ASKEP PASIEN DAN DENGAN PNEUMOTHORAX
ASKEP PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. PENDAHULUAN
Pneumothorax didefenisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan
di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk mempertahankan paru dalam keadaan
berkembang ( imflasi ). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan
pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan atau pleura visceral dapat menyebabkan udara luar masuk
ke dalam rongga pleura. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma thorax dan
karena berbagai prosedur diagnostic maupun terapeutik.
Jhonston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumothorax berkisar antara 2,4 – 17,
8/100.000/tahun. Beberapa karateristik pada pneumothorax antara lain : laki – laki lebih
sering dari pada wanita ( 4:1). Sering pada usia 20 – 30 tahun.
Pneumothorax spontan yang timbul pada umur lebih dari 40 tahun seringkali disebabkan oleh
adanya bronchitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang – orang dengan bentuk
tubuh kurus dan tinggi ( astenikus ) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan
merokok. Pneumothorax kanan lebih sering terjadi dari pada kiri.
B. ANATOMI FISIOLOGI RONGGA THORAX
Kerangka dada terdiri atas tulang dan tulang rawan. Batas – batas yang membentuk rongga di
dalam thorax ialah :
a.
Depan : Sternum dan tulang rawan iga – iga.
b. Belakang : 12 ruas tulang punggung beserta cakram antarruas (diskus invertebralis) yang
terbuat dari tulang rawan.
c.
Samping : Iga – iga beserta otot interkostal
d. Bawah : Diafragma
e.
Atas : Dasar leher.
Rongga thorax berisikan :
Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru – paru beserta pembungkus
pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan membentuk batas lateral pada
mediastinum.
Mediastinum ialah ruang di dalam rongga dada antara kedua paru – paru. Isinya jantung dan
pembuluh – pembuluh darah besar, usofagus, duktus torasika, aorta desendens, dan vena kava
superior, saraf vagus, dan frenikus dan sejumlah besar kelenjar limfe.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
1. PENGERTIAN
Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi secara
spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses patologis, atau
dimasukkan dengan sengaja (Dorland 1998 : 872).
Pneumothorax/kolaps paru – paru adalah penimbunan udara atau gas di dalam rongga pleura.
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru – paru dan
rongga dada.
2. ETIOLOGI
Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui
robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus. Pelebaran /alveoli
dan pecahnya septa – septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut
granulomatus fibrosis. Granulomatus fibrosis adalah salah satu penyebab tersering terjadinya
pneumothorax, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empisema.
3. KLASIFIKASI
1) Berdasarkan terjadinya yaitu:
a.
Artificial
Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumothoraks
disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan kavitas proses
spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumothoraks sengaja lainnya ialah
diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru.
Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga
pleura.
b. Traumatic
Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau
esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam
yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga
pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
Barotrauma Pada Paru
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathorax.
Tension. Pneumothorax merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam
rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks
mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi
paru yang mengalami tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension
pnemothorax karena akumulasi udara tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap
organ didalam rongga dada juga tidak meningkat.
Akumulasi darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah yang
mengakibatkan terjadinya hemopneumotoraks.
c.
Spontan.
Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Timbul sobekan subpleura
dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup.
Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab
lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma
atau inflamasi. Pneumotoraks spontan dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks Spontan
Primer dan Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya
disebabkan oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus
dan pada Marfan syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi
akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
2) Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis
3) Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.
4) Berdasarkan jenis fistel.
Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura
dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama
dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan
gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi
positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi).
Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara
yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak
adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi
negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang
tampak meskipun tekanannya sudah negatif (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).
Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung
adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke
percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk
ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam
rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan
udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura,
apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan
pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara
masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan
lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di
bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.
4. PATOFISIOLOGI
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan intrabronkhial, sehingga
paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luaryang tekanannya nol
akan masuk ke bronchus sehingga sampe ke alveoli.
Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih
tinggi dari tekanan dialveolus ataupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar melalui
bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin atau mengejan, karena
pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus atau alveolus ada
bagian yang lemah, bronkhus atau alveolus itu akan pecah atau robek.
Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut:
a. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk kea rah
jaringan peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam alveoli akan
meningkat.
b. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor presipitasi
yang memudahkan terjadinya robekan.
c. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis di
peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan pneumothoraks.
