terlibat dalam suatu masalah regional maupun internasional. Peranan nasional juga memiliki ciri-ciri yang mengarah pada tindakan yang lebih konkret. Misalnya, ketika suatu negara berperan sebagai mediator integrator, bisa diramalkan bahwa negara tersebut bersedia menawarkan penyelesaian masalah dan melakukan beberapa usaha diplomatik jika suatu konflik terjadi. 13

Peranan nasional sendiri sangat berkaitan erat dengan kebutuhan domestik, sikap masyarakat serta kondisi eksternal negaranya. 14 Selain itu, Peranan nasional suatu negara dapat di identifikasi dari tujuan negara tersebut dimana dalam penyelesaian konflik Rohingya ini, Indonesia memiliki tujuan untuk meningkatkan prestisnya sebagai negara yang mampu

12 KJ Holsti (terj). 1987. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Bandung. Binacipta. Hal 166 13 Ibid. Hal 159 14 Ibid. Hal 165 12 KJ Holsti (terj). 1987. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Bandung. Binacipta. Hal 166 13 Ibid. Hal 159 14 Ibid. Hal 165

“Sejumlah pemerintahan menganggap negaranya mampu atau bertanggung jawab menyelesaikan, atau memikul tanggung jawab khusus untuk melakukan mediasi dalam menyelesaikan atau mendamaikan konfik negara lain. Mereka memandang negaranya sebagai “tukang” dalam menyelesaikan masalah regional atau global.” 15

Dijelaskan pula dalam buku Holsti bahwa terdapat sumber-sumber yang dapat dijadikan pertimbangan mengapa negara tersebut menjalankan sebuah konsepsi peranan nasional sebagai mediator integrator, yakni dilihat dari: (1) Lokasi geografi; Holsti menjelaskan bahwa geografi dan topografi merupakan faktor paling penting karena sifatnya yang permanen. Sehingga dapat memberikan peluang dan batasan program kebijaksanaan

luar negeri suatu negara. 16 Dalam hal ini, Indonesia dan Myanmar memiliki kedekatan geografi di wilayah Asia Tenggara, meski tidak berbatasan secara langsung. (2) Peranan Tradisional; yang dapat dijelaskan dengan sikap Indonesia yang menjunjung tinggi HAM dan keinginan untuk menghapuskan penjajahan diatas dunia seperti yang tertuang dalam UUD

dan arah politik luar negeri Indonesia. 17 (3) Komposisi etnis-budaya nasional; berkaitan erat dengan kondisi Indonesia dan Myanmar yang memiliki beberapa etnis. Oleh karena itu, ketika Myanmar memiliki konflik yang serupa dengan apa yang pernah dialami membuat Indonesia merasa harus turun tangan untuk memberikan pelajaran yang sudah diambilnya dari konflik tersebut.

Menurut Holsti, sebuah konsepsi peranan juga dapat dijelaskan dengan memakai beberapa variabel kondisi tertentu seperti sikap dan pendapat masyarakat, kebutuhan

15 Ibid . Hal 162 baca juga tabel 12-1 KJ Holsti yang menyebutkan tentang 14 jenis penetapan konsepsi peranan nasional dan sumber-sumbernya di halaman 464

16 KJ Holsti. Op.Cit. Hal 493 17 Citra Media Wacana. 2008. “UUD 1945 dan GBHN.” Hal 1 dan 116.

ekonomi, identifikasi diri terhadap kawasan, komposisi etnis dan lain sebagainya. 18 Untuk itu dalam menjelaskan peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya, selain melihat dari peranannya sebagai mediator integrator, penulis juga melihat dari berbagai sumber yang dicantumkan oleh Holsti yang akan dibagi menjadi aspek internal (mencakup kebutuhan domestik, sikap masyarakat, dan identifikasi diri terhadap kawasan) serta aspek eksternal yang dapat digambarkan sebagai respon atas apa yang terjadi di lingkungan eksternal Indonesia. 19

1.5.2 Konsep Diplomasi

Seperti yang disebutkan sebelumnya dalam pembahasan konsep peranan bahwa peranan nasional memberikan pedoman untuk bertindak ketika situasi tertentu muncul pada lingkungan internasional, maka setelah mengidentifikasi dirinya sebagai mediator integrator, Indonesia berusaha memberikan upaya penyelesaian konflik dengan menggunakan beberapa upaya diplomatik.

