BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga

BAB II KAJIAN TEORI

1.1 Character Building

2.1.1 Konsep Character Building

  Character menurut pengamatan filosof

  kontemporer Michael Novak dalam Lickona (2013: 72) adalah perpaduan harmonis seluruh budi pekerti yang terdapat dalam ajaran-ajaran agama, kisah-kisah sastra, cerita-cerita orang bijak, dan orang-orang berilmu, sejak zaman dahulu hingga sekarang. Sedangkan menurut Lickona (2013: 72) karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik dan melakukan hal yang baik. Character Building adalah sebuah program yang bukan sekedar membiasakan anak berperilaku baik, lebih dari itu yaitu membentuk pikiran, watak, dan perilaku yang baik sehingga membuat anak berhasil (DeRoche dan Williams 2009: 1).

  Selain itu Character Building merupakan program yang memiliki peran membantu siswa dan komunitas sekolah untuk memahami nilai-nilai yang baik dan berperilaku berdasarkan nilai-nilai tersebut (Lickona dan Matthew 2005: 1). Pendapat serupa dikemukakan oleh Koesoma (2010: 212) yang mengatakan Character

  

Building adalah mengajarkan nilai - nilai yang relevan

  sehingga anak didik memiliki gagasan konseptual tentang nilai-nilai pemandu perilaku yang bisa dikembangkan dalam mengembangkan karakter pribadinya.

2.1.2 Komponen Character yang Baik

   Character terbentuk dari tiga macam komponen

  yang saling berkaitan: pengetahuan moral/aspek kognitif, perasaan moral/aspek afektif, dan perilaku moral/aspek psikomotorik. (Lickona, 2013: 72). Ada enam aspek kognitif menurut Lickona (2013: 75-79) yang dapat menjadi tujuan Character Building yaitu kesadaran moral, mengetahui nilai-nilai moral, pengambilan perspektif, penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan diri. Selain aspek kognitif ada enam aspek afektif menurut Lickona (2013: 80-85) yaitu hati nurani, penghargaan diri, empati, menyukai kebaikan, kontrol diri, kerendahan hati.

  Produk dari dua bagian Character lainnya menurut Lickona (2013: 86-88) adalah tindakan moral/aspek psikomotorik yang terdiri dari kompetensi moral, kehendak dan kebiasaan. Kompetensi moral adalah kemampuan mengubah pertimbangan dan perasaan moral ke dalam tindakan moral yang efektif (Lickona, 2013: 86). Kehendak dibutuhkan untuk menjaga emosi agar tetap terkendali oleh akal; melihat dan memikirkan suatu keadaan melalui seluruh dimensi moral; mendahulukan kewajiban bukan kesenangan; menahan godaan, bertahan dari tekanan teman sebaya dan melawan gelombang. Kehendak merupakan ini keberanian moral. (Lickona, 2013: 87). Kebiasaan merupakan faktor pembentuk perilaku moral. William Bennet pada tahun 1980 yang dikutip Lickona (2013: 87) mengatakan “orang-orang yang memiliki karakter yang baik bertindak dengan sungguh-sungguh, loyal, berani, berbudi, dan adil tanpa banyak tergoda oleh hal- hal sebaliknya”. Orang- orang tersebut seringkali menentukan “pilihan yang be nar” secara tidak sadar karena kebiasaan. Untuk alasan inilah anak-anak sejak usia dini (mulai jenjang pra sekolah) membutuhkan banyak kesempatan untuk membangun kebiasaan-kebiasaan baik, dan banyak berlatih untuk menjadi orang baik. Character Building merupakan sebuah kebiasaan. (Lickona, 2013: 87)

  Anak-anak menyerap semua hal pada saat berusia empat tahun, dan itu adalah periode emas otaknya (Kurniawan 2013: 45). Untuk itu seyogyanya Character

  

Building perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam

  lingkungan sekolah, terutama sejak playgroup dan taman kanak-kanak.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Character Building

  Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program Character Building menurut Muslich (2011) adalah orang tua dan guru. Orang tua harus bisa memberikan cermin yang dapat ditiru, misalnya bersikap familier, siap menjadi tempat curhat, memperhatikan aspirasi, sikap yang menyejukkan, sportif dan sebagainya. Sebaliknya sikap mau menang sendiri, arogan, egois dan sikap negatif lain harus dihindari.