5. MANIFESTASI KLINIS
a.
Tachypnea
b. Dyspnea
c.
Cyanosis.
d. Decreased or absent breath sounds on affected side.
e.
Tracheal deviation.
f.
Dull resonance on percussion.
g. Unequal chest rise.
h. Tachycardia.
i.
Hypotension
j.
Pale, cool, clammy skin.
k. Possibly subcutaneous air.
l.
Narrowing pulse pressure.
6. PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan pneumotorax tergantung dari luasnya pneumothorax. Tujuannya yaitu untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Prinsip – prinsip penanganan pneumothorax menurut British Sosiety dan American collage of
chest fisician adalah :
a.
Observasi dan pemberian tambahan oksigen
b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube trakeostomi dengan atau tanpa
pleurodesis.
c.
Trakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya blep atau bula.
d. Torakotomi
7. PENGKAJIAN FISIK
1) Identitas pasien
a) nama
b) umur
c) jenis kelamin
d) agama
e) status perkawinan
f) pendidikan
g) pekerjaan
h) tanggal masuk
i) no register
j) diagnosa medic
2. Penanggung jawab
a) nama
b) umur
c) jenis kelamin
d) pekerjaan
e) hubungan dengan pasien
f) pendidikan
2) Riwayat Kesehatan
a.
Riwayat penyakit saat ini
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri
dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan. Melakukan pengkajian apakah ada riwat trauma yang mengenai rongga dada
seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan pada paru
meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan
benda tajam langsung menembus pleura.
b. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB Paru dimana sering
terjadi pada pneumothorax spontan
c.
Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin
menyebabkan pneumothorax seperti kanker paru, asma, TB paru dan lain-lain.
8. DATA FOKUS TERKAIT PENURUNAN FUNGSI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala
: Dispnea dengan aktivitas atau istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda
: Takikkardia.
-
Frekuensi tak teratur atau distritnia
-
Irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap effusi).
-
Tanda Homman
-
TD
-
DVJ
: hipertensi/hipotensi
3. Integritas ego
Tanda
: ketakutan, gelisah.
4. Makanan atau cairan
Tanda
: adanya pemasangan IV vena sentral/ infuse tekanan
5. Nyeri atau kenyamanan
Gejala
: nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan, batuk. Timbul tiba-tiba
gejala sementara batuk atau reganggan (pneumothorax spontan). Tajam dan nyeri menusuk
yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen (efusi
pleural).
Tanda
:
-
berhati-hati pada area yang sakit.
-
Perilaku yang distraksi
-
Mengkerutkan wajah
6. Pernapasan
Gejala
:
-
kesulitan bernapas, lapar napas.
-
Batuk (mungkin gejala yang ada)
- Riwayat bedah dada/trauma : penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru
(empiema/effusi) penyakit interstisial menyebar (sarkoidosis), keganasan pneumothorax
spontan sebelumnya.
Tanda
-
: pernapasan :
Peningkatan frekuensi/takipnea.
- Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada dan leher,
retraksi interkortal, eksipirasi abdominal kuat.
-
Bunyi napas menurun atau tidak ada.
-
Fremitus menurun.
Perkusi dada :
- Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorax), bunyi pekak diatas area yang terisi
area (hemothorax).
Observasi dada dan palpasi dada :
- Gerakan dada tidak sama (paradogsik) bila trauma atau kemps,penurunan pengembangan
thorax (area yang sakit).
Kulit :
-
Pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi sub kutan.
Mental
:
-
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
-
Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif/ terapi PEEP.
7. Keamanan
Gejala
: adanya trauma dada.
Radiasi/ kemotherapi untuk keganasan.
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala
: riwayat faktor resiko keluarga, tuberculosis, kanker.
-
Adanya bedah intrathorakal/biopsy paru
-
Bukti kegagalan membaik.
11. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural, data menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
2) GDA : variable tergantung pada derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2
mungkin normal/menurun, saturasi oksigen biasa menurun.
3) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemotoraks)
4) HB : mungkin menurun menunjukkan kehilangan darah
5) Laboratorium (darah lengkap dan astrup)
12. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunya ekspansi paru
sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2. Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan WSB.