Dalam lingkup hubungan internasional, diplomasi dikenal sebagai cara untuk menyelesaikan masalah secara damai demi mencapai kepentingan nasionalnya. Seperti yang dijelaskan oleh Louise Diamond:

“Diplomacy is a peaceful political process between nation-states that seeks to structure, shape and manage over time a system of international relationships to secure nation’s interest” 20

Selain itu, adapula beberapa definisi tentang diplomasi yang dikemukakan oleh beberapa pakar, seperti halnya R.P Barston yang mendefinisikan diplomasi sebagai manajemen hubungan antar negara atau hubungan antar negara dengan aktor-aktor hubungan internasional lainnya. Negara, melalui perwakilan resmi dan aktor-aktor hubungan

18 KJ Holsti. Hal 463 dan 465 19 KJ Holsti. Op.Cit. Hal 489 20 Louise Diamond and John McDonald. 1996. Multi-Track Diplomacy: A system approach to peace, third

edition. USA. Kumarian Press Inc. Hal 26 edition. USA. Kumarian Press Inc. Hal 26

Banyaknya definisi diplomasi yang berbeda namun hampir memiliki makna yang sama membuat penulis menarik kesimpulan bahwa secara umum diplomasi bisa juga disebut sebagai seni, cara maupun praktek bernegosiasi oleh seorang diplomat mewakili kepentingan negaranya. Dengan kata lain, tujuan dari diplomasi adalah untuk mengedepankan kepentingan negaranya baik itu dalam rangka memajukan ekonomi, mengembangkan budaya dan ideologi, memperoleh persahabatan, meningkatkan prestis nasional dan sebagainya. 22

Pelaksanaan diplomasi telah menjadi rumit karena melibatkan banyak aktor yang berbeda. Misalnya pada kasus politik yang rumit dan darurat, berbagai macam alat atau sarana diplomasi wajib dibutuhkan dan dilaksanakan oleh aktor negara dan non negara secara bersama. Oleh sebab itu, diplomat mulai menyadari bahwa multi-track dibutuhkan dalam

diplomasi. 23 Istilah diplomasi multi jalur atau multi-track mengacu pada kerangka kerja konseptual yang dirancang untuk merefleksikan bermacam aktifitas yang berkontribusi pada peacemaking dan peacebuilding dilingkup internasional. Didalamnya terdapat sembilan jalur yang mana aspek-aspek di dalamnya pasti memiki suatu kesinambungan antara satu dengan yang lainnya. Diplomasi multi jalur juga merupakan perpanjangan dari jalur satu dan jalur dua. 24

Jika diplomasi jalur dua dicirikan sebagai sebuah kegiatan diplomasi yang dilakukan oleh aktor-aktor bukan pemerintah, informal dan memiliki sifat tidak resmi, maka diplomasi

21 R.P. Barston, Modern Diplomacy, Longman, N.Y, 1997, hal 1, dikutip dari Sukawarsini Djelantik. 2008. Diplomasi Antara Teori dan Praktik , Jogjakarta. Graha Ilmu. Hal 4

22 S.L.Roy. 1991. Diplomasi. Jakarta. Rajawali pers. Hal 6 23 Christer Jonsson and Karin Aggestam. Diplomacy and Conflict Resolution. Prepared for the NISA conference

on “Power, Vision and Order in World Politics”, Odense, 23-25 May, 2007. Dapat dilihat di http://busieco.samnet.sdu.dk/politics/nisa/papers/aggestam.doc

24 Op.cit. Louise Diamond and John McDonald. Hal 1 24 Op.cit. Louise Diamond and John McDonald. Hal 1

Diplomasi jalur satu mengacu pada diplomasi resmi pemerintah, dilakukan oleh perwakilan resmi dari otoritas negara seperti kepala negara, departemen luar negeri dan menteri atau departemen negara lainnya. Pengaplikasian diplomasi jalur satu dalam resolusi konflik, seorang diplomat bisa bertindak sebagai pihak utama untuk bernegosiasi, mendukung salah satu pihak atau lebih, atau juga bisa bertindak sebagai pihak ketiga. 26

Pada penelitian yang akan dilakukan ini, penulis menggunakan diplomasi jalur pertama dimana pemerintah bertindak secara penuh untuk melakukan perundingan sebagai pihak ketiga. Nantinya, konsep diplomasi ini diharapkan dapat menjelaskan upaya-upaya apa saja yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya baik ditingkat bilateral dan multilateral.