  Guru sebagai sosok panutan, harus dapat memberikan contoh dalam bertindak, bersikap dan bernalar dengan baik. Bahkan harus menunjukkan sebagai guru yang berkarakter, yaitu: (1) memiliki pengetahuan keagamaan yang luas dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara aktif; (2) meningkatkan kualitas keilmuan secara berkelanjutan; (3) bersih jasmani dan rohani; (4) pemaaf, penyabar dan jujur; (5) berlaku adil terhadap peserta didik dan semua stakeholders pendidikan; (6) mempunyai watak dan sifat ketuhanan yang tercermin dalam pola pikir, ucapan dan perilaku; (7) tegas bertindak, profesional dan proporsional; (8) tegas terhadap berbagai kondisi yang mungkin dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola pikir peserta didik, dan; (9) menumbuhkan kesadaran diri sebagai penasihat (Muclish, 2011).

  Pendapat serupa dikemukakan oleh Koesoma (2010: 214) yang mengatakan tumpuan Character

  

Building ada di pundak para guru. Indikasi adanya

  keteladanan dalam Character Building adalah apakah terdapat model peran dalam diri insan pendidik (guru, staf, karyawan, kepala sekolah, direktur, dan lain-lain). Demikian juga, apakah secara kelembagaan terdapat contoh-contoh dan kebijakan serta perilaku yang bisa diteladani oleh siswa sehingga apa yang mereka pahami tentang nilai-nilai itu memang bukan sesuatu yang jauh dari hidup mereka, melainkan ada dekat dengan mereka dan mereka dapat menemukan peneguhan dan afirmasi dalam perilaku individu/lembaga sebagai manifestasi nilai (Koesoma, 2010: 214).

  Selanjutnya Dwikurnaningsih (2011:237) menyatakan guru adalah frontliner dalam peningkatan mutu pendidikan karakter, budaya, dan moral. Seorang guru yang akan mengembangkan karakter siswa harus menunjukkan bahwa integritas adalah hal yang paling berharga. Guru terlebih dahulu harus berperan sebagai model untuk menyatakan kebenaran, menghormati orang lain, menerima dan memenuhi tanggung jawab, bermain jujur, mengembalikan kepercayaan, dan menjalani kehidupan yang bermoral (Dwikurnaningsih (2011: 242-243 )

2.1.4 Tujuan Character Building

   Secara umum, banyak orang memahami tujuan

  Character Building sebagai pengembangan kepribadian di mana pertumbuhan individu sebagai pribadi yang sehat merupakan sasaran akhir (Koesoema, 2012: 34). Begitu pula pandangan Apple Kids Preschool Salatiga tentang tujuan program Character Building, yaitu untuk mendukung studi anak-anak Apple Kids Preschool Salatiga, melihat pertumbuhan anak-anak Apple Kids Preschool Salatiga dan keberhasilannya di sekolah dan kehidupan, sebagai bukti bahwa Character Building adalah persiapan yang baik untuk belajar hidup.

  Semestinya tujuan Character Building tidak dapat ditentukan secara sepihak oleh individu atau lembaga. Perlu ada komunikasi, diskusi dan pendalaman yang melibatkan banyak pihak. Pembahasan tentang tujuan Character Building ini merupakan hal paling fundamental sebelum kita menentukan sarana-sarana agar tujuan Character Building tercapai (Koesoema, 2012: 35).