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.
BAB III
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Dx Keperawatan I: Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru skunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
Tujuan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola pernapassan klien kembali efektif.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Identifikasi factor penyebab kolaps
spontan, trauma keganasan, infeksi
komplikasi mekanik pernapasan.
1. Memahami penyebab dari
kolaps paru sangat penting untuk
mempersiapkan WSD pada
pneumothoraks dan menentukan
untuk interfensi lainnya.
2. Kaji kualitas, frekuensi, dan
kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi
3. Baringkan klien dalam posisi yang
nyaman, atau dalam posisi duduk.
4. Observasi tanda-tanda vital (nadi,
RR)
5.Lakukan auskultasi suara napas tiap
2-4 jam.
2. Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi, dan kedalaman
pernapasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi
klien.
3.Penurunan diafragma
memperluas daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal.
4.Peningkatan RR dan takikardi
merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru
5. Auskultasi dapat menentukan
kelainan suara napas pada bagian
paru. Kemungkinan akibat dari
berkurangnya atau tidak
berfungsinya lobus, segmen, dan
salah satu dari paru. Pada daereah
kolaps paru suara pernapasan
tidak terdengar tetapi bila hanya
sebagian yang kolaps suara
pernapasan tidak terdengar
dengan jelas. Hal tersebut dapat
menentukan fungsi paru yang baik
dan ada tidaknya atelektasis paru.
6.Bantu dan ajarkan klien untuk batuk
dan napas dalam yang efektif.
7. Kolaborasi untuk tindakan
dekompresi dengan pemasangan
WSD.
6. Menekan daerah yang nyeri
ketika batuk atau napas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih
efektif.
7. Dengan WSD memungkinkan
udara keluar dari rongga pleura
dan mempertahankan agar paru
tetap mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan
negative pada intrapleura.
Dx Keperawatan II: Resiko tinggi trauma pernapasan yang berhubungan dengan
pemasangan WSD.
Tujuan Kriteria Hasil : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi resiko trauma
pernapasan tidak terjadi.
Intervensi
Rasional
1. Kaji kualitas, frekuensi,dan
kedalaman pernapasan,laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
1. Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi dan kedalaman
pernapasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan klien.
2. Observasi tanda-tanda vital (nadi,
rr).
2. Peningkatan RR dan takikardi
merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
3.Baringkan klien dalam posisi yang
nyaman, dalam posisi duduk.
4. Perhatikan undulasi pada selang
WSD
3. Posisi setengah duduk atau
duduk dapat mengurangi resiko
pipa/selang WSD terjepit.
4. Undulasi (pergerakan cairan
diselang dan adanya gelembung
udara yang keluar dari air dalam
botol WSD) merupakan indicator
bahwa drainase selang dalam
keadaan optimal. Bila undulasi
tidak ada, ini mempunyai makna
yang sangat penting Karena
beberapa kondisi dapat terjadi,
antara lain:
Motor suction tidak
berjalan
Selang terlipat atau
tersumbat
Paru telah mengembang
Oleh karena itu, perawat harus
yakin apa yang menjadi penyebab,
segera periksa kondisi system
drainase, dan amati tanda-tanda
kesulitan bernapas.
5. Menghindari tarikan spontan
pada selang yang mempunyai
resiko tercabutnya selang dari
rongga dada.
6. Tanda atau batas pada botol
dapat menjadi indicator dan bahan
monitor terhadap keadaan
draidase WSD.
7. Gravitasi. Udara dan cairan
mengalir dari takanan yang tinggi
ke tekanan yang rendah.
8. Meningkatkan sikap kooperatif
5. Anjurkan klien untuk memegang
selang apabila akan mengubah posisi.
6. Beri tanda pada batas cairan setiap
hari, catat tanggal dan waktu.
klien dan mengurangi resiko
trauma pernapasan.
9. Menekan daerah yang nyeri
ketika batuk atau napas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih
efektif.
7. Botol WSD harus selalu lebih
rendah dari tubuh.
8. Beri penjelasan pada klien tentang
perawatan WSD.
9. Bantu dan ajarkan klien unuk
melakukan napas dalam yang efektif.
Daftar Pustaka :
1. Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC,1998.