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian eksplanatif, yakni penelitian yang memberikan penjelasan mengapa sesuatu terjadi. Tidak hanya untuk mendiskripsikan fakta melainkan menjelaskan apa yang terjadi.

1.6.2 Teknik Analisis Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu: (1) Pemeriksaan, dilakukan untuk memeriksa apakah data-data yang diperlukan sudah lengkap dan benar; (2) Pengolahan, dilakukan dengan memilah-milah data yang akan

25 Op.cit. Sukawarsini Djelantik. Hal 20 26 Susan Allen Nan. What is Track-One Diplomacy. 2003. http://www.beyondintractability.org/essay/track1-

diplomacy . Diakses pada 15 agustus 2014 diplomacy . Diakses pada 15 agustus 2014

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kajian kepustakaan atau library research. Kajian kepustakaan adalah pembacaan kritis dan mendalami terhadap buku maupun literatur yang berkaitan dengan permasalahan. Sumbernya bisa diambil dari buku, internet, jurnal, dan lain-lain.

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup yang akan dibahas dalam metode penelitian ini sebagai berikut:

a. Batasan Waktu

Batasan waktu digunakan agar peneliti terfokus pada rentang waktu penelitian agar tidak terlalu jauh dari bahasan yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi rentang waktu penelitian yakni pada tahun 2012 sampai dengan 2013.

b. Batasan Materi

Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi materi penelitian hanya pada peran Indonesia dalam menangani permasalahan konflik Rohingya sesuai dengan peranannya sebagai mediator integrator.

1.7 Argumen Dasar

Berdasarkan pemaparan pada perumusan masalah serta landasan konsep dan teori, guna memudahkan dalam memberikan gambaran bagi penulis terhadap penelitian yang dilakukan, penulis mempunyai hipotesa sebagai berikut:

“Indonesia berperan dalam menyelesaikan konflik Rohingya sesuai dengan peranan nasionalnya sebagai mediator integrator dengan mempertimbangkan beberapa sumber seperti lokasi geografi, peranan tradisiona, serta komposisi etnis nasional. Peranan Indonesia dalam “Indonesia berperan dalam menyelesaikan konflik Rohingya sesuai dengan peranan nasionalnya sebagai mediator integrator dengan mempertimbangkan beberapa sumber seperti lokasi geografi, peranan tradisiona, serta komposisi etnis nasional. Peranan Indonesia dalam

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan, skripsi ini dibagi menjadi empat bab, yang setiap babnya terdiri atas sub-sub bab yang masing-masing saling berhubungan:

BAB I :

PENDAHULUAN

1.9 Latar Belakang

1.10 Rumusan Masalah

1.11 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.11.1 Tujuan Penelitian

1.11.2 Manfaat Penelitian

1.12 Penelitian Terdahulu

1.13 Landasan Konsep dan Teori

1.13.1 Teori Peran

1.13.2 Konsep Diplomasi

1.14 Metodologi Penelitian

1.14.1 Tipe Penelitian

1.14.2 Teknik Analisis Data

1.14.3 Teknik Pengumpulan Data

1.14.4 Ruang Lingkup Penelitian

1.15 Argumen Dasar

1.16 Sistematika Penulisan

BAB II : SEJARAH SINGKAT DAN PERKEMBANGAN KONFLIK ROHINGYA

2.1 Sejarah Etnis Rohingya

2.2 Latar Belakang dan Perkembangan Konflik Rohingya 2012 – 2013

2.2.1 Perkembangan Konflik Rohingya 2012 Hingga 2013

2.3 Tindakan Diskriminasi Pemerintah Myanmar 2012 - 2013

BAB III : PERAN INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ROHINGYA 2012 - 2013