2.1.5 Program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga

   Program Character Building Apple Kids Preschool

  Salatiga terdiri dari Kategori Program Utama (KPU), Program Utama (PU), Program (P) dan Kegiatan (K). Kategori program utama merupakan aplikasi dari tujuan program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga yaitu Hello, Thank You, Please, Help

  

Me, Sorry yang dikenal dengan sebutan Five Magic

Words. Kategori program utama tersebut terdiri dari

  beberapa program utama yaitu respect, sharing, caring,

  

honesty tolerance, diligent, obedience, independence,

fairness, self-control.

  Kesepuluh program utama tersebut terdiri dari satu atau dua program. Sedangkan program tersebut terdiri dari satu atau dua kegiatan. Ilustrasi program utama, program dan kegiatan Character Building Apple Kids Preschool Salatiga dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Program Utama, Program dan Kegiatan Character Building di

  

Apple Kids Preschool Salatiga

Program No Program Kegiatan Utama

  1 Anak Respect Dare to dream concert . Berkebutuhan Khusus (ABK)

  

2 Sharing Panti Asuhan Berbagi sembako di panti

. asuhan Wiloso Tomo

  3 Caring Berbagi dengan 1.

  Defender of the earth, . orang lain

  2. Back to nature

  4 Honesty Kantin Kantin kejujuran . Kejujuran

  5 Tolerance Hari Besar 1.

  Perayaan Idul Fitri . Keagamaan

  2. Perayaan Natal 3.

  Perayaan Nyepi 4. Perayaan Imlek

  6 Diligent Rajin 1. mainan Membereskan . setelah bermain 2. Kerja bakti di lingkungan sekolah

  

7 Obedience PR Character Mengerjakan PR Character

. Building Building di rumah

  8 Independence Healthy Food 1.

  Sikat gigi sendiri .

  2. Mencuci piring sendiri

  

9 Fairness Distribusi Mendistribusikan makanan

. makanan dengan porsi yang sama di

lingkungan sekolah

10. Self-control 1.

  1. Berbaris Berbaris sebelum masuk

2. kelas

Bergantian 2. mainan

  Bergantian dengan teman Sumber: Apple Kids Preschool Salatiga. 2015

2.2 Evaluasi Program

2.2.1 Pengertian dan Manfaat Evaluasi Program

  Ralph Winfred Tyler dalam bukunya Basic

  

Principles of Curriculum and Instruction yang dikutip

  Arikunto dan Jabar (2009: 5) menyebutkan evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat terealisasikan. Proses yang dimaksud yakni proses kegiatan tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian pada umumnya, yaitu persyaratan keilmiahan, mengikuti sistematika dan metodologis secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan (Arikunto dan Jabar, 2009: 8).

  Manfaat dari hasil evaluasi program adalah sebuah rekomendasi dari evaluator kepada pengambil keputusan. Ada empat kemungkinan rekomendasi yaitu: 1) menghentikan program, karena hasil evaluasi menunjukkan bahwa program tidak memiliki manfaat, atau tidak terlaksana seperti yang diharapkan; 2) merevisi program, karena adanya kesalahan dalam pelaksanaan program, tetapi dirasakan bahwa program memiliki manfaat; 3) melanjutkan program, karena pelaksanaan program membawa manfaat dan berjalan sesuai harapan; 4) menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain atau mengulangi program di lain waktu), karena program dinyatakan berhasil dan bermanfaat bagi banyak pihak, sehingga ada kemungkinan program bisa dilaksanakan di tempat lain atau di waktu yang lain (Arikunto dan Jabar 2009: 22)

2.2.2 Mengevaluasi Tujuan

  Mengevaluasi tidak dapat dilepaskan dari rangkaian kegiatan yang bermula dari perencanaan dan pelaksanaan suatu program. (Arikunto dan Jabar, 2009: 8). Mengevaluasi tujuan adalah melaksanakan upaya untuk mengumpulkan data mengenai tujuan program, kemudian dibandingkan dengan kriteria, agar dapat diketahui seberapa jauh atau seberapa tinggi kesenjangan yang ada antara tujuan program dengan kriteria sebagai kondisi yang diharapkan. Cara mengevaluasi tujuan menurut Badrujaman (2011: 63- 67) yaitu (1) menentukan tujuan evaluasi; (2) menentukan kriteria evaluasi; (3) memilih desain evaluasi; (4) menentukan metode dan instrumen penelitian; (5) menganalisis data.