2. Slamet Suyono, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUL : Jakarta
3. Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
4. Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system
pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
5. Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. PENDAHULUAN
Pneumothorax didefenisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan
di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk mempertahankan paru dalam keadaan
berkembang ( imflasi ). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan
pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan atau pleura visceral dapat menyebabkan udara luar masuk
ke dalam rongga pleura. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma thorax dan
karena berbagai prosedur diagnostic maupun terapeutik.
Jhonston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumothorax berkisar antara 2,4 – 17,
8/100.000/tahun. Beberapa karateristik pada pneumothorax antara lain : laki – laki lebih
sering dari pada wanita ( 4:1). Sering pada usia 20 – 30 tahun.
Pneumothorax spontan yang timbul pada umur lebih dari 40 tahun seringkali disebabkan oleh
adanya bronchitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang – orang dengan bentuk
tubuh kurus dan tinggi ( astenikus ) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan
merokok. Pneumothorax kanan lebih sering terjadi dari pada kiri.
B. ANATOMI FISIOLOGI RONGGA THORAX
Kerangka dada terdiri atas tulang dan tulang rawan. Batas – batas yang membentuk rongga di
dalam thorax ialah :
a.
Depan : Sternum dan tulang rawan iga – iga.
b. Belakang : 12 ruas tulang punggung beserta cakram antarruas (diskus invertebralis) yang
terbuat dari tulang rawan.
c.
Samping : Iga – iga beserta otot interkostal
d. Bawah : Diafragma
e.
Atas : Dasar leher.
Rongga thorax berisikan :
Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru – paru beserta pembungkus
pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan membentuk batas lateral pada
mediastinum.
Mediastinum ialah ruang di dalam rongga dada antara kedua paru – paru. Isinya jantung dan
pembuluh – pembuluh darah besar, usofagus, duktus torasika, aorta desendens, dan vena kava
superior, saraf vagus, dan frenikus dan sejumlah besar kelenjar limfe.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
1. PENGERTIAN
Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi secara
spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses patologis, atau
dimasukkan dengan sengaja (Dorland 1998 : 872).
Pneumothorax/kolaps paru – paru adalah penimbunan udara atau gas di dalam rongga pleura.
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru – paru dan
rongga dada.
2. ETIOLOGI
Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui
robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus. Pelebaran /alveoli
dan pecahnya septa – septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut
granulomatus fibrosis. Granulomatus fibrosis adalah salah satu penyebab tersering terjadinya
pneumothorax, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empisema.
3. KLASIFIKASI
1) Berdasarkan terjadinya yaitu:
a.
Artificial
Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumothoraks
disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan kavitas proses
spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumothoraks sengaja lainnya ialah
diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru.
Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga
pleura.
b. Traumatic
Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau
esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam
yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga
pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
Barotrauma Pada Paru
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathorax.
Tension. Pneumothorax merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam
rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks
mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi
paru yang mengalami tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension
pnemothorax karena akumulasi udara tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap
organ didalam rongga dada juga tidak meningkat.
Akumulasi darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah yang
mengakibatkan terjadinya hemopneumotoraks.
c.
Spontan.
Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Timbul sobekan subpleura
dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup.
Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab
lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma
atau inflamasi. Pneumotoraks spontan dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks Spontan
Primer dan Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya
disebabkan oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus
dan pada Marfan syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi
akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
2) Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis
3) Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.
4) Berdasarkan jenis fistel.
Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura
dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama
dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan
gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi
positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi).
Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara
yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak
adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi
negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang
tampak meskipun tekanannya sudah negatif (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).
Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung
adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke
percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk
ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam
rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan
udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura,
apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan
pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara
masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan
lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di
bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.
4. PATOFISIOLOGI
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan intrabronkhial, sehingga
paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luaryang tekanannya nol
akan masuk ke bronchus sehingga sampe ke alveoli.
Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih
tinggi dari tekanan dialveolus ataupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar melalui
bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin atau mengejan, karena
pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus atau alveolus ada
bagian yang lemah, bronkhus atau alveolus itu akan pecah atau robek.
Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut:
a. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk kea rah
jaringan peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam alveoli akan
meningkat.
b. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor presipitasi
yang memudahkan terjadinya robekan.
c. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis di
peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan pneumothoraks.