3.1 Tindakan Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Rohingya

3.1.1 Peran Indonesia sebagai Mediator Integrator

3.1.2 Aspek Internal

3.1.3 Aspek Eksternal

3.2 Peran dan Upaya Diplomasi Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Rohingya

BAB IV :

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

BAB II SEJARAH SINGKAT DAN PERKEMBANGAN KONFLIK ROHINGYA

Pada bab ini akan dijelaskan tentang sejarah etnis Rohingya. Selain sejarahnya, penulis juga akan menjelaskan mengenai latar belakang konflik Rohingya pada tahun 2012 hingga perkembangan konflik Rohingya mulai tahun 2012 sampai 2013. Pada sub bab yang terakhir, penulis juga menjelaskan mengenai. sikap diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar.

2.1 Sejarah Etnis Rohingya

Rohingya dan Rakhine adalah dua kelompok etnis berbeda penghuni wilayah Arakan yang saat ini bernama Rakhine. Bila Rakhine merupakan etnis mayoritas beragama Budha, maka Rohingya adalah etnis minoritas yang beragama Islam. Pemerintah Myanmar memperkirakan total populasi di Rakhine mencapai 3,33 juta jiwa. Termasuk 2,2 juta jiwa adalah umat Budha Rakhine, dan 1,08 juta lainnya adalah etnis Rohingya. Beberapa wilayah di Rakhine yang dominan ditinggali oleh Rohingya adalah kota Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung. 27

2.1.1 Peta Rakhine 28

27 Fortify Rights. “Policies of Persecution: Ending Abusive State Policies Against Rohingya Muslims in Myanmar – Anti Muslim Violence: 2012 Present”. Hal 16

28 Protect the Rohingyas Report: Hear Our Screams Making A case For The Rohingya Genocide

Saat ini Rohingya sedang bertahan dari beberapa bentuk pembatasan dan penindasan Hak Asasi Manusia yakni pembatasan dalam bergerak termasuk dalam hal pernikahan dan lapangan pekerjaan, ditolak sebagai warga negara, penyitaan lahan hingga pengusiran dan pengerusakan tempat tinggal. 29

Asal mula penyebutan kata Rohingya dan bagaimana mereka bisa sampai ke Myanmar masih menjadi sejarah yang terus diperdebatkan hingga saat ini. Pemerintah Myanmar menganggap bahwa Rohingya adalah pendatang atau imigran gelap yang tidak bisa

diakui sebagai warga negara. 30 Namun adapula yang mengatakan bahwa Rohingya adalah

29 Myanmar The Rohingya Minority: Fundamental Rights Denied. http://www.amnesty.org/en/library/info/ASA16/005/2004 . Diakses pada tanggal 23 september 2014

30 “Why is There Communal Violence in Myanmar?” http://www.bbc.com/news/world-asia-18395788 diakses pada tanggal 25 september 2014

Rohingya, yang merupakan keturunan orang Arab, Moors, Pathans, Moghuls, Bengalis dan beberapa orang Indo-Mongoloid yang sudah tinggal di Arakan sekitar abad ke 7 Masehi. 31

Beberapa sejarawan mengatakan bahwa kata Rohingya berasal dari bahasa Arab “Rahma” yang berarti pengampunan. Ini merujuk pada cerita para pedagang Arab yang terancam hukuman mati oleh raja Arakan. Saat hendak dihukum mati, mereka meneriakkan kata ‘Rahma’. Namun karena penduduk Arakan kesulitan menyebut kata “Rahma’, mereka justru menyebut kata ‘Raham’. Kata itu kemudian berubah menjadi ‘Rohang’ dan akhirnya berubah menjadi ‘Rohingya’. Adapula sejarawan yang mengatakan bahwa dulu diantara warga Myanmar terdapat populasi muslim dari kerajaan kuno Arakan bernama ‘Mrohaung’ dan nama tersebut diubah menjadi Rohang. Hingga kemudian muncul klaim bahwa Rohingya adalah bangsa Benggala yang melarikan diri ke Burma tahun 1950-an. Ini diyakini atas dasar tidak adanya Rohingya pada sensus penduduk tahun 1824 yang dilakukan Inggris. 32