2.2.2.1 Tujuan Evaluasi Program

  Tujuan diadakannya evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya (Arikunto dan Jabar, 2009:18). Tujuan dapat tercapai bila semua komponen pendukung program saling terkait dan merupakan faktor penentu keberhasilan (Arikunto dan Jabar, 2009: 9). Tujuan program dan komponen program yang tidak sesuai dapat menimbulkan masalah (Anderson dan Krathwohl, 2010: 15).

  Tujuan evaluasi program harus dirumuskan dengan titik tolak tujuan program yang dievaluasi Ada dua macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen. (Arikunto dan Jabar, 2009: 27).

  Tujuan umum penelitian ini adalah (1) ingin mengetahui pencapaian tujuan program Character

  

Building Apple Kids Preschool Salatiga; (2) ingin

  mengetahui kesesuaian komponen, subkomponen, indikator, subindikator program dengan tujuan komponen, subkomponen, indikator, subindikator program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga. Tujuan khususnya yaitu (1.1) ingin mengetahui prosentase pencapaian tujuan komponen program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga; (1.2) ingin mengetahui prosentase pencapaian tujuan subkomponen program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga; (1.3) ingin mengetahui prosentase pencapaian tujuan indikator program

  

Character Building Apple Kids Preschool Salatiga; (2.4)

  ingin mengetahui prosentase pencapaian tujuan subindikator program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga.

  Selanjutnya untuk penjabaran tujuan umum ke tujuan khusus kedua yaitu (2.1) ingin mengetahui kesesuaian komponen program Character Building dengan tujuan komponen program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga; (2.2) ingin mengetahui kesesuaian subkomponen program Character Building dengan tujuan subkomponen program Character

  

Building Apple Kids Preschool Salatiga; (2.3) ingin

  mengetahui kesesuaian indikator program Character

  

Building dengan tujuan indikator program Character

Building Apple Kids Preschool Salatiga; (2.4) ingin

  mengetahui kesesuaian subindikator program

  

Character Building dengan tujuan subindikator program

Character Building Apple Kids Preschool Salatiga.

2.2.2.2 Kriteria Evaluasi

  Istilah kriteria juga dikenal dengan kata “tolok ukur” atau “standar” adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur (Arikunto dan Jabar, 2009: 30). Kriteria diperlukan untuk mengekang masuknya unsur subjektif yang ada pada diri evaluator. Selain itu dengan adanya kriteria maka hasil evaluasi akan sama meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda dan dalam kondisi fisik penilai yang berbeda pula. (Arikunto dan Jabar, 2009: 32).

  Dasar pembuatan kriteria dapat menggunakan konsep atau teori-teori yang terdapat dalam buku- buku ilmiah. (Arikunto dan Jabar, 2009: 33). Kriteria dalam penelitian ini menggunakan konsep atau teori- teori yang terdapat dalam buku-buku ilmiah. Kriterianya terbagi menjadi dua yaitu kriteria pencapaian tujuan kriteria kesesuaian program dengan tujuan dan 1.

  Kriteria Pencapaian Tujuan Tujuan dapat tercapai jika memenuhi kriteria di bawah ini: a.

  Pembuatan tujuan Character Building melibatkan banyak pihak yakni guru, orang tua dan kepala sekolah (Koesoema, 2012: 35) b. Program Character Building sebelum dibuat diusulkan pada orang tua dan meminta masukan dari orang tua (Lickona, 2013: 519) c. Program Character Building sengaja direncanakan.

  Tanpa ada perencanaan secara sadar, keberhasilan Character Building tidak dapat dievaluasi dan sekolah tidak akan memiliki informasi untuk mengembangkannya lebih lanjut (Koesoma, 2012: 75).

  d.