5. MANIFESTASI KLINIS
a.
Tachypnea
b. Dyspnea
c.
Cyanosis.
d. Decreased or absent breath sounds on affected side.
e.
Tracheal deviation.
f.
Dull resonance on percussion.
g. Unequal chest rise.
h. Tachycardia.
i.
Hypotension
j.
Pale, cool, clammy skin.
k. Possibly subcutaneous air.
l.
Narrowing pulse pressure.
6. PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan pneumotorax tergantung dari luasnya pneumothorax. Tujuannya yaitu untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Prinsip – prinsip penanganan pneumothorax menurut British Sosiety dan American collage of
chest fisician adalah :
a.
Observasi dan pemberian tambahan oksigen
b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube trakeostomi dengan atau tanpa
pleurodesis.
c.
Trakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya blep atau bula.
d. Torakotomi
7. PENGKAJIAN FISIK
1) Identitas pasien
a) nama
b) umur
c) jenis kelamin
d) agama
e) status perkawinan
f) pendidikan
g) pekerjaan
h) tanggal masuk
i) no register
j) diagnosa medic
2. Penanggung jawab
a) nama
b) umur
c) jenis kelamin
d) pekerjaan
e) hubungan dengan pasien
f) pendidikan
2) Riwayat Kesehatan
a.
Riwayat penyakit saat ini
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri
dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan. Melakukan pengkajian apakah ada riwat trauma yang mengenai rongga dada
seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan pada paru
meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan
benda tajam langsung menembus pleura.
b. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB Paru dimana sering
terjadi pada pneumothorax spontan
c.
Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin
menyebabkan pneumothorax seperti kanker paru, asma, TB paru dan lain-lain.
8. DATA FOKUS TERKAIT PENURUNAN FUNGSI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala
: Dispnea dengan aktivitas atau istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda
: Takikkardia.
-
Frekuensi tak teratur atau distritnia
-
Irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap effusi).
-
Tanda Homman
-
TD
-
DVJ
: hipertensi/hipotensi
3. Integritas ego
Tanda
: ketakutan, gelisah.
4. Makanan atau cairan
Tanda
: adanya pemasangan IV vena sentral/ infuse tekanan
5. Nyeri atau kenyamanan
Gejala
: nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan, batuk. Timbul tiba-tiba
gejala sementara batuk atau reganggan (pneumothorax spontan). Tajam dan nyeri menusuk
yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen (efusi
pleural).
Tanda
:
-
berhati-hati pada area yang sakit.
-
Perilaku yang distraksi
-
Mengkerutkan wajah
6. Pernapasan
Gejala
:
-
kesulitan bernapas, lapar napas.
-
Batuk (mungkin gejala yang ada)
- Riwayat bedah dada/trauma : penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru
(empiema/effusi) penyakit interstisial menyebar (sarkoidosis), keganasan pneumothorax
spontan sebelumnya.
Tanda
-
: pernapasan :
Peningkatan frekuensi/takipnea.
- Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada dan leher,
retraksi interkortal, eksipirasi abdominal kuat.
-
Bunyi napas menurun atau tidak ada.
-
Fremitus menurun.
Perkusi dada :
- Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorax), bunyi pekak diatas area yang terisi
area (hemothorax).
Observasi dada dan palpasi dada :
- Gerakan dada tidak sama (paradogsik) bila trauma atau kemps,penurunan pengembangan
thorax (area yang sakit).
Kulit :
-
Pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi sub kutan.
Mental
:
-
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
-
Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif/ terapi PEEP.
7. Keamanan
Gejala
: adanya trauma dada.
Radiasi/ kemotherapi untuk keganasan.
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala
: riwayat faktor resiko keluarga, tuberculosis, kanker.
-
Adanya bedah intrathorakal/biopsy paru
-
Bukti kegagalan membaik.
11. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural, data menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
2) GDA : variable tergantung pada derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2
mungkin normal/menurun, saturasi oksigen biasa menurun.
3) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemotoraks)
4) HB : mungkin menurun menunjukkan kehilangan darah
5) Laboratorium (darah lengkap dan astrup)
12. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunya ekspansi paru
sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2. Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan WSB.
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.