Perbedaan agama, fisik, dan bahasa dimana Rohingya berbicara bahasa bengali dengan dialek Chittagong yang sangat terlihat antara Rohingya dengan etnis mayoritas Myanmar, semakin dijadikan alasan oleh pemerintah untuk tidak mengakui Rohingya sebagai bagian dari Myanmar. Padahal menurut Nurul Islam, presiden organisasi nasional Rohingya Arakan dan Zaw Min Htut pemimpin orang Rohingya Jepang yang pernah datang ke Indonesia dan melakukan kampanye ‘Save Rohingya’ bersama PIARA, mengatakan bahwa bahasa dan budaya Rohingya berbeda dengan Bengali. 33

Tidak diakuinya eksistensi Rohngya saat ini, berbanding terbalik dengan masa kepemerintahan perdana menteri U Nu pada tahun 1948-1962. Pada saat kepemerintahan U

31 “Facts About The Rohingya Muslims of Arakan” http://www.rohingya.org/portal/index.php/learn-about- rohingya.html diakses pada tanggal 24 september 2014

32 Aulia Akbar. “Sejarah Masyarakat Rohingya.” http://international.okezone.com/read/2012/08/17/411/679197/sejarah-masyarakat-rohingya diakses pada

tanggal 25 september 2014. 33 Heri Aryanto SH. “Kondisi Faktual Muslim Rohingya di Indonesia” (Laporan Hasil Pencarian Fakta di Aceh,

Medan, dan Tanjung Pinang. Baca juga Baiq L.S.W Wardhani. Beggar Thy Neighbour: “Pemiskinan Sistematis bagi Stateless Rohingya dan Dampaknya bagi Bangladesh.”

Nu, banyak tokoh asal Rohingya yang berperan dalam pemerintahan seperti Sultan Mahmoud yang menjadi menteri kesehatan. Namun setelah kudeta militer yang dipimpin oleh jenderal Ne Win berhasil menggulingkan kepemerintahan U Nu di tahun 1962, sejak saat iulah pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya dengan menganggap bahwa populasi muslim yang tinggal di Rakhine adalah Bengali. 34

2.1.2 Nama 8 Besar Ras Etnis Nasional dan 135 Kelompok Etnis Myanmar 35

34 Aris Pramono. “Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh (Periode 1978-2002).” Baca juga “BRAJ Appeals to Japan Government to Protect Rohingya in Arakan.”

35 Tun Tuan Aung: An Introduction To Citizenship Card Under Myanmar Citizenship Law. http://dspace.lib.niigata-u.ac.jp:8080/dspace/bitstream/10191/6399/1/ . Diakses pada tanggal 23 september

Keyakinan pemerintah atas sejarah bahwa Rohingya bukan etnis Myanmar berakibat sulitnya Rohingya hidup di Myanmar. Terutama setelah lahirnya peraturan kewarganegaraan Myanmar tahun 1982 yang hanya mengakui kelompok etnis yang telah menetap di Myanmar sebelum tahun 1823. Sebagaimana yang pernah ditegaskan oleh pemerintah Myanmar. 36

“The 1982 citizenship law defines citizen as members of ethnic groups that have settled in Burma before 1823, the start of British Colonial rule in Burma. The Rohingya do not feature among the 135 national races listed by government and

therefore rendered stateless.” 37 “In actual fact, although there are (135) national races living in Myanmar today, the

so-called Rohingya people is not of them. Historically, there has never been a ‘Rohingya’ race in Myanmar...” 38

Pemerintah telah melakukan beberapa tindakan represi, diskriminasi dan eliminasi terhadap Rohingya. Seperti beberapa operasi yang digencarkan pemerintah Myanmar dengan tujuan mengusir dan menekan pertumbuhan penduduk Rohingya, perempuan Rohingya juga tidak diperkenankan memakai jilbab, orang-orang Rohingya juga sering dipaksa bekerja tanpa upah, penghancuran masjid dan tempat tinggal, serta perampasan hak-hak untuk mendapatkan pekerjaan dan pendidikan. 39

Misalnya pada tahun 1970-an, Myanmar mewajibkan seluruh warga negaranya untuk memiliki kartu pendaftaran warga negara. Namun hanya Rohingya yang diberi kartu

36 Ibid. 37 Chris Lewa. Asia’s New Boat People: Thousands of Stateless Rohingyas are Leaving Burma and Bangladesh,

Dreaming of a Better Life in Malaysia . Hal 40 38 Press Release of The Ministry of Foreign Affairs of The Union of The Myanmar.

26 February 1992. Dikutip dari Myanmar The Rohingya Minority: Fundamental Rights Denied. 39 “Facts About The Rohingya Muslims of Arakan.” Op.cit. Pemerintah Myanmar tidak hanya melakukan diskriminasi dan represi pada Rohingya, tapi juga kepada etnis minoritas lain seperti Karen, Shan, Kachin dan Mon. Namun etnis minoritas tersebut masih diakui eksistensinya oleh Myanmar. Ini dibuktikan dengan beberapa penamaan wilayah di Myanmar sesuai dengan nama beberapa etnis tersebut.

pendaftaran asing. Sehingga beberapa sekolah dan majikan tidak bisa menerima mereka. 40

Selain itu juga pada tahun 1977, pemerintah mengadakan program operasi atau sensus secara menyeluruh yang diberi nama Naga Min. Operasi ini bertujuan untuk mengamati atau memeriksa setiap individu yang tinggal di Myanmar kemudian menandai mana saja yang tergolong warga negara dan warga negara asing lalu melawan warga negara asing yang

dianggap masuk ke Myanmar secara ilegal. 41 Di wilayah Arakan sendiri, prosedur ini justru menjadi serangan brutal yang ditujukan pada Rohingya mengakibatkan pembunuhan masal, perkosaan, pengerusakan masjid dan penganiayaan oleh orang-orang Rakhine dan tentara lokal.

Akibat dari kekerasan-kekerasan itulah yang akhirnya membuat orang-orang Rohingya menjadi pengungsi, ‘manusia perahu’ dan berbondong-bondong keluar dari

negaranya mencoba mencari suaka ke negara lain seperti Indonesia, Malaysia, Brunei dan Bangladesh. Dalam perjalanannya mencari perlindungan ke negara lain, tak jarang banyak orang-orang Rohingya yang tewas karena kelaparan, kehausan atau bahkan tenggelam. 42

Pemberitaan media yang provokatif disertai sikap tertutup pemerintah Myanmar 43 atas apa yang terjadi di Rakhine, sekaligus diiringi dengan keluarnya warga Rohingya dari Myanmar secara besar-besaran membuat banyak negara salah tafsir atas apa yang terjadi di Myanmar.

40 Human Right Watch. “The Government Could Have Stop This – Sectarian Violence and Ensuing Abuses in Burma’s Arakan State.”

41 Statement by the Ministry for Home and Religious Affairs, November 16, 1977 dikutip dari “Burma: The Rohingya Muslims: Ending a Cycle of Exodus? " http://www.refworld.org/cgi-

bin/texis/vtx/rwmain?docid=3ae6a84a2 diakses pada tanggal 5 September 2014 42 Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan (PIARA) PAHAM Indonesia. “Rohingya, 101 Data dan

Fakta”. Orang-orang Rohingya yang berada di negara lain dengan niatan mencari perlindungan, tak sedikit pula mendapatkan perlakuan semena-mena di negara penerima seperti penjualan ke sindikat perdagangan manusia dan kerja paksa. Baca juga: “Polisi Thailand Jual Pengungsi Rohingya” http://international.okezone.com/read/2013/01/21/411/749580/polisi-thailand-jual-pengungsi-rohingya diakses pada tanggal 22 Maret 2014

43 “Jusuf Kalla: Kita Bisa Mendesain Masa Depan Rohingya.” http://www.tribunnews.com/tribunners/2012/10/04/jusuf-kalla-kita-bisa-mendesain-masa-depan-rohingya

2.2 Latar Belakang Konflik dan Perkembangan Konflik Rohingya Tahun 2012 hingga 2013

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147