  Program Character Building bersifat eksplisit, artinya isi, pendekatan dan bentuk praksisnya (di dalam atau luar kelas) disampaikan secara transparan kepada stakeholder yakni siswa, guru, orang tua ataupun masyarakat (Koesoma, 2012: 75) e. Tujuan (goal, aim, purpose) dirumuskan dengan jelas (Anderson dan Krathwohl, 2010: 15)

2. Kriteria Kesesuaian Komponen, Subkomponen,

  Indikator, Subindikator dengan Tujuannya Komponen, subkomponen, indikator dan subindikator dikatakan sesuai apabila memenuhi kriteria di bawah ini: a.

  Program dan tujuan program saling berkaitan (Arikunto dan Jabar, 2009: 9) b. Tujuan (goal, aim, purpose) dirumuskan dengan jelas (Anderson dan Krathwohl, 2010: 15) c.

  Komponen, subkomponen, indikator, subindikator program Character Building sebelum dibuat diusulkan pada orang tua dan meminta masukan dari orang tua (Lickona, 2013: 519) d.

  Komponen program merupakan penjabaran dari tujuan program. Subkomponen program merupakan penjabaran dari komponen program. Indikator merupakan penjabaran dari subkomponen. Subindikator merupakan penjabaran dari indikator. (Arikunto dan Jabar, 2009: 12-13)

  Wujud dari kriteria adalah tingkatan atas gradasi kondisi sesuatu yang dapat ditransfer menjadi nilai. Secara garis besar ada dua macam kriteria, yaitu kriteria kuantitatif dan kriteria kualititatif. (Arikunto dan Jabar, 2009: 34).

1. Kriteria kuantitatif

  Kriteria kuantitatif dibedakan menjadi dua yaitu kriteria tanpa pertimbangan dan kriteria dengan pertimbangan. Kriteria kuantitatif tanpa pertimbangan disusun hanya dengan memperhatikan rentangan bilangan tanpa mempertimbangkan apa-apa dilakukan dengan membagi rentangan bilangan. Kriteria kuantitatif dengan pertimbangan dibuat karena adanya pertimbangan tertentu berdasarkan sudut pandang dan pertimbangan evaluator. (Arikunto dan Jabar, 2009: 35) 2.

  Kriteria kualitatif Kriteria kualitatif adalah kriteria yang dibuat tidak menggunakan angka-angka. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam menentukan kriteria kualitatif adalah komponen. Seperti halnya kriteria kuantitatif, jenis kriteria kualitatif juga dibedakan menjadi dua yaitu (a) kriteria kualitatif tanpa pertimbangan dan (b) kriteria kualitatif dengan pertimbangan. Kriteria kualitatif tanpa pertimbangan penyusun tinggal menghitung banyaknya indikator dalam komponen yang dapat memenuhi persyaratan. Sedangkan kriteria kualitatif dengan pertimbangan disusun melalui dua cara yaitu dengan mengurutkan indikator atau dengan menggunakan pembobotan. (Arikunto dan Jabar, 2009: 36)

  

2.2.3 Subkomponen, Indikator,

Komponen, Subindikator Program

  Taylor, dkk pada tahun 1996 dalam bukunya “Planning a program evaluation” yang dikutip Arikunto dan Jabar (2009: 9) menyatakan komponen program adalah bagian-bagian atau unsur-unsur yang membangun sebuah program yang saling terkait dan merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan program. Komponen tersebut dapat dirinci lagi menjadi subkomponen kemudian indikator, yang selanjutnya dapat dirinci lagi menjadi subindikator (Arikunto dan Jabar, 2009: 11). Komponen program Character

  

Building Apple Kids Preschool Salatiga adalah kategori

  program utama. Kategori program utama dirinci lagi menjadi program utama sebagai subkomponen kemudian program sebagai indikator, yang selanjutnya dirinci lagi menjadi kegiatan sebagai subindikator. Identifikasi komponen-komponen menjadi subindikator dapat diilustrasikan pada tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Ilustrasi Identifikasi Komponen, Subkomponen, Indikator dan Subindikator Program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga Komponen Subkomponen Indikator Subindikator

  1. Membereskan mainan setelah bermain

  1. Berbaris sebelum masuk kelas 2. Bergantian mainan dengan teman

  Berbaris 2) Berganti

an

  Sikat gigi sendiri 2. Mencuci piring sendiri Fairness Distribusi

makanan

Mendistribusikan makanan dengan porsi yang sama di lingkungan sekolah Self-control 1)

  Food 1.

  

Character

Building

Mengerjakan PR Character Building di rumah Independence Healthy

  2. Kerja bakti di lingkungan sekolah Obedience PR

  Perayaan Natal 3. Perayaan Nyepi 4. Perayaan Imlek Diligent Rajin

  Five Magic Words (hello, sorry, thank you, help me, please)

  1. Perayaan Idul Fitri 2.

  

Kejujuran

Kantin kejujuran Tolerance Hari Besar

Keagamaan

  Defender of the earth, 2. Back to nature Honesty Kantin

  Berbagi sembako di panti asuhan Wiloso Tomo Caring Berbagi dengan

orang lain

1.

  Dare to dream concert Sharing Panti

Asuhan

  Respect Anak

Berkebutuh

an Khusus (ABK)

  Sumber: Apple Kids Preschool Salatiga. 2015

2.2.4 Model-model Evaluasi Program

  Isaac dan Michael dalam bukunya yang berjudul “Handbook in Research and Evaluation” seperti yang dikutip Jaedun (2010: 7-8) membedakan model evaluasi program berdasarkan orientasinya, yaitu (1) model yang berorientasi tujuan (goal oriented); (2) model yang berorientasi pada keputusan (decison oriented); (3) model yang berorientasi pada kegiatan dan orang-orang yang menanganinya; dan (4) model yang berorientasi pada pengaruh dan dampak program. Pendapat serupa dikemukakan Rose dan Nyre (1977: 14) yang menyatakan model evaluasi yang berorientasi pada keputusan terbagi menjadi dua yaitu model discrepancy dan model CIPP (Context, Input, Process, Product).

  Model evaluasi yang akan digunakan oleh penulis adalah model evaluasi berbasis tujuan atau goal

  

oriented evaluation model yang dikembangkan oleh

  Ralph Winfred Tyler. Model evaluasi ini merupakan model yang paling awal (Jaedun, 2010: 8). Secara umum model evaluasi ini mengukur apakah tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan, program atau proyek dapat dicapai atau tidak. Jika suatu program tidak mempunyai tujuan, atau tidak mempunyai tujuan yang bernilai, maka program tersebut merupakan program yang buruk. (Wirawan, 2012: 80)

  Objek pengamatan model evaluasi berbasis tujuan adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan sebelum program tersebut dimulai (Jaedun, 2010: 8). Tujuan merupakan tujuan yang akan dicapai, pengaruh atau akhir dari yang akan dicapai program (Wirawan, 2012: 80). Model ini dirancang dan dilaksanakan dengan proses seperti gambar 2.1.

  1. Tujuan Program: layanan dan intervensi

  7. Keputusan pemanfaatan hasil evaluasi program

  2. Evaluator: merumuskan tujuan menjadi indikator kuantitatif dan

  6. kualitatif yang dapat diukur Kesimpulan: a.

  Tujuan tercapai b. Tujuan tercapai sebagian c. Tujuan tidak tercapai 3.

  Mengembangkan desain dan instrumen evaluasi

  5. Menjaring dan menganalisis data/informasi pencapaian indikator-indikator tujuan

  4. Evaluator memastikan aktivitas program telah berakhir

Gambar 2.1 Proses Model Evaluasi Berbasis Tujuan

  

Sumber: Wirawan. 2012

  Keunggulan model evaluasi berbasis tujuan adalah (1) demokratis; (2), imparsial dan; (3) sederhana. Demokratis artinya tujuan, layanan atau intervensi program merupakan hasil keputusan formal dari lembaga yang dipilih secara demokratis. Imparsial artinya evaluasi merupakan bagian riset sosial yang bersifat imparsial tidak memihak. Sederhana artinya proses merancang dan melaksanakannya mudah, biayanya murah dan waktunya singkat dalam Wirawan (2012 : 83).

  Meskipun memiliki banyak keunggulan, akan tetapi model evaluasi berbasis tujuan ini juga memiliki banyak kelemahan (Badrujaman, 2011: 43). Kelemahan tersebut meliputi: 1) Ketidaksesuaian antara tingkat tujuan dan pelaksanaannya; 2) Pengabaian nilai tujuan pendekatan evaluasi itu sendiri; 3) Mengabaikan alternatif-alternatif penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan program; 4) Mengabaikan hasil penting lainnya yang ditutupi oleh tujuan (hasil yang sengaja didapatkan dari kegiatan); 5) Mengabaikan fakta-fakta dari nilai program yang tidak dapat digambarkan dengan tujuan itu sendiri.

2.4 Kajian Penelitian yang Relevan

  Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian relevan yang berkaitan dengan Character Building pada

  

setting sekolah. Berikut ini akan disajikan lima

  penelitian relevan yaitu: Penelitian pertama dari Mr. Doug Monk dari

  

Kingwood Middle School di Humble, Texas dalam

  penelitiannya membandingkan evaluasi para guru terhadap murid sebelum dan sesudah diimplementasikannya kurikulum Lessons in Character. Dalam kurikulum yang lebih banyak mengajak murid untuk berinteraksi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan mengembangkan kepekaan mereka, telah memberikan dampak positif dalam perubahan cara belajar, kepedulian dan rasa hormat terhadap para staff sekolah, dan meningkatnya keterlibatan para murid secara sukarela dalam proyek-proyek kemanusiaan (Kamaruddin, 2012: 224).

  Penelitian kedua yaitu penelitian Evaluasi Pendidikan Karakter yang dilakukan oleh Darmayanti dan Wibowo (2014) di Sekolah Dasar Kabupaten Kulon Progo. Hasil penelitiannnya menunjukkan 1) kesiapan SD di Kabupaten Kulon Progo untuk mengimplementasikan pendidikan karakter baik, dinilai dari kurikulum yang telah terintegrasi pendidikan karakter, namun masih kurang dalam hal pengelolaan sarana dan prasarana pendukung serta banyak guru memerlukan lebih banyak pengetahuan dan keterampilan tentang pendidikan karakter; 2) implementasi pendidikan karakter belum tampak pada kegiatan pembelajaran; 3) dukungan dari pemerintah dalam sosialisasi atau pelatihan dirasa masih kurang oleh sekolah; 4) monitoring dan evaluasi pendidikan karakter masih terbatas pada kurikulum dan dilakukan melalui pembinaan pengawas di setiap sekolah; dan 5) kendala yang umum dihadapi sekolah adalah penilaian sikap siswa yang belum terdokumentasi, kurangnya pemahaman guru untuk mengimplementasikan pendidikan karakter, dan tidak adanya sinergi antara pendidikan di sekolah dengan pendidikan di rumah.

  Penelitian ketiga yaitu penelitian meta analisis studi Suyanto (2011: 224) tentang “Hasil Implementasi

  Pendidikan Karakter di Amerika Serikat”. USA dipilih sebagai tempat di mana populasi dan sampel diambil sejak tahun 1993 telah mendeklarasikan dan mengembangkan pendidikan karakter. Populasi penelitian adalah 40 program karakter. Sampel penelitian meliputi dua program besar yaitu CD & L (Character Development and Leadership) dan CEP (Character Education Partnership) yang diambil secara purposif. Hasil penelitian Suyanto (2011: 233) adalah pendidikan karakter di Amerika Serikat merupakan program nasional yang didukung oleh negara bagian, dan sekolah. Ada 4 model besar yaitu (1) customized

  

model, (2) National curriculum, (3) inigrant, dan (4)

comprehensive model. Teknik pengembangan

  pendidikan karakter meliputi pengembangan kultur iklim sekolah, kultur dan iklim kelas, dan penanganan individual. Karakter yang dikembangkan ditentukan oleh sekolah; namun demikian secara nasional ada sepuluh karakter penting yaitu Trustworthiness,

  

respect, responsibility, justice and fairness, caring,

citizenship, honesty, courage, diligence,dan integrity.

  Penelitian keempat dari Departemen Pendidikan Amerika Serikat pada bulan Oktober 2010 menerbitkan sebuah laporan hasil penelitian yang berjudul Efficacy

  

of Schoolwide Programs to Promote Social and Character

Development and Reduce Problem Behavior in

Elementary Sch ool Children.” Penelitian longitudinal

yang dimulai sejak musim gugur 2004 dan berakhir

  pada musim semi 2007 ini dilakukan oleh Konsorsium Penelitian Pengembangan Karakter dan Sosial yang berasal dari The Institute Education Science dan Divisi Pencegahan Kekerasan the National Center for Injury

  

Prevention and Control, Center for Disease Control and

Prevention (CDC). Penelitian ini melibatkan 6600 siswa

  kelas 3 SD di awal studi dan berjumlah 6200 siswa di akhir studi saat mereka kelas 5 SD. Tujuan penelitian ini mengevaluasi ketujuh program pengembangan karakter dan sosial berbasis sekolah yang bersifat universal dan dirancang untuk membantu sekolah mengembangkan perilaku positif murid (misalnya perilaku yang menggambarkan karakter baik dan kompetensi sosial-emosional), mengurangi perilaku negatif murid dan tujuan akhirnya memperbaiki prestasi akademik murid sekolah dasar. Ketujuh program tersebut adalah 4RS (Reading, Writing, Respect

  

and Resolution); SS (Second Step); ABC (Academic and

Behavioral Competencies Program); CSP (Competence

Support Program); LBW (Love in a Big World); PA

  (Possitive Action); dan PATHS (Promoting Alternative

  

Thinking Strategies). Hasilnya: tidak ditemukan bukti

  bahwa ketujuh program mampu memperbaiki kompetensi sosial dan perkembangan karakter siswa sekolah dasar. (Kurniawan, 2013).

  Terakhir yaitu artikel yang ditulis oleh Supriadi (2008) mengatakan tujuan pembentukan karakter di sekolah-sekolah BPK PENABUR Jakarta belum sepenuhnya mencapai tujuan. Disarankan pentingnya pembentukan karakter dilakukan dengan memberikan keteladanan oleh kepala sekolah, guru, pegawai sekolah dan orang tua sendiri.

2.4 Kerangka Pikir

  Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar 2.2 di bawah ini.

  

EVALUASI PROGRAM CHARACTER BUILDING

APPLE KIDS PRESCHOOL SALATIGA

PROGRAM CHARACTER BUILDING

APPLE KIDS PRESCHOOL SALATIGA

MODEL EVALUASI BERBASIS TUJUAN

(Goal Oriented Evaluation) Ralph Winfred Tyler

PROSES MODEL EVALUASI BERBASIS TUJUAN

  

REKOMENDASI

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Deskripsi Menggunakan Media Gambar pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 3 SD Negeri Mangunsari 07 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 70

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SDN Kalinanas 01

0 0 15

3.1. Setting dan Karakteristik Subyek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SDN Kalinanas 01

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SDN Kalinanas 01

0 0 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SDN Kalinanas 01

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SDN Kalinanas 01

0 0 85

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Pada Kelas 5

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Pada Kelas 5

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Pada Kelas 5

0 0 39

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program MMT (Manajemen Mutu Terpadu) dalam Peningkatan Hasil Belajar di SMA N 2 Salatiga

0 0 14