BAB III
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Dx Keperawatan I: Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru skunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
Tujuan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola pernapassan klien kembali efektif.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Identifikasi factor penyebab kolaps
spontan, trauma keganasan, infeksi
komplikasi mekanik pernapasan.
1. Memahami penyebab dari
kolaps paru sangat penting untuk
mempersiapkan WSD pada
pneumothoraks dan menentukan
untuk interfensi lainnya.
2. Kaji kualitas, frekuensi, dan
kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi
3. Baringkan klien dalam posisi yang
nyaman, atau dalam posisi duduk.
4. Observasi tanda-tanda vital (nadi,
RR)
5.Lakukan auskultasi suara napas tiap
2-4 jam.
2. Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi, dan kedalaman
pernapasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi
klien.
3.Penurunan diafragma
memperluas daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal.
4.Peningkatan RR dan takikardi
merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru
5. Auskultasi dapat menentukan
kelainan suara napas pada bagian
paru. Kemungkinan akibat dari
berkurangnya atau tidak
berfungsinya lobus, segmen, dan
salah satu dari paru. Pada daereah
kolaps paru suara pernapasan
tidak terdengar tetapi bila hanya
sebagian yang kolaps suara
pernapasan tidak terdengar
dengan jelas. Hal tersebut dapat
menentukan fungsi paru yang baik
dan ada tidaknya atelektasis paru.
6.Bantu dan ajarkan klien untuk batuk
dan napas dalam yang efektif.
7. Kolaborasi untuk tindakan
dekompresi dengan pemasangan
WSD.
6. Menekan daerah yang nyeri
ketika batuk atau napas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih
efektif.
7. Dengan WSD memungkinkan
udara keluar dari rongga pleura
dan mempertahankan agar paru
tetap mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan
negative pada intrapleura.
Dx Keperawatan II: Resiko tinggi trauma pernapasan yang berhubungan dengan
pemasangan WSD.
Tujuan Kriteria Hasil : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi resiko trauma
pernapasan tidak terjadi.
Intervensi
Rasional
1. Kaji kualitas, frekuensi,dan
kedalaman pernapasan,laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
1. Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi dan kedalaman
pernapasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan klien.
2. Observasi tanda-tanda vital (nadi,
rr).
2. Peningkatan RR dan takikardi
merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
3.Baringkan klien dalam posisi yang
nyaman, dalam posisi duduk.
4. Perhatikan undulasi pada selang
WSD
3. Posisi setengah duduk atau
duduk dapat mengurangi resiko
pipa/selang WSD terjepit.
4. Undulasi (pergerakan cairan
diselang dan adanya gelembung
udara yang keluar dari air dalam
botol WSD) merupakan indicator
bahwa drainase selang dalam
keadaan optimal. Bila undulasi
tidak ada, ini mempunyai makna
yang sangat penting Karena
beberapa kondisi dapat terjadi,
antara lain:
Motor suction tidak
berjalan
Selang terlipat atau
tersumbat
Paru telah mengembang
Oleh karena itu, perawat harus
yakin apa yang menjadi penyebab,
segera periksa kondisi system
drainase, dan amati tanda-tanda
kesulitan bernapas.
5. Menghindari tarikan spontan
pada selang yang mempunyai
resiko tercabutnya selang dari
rongga dada.
6. Tanda atau batas pada botol
dapat menjadi indicator dan bahan
monitor terhadap keadaan
draidase WSD.
7. Gravitasi. Udara dan cairan
mengalir dari takanan yang tinggi
ke tekanan yang rendah.
8. Meningkatkan sikap kooperatif
5. Anjurkan klien untuk memegang
selang apabila akan mengubah posisi.
6. Beri tanda pada batas cairan setiap
hari, catat tanggal dan waktu.
klien dan mengurangi resiko
trauma pernapasan.
9. Menekan daerah yang nyeri
ketika batuk atau napas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih
efektif.
7. Botol WSD harus selalu lebih
rendah dari tubuh.
8. Beri penjelasan pada klien tentang
perawatan WSD.
9. Bantu dan ajarkan klien unuk
melakukan napas dalam yang efektif.
Daftar Pustaka :
1. Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC,1998.
2. Slamet Suyono, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUL : Jakarta
3. Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
4. Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system
pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
5. Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia